1
Studi Deskriptif Karakteristik Hasil Pemeriksaan Serologi Anti
Dengue IgM dan IgG di Laboratorium Rumah Sakit Surya
Husadha Denpasar Periode 1 Juni
–
20 November 2013
Putu Devi Oktapiani Putri1, I Wayan Putu Sutirta Yasa2, A.A. Wiradewi Lestari2
1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Jalan PB Sudirman
Denpasar,2Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Sanglah /Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Email : devi.oktapiani92@gmail.com
ABSTRAK
Demam dengue merupakan penyakit infeksi virus oleh nyamuk, yang selalu menjadi fokus perhatian dunia. Sebagian besar kasus demam dengue terjadi di wilayah Asia Tenggara. Provinsi Bali merupakan salah satu wilayah dengan risiko tinggi infeksi virus dengue di Indonesia. Infeksi virus dengue dapat memberikan berbagai gambaran, dari tanpa gejala menjadi demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue, hingga dengue shock syndrome. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis infeksi virus dengue telah berkembang secara luas. Pemeriksaan yang umum digunakan untuk mengetahui adanya infeksi virus dengue adalah pemeriksaan serologi spesifik virus IgM dan IgG. Metode ini cenderung lebih mudah, lebih murah, dan dapat membedakan infeksi primer dengan infeksi sekunder. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik hasil pemeriksaan serologi anti dengue IgM dan IgG di laboratorium Rumah Sakit Surya Husadha, Periode 1 Juni – 20 November 2013. Metode penelitian menggunakan rancangan cross sectional, non-eksperimental dengan data diambil secara retrospektif dari laboratorium Rumah Sakit Surya Husadha. Dari 265 jumlah sampel yang digunakan, terdapat 55 (21%) positif hanya IgM, 23 (8%) positif IgM dan IgG, dan 136 (51%) positif hanya IgG. Jumlah kasus infeksi virus dengue tertinggi terdapat pada Bulan Juli yaitu sebanyak 53 (20%). Berdasarkan jenis kelamin, laki – laki yang terbukti terinfeksi virus dengue berjumlah 128 (80,50%), sedangkan perempuan berjumlah 86 (81,13%). Jika dilihat berdasarkan kelompok usia, yang memiliki jumlah infeksi terbanyak adalah kelompok usia 5 – 9 tahun yaitu sebanyak 35 (13%).
2
Descriptive Study of The Characteristic of Dengue IgM and IgG
Serological-Assay Result in Laboratory of Surya Husadha
Hospital Denpasar, 1 Juni
–
20 November 2013
Putu Devi Oktapiani Putri1, I Wayan Putu Sutirta Yasa2, A.A. Wiradewi Lestari2
1Medical Student of Medical Faculty of Udayana University,2 Clinical Pathology
Department of Sanglah Hospital/ Medical Faculty of Udayana University
Email : devi.oktapiani92@gmail.com
ABSTRACT
Dengue fever has becoming a global health concern. This is a mosquito-born viral infections which commonly found in South East Asia. Bali is one province in Indonesia with a high risk of dengue viral infection. Dengue viral infections can provide a variety of conditions, such as asymptomatic, atypical fever, dengue fever, dengue hemorrhagic fever, and dengue shock syndrome. Laboratory test for the diagnosis of dengue virus infections has been widely developed. Identification of serum IgM and IgG is commonly used to determine the presence of dengue viral infections. This method tends to be easier, less expensive, and can differentiate between primary and secondary infections. This study was conducted to determine the characteristics of the results of anti-dengue IgM and IgG serology test in the Laboratory of Surya Husadha Hospital, from 1 June to 20 November 2013. The research method using cross-sectional design, with a non - experimental data retrieved retrospectively from the Laboratory of Surya Husadha Hospital. From 265 samples used, there are 55 (21%) give result only IgM positive, 23 (8%) IgM and IgG positive, and 136 (51 %) only IgG positive. The number of cases of dengue virus infection was highest in July as many as 53 (20%). By sex, there are 128 (81%) men proved to be infected by dengue virus, while women were 86 (81%). By age group, the highest number of infections is in the age group 5-9 years as many as 35 (13 %).
3 PENDAHULUAN
Dengue merupakan penyakit
infeksi virus yang diperantarai oleh
nyamuk.1,2,3 Dengue telah menjadi
masalah kesehatan utama masyarakat
dunia dalam beberapa tahun terakhir.
Diperkirakan 2,5 miliar atau 40% dari
populasi dunia yang tinggal di lebih
dari 100 negara endemik berisiko
terinfeksi virus dengue. Kejadian
infeksi virus dengue telah meningkat
30 kali lipat dalam 50 tahun terakhir.
Sekitar 50 juta infeksi vurus dengue
terjadi setiap tahunnya, dengan
500.000 kasus demam berdarah
dengue (DBD) dan 22.000 kematian
terutama di kalangan anak-anak.1
Data dari laporan Global
Burden Disease WHO menunjukkan
bahwa pada tahun 2004 telah terjadi 9
juta kasus infeksi dengue di dunia.
Sebanyak 4,6 juta dari kasus tersebut
terjadi di kawasan Asia Tenggara.
Angka kematian yang ditimbulkan
oleh infeksi dengue adalah 11.000 dari
1.672.000 kasus, atau sekitar 0,66%
dari seluruh kasus yang terjadi di
wilayah Asia Tenggara.4 Delapan
negara di kawasan Asia Tenggara saat
ini telah diklasifikasikan sebagai
daerah hiperendemis dengan
keberadaan empat serotipe dengue di
negara tersebut.5
Berdasarkan data Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia,
Provinsi Bali memiliki angka insiden
DBD mencapai 167,41 per 100.000
penduduk pada tahun 2009. Provinsi
Bali menempati urutan ke empat
setelah 3 provinsi lainnya yaitu DKI
Jakarta, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Timur. Provinsi Bali tetap
merupakan daerah dengan risiko tinggi
infeksi DBD sejak tahun 2005 hingga
2009.2
Infeksi virus dengue dapat
memberikan berbagai gambaran klinis,
baik dari tanpa gejala menjadi demam
yang tidak khas, demam dengue,
demam berdarah dengue, hingga
dengue shock syndrome.3 Respon imun
yang berperan terhadap infeksi virus
dengue terdiri atas respon seluler dan
non-seluler (humoral). Respon
humoral diperantarai oleh sel B
dengan menghasilkan antibodi yang
akan menetralkan virus.6
Berbagai metode pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan
diagnosis demam dengue telah
tersedia. Beberapa teknik juga telah
4
pemeriksaan infeksi virus dengue
menjadi lebih cepat, diantaranya
adalah metode
sentrifugasi-amplifikasi, flow cytometry, RT-PCR,
deteksi non-structure antigens (NS),
dan pemeriksaan IgM atau IgG.7
Pemeriksaan serologi IgM dan IgG
menjadi salah satu yang paling sering
digunakan dalam menunjang diagnosis
infeksi virus dengue. Metode ini
cenderung lebih mudah digunakan,
lebih murah, dan dapat membedakan
infeksi primer dan infeksi sekunder.8
Para ahli berpendapat bahwa di
masa yang akan datang akan terjadi
peningkatan jumlah kasus infeksi virus
dengue. WHO mencanangkan Global
Strategy for Dengue Prevention and
Control 2012–2020 untuk mengurangi
beban penyakit global akibat dengue.
Surveilans dan pelaporan kasus infeksi
dengue merupakan hal yang esensial
untuk dapat menentukan kondisi
infeksi dengue secara global.5 Penulis
bermaksud membuat penelitian
mengenai hasil pemeriksaan anti
dengue IgM dan IgG di Laboratorium
Rumah Sakit Surya Husadha Denpasar
untuk memberikan gambaran
mengenai kondisi kekinian infeksi
dengue yang ada. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui
karakteristik hasil pemeriksaan
serologi anti dengue IgM dan IgG di
laboratorium Rumah Sakit Surya
Husadha, Periode 1 Juni – 20 November 2013.
BAHAN DAN METODE
Sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien yang melakukan
pemeriksaan serum anti dengue IgM
dan IgG di laboratorium Rumah Sakit
Surya Husadha Denpasar dan diperiksa
pada tanggal 1 Juni – 20 November 2013. Sampel dari penelitian ini
berjumalah 265.
Metode penelitian menggunakan
rancangan studi potong lintang,
dengan mengambil data hasil
pemeriksaan labratorium secara
retrospektif. Pemeriksaan serologi
dengue di Laboratorium Rumah Sakit
Surya Husadha menggunakan teknik
pemeriksaan rapid test dengan metode
imunokromatografi. Pada penelitian
ini, data dianalisis dengan metode
deskriptif. Interpretasi data hanya
menggambarkan besaran jumlah,
persentase, perbadingan, dan
5 HASIL
Jumlah sampel yang diperiksa
dalam penelitian ini adalah 265.
Berdasarkan jenis kelamin (Tabel 1), jumlah pasien yang dicurigai terinfeksi
virus dengue lebih banyak laki – laki
(N=159) dibandingkan perempuan
(N=106). Laki – laki yang terbukti terinfeksi virus dengue berjumlah 128
(80,50%), sedangkan perempuan
berjumlah 86 (81,13%). Dari 128
jumlah infeksi positif pada laki – laki, 91 (71,09%) adalah infeksi sekunder.
Infeksi pada perempuan juga
didominasi oleh kasus infeksi sekunder
dengan jumlah 68 (79,07%).
Tabel 1. Distribusi hasil pemeriksaan serum anti dengue IgM dan IgG berdasarkan jenis kelamin
Parameter Hasil Jumlah
(IgM) (IgG)
Laki-Apabila dilihat sebaran jumlah
infeksi virus dengue yang terbukti
positif setiap bulannya, laki – laki selalu memiliki jumlah infeksi lebih
banyak dibandingkan dengan
perempuan (Grafik 1). Terdapat penurunan yang cukup tajam dari
jumlah kasus infeksi virus dengue
pada Bulan Juli ke Bulan Oktober pada
laki – laki. Pada Bulan November terlihat adanya peningkatan infeksi
virus dengue pada laki – laki. Pada perempuan, jumlah infeksi virus
dengue cenderung menurun sejak
Bulan Juni sampai Bulan November.
Grafik 1. Sebaran hasil pemeriksaan dengue positif berdasarkan bulan dan jenis kelamin
Kelompok usia yang memiliki
jumlah infeksi terbanyak adalah 5 – 9 tahun yaitu sebanyak N=35 (Tabel 2).
Kelompok usia yang memiliki jumlah
terbesar kedua adalah 10 – 14 tahun dengan jumlah N=26. Terdapat tiga
kelompok usia yang memiliki angka
infeksi dengue positif yang tinggi pada
6 Tabel 2. Distribusi kasus positif
infeksi dengue berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin
Kelompok virus dengue yang terbukti positif yang
didistribusikan berdasarkan kelompok
usia. Hasil positif sebesar 16,75%
berada pada kelompok usia 5 – 9 tahun.
Grafik 2. Distribusi kasus infeksi dengue positif berdasarkan kelompok usia
Terdapat kecenderungan
terjadinya penurunan infeksi dengue
dengan semakin meningkatnya usia.
Terdapat 55 kasus infeksi primer dan
159 kasus infeksi sekunder dari
tanggal 1 Juni – 20 November 2013, ditunjukkan oleh Tabel 3. Dari seluruh sampel yang terbukti positif terinfeksi
virus dengue (N=214), sebanyak
74,30% adalah infeksi sekunder,
sedangkan sisanya adalah infeksi
primer. Dari 159 kasus infeksi
sekunder, sebanyak 136 menunjukkan
hasil positif pada pemeriksaan IgM
dan IgG, sedangkan 33 sisanya hanya
positif pada pemeriksaan IgG saja.
Jumlah pasien yang melakukan
pemeriksaan serologi dengue paling
banyak terdapat pada Bulan Juli
(Tabel 4). Terjadi peningkatan jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan
serologi dengue dari Bulan Juni
(N=64) ke Bulan Juli (N=68). Sejak
Bulan Agustus (N=52), jumlah
pemeriksaan serologi dengue mulai
mengalami penurunan. Pada Bulan
September (N=37) terus menurun
7 Tabel 3. Interpretasi Hasil
Pemeriksaan Serologi Anti Dengue IgM dan IgG di Laboratorium RS
Laboratorium RS Surya Husadha periode 1 Juni – 20 November 2013
Pemeriksaan yang dilakukan
berjumlah total 265 sampel, 136
(51,32%) diantaranya menunjukkan
hasil positif pada IgM dan IgG,
sebanyak 55 sampel (20,76%) positif
hanya pada IgM, 23 sampel (8,68%)
menunjukkan positif hanya pada
pemeriksaan IgG saja, dan 51 sampel
(19,24%) menunjukkan hasil negatif
pada kedua pemeriksaan.
Berdasarkan Grafik 3, jumlah kasus infeksi virus dengue tertinggi
terdapat pada Bulan Juli (N=53).
Jumlah infeksi sekunder lebih banyak
daripada infeksi primer pada setiap
bulannya. Insiden puncak infeksi
sekunder berada pada Bulan Juli
(N=39), dan selanjutnya mengalami
penurunan sampai Bulan Oktober
(N=8). Terlihat adanya sedikit
peningkatan jumlah kasus infeksi
sekunder pada Bulan November
(N=10).
Grafik 3. Sebaran kasus infeksi
dengue primer dan sekunder
berdasarkan bulan
Pada Grafik 4 dapat dilihat bahwa Rerata hasil pemeriksaan yang
positif dari seluruh pasien yang
dicurigai mengalami infeksi virus
8 Grafik 4. Persentase kasus infeksi
dengue per bulan periode 1 Juni – 20 November 2013
Hasil positif mengalami peningkatan
dari Bulan Juni (73,44%) sampai
Bulan Agustus (84,62%). Terjadi
penurunan persentase sampel yang
terbukti positif terinfeksi virus dengue
dari Bulan Agustus (84,62%) ke bulan
September (81,08%) dan Oktober
(68,00%). Persentase kecurigaan
infeksi virus dengue yang terbukti
positif paling banyak terdapat pada
Bulan November (89,47%)
DISKUSI
Sejumlah penelitian
menemukan bahwa anti dengue IgM
dan IgG dapat ditemukan pada infeksi
virus dengue primer dan sekunder.
Perbedaannya terletak pada kadar
masing – masing berdasarkan waktu uji.9,10,11,12
Penelitian yang dilakukan oleh
Shu, dkk menyatakan bahwa kadar anti
dengue IgM ditemukan lebih tinggi
pada infeksi primer dibandingkan
dengan infeksi sekunder. Puncak kadar
IgM tertinggi ditemukan sekitar 2
minggu setelah infeksi, kemudian akan
turun hingga tidak terdeteksi setelah 2
– 3 bulan.9
Penelitian lain yang dilakukan
oleh Prince, dkk menunjukkan bahwa
anti dengue IgM akan bertahan lebih
lama pada infeksi primer jika
dibandingkan dengan infeksi
sekunder. IgM dapat bertahan sampai
6 bulan setelah gejala muncul.10
Ngasang, dkk dalam
penelitiannya menenemukan bahwa
pada infeksi primer, anti dengue IgM
10. Pada infeksi sekunder, anti dengue
IgM baru dapat dideteksi pada hari ke
empat, sedangkan sebagian besar anti
dengue IgG terdeteksi setelah hari ke
7.11
Penelitian yang dilakukan oleh
Vázquez, dkk menunjukkan bahwa
9
anti dengue IgG pertama kali
ditemukan sekitar satu minggu setelah
onset demam pada infeksi dengue
primer. Respon IgG memuncak
beberapa minggu setelah infeksi, dan
kemudian akan turun, namun tetap ada
sampai jangka waktu yang lama.12
Sebaliknya, pada infeksi sekunder, IgG
dapat terdeteksi sejak awal dengan
kadar yang tinggi sebelum, ataupun
bersamaan dengan respon IgM.9
Pada penelitian – penelitian tersebut, teknik yang digunakan untuk
pemeriksaan sampel adalah Reverse
Transcription – Polimerase Chain
Reaction (RT-PCR),9 IgM dan IgG
captured ELISA.9,10,11,12 Masing –
masing teknik pemeriksaan memiliki
metode interpretasi yang berbeda.
Jenis pemeriksaan yang digunakan
untuk mengidentifikasi anti dengue
IgM dan IgG di laboratorium Rumah
Sakit Surya Husadha adalah rapid test
dengan menggunakan metode
kromatografi. Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan metode
interpretasi yang sama dengan
penelitian Lima, dkk.13
Pada interpretasi hasil
pemeriksaan, terdapat dua kriteria
yang dikategorikan infeksi sekunder.
Hasil yang menunjukkan positif pada
kedua pemeriksaan (IgM dan IgG) dan
positif hanya IgG saja dapat
dikategorikan ke dalam infeksi
sekunder. Hal ini menunjukkan dua
kemungkinan. Pemeriksaan mungkin
dilakukan terlalu dini. Respon IgG
dapat muncul sebelum, atau
bersamaan dengan respon IgM. Ada
kemungkinan bahwa kadar IgM belum
terdeteksi pada kondisi ini.
Kemungkinan kedua adalah
pemeriksaan dilakukan setelah kadar
IgM menurun sehingga titer yang
dihasilkan tidak cukup untuk
menunjukkan hasil positif. 9
Penelitian ini hanya
menggunakan data hasil pemeriksaan
serologi pasien. Tidak ada data rekam
medik yang digunakan dalam
penelitian ini sehingga tidak dapat
diketahui jarak antara waktu
pemeriksaan serologi dengan onset
demam.
Sebuah studi yang
mengidentifikasi pola kejadian infeksi
dengue dan hubungannya dengan
iklim di Kota Noumea Perancis
menyatakan terdapat korelasi yang
signifikan antara suhu rata – rata per tahun dengan angka insiden infeksi
virus dengue. Dalam studi tersebut,
10
puncak insiden kasus infeksi virus
dengue pada tahun epidemik, yaitu
Bulan Maret – April.14 Sebuah systematic review juga menyebutkan
bahwa musim berpengaruh kuat dalam
upaya pengendalian nyamuk sebagai
vektor pembawa virus dengue.15
Berdasarkan data Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia,
sebaran angka kejadian infeksi dengue
per bulan di berbagai wilayah
Indonesia dihubungkan dengan
prubahan iklim dan Indeks Curah Provinsi Kalimantan Timur yang
memiliki ICH dengan rata – rata tinggi setiap tahunnya, angka infeksi dengue
tidak mengalami perubahan yang
signifikan sepanjang tahunnya.2
Dalam penelitian ini, Bulan
Juli merupakan puncak kejadian
infeksi virus dengue. Hal ini dapat
juga berkaitan dengan pola hujan dan
ICH di wilayah Bali.
Banyak studi di Asia Tenggara
(India, Bangladesh, Singapura,
Malaysia) yang menyatakan bahwa
rasio laki – laki lebih besar daripada perempuan dalam kejadian infeksi
virus dengue.16 Kejadian infeksi
dengue berdasarkan hasil pemeriksaan
anti dengue IgM dan IgG di
laboratorium RS Surya Husadha juga
menunjukkan hal yang sama. Jumlah
laki – laki yang terinfeksi virus dengue lebih besar dibandingkan dengan
perempuan.
Dardjito, dkk dalam penelitian
yang dilakukan di Kabupaten
Banyumas menemukan bahwa 58%
penerita DBD di daerah tersebut
adalah laki – laki. Namun menurutnya, secara ilmiah, jenis kelamin tidak
bepengaruh terhadap kejadian, DBD.
Kejadian DBD yang dialami oleh
seseorang disebabkan oleh faktor
kebetulan (by chance).17
Sebuah studi di Nikaragua
menemukan hal yang sejalan dengan
hasil pemeriksaan di laboratorium RS
Surya Husadha. Dalam studi tersebut,
kasus infeksi dengue terutama
didominasi oleh kelompok usia anak -
anak (5 – 9 tahun).18 Berbeda dengan penelitain di Nikaragua, penelitian
11
Provinsi Jawa Barat menemukan
bahwa kelompok umur yang dominan
menderita DBD adalah usia 14 – 55 tahun.19 Sedangkan penelitian lain
yang dilakukan di Kabupaten
Banyumas menyatakan bahwa
penderita DBD didominasi oleh usia
≥12 tahun.17
Data epidemiologi WHO
menyatakan bahwa saat ini terdapat
pergeseran pola epidemiologi infeksi
virus dengue berdasarkan kelompok
usia. Secara umum di wilayah Asia
Tennggara, infeksi virus dengue terjadi
pada bayi dan anak – anak. Namun saat ini terdapat beberapa studi yang
menyatakan peningkatan insiden
infeksi virus dengue pada usia
dewasa.16
SIMPULAN
Hasil pemeriksaan serologi anti
dengue IgM dan IgG di laboratorium
Rumah Sakit Surya Husadha periode 1
Juni – 20 November 2013
menunjukkan bahwa infeksi virus
dengue yang terjadi didominasi oleh
infeksi sekunder. Infeksi virus
terbanyak dijumpai pada bulan Juli
2013. Berdasarkan jenis kelamin, laki
– laki menunjukkan jumlah infeksi yang lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan setiap bulannya.
Kelompok usia yang memiliki jumlah
infeksi paling banyak dalam periode
ini adalah kelompok usia 5 – 9 tahun.
SARAN
Mengingat keterbatasan waktu
dan dana yang tersedia, pengambilan
sampel hanya dapat dilakukan di satu
laboratorium. Jumlah sampel yang
didapatkan juga mungkin kurang
merepresentasikan kasus yang
sesungguhnya terjadi di masyarakat.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan
penelitian lain yang dapat
menganalisis kejadian infeksi dengue
dalam periode waktu yang lebih luas,
dan dapat mewakili sebagian besar
kasus yang terjadi di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2013. Dengue/dengue
haemorrhagic fever. Diakses
pada: 22 November 2013.
Diunduh:http://www.who.int/csr/
disease/dengue/impact/en/
2. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. DBD di Indonesia
Tahun 1968 – 2009. Buletin Jendela Epidemiologi.2010;2:
12
3. Malavige G, Fernando S,
Fernando D, dan Seneviratne S.
Dengue viral infection. Postgrad
Med J.2004;80:588–601
4. WHO. 2008. The Global Burden
of Disease: 2004 Update. WHO
Library
Cataloguing-in-Publication Data. 1 - 146
5. Anne N, Murray, Quam M, dan
Smith A.. Epidemiology of
dengue: past, present and future
prospects. Clinical
Epidemiology.2013;5: 299–309
6. Alberts B, Johnson A, Lewis J,
dkk. 2002. Molecular Biology of
the Cell 4th edition. New York:
Garland Science; Diakses pada:
23 November 2013.
infection:current and future
perspectives in clinical diagnosis
and public health. J Microbiol
immunol Infect.2005;38:5-16
8. Peeling R., Artsob H., Pelegrino
J., Buchy P., Cardosa M.,et al.
Evaluation of diagnostic tests:
dengue. Nature reviews
microbiology. 2010:s30-s38
9. Shu P dan Huang J. Current
Advances in Dengue Diagnosis.
Clin. Diagn. Lab.
Immunol. 2004, 11(4):642
10.Prince H dan Matud L.
Estimation of Dengue Virus IgM
Persistence Using Regression
Analysis. Clinical And Vaccine
Immunology. 2011: 2183–2185
11.Ngasang A, Preecha S,
Nuegoonpipat A, dkk. Specific IgM and IgG responses in
primary and secondary dengue
virus infections determined by
enzyme-linked immunosorbent
assay. Epidemiol. Infect. (2006),
134, 820–825.
12.Vazquez S., Cabezas S., Perez
A., Pupo M., Ruiz D.,Calzada N.,
Bernardo L., Castro O., Gonzalez
D.,Serrano T., Sanchez A.,
Guzman M. Kinetics of
antibodies in sera, saliva, and
urine samples from adult patients
with primary or secondary
dengue 3 virus infections.
International Journal of
Infectious
13
13.Lima J, Roquayrol M, Collado
M, dkk. Interpretation of the
presence of IgM and IgG
antibodies in a rapid test for
dengue: analysis of dengue
antibody prevalence in Fortaleza
City in the 20th Year of the
Epidemic. Revista da Sociedade
Brasileira de Medicina
Tropical.2012;45(2):163-167
14.Descloux E, Mangeas M,
Menkes C, dkk. Climate-Based
Models for Understanding and
Forecasting Dengue Epidemics.
PLoS Negl Trop Dis 2012;6(2):
e1470
15.Andraud M, Heins N, Marias C,
dan Beutels P. Dynamic
Epidemiological Models for
Dengue Transmission: A
Systematic Review of Structural
Approaches. PLoS ONE
2012;7(11): e49085
16.Bhatia R, Dash A, dan Sunyoto
T. Changing epidemiology of
dengue in South-East Asia.
WHO South-East Asia Journal of
Public Health.2013;2(1):23-27
17.Darjitno E, Yuniarno S, Wibowo
C, Saprasetya A, dan Dwiyanti
H. Beberapa faktor risiko yang
berpengaruh terhadap kejadian
demam berdarah dengue (DBD)
di Kabupaten Banyumas. Media
Litbang Kesehatan
2008;18(3):126 - 136
18.Hammond S, Balmaseda A,
Perez L, dkk. Differences in
Dengue Severity in Infants,
Children, and Adults In A 3-Year
Hospital-Based Study in
Nicaragua. Am. J. Trop. Med.
Hyg., 73(6), 2005:1063–1070
19.Lasut D, Ruliansyah A, Darwin
E, dan Ridwan W. Karakteristik
Dan Pergerakan Sebaran
Penderita DBD Berdasarkan
Geographic Information System
Sebagai Bagian Sistem Informasi
Surveilans di Kecamatan
Karawang Barat Kabupaten
Karawang Provinsi Jawa Barat.