PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT
DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN
PADA PT. BANK BUKOPIN, Tbk
CABANG DENPASAR
OLEH:
NI LUH PUTU CITRA OLIVIANI
NIM. 1116051016
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
i
PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT
DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN
PADA PT. BANK BUKOPIN, Tbk
CABANG DENPASAR
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
NI LUH PUTU CITRA OLIVIANI
NIM. 1116051016
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
Pembimbing I
I Gusti Ayu Puspawati, SH., MH
NIP. 19510624 197903 2 001
Pembimbing II
Dr. Dewa Gede Rudy, SH., M.Hum
iii
Panitia Penguji Skripsi
Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Nomor :0014/UN14.4E/IV/PP/2016, Tanggal 05 Januari 2016
Ketua :
I Gusti Ayu Puspawati, SH.,MH NIP. 19510624 197903 2 001
Sekretaris :
Dr. Dewa Gede Rudy, SH., M.Hum NIP. 19590114 198601 1 001
Anggota : 1. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LLM
NIP.19611101198601 2 001
2. Ida Bagus Putra Atmaja, SH.,MH
NIP. 19541231198303 1 018
3. Ida Bagus Putu Sutama, SH.,M.si
iv
Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang HyangWidhiWasa Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat anugerah-NYA penulis dapat menyelesaikan
skrispsi yang berjudul “PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM
PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN
PADA PT. BANK BUKOPIN, Tbk CABANG DENPASAR”. Adapun
penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas akhir sekaligus
merupakan prasyarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa apa yang tersusun dalam skripsi ini jauh dari apa
yang diharapkan secara ilmiah. Hal ini disebabkan karena keterbatasan
kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang penulis miliki. Maka dari itu
kritik, saran, serta bimbingan dari semua pihak sangat diharapkan guna
kelengkapan dan penyempurnaan skripsi ini.
Penulis skripsi ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala hormat penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H.,M.H, Dekan
v
3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H.,M.H, Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
4. Bapak I Wayan Suardana, S.H.,M.H, Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H.,M.H, Ketua Bagian Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana.
6. Bapak A.A Gede Oka Parwata, S.H.,Msi, Ketua Program Ekstensi
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
7. Ibu I Gusti Ayu Puspawati, S.H., M.H, Dosen Pembimbing I yang
dengan sabar memberikan arahan dan bimbingan serta bersedia
meluangkan waktu dan tenaganya agar terselesaikannya skripsi ini.
8. Bapak Dr. Dewa Gede Rudy, S.H., M.Hum, Dosen Pembimbing II
yang dengan sabar membimbing dan memotivasi agar
terselesaikannya skripsi ini.
9. Ibu Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, S.H, M.H., Dosen Pembimbing
Akademik yang telah begitu banyak memberikan saran dan
pengarahan kepada penulis dalam penyusunan mata kuliah selama
berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang
telah mengajar dan mendidik penulis selama mengikuti perkuliahan di
vi perkuliahan.
12. Bapak dan Ibu Pegawai Perpustakaan Universitas Udayana dan
Perpustakaan Fakulltas Hukum Universitas Udayana yang telah
membantu penulis dalam memperoleh literatur yang diperlukan dalam
penyusunan skripsi ini.
13. Para Informan dan responden yang telah banyak membantu
memberikan data dalam pengumpulan bahan hukum.
14. Untuk Orang Tua tercinta I Ketut Suasana Nirasaputra, S.H, dan Ni
Nyoman Sulastri, serta adik I Made Darma Putra Wijaya, beserta
Kakak-Kakak dan keluarga besar yang sangat penulis sayangi, yang
selalu memberikan doa, dorongan, semangat, dan masukan, dalam
penyusunan skripsi ini.
15. Untuk Kadek Widya Yogi Suara, terima kasih selalu mendukung dan
memotivasi dalam penyusunan skripsi ini.
16. Untuk sahabat-sahabat penulis Gustiari Febriani Wibawa, Dwik
Wahyuni, Anak Agung Istri Dwipayani, I Gusti Ayu Parianthi,
Laraswati Janitra, Epita Eridani, Yuli Astuti, Trisniari, Candra Dewi
Maharani, yang selalu mengingatkan, memberikan motivasi dan
vii skripsi ini.
Akhir kata penulis harapkan skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
semua pihak pada umumnya dan bagi perkembangan ilmu hukum pada
khususnya.
Denpasar, 17 Desember 2015
viii
Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah / Penulisan Hukum /
Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun,
dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila Karya Ilmiah / Penulisan Hukum / Skripsi ini terbukti merupakan
duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya tulis lain dan / atau dengan sengaja
mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil penulis lain, maka penulis
bersedia menerima sanksi akademik dan / atau sanksi hukum yang berlaku.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban
ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.
Denpasar, 17 Desember 2015
Yang Menyatakan
ix
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii
DAFTAR ISI ... ix
ABSTRAK ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 8
1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 8
1.4 Orisinalitas Penelitian ... 9
1.5 Tujuan Penelitian ... 10
1.5.1 Tujuan Umum ... 10
1.5.2 Tujuan Khusus ... 10
1.6 Manfaat Penelitian ... 11
1.6.1 Manfaat Teoritis ... 11
1.6.2 Manfaat Praktis ... 11
1.7 Landasan Teoritis ... 12
x
1.8.3 Sumber Data ... 20
1.8.4 Teknik Pengumpulan Data ... 21
1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 22
BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT,WANPRESTASI, DAN HAK TANGGUNGAN 2.1. Perjanjian Kredit ... 23
2.1.1 Pengertian Perjanjian Kredit ... 23
2.1.2 Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kredit ... 27
2.1.3 Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kredit ... 28
2.1.4 Asas-Asas Perjanjian Kredit ... 32
2.1.5 Persetujuan Pemberian Kredit ... 35
2.2. Wanprestasi ... 46
2.2.1. Pengertian Wanprestasi ... 46
2.2.2. Faktor-Faktor Penyebab Wanprestasi ... 50
2.3. Hak Tanggungan ... 52
2.3.1. Pengertian Hak Tanggungan ... 52
2.3.2. Asas-Asas Hak Tanggungan ... 56
2.3.3. Objek Hak Tanggungan ... 58
2.3.4. Subjek Hak Tanggungan ... 59
xi
3.1 Kriteria DebiturWanprestasi Pada Bank Bukopin ... 65
3.2 Akibat Hukum Debitur Wanprestasi Pada Bank Bukopin .. 67
BAB IV UPAYA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM
PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK
TANGGUNGAN PADA BANK BUKOPIN CABANG
DENPASAR
4.1 Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Kredit ... 71
4.2 Proses Pembebanan Hak Tanggungan Pada Bank Bukopin 77
4.3 Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit pada
Bank Bukopin ... 81
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ... 87
5.2 Saran ... 90
DAFTAR BACAAN
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
According to Article 1 paragraph 2 of Law No. 10 of 1998 on changes to Law No. 7 of 1992 concerning Banking stated: "The Bank is an entity that collects funds from the public in the form of deposits, and distribute it to the public in the form of loans and or other forms in order to improve the living standards of many people ". As known, the main source of bank profits from loans. Credit according to Article 1, point 11 of Act No. 10 of 1998 on the "Provision of cash or can Liken with it, based on agreements between bank lending and other parties who require the borrower to repay their debts after a certain period of time by giving flower". To obtain a loan need a guarantee as a condition for determining whether or not to agree loan will be disbursed. Collateral is often used in the form of a guarantee on the ground, because the ground assurance can be evidenced by the certificate of land rights that can be charged to the Mortgage, thus ensuring the position of the creditor if the debtor in default. Then the problem have been discussed in this study is whether the criteria used by the bank to determine the debtor has been in default and effort is taken by the bank to complete the loan with collateral security rights if the debtor defaults, especially in PT. Bank Bukopin, Tbk. Denpasar branch.
The research method used in this thesis is the empirical legal research methods . Empirical legal research is research in the field, in order to examine the implementation of the legislation in practice in the community. This study uses primary data and secondary data. Perimer the data is in the form of data obtained from the results of field research both respondents and informants, while secondary data is data obtained through library research.
The results of this study are the criteria used to determine the bank's debtors in default is through default criteria in terms of credit and fulfillment of obligations in default in fulfilling the criteria of loan repayment obligations. Completion of default by the collateral security rights in Bank Bukopin is to give warning either phone or come to the debtor, if no response will be given a warning letter I get a warning letter to the III, if this way there is no response from the debtor shall be made trial settlement in cash gradually, if not all the way to fruition, it will be confiscation guarantees and collateral execution by the Bank Bukopin.
xiii
Menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan atas perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan menyatakan : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup masyarakat banyak”. Sebagaimana diketahui, sumber utama laba bank berasal dari kredit. Kredit menurut Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 yaitu “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Untuk memperoleh suatu kredit diperlukan suatu jaminan sebagai syarat untuk menentukan setuju atau tidaknya kredit yang akan dicairkan. Jaminan yang biasanya sering digunakan yaitu berupa jaminan atas tanah, karena jaminan tanah dapat dibuktikan dengan adanya Sertifikat hak atas tanah yang dapat dibebankan pada Hak Tanggungan, sehingga menjamin kedudukan kreditur apabila debitur melakukan wanprestasi. Maka permasalahan yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah Kriteria apakah yang dipakai pihak bank untuk menentukan debiturnya telah melakukan wanprestasi dan upaya apakah yang ditempuh pihak bank untuk menyelesaikan kredit dengan jaminan hak tanggungan apabila debitur wanprestasi, khususnya pada PT. Bank Bukopin, Tbk. Cabang Denpasar.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu dengan metode penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian di lapangan, guna meneliti pelaksanaan undang-undang dalam prakteknya di masyarakat. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data perimer adalah berupa data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan (field research) baik dari responden maupun informan, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research).
Hasil dari penelitian ini adalah kriteria yang di gunakan Bank Bukopin untuk menentukan debiturnya melakukan wanprestasi yaitu melalui kriteria wanprestasi dalam pemenuhan kewajiban persyaratan kredit dan kriteria wanprestasi dalam pemenuhan kewajiban pembayaran kredit. Penyelesaian wanprestasi dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Bukopin adalah dengan memberikan teguran baik telepon maupun mendatangi debitur, jika tidak ada tanggapan akan diberikan surat peringatan I sampai surat peringatan ke III, jika cara tersebut tidak ada respon dari pihak debitur maka akan dilakukan percobaan penyelesaian secara tunai bertahap, apabila semua cara tidak membuahkan hasil, maka akan dilakukan penyitaan jaminan serta eksekusi jaminan oleh pihak Bank Bukopin.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, lembaga perbankan merupakan salah satu sarana yang
mempunyai peran strategis untuk membiayai kepentingan pelaksanaan
pembangunan nasional. Oleh sebab itu demi tercapainya keberhasilan tujuan
pembangunan tersebut, sangat diperlukan lembaga perbankan yang sehat, kuat dan
dipercaya sekaligus dikelola oleh tenaga-tenaga profesional dan berdedikasi
tinggi. Dalam peranannya sebagai salah satu pilar ekonomi, lembaga perbankan
dituntut untuk mampu mewujudkan tujuan perbankan nasional sebagaimana
terkandung dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 atas perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yaitu menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak. Lembaga Perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari
setiap negara.
Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, Perbankan dituntut dapat
bersaing secara global guna melindungi dana yang dititipkan masyarakat dalam
kerangka yang benar sehingga pembangunan ekonomi nasional yang dicanangkan
Pemerintah akan kukuh dan mandiri sebagai kesiapan suatu transformasi
kemampuan usaha nasional yang bermula dari usaha kecil, hingga usaha besar.
peraturan ekonomi sebagai pembawa misi yang mulia yakni mengelola dana
masyarakat sebagai penghimpun atau penyalur.
Bank adalah sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara, bahkan
pada era globalisasi sekarang ini, bank telah menjadi bagian sistem keuangan dan
sistem pembayaran dunia. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi
tempat bagi orang-perorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha
milik negara, bahkan lembaga lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang
dimilikinya.1
Dalam Black’s Law Dictionary, bank dirumuskan sebagai :
An institution, usually incopated, whose business to receive money on
deposit, cash, checks, or drafts, discount commercial paper, make loans,
and issue promissory notes payable to bearer known as bank notes. 2
Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
atas perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
menyatakan :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakat banyak”.3
Dalam konteks perbankan Indonesia saat ini, kepemilikan bank dapat
dibedakan : bank Pemerintah (Bank BUMN), bank swasta nasional, bank
pembangunan daerah (milik pemerintah daerah), dan bank asing, sedangkan untuk
bank campuran sejak Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sudah ditiadakan,
1
Hermansyah,2012, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, KencanaPrenada Media Group, Jakarta, h.7
2
Ibid
3
karena pada prinsipnya bank swasta nasional dapat dimiliki oleh pihak asing,
sehingga penggunanaan istilah bank campuran sudah tidak relevan lagi.
Penghapusan tersebut sekaligus menghilangkan perlakuan diskriminatif yang
dilakukan otoritas moneter antara bank nasional dan bank campuran selama ini.4
Mengenai jenis-jenis bank yang dikenal di Indonesia Menurut
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang kemudian disempurnakan
menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, jenis bank
meliputi :
a) Bank Umum
Bank Umum menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan-kegiatan usaha
yang dapat dilakukan oleh Bank Umum yaitu:
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dana atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
2) Menerbitkan surat pengakuan utang.
3) Menerima pembayaran atas tagihan surat berharga danmelakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga
4
b) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat menurut Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, yaitu sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha
konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Tugas dari
Bank Perkreditan Rakyat meliputi:
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dana atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
2) Memberikan kredit kepada pengusaha kecil dan rumah tangga.
3) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah.
Sebagaimana dijelaskan salah satu fungsi bank yaitu selain menghimpun
dana dari masyarakat juga menyalurkan dana dalam bentuk kredit. Kredit
merupakan suatu fasilitas yang didapat oleh bank untuk memperoleh pinjaman
dana. Dari pinjaman tersebut kemudian lahirlah hutang, yang mana hutang
tersebut harus dibayar oleh debitur, sesuai kesepakatan atau perjanjian yang telah
dilakukan oleh kedua belah pihak, serta ditandangani oleh debitur dan kreditur
(bank) berdasarkan syarat-syarat yang telah diajukan oleh Bank atau Lembaga
Menurut pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
menyatakan bahwa pengertian kredit sebagai berikut:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga”.
Dalam bukunya yang berjudul Hukum Kredit dan Bank Garansi H.R.
Daeng Naja menyatakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam kredit yaitu :
1) Kepercayaan, berarti bahwa setiap pelepasan kredit dilandasi dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut akan dapat dibayar kembali oleh Debiturnya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.
2) Waktu, disini berarti bahwa antara pelepasan kredit oleh bank dan pembayaran kembali oleh Debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan, tetapi dipisahkan oleh tenggang waktu.
3) Risiko, disini berarti bahwa setiap pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung risiko didalamnya, yaitu risiko yang terkandung dalam jangka waktu anatara pelepasan kredit dan pembayaran kembali. Hal ini berarti semakin panjang waktu kredit semakin tinggi pula risiko kredit tersebut. 4) Prestasi, disini berarti bahwa setiap kesepakatan terjadi antara bank dan
Debiturnya mengenai suatu pemeberian kredit, maka pada saat itu pula akanterjadi prestasi dan kontra prestasi. 5
Pengertian kredit telah diartikan secara khusus yang telah meliputi
perjanjian peminjaman uang. Jadi obyeknya adalah berupa uang, tidak dalam
bentuk obyek lain seperti barang atau jasa. Sebagaimana dimaklumi, pembayaran
kredit selalu terjadi di masa yang akan datang, maka bank sebagai pemberi
pinjaman harus menilai apakah harapan debitur tentang kesanggupannya untuk
membayar kembali adalah cukup wajar.
5
Salah satu hal terpenting dalam perjanjian kredit antara bank dengan Debitur
adalah adanya jaminan dari debitur atas kredit yang diberikan oleh bank. Jaminan
merupakan salah satu instrumen yang penting dan sangat dibutuhkan bank sebagai
salah satu syarat untuk menentukan setuju atau tidaknya kredit yang akan
dicairkan, disamping syarat-syarat lain yang harus dilengkapi. Jaminan ini pula
sebagai perlindungan keamanan bagi kreditur, apabila terjadi wanprestasi atau
cidera janji. Wanprestasi yaitu suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi
kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian kontrak. Wanprestasi dapat
berarti tidak memenuhi prestasi sama sekali, atau terlambat memenuhi prestasi,
atau memenuhi prestasi secara tidak baik. Salah satu jaminan yang biasanya
dipakai yaitu jaminan yang berupa benda tidak bergerak dalam hal ini adalah
Tanah. Jaminan tanah tersebut harus dibuktikan dengan adanya dokumen paling
kuat dan akurat yaitu berupa Sertifikat Hak Milik. Kemudian, Sertifikat Hak Milik
tersebut diserahkan kepada kreditur sebagai bukti jaminan sertifikat atas tanah
yang dijaminkan. Agar tanah yang menjadi jaminan kredit mempunyai kepastian
hukum bagi kreditur, maka diperlukan adanya lembaga jaminan, dimana Lembaga
Jaminan yang dimaksud adalah Hak Tanggungan, yang mana nantinya akan
mampu memberi jaminan perlindungan hukum baik kepada debitur maupun
kreditur. Hak Tanggungan, menurut ketentuan pasal 1 butir 1 Undang-Undang
No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda
yang berkaitan atas tanah adalah : “Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kredtur-kreditur lain”. Dari ketentuan diatas, maka Hak Tanggungan
pada dasarnya hanya dibebankan kepada hak atas tanah dan juga sering kali
terdapat benda-benda diatasnya bisa berupa bangunan, tanaman, dan hasil-hasil
lainnya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan
jaminan. Hak Tanggungan sebagai salah satu lembaga hak jaminan atas tanah
untuk pelunasan utang tertentu sebagaimana diuraikan dalam penjelasan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 alenia ke 3 mempunyai cirri-ciri antara lain:
a) Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada
pemegangnya.
b) Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek
itu berada.
c) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat
pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.
d) Mudah dan pasti pelaksaan eksekusinya,
Dengan ciri-ciri tersebut diatas diharapkan Hak Tanggungan atas tanah yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menjadi kuat kedudukannya
dalam hukum jaminan mengenai tanah. Dengan demikian apabila debitur tidak
dapat memenuhi prestasinya dan terjadi wanprestasi, maka pihak bank atau
kreditur akan melakukan antisipasi pencegahan agar pihak bank pun tidak
Bertitik tolak dari latar belakang diatas, tentang pelaksanaan perjanjian
kredit perbankan, maka penulis mengangkat judul yaitu “ PENYELESAIAN
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK
TANGGUNGAN PADA PT. BANK BUKOPIN, Tbk CABANG DENPASAR”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan
rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut:
1. Kriteria apakah yang dipakai pihak bank untuk menentukan debiturnya
telah melakukan wanprestasi?
2. Upaya apakah yang ditempuh pihak bank untuk menyelesaikan kredit
dengan jaminan hak tanggungan apabila debitur wanprestasi, khususnya
pada PT. Bank Bukopin, Tbk. Cabang Denpasar?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian yang
menggambarkan batas-batas permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.
Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah serta tidak menyimpang dari pokok
permasalahan yang sebenarnya dan tujuan dari penelitian ini dapat tercapai. Maka
diberikan batasan-batasan terhadap masalah yang akanditeliti. Adapun ruang
lingkup masalah pada skripsi ini adalah: Pada permasalahan pertama yang akan
dibahas adalah mengenai kriteria yang dipakai pihak bank untuk menentukan
kedua akan dibahas tentang upaya yang ditempuh pihak bank untuk
menyelesaikan kredit dengan jaminan hak tanggungan apabila debitur
wanprestasi, khususnya pada PT. Bank Bukopin, Tbk. Cabang Denpasar.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan penelusuran terhadap judul penelitian adapun dalam penelitian
kali ini peneliti menampilkan tiga skripsi sebagai perbandingan. Ini dimaksudkan
dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat di dalam dunia pendidikan
Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukkan orisinalitas
dari penelitian yang sedang ditulis dengan menampilkan beberapa judul penelitian
skripsi terdahulu sebagai pembanding. Adapun judul skripsi tersebut adalah :
No Judul skripsi Penulis Rumusan masalah
1 Kredit Macet dan 1. Penyelesaian Kredit Macet
Perkreditan Desa
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu :
1.5.1 Tujuan Umum
a. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya
bidang penelitian
b. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam Hukum
Perbankan
c. Sebagai wahana untuk menyatukan pikiran ilmiah secara tertulis
1.5.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kriteria yang dipakai pihak bank untuk
menentukan debiturnya telah mengalami wanprestasi.
b. Untuk mengetahui upaya yang ditempuh pihak bank untuk
menyelesaikan kredit dengan jaminan hak tanggungan apabila
debitur wanprestasi, khususnya pada PT. Bank Bukopin, Tbk,
1.6 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian di lapangan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sisi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :
1.6.1 Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang
Hukum Perdata dan Jaminan sehingga dapat memberikan bahan
masukan bagi penelitian yang dilakukan selanjutnya.
b. Sebagai bahan menambah refrensi bagi institusi pendidikan
terhadap pengkajian akademis khususnya terkait dalam Hukum
Perdata dan Jaminan.
1.6.2 Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
jelas kepada para pembaca skrispsi mengenai penyelesaian
wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak
tanggungan pada PT. Bank Bukopin, Tbk. Cabang Denpasar.
b. Untuk dapat dijadikan masukan bagi masyarakat dan pihak-pihak
yang akan terlibat dalam perjanjian kredit dengan menggunakan
jaminan hak tanggungan melalui kredit perbankan agar dalam
pelaksanaanya kelak tidak menimbulkan suatu kesulitan yang
1.7 Landasan Teoritis
Sebelum mengemukakan asumsi terhadap permasalahan yang diangkat,
maka terlebih dahulu diperlukan landasan teori atau kerangka teori, sebagai
arahan untuk mendapatkan suatu kebenaran ilmiah sesuai dengan konsep-konsep
dan aturan hukumnya.
Landasan teoritis atau kerangka teori adalah upaya untuk
mengidentifikasikasi teori hukum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas
hukum, aturan hukum, norma-norma hukum, dan lain-lain yang akan dipakai
sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian penelitian. Dalam
setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiranyang teoritis, oleh
karena itu ada hubungan timbale balik yang erat antara teori dengan kegiatan
pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta konstruksi data.6
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi
buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi merupakan suatu tindakan dimana si
debitur (penerima kredit) tidak melakukan apa yang dijanjikannya atau lalai atau
ingkar janji. Atau juga ia melanggar perjanjian bila ia melakukan atau berbuat
sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.7 Ada macam-macam wanprestasi yang
kita kenal selama ini yaitu :
a. Debitur tidak melakukan sama sekali apa yang telah diperjanjikan.
b. Debitur melaksanakan sebagian apa yang telah diperjanjikan.
c. Debitur terlambat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan.
6
Universitas Udayana,2009,Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.64.
7
d. Debitur menyerahkan sesuatu yang tidak diperjanjikan.
e. Debitur melakukan perbuatan yang dilarang oleh perjanjian yang telah
diperbuatnya.8
Menurut Subekti,9 wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur
dapat berupa empat jenis yaitu :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Menurut M. Yahya Harahap10 secara umum wanprestasi yaitu :
“Pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan
tidak menurut selayaknya”.Debitur disebutkan dan berada dalam keadaan
wanprestasi, apabila dia dalam melakukan pelaksanaan prestasi dalam perjanjian
telah lalai , sehingga “terlambat” dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam
melaksanakan suatu prestasi tidak menurut “sepatutnya atau selayaknya”.
Dalam membicarakan wanprestasi tidak bisa terlepas dari masalah
“pernyataan lalai” (ingebrekke stelling) dan kelalaian (verzuim). Akibat yang
timbul dari wanprestasi ialah keharusan bagi debitur membayar ganti atau dengan
8
Gatot Supramono,1996, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Cet II, Djambatan, Jakarta,h.131.
9
Subekti, loc.cit.
10
adanya wanprestasi salah satu pihak, maka pihak yang lainnya dapat menuntut
“pembatalan kontrak/perjanjian”.11
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau dua pihak saling
berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua
pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam
persetujuan itu. Dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) dijelaskan bahwa ada 4 syarat yang menentukan sahnya suatu
perjanjian yaitu :
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3) Suatu hal tertentu.
4) Suatu sebab yang halal.
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil.
Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada
dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil
ialah bahwa terjanjianya perjanjian kredit dtentukan oleh penyerahan uang oleh
bank kepada nasabah debitur.12
Dilihat dari bentuknya, umumnya perjanjian kredit perbankan
menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu,
memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank
sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan
baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standard
11
Ibid.
12
contract), dimana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi
menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau
tawar-menawar.
Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang
ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian
kredit tersebut, tetapi jika debitur menolak ia tidak perlu untuk menandatangani
perjanjian kredit tersebut. Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang
khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur,
karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian,
pengelolaan, dan penatalaksanaan kredit tersebut.
Menurut Ch. Gatot Wardoyo perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi
sebagai berikut :
1) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok.
2) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan
hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur.
3) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring
kredit.
Dalam perjalanannya perjanjian kredit yang dilakukan antara kreditur dan
debitur tidak selalu berjalan mulus, tidak sedikit pula mengalami kredit
bermasalah atau nonperforming loan yang merupakan risiko yang terkandung
dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Risiko tersebut berupa keadaan keadaan
di mana kredit tidak dapat kembali tepat pada waktunya. Kredit bermasalah atau
misalnya ada kesengajaan dari pihak pihak yang terlibat dalam proses kredit,
kesalahan prosedur pemberian kredit, atau disebabkan oleh faktor lain.
Kredit yang dikategorikan sebagai kredit bermasalah (nonperforming loan)
adalah apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat kolektibilitas kurang
lancar, diragukan, atau macet. Untuk menyelesaikan kredit bermasalah itu dapat
ditempuh dengan dua cara yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit.
Yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah suatu langkah di mana pihak
bank atau kreditur dan nasabah atau debitur melakukan perundingan guna
penyelesaian masalah, sedangkan penyelesaian kredit adalah suatu langkah
penyelesaian melalui lembaga hukum.
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPP tanggal 29 Mei
1993 mengatur mengenai penyelamatan kredit bermasalah yaitu melalaui13:
1) Rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu upaya hukum untuk
melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang
berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/jangka waktu kredit
termasuk tenggang (grace period), termasuk perubahan jumlah
angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit.
2) Reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan peruban atas
sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya
kepada perubahan jadwal angsuran, dan/ atau jangka waktu kredit saja
3) Restructuring (penataan kembali), yaitu berupa melakukan perubahan
syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit, atau
13
melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi
perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling dan atau
reconditioning.
Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian
Kredit, bahwa yang dimaksud dengan Jaminan adalah suatu keyakinan bank atas
kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.
Adapun menurut ketentuan pasal 1 butir 23 yang dimaksud dengan agunan adalah
jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada dalam rangka
pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. 14
Adapun macam-macam jaminan yaitu :
1) Personal guaranty (jaminan perorangan).
2) Jaminan kebendaan.
Jaminan yang digunakan biasanya berupa jaminan atas tanah.
Undang-Undang Pokok Agraria mengenal hak jaminan atas tanah, yang dinamakan dengan
Hak Tanggungan. Menurut Undang-Undang Pokok Agraria, Hak Tanggungan itu
dapat dibebankan diatas tanah hak milik (Pasal 25), Hak Guna Usaha (Pasal 33),
dan Hak Guna Bangunan (Pasal 39). Menurut Pasal 51 UUPA, Hak Tanggungan
akan diatur akan diatur dengan undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
14
berkaitan dengan tanah, hal tersebut terwujudlah suatu hukum jaminan nasional,
seperti yang diamanatkan di dalam Pasal 51 UUPA tersebut.15
a) Objek hukum hak tanggungan
Berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan, objek yang
dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Dalam Pasal 4
Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut dijelaskan bahwa hak atas
tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah sebagai berikut:
1) Hak Milik.
2) Hak Guna Usaha.
3) Hak Guna Bangunan.
4) Hak Pakai atas Tanah Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku
wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.
5) Hak-hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang
telah ada tau aka nada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah.16
Dalam hal ini pembebanannya harus dengan tegas dinyatakan didalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
b) Subjek hukum hak tanggungan
Dalam Hak Tanggunngan juga terdapat subjek hukum yang
menjadi hak tanggungan yang terkait dengan perjanjian pemberi Hak
15
Adrian Sutedi,2012, Hukum Hak Tanggungan,Cet. II, Sinar Grafika, Jakarta, h.51. 16
Tanggungan. Di dalam suatu perjanjian Hak Tanggungan ada dua pihak
yang mengikatkan diri, yaitu sebagai berikut:
1) Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menjaminkan
objek Hak Tanggungan.
2) Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menerima
Hak Tanggungan sebagai jaminan dari piutang yang diberikannya.
1.8 Metode Penelitian
Untuk menjamin adanya kebenaran ilmiah dalam skripsi ini maka
dipergunakan metodelogi sebagai satu cara yang dapat membantu dalam
penelitian sehingga dapat diperoleh suatu tujuan yang diharapkan, maka salah satu
cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh kebenaran dalam penelitian secara
ilmiah dengan cara mempelajari satu atau beberapa gejala dengan jalan
menganalisa terhadap beberapa fakta tersebut.
Istilah metodelogi berasal dari kata metode yang berarti jalan. Oleh karena
itu yang dimaksud dengan metode ilmiah adalah suatu prosedur atau cara untuk
mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis atau prosedur
hukum. Istilah pentingnya arti kata metodelogi dalam memperoleh kebenaran
maka tanpa metodelogi seorang penulis tidak mungkin akan mampu untuk
merumuskan, menganalisa dan memecahkan permasalahannya. Oleh karena itu
dalam penelitian dan penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan suatu
1.8.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakandalam skripsi ini adalah jenis penelitian
hukum empiris, karena mendekati masalah dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan kenyataan yang ada dalam masyarakat.
Penelitian hukum empiris adalah mengenai permberlakuan atau
implementasi ketentuan hukum normative secara in action pada setiap
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.17
1.8.2 Sifat Penelitian
Penelitian skripsi ini bersifat penelitian deskriptif, karena bertujuan
menggambarkan secara tepat mengenai hubungan antara suatu gejala
dengan gejala lain dalam kenyataan yang terjadi pada PT. Bank Bukopin,
Tbk. Cabang Denpasar.
1.8.3 Sumber Data
Dalam penelitian ini data diperoleh dari sumber data yang erat kaitannya
dengan judul penelitian ini yaitu:
1. Data Primer adalah berupa data empiris yang diperoleh dari hasil
penelitian lapangan (Field Research). sumber pertama penelitian ini
dilakukan yaitu di PT.BankBukopin, Tbk Cabang Denpasar.
2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan
berupa buku-buku yang ada kaitannya dengan permasalahan terdiri
dari :
a. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan ini yaitu:
17
- Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan atas
perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan.
b. Bahan hukum sekunder dalam penulisan ini bersumber dari
penelitian kepustakaan (Library Reseach) data ini diperoleh melalui
membaca atau meneliti beberapa buku atau literatur hukum, serta
menelaah pendapat dari para pakar hukum yang ada hubungannya
dan ada relevansinya dengan permasalahan yang dibahas, penelitian
kepustakaan ini diharapkan menghasilkan kesimpulan yang teoritis.
c. Bahan HukumTersier adalah bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
seperti kamus-kamus hukum
1.8.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian skripsi ini, teknik pengumpulan datanya
a. Untuk mendapatkan data primer diperlukan tehnik wawancara yaitu
Tanya jawab secara lisan antara penulis dengan pihak-pihak yang
terkait di PT. Bank Bukopin,Tbk Cabang Denpasar guna memperoleh
keterangan yang dibutuhkan untuk penulisan skripsi ini. Sistem
wawancara yang digunakan adalah wawancara berencana, yaitu
wawancara yang disertai dengan daftar pertanyaan yang telah disusun
sebelumnya.
b. Sedangkan untuk mendapatkan data sekunder dipergunakan tehnik
studi dokumen yaitu dengan menelaah bahan-bahan bacaan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan dengan
permasalahan yang timbul.
1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data yang diperoleh terkumpul selanjutnya data tersebut
diolah dan dianalisa. Untuk menganalisis data, tergantung pada sifat data
yang dikumpulkan oleh peneliti (tahap pengumpulan data).18
Tehnik pengolahan dan analisa data baik terhadap data primer
maupun data sekunder dilakukan analisa secara kualitatif dan untuk
penyajiannya dilakukan dengan cara deskriptif analisis yaitu dengan jalan
menyusun secara sistematis serta dapat menggambarkan atau melukiskan
sesuai dengan kejadiannya sehingga permasalahan yang timbul dalam
skripsi ini dapat terjawab.
18
BAB II
TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT, WANPRESTASI, DAN
HAK TANGGUNGAN
2.1 Perjanjian Kredit
2.1.1 Pengertian Perjanjian Kredit
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau
dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu
pesetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing
bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.
Pengertian perjanjian menurut ketentuan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata diatur pada Buku ke III pasal 1313 KUHPerdata
yang menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih dengan mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih. Jadi suatu perjanjian paling sedikit
harus ada dua pihak sebagai subjek hukum, dimana masing-masing
pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu hal tertentu
yang berupa menyerahkan sesuatu, maupun tidak berbuat sesuatu.
Perjanjian juga diartikan sebagai suatu hubungan antar dasar
hukum kekayaan antara dua pihak atau lebih dimana pihak satu
berkewajiban memberi suatu prestasi atas nama pihak yang lain
mempunyai hak terhadap prestasi itu.19
19
Menurut Subekti Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu
berjanji untuk melaksanakan suatu hal.20
Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin,
Credere, yang berarti kepercayaan. Hal ini menunjukkan bahwa
yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada debitur
adalah kepercayaan.21Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran
pengembalian secara mengangsur atau pinjaman hingga batas
jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.
Dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan merumuskan bahwa kredit merupakan penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi
yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan
kepadanya adalah tidak semata-mata melunasi utangnya tetapi juga
disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati sebelumnya.
20
Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Alumni,Bandung,(selanjutnya disebut Subekti II),h.1.
21
Perjanjian kredit merupakan hubungan hukum kontraktual
antara bank dan pihak lain berdasarkan atas sepakat, dimana bank
menyerahkan uang atau tagihan dan mewajibkan pihak lain untuk
mengembalikannya dengan jangka waktu tertentu disertai
pemberian bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Perjanjian kredit pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam
meminjam sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. R. Subekti berpendapat dalam bentuk apapun juga
pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya
yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754
sampai dengan Pasal 1769.
Ketentuan Pasal 1754 berbunyi :
“Perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini mengembalikan
sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.
Pendapat yang sama dikemukakan Marhainis Abdul Hay
menyatakan bahwa perjanjian kredit adalah identik dengan
perjanjian pinjam mengganti dan dikuasai oleh ketentuan bab XIII
Buku III KUHPerdata.22
Berbeda halnya dengan Mariam Darus Badrulzaman yang
berpendapat bahwa perjanjian kredit bank adalah “perjanjian
22
pendahuluan” (voorovereenkomst) dari penyerahan uang. Perjanjian
pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan
penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan keduanya.
“Penyerahan uangnya” sendiri, adalah bersifat riil. Pada saat
penyerahan uang dilakukan barulah berlaku ketentuan yang
dituangkan dalam model perjanjian kredit pada kedua belah pihak.23
Jadi dapat dikatakan perjanjian kredit adalah perjanjian
pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil,
maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada dan berakhirnya
perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah
bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan
uang oleh bank kepada nasabah debitur.24
Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan
menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Dalam
praktik di perbankan bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh
pihak bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari
dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa
disebut dengan perjanjian baku (standard contract), dimana dalam
perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau
menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau
tawar-menawar. Apabila menerima debitur akan bersedia
23
Mariam Darus Badrulzaman,1991,Perjanjian Kredit Bank,PT. Citra Aditya Bakti,Bandung,h.32.
24
menandatanganinya dan sebaliknya jika menolak debitur tidak perlu
menandatanganinya.
Pada perjanjian kredit terdapat hak dan kewajiban
masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan
oleh bank, serta diatur mengenai sanksi apabila debitur tidak
memenuhi prestasinya dalam perjanjian kredit tersebut.25
2.1.2 Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kredit
Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa
perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Hal ini
merupakan peristiwa yang menimbulkan suatu hubungan hukum
antara orang-orang yang membuatnya sehingga dari perjanjian
tersebut nantinya akan menimbulkan suatu perikatan.
Suatu perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian itu sendiri atau dengan kata lain tidak
mengikat pihak lainnya. Perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya. Para
pihak dalam perjanjian kredit pada dasarnya hanya dua, yaitu pihak
kreditur yaitu bank dan pihak debiturnya adalah nasabah. Menurut
Undang Nomor 10 Tahun 1992 Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan menyatakan
bahwa Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari
25
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kemudian
Nasabah menurut Undang-Undang Perbankan merupakan pihak
yang menggunakan jasa bank, nasabah penyimpanan adalah
nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk
simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan, dan nasabah debitur adalah nasabah yang
memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian
bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Adapun pihak-pihak yang ada dalam perjanjian kredit adalah
sebagai berikut :
a. Kreditur (pemberi kredit) dalam perjanjian kredit adalah
Bank atau lembaga pembiayaan yaitu pihak yang
memberikan pinjaman kepada debitur.
b. Debitur (penerima kredit) yaitu pihak yang meminjam
atau menerima pinjaman dari kredit baik itu individu
ataupun badan hukum.
2.1.3 Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kredit
Perjanjian yang sah merupakan perjanjian yang memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga
KUHPerdata syarat sah perjanjian meliputi dua hal, yaitu syarat
subjektif dan syarat objektif yaitu :
1) Syarat Subjektif
Syarat subjektif adalah syarat yang berkaitan
dengan subjek perjanjian. Syarat subjektif perjanjian
meliputi, antara lain :
a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Dalam suatu perjanjian harus ada kesepakatan
antara para pihak, yaitu persesuaian pernyataan
kehendak antara kedua belah pihak, tidak ada
paksaan dan lainnya. Dengan diberlakukannya kata
sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti kedua
pihak haruslah mempunyai kebebasan berkehendak.
Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena
merupakan awal terjadinya perjanjian.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan disini berarti kemampuan kedua
belah pihak untuk melakukan perbuatan hukum.
Orang yang cakap atau wenang adalah orang
2) Syarat Objektif
Syarat objektif adalah syarat yang berkaitan dengan
objek perjanjian. Syart objektif perjanjian meliputi,
antara lain :
a. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu di sini berbicara tentang
obyek perjanjian. Setiap perjanjian harus
mempunyai objek tertentu, objek perjanjian yang
dimaksud terdapat di dalam Pasal 1332 sampai
dengan Pasal 1334 KUHPerdata, yaitu yang
pertama adalah tentang objek yang akan ada
(kecuali warisan) asalkan dapat ditentukan jenis dan
dapat dihitung. Yang kedua adalah objek yang dapat
diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan
untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek
perjanjian).
b. Suatu sebab yang halal
Dalam suatu perjanjian diperlukan adanya sebab
yang halal artinya ada sebab-sebab hukum yang
menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang oleh
peraturan, keamanan, dan ketertiban umum dan
sebagainya. Undang-undang tidak memberikan
Menurut Abdulkadir Muhammad, sebab adalah
suatu yang menyebabkan orang membuat
perjanjian, yang mendorong orang membuat
perjanjian. Tetapi yang dimaksud cauza yang halal
dalam Pasal 1320 KUHPerdata bukanlah sebab
dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong
orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam
arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan
tujuan yang akan dicapai oleh para pihak.26
Menurut R. Subekti, menyatakan bahwa berdasarkan undang-undang dan peraturan, syarat suatu perjanjian sangat diperlukan dan ditentukan oleh berbagai keadaan yang ditentukan berdasarkan hukum, seperti syarat sahnya suatu perjanjian kejelasan benda atau perbuatan yang diperjanjikan serta mereka dalam kedaan cakap untuk melakukan persetujuan atau perjanjian menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti keadaan senyatanya dari pihak yang melakukan perjanjian yang merupakan kondisi objek obyektif, bahwa mereka diakui secara hukum dan memenuhi aturan serta norma lainnya sesuai dengan norma agama, norma adat, dan norma susila lainnya yang berlaku dimana perjanjian itu dilakukan.27
Perjanjian kredit bank antara pihak kreditur dan pihak
debitur harus memenuhi syarat-syarat perjanjian sebagaimana
terdapat didalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu : adanya
kesepakatan kedua belah pihak, kecakapan untuk membuat suatu
perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.
26
Abdulkadir Muhammad,1990, Hukum Perikatan,Cet. II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammad II), h.94.
27
2.1.4 Asas-Asas Perjanjian Kredit
Dalam hukum perjanjian, terdapat beberapa asas penting
yang merupakan dasar dalam pelaksanaan perjanjian. Sama halnya
juga dalam perjanjian kredit, dimana asas-asas ini merupakan
pedoman dari masing-masing pihak dalam mencapai tujuannya,
adapun asas yang dijadikan tonggak hukum perjanjian dalam sistem
hukum perbankan yaitu :
1. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa suatu
perikatan itu terjadi (ada) sejak saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak. Dengan kata lain bahwa
perikatan itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum
sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai pokok perikatan.28
Berdasarkan Pasal 1320 Ayat (1) KUHPerdata,
dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian
adalah kesepakatan kedua belah pihak. Artinya bahwa
perikatan pada umumnya tidak diadakan secara formal,
tetapi cukup dengan adanya kesepakatan para pihak.
Kesepakatan tersebut dapat dibuat dalam bentuk lisan
maupun dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akta,
jika dikehendaki sebagai alat bukti. Perjanjian yang
28
dibuat secara lisan didasarkan pada asas bahwa “manusia
itu dapat dipegang multnya”, artinya dapat dipercaya
dengan kata-kata yang diucapkannya.
2. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda,29 berhubungan dengan
akibat dari perjanjian. Pasal 1338 KUHPerdata
menyebutkan:
- Semua Persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
- Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
- Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.
Dari ketentuan tersebut terkandung beberapa
istilah. Pertama istilah “semua perjanjian” berarti bahwa
pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa
perjanjian dimaksud bukanlah semata-mata perjanjian
bernama. Kedua, istilah “secara sah”, artinya bahwa
pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa
pembuatan perjanjian harus memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan dan bersifat mengikat sebagai
undang-undang terhadap para pihak sehingga terealisasi asas
kepasatian hukum. Ketiga, istilah “iktikad baik”, hal ini
29
berarti member perlindungan hukum pada debitur dan
kedudukan antara kreditur dan debitur menjadi
seimbang. Ini merupakan realisasi dari asas
keseimbangan.
3. Asas Kebebasan Berkontrak
Kebebasan berkontrak (freedom of making
contract), adalah salah satu asas yang sangat penting
didalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah
perwujudan dari kehendak bebas, pancaran, dan hak
asasi manusia.
Menurut Salim H.S, bahwa asas kebebasan
berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk, membuat atau tidak membuat
perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, dan
menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan
persyaratannya, serta menentukan bentuk perjanjian, yaitu
tertulis atau lisan.30 Namun demikian menurut Abdulkadir
Muhammad, berpendapat bahwa kebebasan berkontrak
tersebut tetap dibatasi oleh tiga hal, yaitu : tidak dilarang
oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban
30
umum.31 Dalam Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Ketentuan ini dapat saja tidak diikuti jika para pihak
menghendaki cara-cara tersendiri, tetapi apabila tidak
ditentukan lain maka ketentuan undang-undang yang
tetap berlaku.
2.1.5 Persetujuan Pemberian Kredit
Ketentuan pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 merupakan dasar atau landasan bagi bank dalam
menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Lebih dari itu,
karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari
bank, maka dalam dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan
menerapkan prinsip kehatia-hatian sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Maka dari itu untuk mencegah terjandinya kredit
bermasalah dikemudian, penilaian suatu bank untuk memberikan
persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan
berpedoman kepada formula 4P dan Formula 5C. 32
31
Abdulkadir Muhammad II,op.cit,h.84. 32
a. Formula 4 P dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Personality. Dalam hal ini pihak bank mencari data
secara lengkap mengenai kepribadian si pemohon
kredit, anatara lain mengenai riwayat hidupnya,
pengalamannya dalam beruaha, pergaulan dalam
masyarakat, dan lain-lain. Hal ini diperlukan untuk
menetukan persetujuan kredit yang diajukan oleh
pemohon kredit.
2) Purpose. Selain mengenai kepribadian (personality)
dari pemohon kredit, bank juga harus mencari data
tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai
line of business kredit bank yang bersangkutan.
3) Prospect. Dalam hal ini bank harus melakukan
analisis secara cermat dan mendalam tentang bentuk
usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit.
Misalnya apakah usaha yang dijalankanoleh
pemohon kredit mempunyai prospek di kemudian
hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan
masyarakat.
4) Payment. Bahwa dalam penyaluran kredit, bank
harus mengetahui dengan jelas mengenai
utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang
ditentukan.
b. Mengenai Formula 5 C dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Character. Bahwa calon nasabah debitur memiliki
watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik.
Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan
kemauan dari caon nasabah debitur untuk memenuhi
kewajiban dan menjalankan usahanya. Informasi ini
dapat diperoleh oleh bank melalui riwayat hidup,
riwayat usaha, dan informasi dari usaha-usaha yang
sejenis.
2) Capacity. Yang dimaksud dengan capacity dalam
hal ini adalah kemampuan calon nasabah debitur
untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu
melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya
akan dapat berjalan dengan baik dan memberikan
keuntungan, yang menjamin bahwa ia mampu
melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka
waktu yang telah ditentukan. Pengukuran
kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan, misalnya pendekatan materiel, yaitu
laporan rugi laba, dan arus kas (cash flow) usaha
dari beberapa tahun terakhir. Melalui pendekatan ini,
tentu dapat diketahui pula mengenai tingkat
solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas usaha serta
tingkat riskonya. Pada umumnya yang menilai
capacity seseorang didasarkan pada pengalamannya
dalam dunia bisnis yang dihubungkan dengan
pendidikan dari calon nasabah debitur, serta
kemampuan dan keunggulan perusahaan dalam
melakukan persaingan usaha dengan persaingan
lainnya.
3) Capital. Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu
melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki
oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah
semata-mata didasarkan pada besar kecilnya modal,
akan tetapi lebih difokuskan kepada bagaimana
distribusi modal ditempatkan oleh pengusaha
tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada
dapat berjalan secara efektif.
4) Collateral. Merupakan jaminan untuk persetujuan
pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman
(back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas