• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO HASIL SAMBUNG PUCUK PADA APLIKASI BERBAGAI DOSIS KOMPOS CAIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO HASIL SAMBUNG PUCUK PADA APLIKASI BERBAGAI DOSIS KOMPOS CAIR"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO HASIL SAMBUNG PUCUK PADA APLIKASI BERBAGAI DOSIS KOMPOS CAIR

OLEH R A H M I 11 22 284

BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

PANGKAJENE DAN KEPULAUAN 2014

(2)

i

HALAMAN PENGESAHAN

PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO HASIL SAMBUNG PUCUK PADA APLIKASI BERBAGAI DOSIS KOMPOS CAIR

TUGAS AKHIR

Disusun Oleh RAHMI 11 22 284

Sebagai Salah Satu Syarat Penyelesaian Studi pada Jurusan

Budidaya Tanaman Perkebunan

Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene dan Kepulauan

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Muhammad Kadir, S. P., M. P. Dr. Ir. Darmawan, M. P.

NIP. 197210102005011003 NIP. 196702021998031002

Mengetahui:

Direktur Politeknik Pertanian Negeri Ketua Jurusan

Pangkajene dan Kepulauan Budidaya Tanaman Perkebunan

Ir. Andi Asdar Jaya, M. Si. Rahmad D, S. P., M. Si.

NIP. 196303101988031001 NIP. 197112012003121001

Tanggal Lulus:

(3)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI

Judul Tugas Akhir : Pertumbuhan Bibit Kakao Hasil Sambung Pucuk pada Aplikasi Berbagai Dosis Kompos Cair.

Nama : RAHMI

NIM : 11 22 284

Program Studi : Budidaya Tanaman Perkebunan

Jurusan : Budidaya Tanaman Perkebunan

Perguruan Tinggi : Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene dan Kepulauan.

Telah Diuji Oleh Tim Penguji dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Kelulusan

Disahkan oleh : Tim Penguji

1. Muhammad Kadir, S. P., M. P. (.………...)

2. Dr. Ir. Darmawan, M. P. (………....)

3. Junyah Leli Isnaeni, S. P., M. P. (………....)

4. Basri Baba, S. P., M. P. (………....)

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala berkat dan lindungan-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan tugas akhir yang berjudul Pertumbuhan Bibit Kakao Hasil Sambung Pucuk pada Aplikasi Berbagai Dosis Kompos Cair.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Dengan selesainya tugas akhir ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orangtua yang telah mengasuh dan segenap keluarga yang selalu membantu baik dalam bentuk moral maupun materi. Melalui kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

a. Ir. Andi Asdar Jaya, M. Si, selaku Direktur Polteknik Pertanian Negeri Pangkajene dan Kepulauan

b. Rahmad D, S. P., M. Si, selaku Ketua Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan

c. Muhammad Kadir, S. P., M. P, selaku dosen pembimbing pertama yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, dan nasehat kepada penulis dan Dr. Ir. Darmawan, M. P, selaku pembimbing kedua.

d. Bapak/ibu dosen dan teknisi Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan serta segenap staf pengurus Politeknik Pertanian Negeri Pangkep yang selama ini mendidik dan membimbing kami.

(5)

iv

e. Teman – teman mahasiswa Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, khususnya Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan Angkatan XXIV.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penulisan maupun isi. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun yang sangat diharapkan penulis untuk penyempurnaan dari tugas akhir ini. Demikian laporan Tugas Akhir ini semoga bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu Alaikum Wr.Wb.

Pangkep, Juni 2014

Penulis

(6)

v

ABSTRAK

R A H M I, 11 22 284. Pertumbuhan Bibit Kakao Hasil Sambung Pucuk pada Aplikasi Berbagai Dosis Kompos Cair. Dibimbing oleh Muhammad Kadir dan Darmawan.

Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, berlangsung pada bulan Oktober sampai Desember 2013. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan bibit kakao hasil sambung pucuk pada aplikasi berbagai dosis kompos cair. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 6 perlakuan dan 4 ulangan dengan pemberian kompos cair dengan berbagai dosis terhadap perlakuan yang digunakan yaitu pemberian kompos cair dengan dosis 30 ml/polybag, pemberian kompos cair dengan dosis 60 ml/polybag, pemberian kompos cair dengan dosis 90 ml/polybag, pemberian kompos cair dengan dosis 120 ml/polybag, pemberian kompos cair dengan dosis 150 ml/polybag dan pemberian kompos cair dengan dosis 180 ml/polybag. Hasil percobaan ini menunjukkan pengaruh tidak nyata dan yang memberikan pengaruh yang terbaik dan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya pada perlakuan dengan dosis 30 ml/polybag untuk parameter rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun batang atas, diameter batang atas, dan rata-rata jumlah cabang batang atas.

(7)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ……… ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan dan Kegunaan ... 3

C. Hipotesis... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

A. Sistematika Tanaman Jambu Mete ... 4

B. Morfologi Tanaman Jambu Mete ... 4

C. Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Mete ... 9

D. Benih dan Perkecambahan Jambu Mete ... 12

E. Metabolisme Perkecambahan... 13

F. Faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan Benih... 14

G. Tipe Perkecambahan... 15

III. METODOLOGI ... 15

A. Waktu dan Tempat ... 15

B. Bahan Dan Alat ... 15

C. Metode Penelitian ... 15

D. Teknik Pelaksanaan ... 16

(8)

vii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

A. Hasil ... 18

B. Pembahasan ... 22

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

A. Kesimpulan ... 25

B. Saran... ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

LAMPIRAN... ... 28

RIWAYAT HIDUP ... 40

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) bibit kakao pada berbagai dosis

kompos cair ... 18

2. Rata-rata Jumlah Daun (helai) bibit kakao pada berbagai dosis kompos cair ... 19

3. Rata-rata Jumlah Cabang Batang Atas kakao pada berbagai dosis kompos cair... 20

4. Rata-rata Diameter Batang Atas (mm) kakao pada berbagai dosis kompos cair ... 21

5. Kondisi Tanaman Kakao di Lapangan Sebelum Perlakuan... 38

6. Kondisi Tanaman Kakao di Lapangan Sesudah Perlakuan... 38

7. Kegiatan Pengambilan Data Pengamatan... ... 39

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Denah Rancangan Acak Kelompok ... 29 2a. Rata-rata tinggi tanaman (cm) bibit kakao hasil sambung pucuk

pada pengamatan I sebelum perlakuan... 30 2b. Rata-rata tinggi tanaman (cm) bibit kakao hasil sambung pucuk

pada pengamatan II sesudah perlakuan... 30 2c. Rata-rata tinggi tanaman (cm) bibit kakao hasil sambung pucuk

pada pengamatan III sesudah perlakuan... 30 2d. Rata-rata tinggi tanaman (cm) bibit kakao hasil sambung pucuk

pada pengamatan IV sesudah perlakuan... 31 2e. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman (cm) bibit kakao hasil

sambung pucuk... 31 2f. Sidik ragam rata-rata pertambahan tinggi tanaman bibit kakao hasil

sambung pucuk... 31

3a. Rata-rata jumlah daun entris (helai) bibit tanaman kakao hasil

sambung pucuk pada pengamatan I sebelum perlakuan... 32 3b. Rata-rata jumlah daun entris (helai) bibit tanaman kakao hasil

sambung pucuk pada pengamatan II sesudah perlakuan... 32 3c. Rata-rata jumlah daun entris (helai) bibit tanaman kakao hasil

sambung pucuk pada pengamatan III sesudah perlakuan... 32 3d. Rata-rata jumlah daun entris (helai) bibit tanaman kakao hasil

sambung pucuk pada pengamatan IV sesudah perlakuan... 33 3e. Rata-rata pertambahan jumlah daun entris (helai) bibit tanaman

kakao hasil sambung pucuk... 33 3f. Sidik ragam rata-rata pertambahan jumlah daun bibit tanaman

kakao hasil sambung pucuk... 33

4a. Rata-rata jumlah cabang batang atas bibit tanaman kakao hasil

sambung pucuk pada pengamatan I sebelum perlakuan... 34 4b. Rata-rata jumlah cabang batang atas bibit tanaman kakao hasil

sambung pucuk pada pengamatan II sesudah perlakuan... 34

(11)

x

4c. Rata-rata jumlah cabang batang atas bibit tanaman kakao hasil

sambung pucuk pada pengamatan III sesudah perlakuan... 34 4d. Rata-rata jumlah cabang batang atas bibit tanaman kakao hasil

sambung pucuk pada pengamatan IV sesudah perlakuan... 35 4e. Rata-rata pertambahan jumlah cabang batang atas bibit tanaman

kakao hasil sambung pucuk... 35 4f. Sidik ragam rata-rata pertambahan jumlah cabang batang atas

tanaman kakao hasil sambung pucuk... 35 5a. Rata-rata diameter batang atas (mm) bibit tanaman kakao hasil

sambung pucuk pada pengamatan I sebelum perlakuan... 36 5b. Rata-rata diameter batang atas (mm) bibit tanaman kakao hasil

sambung pucuk pada pengamatan II sesudah perlakuan... 36 5c. Rata-rata diameter batang atas (mm) bibit tanaman kakao hasil

sambung pucuk pada pengamatan III sesudah perlakuan... 36 5d. Rata-rata diameter batang atas (mm) bibit tanaman kakao hasil

sambung pucuk pada pengamatan IV sesudah perlakuan... 37 5e. Rata-rata pertambahan diameter batang atas (mm) bibit tanaman

kakao hasil sambung pucuk... 37 5f. Sidik ragam rata-rata pertambahan diameter batang atas (mm)

bibit tanaman kakao hasil sambung pucuk... 37

(12)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao L.) adalah salah satu produk pertanian yang memiliki peranan yang cukup penting dan dapat diandalkan dalam mewujudkan program pembangunan pertanian. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, areal kakao rakyat terus mengalami pertumbuhan, sehingga produksi kakao nasional juga terus meningkat seiring dengan meningkatnya luasan areal. Kakao merupakan komoditas penghasil devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit dan karet. Menurut data International Cocoa Organization, permintaan kakao dunia tumbuh sekitar 2-4 % per tahun (ICCO 2009).

Kakao merupakan komoditi unggulan dari Indonesia yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Komoditi ini tidak hanya digunakan di dalam negeri, melainkan juga menjadi komoditas unggulan untuk diekspor ke berbagai negara, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah. Menurut Asosiasi Kakao Indonesia (Aksindo) produksi kakao diperkirakan meningkat dibandingkan produksi tahun sebelumnya. Produksi kakao tahun 2010 mencapai 500 ribu ton, naik dari tahun 2009 yang hanya mencapai 480 ribu ton. Kenaikan produksi kakao tersebut didorong oleh meningkatnya produktifitas disebabkan adanya program rehabilitasi dan peremajaan tanaman kakao di wilayah timur Indonesia, terutama di Sulawesi Selatan (Idrus, 2011).

Produksi kakao Indonesia pada tahun 2010 mengalami peningkatan dari 809.583 ton pada tahun 2009 menjadi 844.626 ton. Target produksi kakao ini

(13)

2

sebenarnya jauh dari ideal, jika dibandingkan dengan luas lahan perkebunan kakao di Indonesia yang sudah mencapai 1,5 juta hektar. Dengan luas lahan sebesar itu seharusnya Indonesia mampu menghasilkan kakao sebanyak 1 juta ton di tahun 2011 dengan catatan lahan perkebunan dikelola dengan baik (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).

Produksi kakao secara nasional sebagian besar berasal dari Sulawesi termasuk Sulawesi Selatan. Untuk medorong peningkatan penerimaan devisa negara, maka pemerintah mengalihkan perhatian serius terhadap peningkatan dan pengembangan komoditi kakao. Adapun usaha-usaha yang dilaksanakan antara lain adalah perluasan, penanaman ulang dan rehabilitasi, yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman kakao. Seiring dengan upaya tersebut di atas pemerintah juga senantiasa berusaha untuk meningkatkan perbaikan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kakao Indonesia, termasuk mutu produksi yang dihasilkan agar citra kakao Indonesia di pasar dunia dapat meningkat.

(Anonim, 2008).

Produksi biji kakao masih memberikan peluang untuk terus ditingkatkan.

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah perbaikan pemeliharaan tanaman di pembibitan. Sampai saat ini sistem pemeliharaan bibit kakao petani masih rendah dan dilakukan tanpa memperhatikan teknik budidaya tanaman dengan baik.

Keadaan tanaman yang ada di lapangan masih sangat beragam dengan kondisi pertumbuhan yang sangat seragam, hal ini diakibatkan karena pemeliharaan yang tidak dilakukan dengan baik. (Deptan, 2009).

(14)

3

Bentuk pemeliharaan tanaman yang dapat dilakukan pada bibit kakao untuk memperbaiki pertumbuhan dan produksinya adalah dengan pemberian kompos.

Salah satu jenis kompos yang dapat diberikan pada tanaman adalah jenis kompos cair yang banyak mengandung unsur hara baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan bibit kakao hasil sambung pucuk pada aplikasi berbagai dosis kompos cair.

Kegunaan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi yang akurat mengenai pertumbuhan bibit tanaman kakao dengan aplikasi berbagai dosis kompos cair, terutama pertumbuhan bibit tanaman kakao hasil sambung pucuk.

C. Hipotesis

Terdapat aplikasi dosis kompos cair yang memberikan pertumbuhan tertinggi pada bibit kakao.

(15)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistematika Tanaman Kakao

Menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam PPKKI (2010), sistematika tanaman ini adalah sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Malvales Familia : Sterculiaceae Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao L.

B. Morfologi Tanaman Kakao.

Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan yang tergolong dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang. Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang meliputi bunga dan buah.

Akar

Tanaman ini termasuk tanaman yang sebagian akar lateralnya (akar mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman tanah 0-30 cm. Menurut

(16)

5

Himme (cit. Smyth, 1960), bahwa 56 % akar lateral tumbuh pada kedalaman tanah 0-1 cm, 26 % pada kedalaman tanah 11-20 cm, 14 % pada 21-30 cm, dan hanya 4

% tumbuh pada kedalaman tanah lebih dari 30 cm dari permukaan tanah (PPPKI, 2004).

Pada awal perkecambahan benih, akar tunggang tumbuh lebih cepat, yakni mencapai 1 cm pada umur 1 minggu, 16-18 cm pada umur satu bulan, dan 25 cm pada umur tiga bulan. Laju pertumbuhannya kemudian melambat dan untuk mencapai panjang 50 cm diperkirakan memakan waktu dua tahun.Kedalaman akar tunggang menembus tanah dipengaruhi oleh kondisi air tanahdan struktur tanah.

Pada tanah yang jeluknya dalam dan drainase baik, akar tunggang tanaman kakao dewasa mencapai 1,0-1,5 meter. (Wahyudi,T. T.R. et al, 2008).

Pertumbuhan akar kakao bisa sampai 8m kearah samping dan15 m ke arah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak menumbuhkan akar tunggang melainkan akar serabut yang banyak jumlahnya (Siregar, 2008).

Pada tanah yang dalam dan berdrainase baik, akar kakao dewasa mencapai kedalaman 1,0–1,5 meter. Pertumbuhan akar kakao sangat peka pada hambatan, baik berupa batu, lapisan keras, maupun air tanah. Apabila selama pertumbuhan, akar menjumpai batu, akar tunggang akan membelah menjadi dua dan masing- masing tumbuh geosentris (mengarah ke dalam tanah). Apabila batu yang dijumpai terlalu besar, sebagian akar lateral mengambil alih fungsi akar tunggang dengan tumbuh ke bawah. Apabila permukaan air tanah yang dijumpai, akar tunggang tidak berkembang sama sekali (Wahyudi, 2008).

(17)

6

Batang dan Cabang

Tinggi tanaman kakao jika dibudidayakan di kebun maka tinggi tanaman kakao umur 3 tahun mencapai 1,8-3m dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,5-7m. Tinggi tanaman tersebut beragam, dipengaruhi oleh intensitas naungan dan faktor-faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan).

(PPKKI, 2010).

Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan berhenti tumbuh dan membentuk jorket (jorquette). Jorket adalah tempat percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya pada tanaman kakao. Pembentukan jorket didahului dengan berhentinya pertumbuhan tunas ortotrop karena ruas-ruasnya tidak memanjang. Pada ujung tunas tersebut, stipula (semacam sisik pada kuncup bunga) dan kuncup ketiak daun serta tunas daun tidak berkembang. Dari ujung perhentian tersebut selanjutnya tumbuh 3-6 cabang yang arah pertumbuhannnya condong ke samping membentuk sudut 0o-60º dengan arah horizontal. Cabang-cabang itu disebut dengan cabang primer (cabang plagiotrop). Pada cabang primer tersebut kemudian tumbuh cabang-cabang lateral (fan) sehingga tanaman membentuk tajuk yang rimbun (PPKKI, 2010).

(18)

7

Daun

Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfisme (mempunyai dua bentuk tunas vegetatif). Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm. Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya (PPKKI, 2010).

Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun yang membuat daun mampu membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari. Bentuk helai daun bulat memanjang, ujung daun meruncing dan pangkal daun runcing. Susunan daun tulang menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun.

Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat. Warna daun dewasa hijau tua. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan mengkilap.

(PPKKI, 2010)

Pertumbuhan daun pada cabang plagiotrop berlangsung serempak tetapi berkala. Masa tumbuhnya tunas-tunas baru itu dinamakan pertunasan atau flushing.

Saat itu setiap tunas memebentuk 3-6 lembar daun baru sekaligus. Setelah masa bertunas tersebut selesai, kuncup-kuncup daun tersebut kembali dorman (istirahat) selama periode tertentu. Kuncup-kuncup akan bertunas lagi oleh rangsangan faktor lingkungan. Dan ujung daun yang dorman tadi tertutup oleh sisik yang akan rontok jika daun kembali bertunas (PPKKI, 2010).

(19)

8

Bunga

Tanaman kakao bersifat kauliflori, artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga.

Tanaman kakao berbunga sepanjang tahun dan tumbuh secara berkelompok pada bantalan bunga yang menempel pada bunga tua, cabang-cabang, dan ranting- ranting (Anonymus, 2013).

Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6-8 mm, terdiri atas dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang dan bisanya terdapat dua garis merah.

Bagian ujungnya berupa lembaran tipis, fleksibel, dan berwarna putih (Anonymus, 2013).

Umumnya, setiap hari terdapat 1-2 bunga yang mekar, tetapi pada kondisi yang menguntungkan bisa 5-10 bunga yang mekar pada setiap bantalan dewasa.

Tanaman kakao dewasa mampu menghasilkan ribuan bunga dalam satu tahun, bahkan terkadang mencapai 10.000-50.000 bunga. Namun, hanya sebagian kecil saja yang berhasil diserbuk, yakni kurang dari 5 % dan hanya 0,5-2,0 % yang akan tumbuh menjadi buah. Tidak heran bila bunga yang rontok pada waktu tertentu pun sangat banyak dan

hanya 30-60 bunga yang dapat tumbuh dan berkembang menjadi buah masak.

(Zaenuddin, 2004).

(20)

9

Buah dan Biji

Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga atau oranye. (Anonymus, 2013).

Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang- seling. Pada tipe criollo dan trinitario alur kelihatan jelas. Kulit buahnya tebal tetapi lunak dan permukaannya kasar. Sebaliknya, pada tipe forasero, permukaan kulit buah pada umumnya halus atau rata, kulitnya tipis, dan liat. Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm. (Anonymus, 2013).

Di dalam setiap buah, terdapat 30-50 biji, tergantung pada jenis tanaman kakao. Biji dibungkus oleh daging buah (pulp) yang berwarna putih, rasanya asam manis dan diduga mengandung zat penghambat perkecambahan. Di sebelah dalam kulit buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kotiledon dan poros embrio. Biji kakao tidak memiliki masa dorman meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat perkecambahan (PPKKI, 2004).

C. Syarat Tumbuh Tanaman Kakao

Pertumbuhan kakao sangat dipengaruhi oleh faktor iklim dan tanah. Faktor iklim yang sangat menentukan pertumbuhan diantaranya adalah curah hujan, suhu udara dan sinar matahari. Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao sangat cocok ditanam pada 10o LU -10o LS, namun penyebaran kakao umumnya berada diantara 7o LU dan 18o LS. Dengan demikian maka Indonesia yang berada pada 5o LU-10o

(21)

10

LS masih sesuai untuk penanaman kakao. Ketinggian tempat di Indonesia yang ideal untuk penanaman kakao adalah <800 m dpl.

Iklim

Lingkungan hidup alami tanaman cokelat adalah hutan hujan tropis yang didalam pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh.

Areal penanaman cokelat yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan 1.100 3.000 mm per tahun, serta Temperature ideal bagi tumbuhan cokelat adalah 30o 32oC (maksimum) dan 18o – 21o (minimum). (Siregar, 2008).

Curah Hujan.

Distribusi curah hujan sepanjang tahun 1.100-3.000 mm per tahun. Dengan curah hujan lebih dari 4500 mm per tahun tanaman kakao mudah terserang penyakit busuk buah, sedangkan kurang dari 1.200 mm per tahun diperlukan irigasi. Kakao sangat ideal pada daerah tipe iklim A (menurut Koppen) atau B (menurut Scmidt dan Fergusson). Sedangkan Tipe C kurang baik karena bulan keringnya panjang.

Suhu.

Suhu sangat berpengaruh pada pembentukan flush, pembungaan serta kerusakan daun. Kakao dapat tumbuh dengan baik pada suhu 18o-32oC. Berdasarkan keadaan iklim di Indonesia, suhu 25o-26oC merupakan suhu rata-rata tahunan sehingga sangat cocok untuk tanaman kakao. Pada suhu kurang dari 10oC akan menyebabkan gugur daun dan mengeringnya bunga, sedangkan suhu tinggi akan memacu pembungaan, tetapi kemudian akan gugur. Suhu tinggi selama kurun waktu yang panjang akan mempengaruhi bobot biji. Suhu yang relatif rendah akan menyebabkan biji kakao banyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Pada

(22)

11

tanaman belum menghasilkan, suhu tinggi selama kurun waktu yang panjang akan menyebabkan matinya pucuk.

Tanah

Cokelat dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan fisik dan kimia yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi cokelat terpenuhi.

Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki kemasaman (pH) 6 – 7.5, tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4. (Winarso, 2007).

Sifat kimia yang perlu diperhatikan adalah pH tanah, kadar bahan organik, unsur hara, kapasitas absorbsi dan kejenuhan basa. Sedangkan sifat fisik tanah yang berpengaruh adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase, struktur dan konsistensi tanah. Selain itu kekeringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan kakao. (Winarso, 2007).

Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 6-7.5, dan masih toleran pada suhu 4oC – 8oC serta paling tidak pada kedalaman 1 meter.

Pada pH tinggi akan menyebabkan terbatasnya ketersediaan hara. Disamping itu kadar bahan organik juga ikut berperan, sehingga bahan organik pada lapisan tanah setebal 15 cm sebaiknya lebih dari 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan meni ngkatkan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen. Usaha menigkatkan bahan organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun pembenamankulit buah kakao. (Lintje Hutahaean,et al, 2004).

Struktur tanah yang baik adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30- 40% fraksi liat, 50% pasir dan 10-20% debu. Tanah regosol dengan struktur

(23)

12

lempung berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman kakao.

(Siregar, 2008) Sinar Matahari.

Cahaya matahari yang terlalu banyak akan menyebabkan lilit batang kecil, daun sempit, dan batang relatif pendek. Kakao tergolong tanaman C3 yang mampu berfotosintsis pada suhu daun rendah. Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20% dari pencahayaan penuh.(PPKKI,2006)

D. Kompos Cair

Kompos merupakan hasil pelapukan dari berbagai bahan yang berasal dari makhluk hidup, seperti dedaunan, cabang tanaman, kotoran hewan, dan sampah yang telah mengalami proses fermentasi. Salah satu jenis kompos yang dapat diberikan pada tanaman adalah jenis kompos cair. Kompos cair adalah hasil ekstrak dari pembusukan sampah yang dibuat dari bahan-bahan organik melalui proses pengomposan. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi (Hendra, 2010).

Membuat kompos cair adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, dan pengaturan aerasi.

(Hendra, 2010).

Kompos cair memiliki beberapa manfaat, yaitu mudah digunakan, meningkatkan kesuburan tanaman dan tanah, menambah dan menigkatkan unsur hara, penyubur lahan pertanian, dan memberikan efek yang lebih cepat.

(24)

13

Kelebihannya adalah kompos cair bisa diberikan kepada tanaman melalui daun. Karena dalam bentuk cair, kompos cair dapat diaplikasikan dengan cara disemprotkan kedaun dan juga ke bagian-bagian lain tanaman. Dapat juga dilakukan dengan cara disiram langsung. Kompos cair akan sangat efektif (diserap oleh tanaman) karena permukaan daun (bagian bawah) dapat menyerap nutrisi dengan cepat dan efektif. Sehingga dengan menyemprotkan kompos cair ke bagian daun tanaman, nutrisi akan lebih cepat diserap dan diproses oleh tanaman. Hal ini menyebabkan efek kesuburan yang ditimbulkan akan lebih cepat terlihat dan lebih efisien karena jumlah yang diberikan dalam kuantitas yang kecil saja (sedikit).

(Hendra, 2010).

E. Kandungan Unsur Hara pada kompos Cair.

Jenis kompos cair yang digunakan yaitu kompos cair yang berasal dari tauge. Pemanfaatan tauge sebagai sumber kompos cair sangat mendukung usaha pertanian. Hal ini sesuai dengan pendapat Yayu (2011) bahwa tauge merupakan sumber asam amino esensial yang sangat potensial dengan komposisi yang lebih baik. Selain itu, tauge sangat mudah larut sehingga dalam pembuatan MOL bisa lebih cepat dari biasanya. Tauge mengandung beberapa unsur hara, seperti P, K, Fe, dan Zn. Adapun fungsi dari unsur hara tersebut, yaitu P berfungsi untuk pengangkutan metabolisme dalam tanaman, merangsang pertumbuhan akar, memperkuat batang tanaman, bunga dan buah. K berfungsi untuk membantu pembentukan protein dan karbohidrat, dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit. Fe berfungsi sebagai penyusun klorofil, protein, enzim pada

(25)

14

tanaman. Zn berfungsi dalam pembentukan hormon pertumbuhan tanaman. (Pertiwi Sri , 2012).

Selain tauge, air leri (air bekas cucian beras), air kelapa, dan gula merah juga mengandung unsur hara. Kandungan air leri identik dengan kandungan yang terdapat pada kulit ari atau lapisan terluar dari beras karena yang larut dalam air waktu mencuci beras adalah lapisan terluarnya saja. Padahal kandungan nutrisi beras yang paling tinggi ada dikulit arinya. Pada waktu mencuci beras, air leri biasanya keruh. Kulit ari beras kaya akan kandungan serat dan mengandung hara makro dan mikro, seperti N, P, Fe, dan Mn. Misalkan Posfor (P) berperan dalam memacu pertumbuhan akar dan pembentukan sistem perakaran yang baik dari benih dan tanaman muda. Zat Besi (Fe) berperan penting dalam membantu pembentukan klorofil tanaman atau tumbuhan, sehingga tanaman tersebut menjadi lebih subur, Nitrogen (N) berperan dalam pembentukan sel tanaman, jaringan, dan organ tanaman. Adapun fungsi Nitrogen yaitu sebagai bahan sintesis klorofil, protein, dan asam amino sehingga dibutuhkan dalam jumlah besar (Anonim, 2009).

Gula merah sangat terkenal dikalangan masyarakat Indonesia, karena gula ini selalu ada dalam kehidupan masyarakat. Sebagai contoh gula merah hampir selalu digunakan sebagai bumbu masakan khas Indonesia. Dalam gula merah, terkandung beberapa unsur makro dan mikro, seperti Ca, Fe, dan Garam mineral.

Sedangkan kandungan air kelapa terdiri atas unsur hara makro dan mikro, seperti K, Na, Ca, Mg, Cu, dan Fe. Mg berperan dalam pembentukan buah, Ca berperan dalam proses pembelahan dan perpanjangan sel, dan Cu berperan membantu kelancaran proses fotosintesis dan pembentukan klorofil. (Eka Suryadi, 2009)

(26)

15

III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, mulai Oktober hingga Desember 2013.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kakao hasil sambung pucuk (umur 2 bulan setelah penyambungan), kompos cair, label, dan air.

Sedangkan alat yang digunakan adalah gelas ukur, mistar (meteran), polibag ukuran 17 cm x 25 cm, jangka sorong, gelas plastik, corong, gunting, ember, baskom, parang, saringan, botol, kamera, dan alat tulis-menulis.

C. Metode Penelitian

Percobaan ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan enam taraf perlakuan dan empat ulangan yaitu :

k1 : pemberian kompos cair dengan dosis 30 ml/polybag.

k2 : pemberian kompos cair dengan dosis 60 ml/polybag.

k3 : pemberian kompos cair dengan dosis 90 ml/polybag.

k4 : pemberian kompos cair dengan dosis 120 ml/polybag.

k5 : pemberian kompos cair dengan dosis 150 ml/polybag.

k6 : pemberian kompos cair dengan dosis 180 ml/polybag.

(27)

16

Terdapat 6 taraf perlakuan dan setiap unit perlakuan tardapat 2 tanaman. Perlakuan tersebut diulang sebanyak empat kali, dan masing-masing ulangan ada dua unit percobaan sehingga terdapat 48 unit percobaan.

D. Teknik Pelaksanaan 1. Pembuatan Kompos Cair

Sediakan bahan dan alat yang diperlukan seperti tauge, air kelapa, air leri (air bekas cucian beras), dan gula merah. Pertama-tama toge dan gula merah ditimbang dengan berat 1 kg, air kelapa 1 liter, dan air leri 1 liter. Semua bahan dicampur dan dimasukkan ke dalam wadah (ember), kemudian ditutup rapat.

Kompos cair difermentasikan selama 14 hari (2 minggu).

2. Persiapan Bibit

Bibit yang akan diberi perlakuan adalah bibit hasil sambung pucuk yang berumur 2 bulan setelah penyambungan. Bibit tersebut mempunyai tinggi yang relatif seragam.

3. Aplikasi Kompos Cair

Kompos cair yang telah difermentasikan selama 14 hari ( 2 minggu), kemudian disaring dan diaplikasikan setiap seminggu sekali sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan yaitu penyiraman setiap pagi dan sore hari sesuai dengan interval penyiraman yang telah ditentukan. Setiap unit atau polibag disiram dengan 1 gelas air.

(28)

17

5. Aplikasi Perlakuan

Aplikasi perlakuan dilakukan setelah tanaman kakao berumur dua bulan setelah penyambungan. Pengaplikasian dilakukan dengan cara kompos cair terlebih dahulu difermentasikan selama 14 hari (2 minggu), lalu disaring dan disimpan di dalam botol. Dilakukan dengan cara kompos cair dimasukkan ke dalam gelas ukur sesuai dosis yang telah ditentukan, kemudian disiramkan pada tanaman kakao.

6. Parameter Pengamatan

Adapun parameter yang diamati, yaitu : a. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur setiap satu minggu sekali, mulai dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman dengan menggunakan meteran.

b. Jumlah daun batang atas atau entris (helai)

Jumlah helai daun yang tumbuh dihitung setiap satu minggu sekali dengan menghitung pertambahan jumlah daun pada bibit. Daun yang dihitung adalah daun yang berada pada tangkai hasil sambung pucuk.

c. Diameter batang atas atau entris (mm)

Pertambahan diameter batang atas diukur setiap satu minggu sekali, yaitu dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran diameter batang diukur pada bagian pangkal batang.

d. Jumlah cabang batang atas atau entris (cabang) Jumlah cabang atas dihitung setiap satu kali seminggu.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas, citra merek, Persepsi harga berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan dengan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Persepsi Mahasiswa Akuntansi tentang Expectation Gap didefinisikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa,

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan

Dyah dan Sudjarni (2016) menyatakan bahwa kupon obligasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan hargaobligasi korporasi berperingkat tinggi di Bursa

Tahapan pertama yang dilakukan dalam penelitian pengembangan ini yaitu melakukan studi pendahuluan yang bertujuan untuk memperoleh data yang mendukung pengembangan

Akan tetapi indikator tersebut relevan dijadikan sebagai ukuran dasar pengelolaan hutan lestari untuk aspek produksi karena indikator tersebut merupakan

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis eksplanatori, yaitu penelusuran sebab-akibat dari suatu proses dan hubungan-hubungan yang ada pada

Dari Gambar 2 dapat dikatakan bahwa ada tiga skala pelayanan pekerja sosial yaitu skala mikro yaitu pelayanan pada individu dan keluarga, seorang pekerja sosial harus