• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pada Masa Pensiun PNS Guru Di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pada Masa Pensiun PNS Guru Di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN TINGKAT STRES PADA MASA

PENSIUN PNS GURU DI DESA SANGSIT KECAMATAN

SAWAN KABUPATEN BULELENG

OLEH:

LUH EKA WIDIASTINI ASTAWA

NIM. 1102105070

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN TINGKAT STRES PADA MASA

PENSIUN PNS GURU DI DESA SANGSIT KECAMATAN

SAWAN KABUPATEN BULELENG

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

LUH EKA WIDIASTINI ASTAWA

NIM. 1102105070

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(3)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Luh Eka Widiastini Astawa

NIM : 1102105070

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana

Program Studi : Ilmu Keperawatan

menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya

sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai

tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari didapatkan bukti bahwa Tugas Akhir

ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, Mei 2015

Yang membuat pernyataan,

(4)

LEMBAR PERSETUJUAN

SKRIPSI

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN TINGKAT STRES PADA MASA

PENSIUN PNS GURU DI DESA SANGSIT KECAMATAN

SAWAN KABUPATEN BULELENG

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:

LUH EKA WIDIASTINI ASTAWA

NIM. 1102105070

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN TINGKAT STRES PADA MASA

PENSIUN PNS GURU DI DESA SANGSIT KECAMATAN

SAWAN KABUPATEN BULELENG

OLEH:

LUH EKA WIDIASTINI ASTAWA NIM. 1102105070

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI

PADA HARI : ……….

TANGGAL :………

TIM PENGUJI :

1. Drs. I DM Ruspawan, S.Kp, M.Biomed. (Ketua) : …………..

2. Ns. I Ketut Suarnata, S. Kep. (Sekretaris) : …………..

3. Ns. Putu Ayu Sani Utami, M.Kep., Sp. Kep. Kom. (Pembahas) : …………..

MENGETAHUI :

DEKAN KETUA

FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian berjudul Hubungan

Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pada Masa Pensiun PNS Guru Di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

menyelesaikan proposal penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M. Kes, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan menuntut ilmu di PSIK

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang memberikan pengarahan dalam proses

pendidikan.

3. Drs. I DM Ruspawan, S.Kp, M.Biomed, sebagai pembimbing utama yang telah memberikan

bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian ini tepat waktu.

4. Ns. I Ketut Suarnata, S. Kep, sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan

bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian ini tepat waktu.

5. Kepala Camat Kecamatan Sawan yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan

penelitian pada instansi yang dipimpin.

6. Kepala Desa Sangsit Kecamatan Sawan yang telah memberikan kesempatan untuk

(7)

7. Orang tua dan rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Ilmu Keperawatan, atas dukungan

dalam penulisan laporan penelitian ini.

8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

Penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan

penulisan ini. Semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang mebutuhkan.

Denpasar, Mei 2015

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

2.2.3 Perubahan-Perubahan Akibat Pensiun ... 18

2.2.4 Post Power Syndrome ... 20

2.2.5 Model Penyesuaian Terhadap Pensiun ... 21

2.3 Stres... 23

2.3.1 Pengertian Stres ... 23

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Stres... 23

2.3.3 Tingkat Stres ... 26

2.3.4 Mekanisme koping terhadap stres ... 29

2.3.5 Penanganan Stres ... 32

2.4 Harga Diri ... 33

2.4.1 Pengertian Harga Diri ... 33

2.4.2 Komponen Pembentukan Harga Diri ... 34

2.4.3 Karakteristik Harga Diri ... 35

(9)

2.4.5 Faktor Mempengaruhi Harga Diri ... 37

2.5 Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres Masa Pensiun.... 38

BAB III KERANGKA KONSEP... 40

3.1 Kerangka Konsep ... 40

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 41 3.3 Hipotesis ... 43 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ….. ... 52

4.9 Etika Penelitian ... 53

4.10 Pengolahan dan Analisis Data ….. ... 55

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

5.1 Hasil Penelitian ... 58

5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitiaan ... 58

5.1.2 Hasil Pengamatan Sesuai Variabel Penelitian ... 59

5.1.3 Hasil Analisa Data ... 60

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 62

5.2.1 Tingkat Harga Diri ... 62

5.2.2 Tingkat Stres ... 65

5.2.3 Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres ... 68

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ……… 42

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pensiun PNS Guru Berdasarkan Harga Diri……… 59

Table 3 Distribusi Frekuensi Pensiun PNS Guru Berdasarkan Tingkat Stres……… 60

Tabel 4 Uji Rank Sperman Antara Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pensiun PNS Guru… 61

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian………..……… 40

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian

Lampiran 2 : Instrumen Pengumpulan Data Self Esteem Scale

Lampiran 3 : Instrumen Pengumpulan Data Perceived Stress Scale (PSS-10)

Lampiran 4 : Dana Proposal Penelitian

Lampiran 5 : Surat Studi Pendahuluan

Lampiran 6 : Surat Ijin Badan Perijinan dan Penanaman Modal Provinsi Bali

Lampiran 7 : Surat Rekomendasi dari Kesbangpol Kabupaten Buleleng

Lampiran 8 : Surat Ijin dari Perbekel Desa Sangsit Kecamatan Sawan

Lampiran 9 : Penjelasan Penelitan

Lampiran 10 : Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 11 : Master Tabel

Lampiran 12 : Hasil Analisa Data

Lampiran 13 : Dokumentasi Penelitian

(13)

DAFTAR SINGKATAN

PSS : Perceived Stress Scale

PNS : Pegawai Negeri Sipil

BKD : Badan Kepegawaian Daerah

PEMKAB : Pemerintah Kabupaten Buleleng

PP : Peraturan Pemerintah

UU : Undang-Undang

UUD : Undang-Undang Dasar

KNIP : Komite Nasional Indonesia Pusat

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pegawai Negeri menurut Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang perubahan

atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian,

adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang

ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu

jabatan negeri atau, diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan

peraturan perundangan yang berlaku.

Batasan usia pensiun PNS Umum di Indonesia yaitu 56 tahun dengan dasar

hukum Pasal 3 ayat 2 PP No. 32 Th 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri

Sipil yang diubah menjadi PP No. 65 tahun 2008, batas usia pensiun untuk guru

besar atau professor yaitu 65 tahun sesuai dasar hukum Pasal 67 ayat 5 UU No. 4

tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan untuk batasan usia pensiun guru yaitu 60

tahun sesuai dengan dasar hukum pasal 40 ayat 4 UU No. 4 tahun 2005 tentang

guru dan dosen.

Berdasarkan data Badan Kepegawaian Nasional (2011) terdapat lebih dari

sembilan ratus ribu PNS yang berusia diatas 51 tahun. Usia di atas 51 tahun ini

merupakan usia memasuki usia pensiun.

Deputi Menpan untuk Sumber Daya Manusia dan Aparatur Negara Tasdik

(15)

2

110 ribu hingga 120 ribu orang PNS yang akan memasuki masa pensiun di

Indonesia. Pada periode 2010 sampai 2014 akan ada 2,5 juta PNS yang akan

memasuki usia pensiun (Kompasiana, 2012). Terlebih lagi terdapat fakta bahwa

pada 2015 akan terjadi ledakan jumlah pensiun PNS. Data yang diperoleh dari

Kemdikbud dinyatakan proyeksi pensiun pada tahun 2016 mencapai 46.891, dan

pada tahun 2017 mencapai 55.084 pensiunan (Kemdikbud, 2014). Mulai tahun

ajaran 2012/2013 jumlah PNS guru sebanyak 552.083, dalam satu bulan jumlah

pensiun PNS guru di Indonesia mencapai 17 ribu pensiunan. Jumlah pendidik dan

tenaga pendidik keseluruhan menurut jabatannya yaitu terdiri dari kepala sekolah,

guru, dan pengawas. Kabupaten Buleleng memiliki tenaga kerja PNS guru

tertinggi di Provinsi Bali dengan jumlah guru 7600 dengan jumlah pensiun guru

tiap tahunnya yaitu lebih dari 3200 orang. Kabupaten Buleleng terdapat sembilan

kecamatan, dengan pensiunan PNS guru dengan jumlah terbanyak terdapat di

Kecamatan Sawan dengan jumlah pensiun yaitu 432 orang. Kecamatan Sawan

terdapat 13 desa, dan dinyatakan menurut Badan Kepegawaian Daerah Buleleng

bahwa di Desa Sangsit terdapat 72 pensiun guru dan menjadi jumlah usia pensiun

terbanyak tiap tahunnya dibandingkan di Desa Bungkulan terdapat 64 pensiunan

PNS guru, dan di Desa Kerobokan terdapat 37 pensiunan guru tiap tahunnya. Ini

menyatakan bahwa semakin meningkatnya jumlah pension guru dari tahun ke

tahun, tidak heran dengan meningkatnya masa pensiun ini dapat menimbulkan

masalah psikologis baru bagi yang menjalaninya, karena banyak dari mereka yang

(16)

3

Memasuki masa pensiun sering disertai beranekaragam problematika selain dari

akibat kehilangan finansial, masa pensiun juga bisa mempengaruhi konsep diri

(Suliswati, 2005). Penolakan terhadap masa pensiun umumnya terjadi karena

seseorang takut tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Saat

memasuki masa pensiun, seseorang akan kehilangan peran sosialnya di

masyarakat, kekuasaan, kontak sosial, bahkan harga diri juga akan berubah karena

hilangnya peran. Seseorang yang dapat menerima dirinya mempunyai penilaian

yang realistik terhadap potensi-potensi yang ada pada dirinya disertai dengan

penilaian yang positif akan harga dirinya.

Harga diri merupakan penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan

menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal diri (Stuart,

2009). Kenyataanya pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya

transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stres psikososial. Memasuki

masa pensiun sering disertai beranekaragam problematika selain dari akibat

kehilangan finansial, masa pensiun juga bisa mempengaruhi konsep diri. Pensiun

seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga

menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa stres karena tidak tahu

kehidupan macam apa yang dihadapi. Eliana, 2004 menyatakan bahwa proses

penyesuaian diri yang paling sulit adalah pada masa pensiun.

Harga diri masa pensiun dipengaruhi cara penerimaan dan penilaian pribadi

terhadap hasil yang dicapai dalam kehidupan yang disebabkan hilangnya rasa

percaya diri ditengah keluarga dan lingkungan sekitar. Selain terjadi perubahan

(17)

4

menimbulkan perubahan konsep diri: harga diri rendah. Stres yang dialami PNS

guru pada masa pensiun cenderung meningkat, dilihat dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Diyah Kurniasari, 2005 dinyatakan bahwa stres yang bersumber

pada diri sendiri sebanyak 61 orang (25,10%). Kecenderungan strategi koping

pada pensiunan PNS di Kecamatan Polanharjo paling dominan berorientasi pada

tugas sebesar 50,20%, sedangkan sisanya berorientasi pada ego sebesar 49,8%.

Peneliti akan melakukan penelitian di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten

Buleleng dengan jumlah pensiun PNS 72 orang. Berdasarkan hasil studi

pendahuluan yang dilakukan pada tiga orang warga yang sudah pensiun di desa

tersebut yaitu rata-rata adalah pensiunan guru, dengan gambaran yaitu satu orang

warga mengalami stres ringan dan harga diri sedang mengatakan menerima bahwa

dirinya sudah pensiun, karena sudah tidak memiliki tanggungan keluarga, dan

anak-anaknya sudah bekerja dan berpikir masa pensiun bukan masa kehilangan

sumber pencarian melainkan masa yang harus dinikmati dimasa tua nantinya

sehingga ia telah siap dalam psikologis, finansial, dan mental pada saat pensiun

tiba, sedangkan dua warga lainnya yang sudah pensiun mengalami stres sedang

dan harga diri rendah karena masih belum siap menerima pensiunan, selain itu

mereka juga mengatakan setelah pensiun mereka tidak memiliki pekerjaan lain

dan masih memiliki tanggungan anak yang masi sekolah dan mereka merasa

sudah tidak berguna lagi bagi keluarganya. Uraian diatas dapat diinterpretasi

bawha bagi seseorang yang memasuki masa pensiun membutuhkan waktu untuk

merubah orientasi kehidupannya dari suasan bekerja ke suasana waktu luang yang

(18)

5

mengungkapkan bahwa pensiun menempati rangking 10 besar untuk posisi stress.

Holmes dan Rahe juga mengatakan bahwa pensiun termasuk dalam salah satu

peristiwa kehidupan yang muncul dalam kehidupan seseorang dan untuk

menghadapinya dibutuhkan suatu penyesuaian psikologi.

Pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan

perubahan peran, yang dapat menyebabkan stres psikologis. (potter & perry,

2005). Stres psikologis dapat merubah harga diri cenderung rendah, namun harga

diri juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan

dan keberhasilan dalam hidup. Seseorang dengan harga diri tinggi cenderung

menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai berkualitas dan upaya pribadi.

Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai “Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pada Masa Pensiun PNS

Guru Di Desa Sangsit Keacamatan Sawan Kabupaten Buleleng”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut, “Apakah ada Hubungan Harga

Diri Dengan Tingkat Stres Pada Masa Pensiun PNS Guru Di Desa Sangsit

Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng?”

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pada Masa Pensiun

(19)

6

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi tingkat harga diri PNS guru yang memasuki masa pensiun di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng

2) Mengidentifikasi tingkat stres PNS guru yang memasuki masa pensiun di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng

3) Menganalisis hubungan harga diri dengan tingkat stres pada PNS guru yang memasuki masa pensiun di Desa Sangsit Kecamatan Sawan

Kabupaten Buleleng

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan dan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya,

khusunya yang berhubungan dengan tingkat perkembangan psikologis PNS

guru selama memasuki masa pensiun agar masa pensiunnya tidak diisi

dengan sesuatu hal yang tidak menyenangkan dan selanjutnya dapat

digunakan sebagai pengembangan penelitian lainnya khusunya pada ilmu

keperawatan jiwa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan untuk memberikan

masukan kepada PNS guru dalam rangka menyusun berbagai program atau

(20)

7

perkumpulan PNS guru pensiun dan membentuk kegiatan rutin setiap

minggunya seperti melakukan kegiatan sehat yaitu senam dan bekerja sama

dengan puskesmas setempat untuk diadakannya posyandu lansia sehingga

mampu menyesuaikan diri dengan masa pensiun yang akan dihadapi,

terutama tentang keadaan harga diri sehingga dapat mengurangi stres pada

(21)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2.1.1 Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang

Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu

1) Pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi

masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas

pemerintahan dan pembangunan.

2) Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh

pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau

diserahkan tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan

perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Pegawai negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan anggota

Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3) Menurut Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

yang terdapat dalam Bab I Pasal I menerangkan bahwa: Guru adalah pendidik

professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

(22)

9

pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan

pendidikan menengah.

2.1.2 Batasan Usia PNS

Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

ditentukan bahwa PNS diberhentikan dengan hormat karena mencapai batas usia

pensiun, yaitu:

1) 58 tahun bagi Pejabat Administrasi

2) 60 tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi

3) Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Pejabat

Fungsional.

PP Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Fungsional

adalah jawaban atas poin 3 diatas. Dalam PP tersebut, Pegawai Negeri Sipil (PNS)

yang menduduki jabatan fungsional yang telah mencapai Batas Usia Pensiun

diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Batas Usia Pensiun

sebagaimana dimaksud adalah:

1) 58 tahun bagi Pejabat Fungsional Ahli Muda dan Ahli Pertama serta

Pejabat Fungsional Ketrampilan

2) 60 tahun bagi bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku Jabatan

fungsional Ahli Utama dan Ahli Madya, Jabatan Fungsional Apoteker, Jabatan

Fungsional Dokter yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan

negeri dan lain-lain (selengkapnya bisa dilihat di PP No.21 Tahun 2014)

(23)

10

Fungsional Peneliti Utama dan Peneliti Madya yang ditugaskan secara penuh di

bidang penelitian, Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Utama dan Madya,

Jabatan Fungsional Widyaiswara Utama dan lain-lain.

Batasan usia pensiun PNS Umum di Indonesia yaitu 56 tahun dengan dasar

hukum Pasal 3 ayat 2 PP No. 32 Th 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri

Sipil yang diubah menjadi PP No. 65 tahun 2008, batas usia pensiun untuk guru

besar atau professor yaitu 65 tahun sesuai dasar hukum Pasal 67 ayat 5 UU No. 4

tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan untuk batasan usia pensiun guru yaitu 60

tahun sesuai dengan dasar hukum pasal 40 ayat 4 UU No. 4 tahun 2005 tentang

guru dan dosen.

2.1.3 Jenis Pegawai Negeri Sipil

Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian, yang menjelaskan Pegawai Negeri terdiri dari:

1) Pegawai Negeri Sipil

2) Anggota Tentara Nasional Indonesia

3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pegawai Negeri Sipil terdiri dari:

1) Pegawai negeri sipil pusat

a. Yang bekerja sama pada departemen, lembaga pemerintah non

departemen, kesekretariatan, lembaga tertinggi/tinggi negara, instansi vertikal di

(24)

11

b. Yang bekerja pada perusahaan jawatan misalnya perusahaan jawatan

kereta api, pegadaian dan lain-lain.

c. Yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Pemerintah Provinsi dan

Pemerintah Kabupaten/Kota.

d. Yang berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan diperbantukan

atau dipekerjakan pada badan lain seperti perusahaan umum, yayasan dan lainnya.

e. Yang menyelenggarakan tugas negara lainnya, misalnya hakim pada

pengadilan negeri/pengadilan tinggi dan lain-lain.

2) Pegawai negeri sipil daerah

Pegawai Negeri Sipil daerah diangkat dan bekerja pada Pemerintahan Daerah

Otonom baik pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota

3) Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah

Masih dimungkinkan adanya pegawai negeri sipil lainnya yang akan ditetapkan

dengan peraturan pemerintah, misalnya kepala-kepala kelurahan dan pegawai

negeri di kantor sesuai dengan UU No.43 Tahun 1999 tentang perubahan atas

undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian.

2.1.4 Tugas dan Fungsi Pegawai Negeri Sipil

Pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat

yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara

dan Pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. UU

No.43 Tahun 1999 juga disebutkan hak-hak pegawai negeri yaitu: Menurut Pasal

7 Undang-Undang No.43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, setiap

(25)

12

pekerjaan dan tanggung jawab. Pada dasarnya setiap pegawai negeri beserta

keluarganya harus hidup layak dari gajinya, sehingga dengan demikian ia dapat

memusatkan perhatian dan kegiatannya melaksanakan tugas yang dipercayakan

kepadanya. Gaji adalah sebagai balas jasa atau penghargaan atau hasil karya

seseorang dalam menunaikan tugas sesuai dengan bidang pekerjaannya

masing-masing. Dewasa ini sistem penggajian terhadap pegawai negeri sipil diatur dalam

Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1985 Tentang Pengaturan Gaji Pegawai

Negeri Sipil.

Hak seorang pegawai negeri sipil yang lain adalah hak atas pensiun sesuai dengan

Pasal 10 Undang-Undang No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

“Setiap Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat-syarat yang diberikan

berhak atas pensiun.”

Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap pegawai negeri

yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada negara. Pada pokoknya

adalah menjadi kewajiban dari setiap orang untuk berusaha menjamin hari tuanya,

dan untuk itu setiap pegawai negeri wajib menjadi peserta dari suatu badan

asuransi sosial yang dibentuk oleh pemerintah karena pensiun bukan saja sebagai

jaminan hari tua, tapi juga adalah sebagai balas jasa, maka pemerintah

memberikan sumbangannya kepada pegawai negeri.

2.1.5 Hak-Hak Pegawai Negeri Sipil

Untuk memperjelas seberapa jauh jaminan kesejahtaraan PNS yang seharusnya

(26)

13

Kepegawaian No. 8 tahun 1974, pasal 7 sampai dengan 10 yang mengatur tentang

hak-hak PNS sebagai berikut:

1) Hak memperoleh gaji (pasal 7)

2) Hak atas cuti (pasal 8)

3) Hak yang berhubungan dengan musibah dalam melaksanakan tugas (pasal 9)

4) Hak atas pensiun (pasal 10)

Mengenai hak-hak tersebut di atas selanjutnya dapat dijelaskan secara rinci dalam

uraian berikut:

a. Hak Memperoleh Gaji

Pasal 7 Undang-Undang Pokok Kepegawaian No. 8 tahun 1974 berbunyi: “Setiap

pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjan dan

tanggung jawab”. Perlu disadari bahwa seharusnya pegawai negeri beserta

keluarganya memang harus dapat hidup yang layak dari gajinya, sehingga PNS

dapat memusatkan perhatian dan kegiatannya untuk melaksanakan tugas yang

dipercayakan kepadanya.

b. Hak atas Cuti

Hak atas cuti ini diatur dalam pasal 8 Undang-Undang Pokok Kepegawaian No. 8

Tahun 1974 yang berbunyi: “Setiap Pegawai Negeri berhak atas cuti”. Sedangkan

yang dimaksud cuti adalah tidak masuk kerja dalam jangka waktu tertentu, dan

dalam rangka usaha untuk menjamin kesegaran jasmani dan rohani. Untuk

pelakasanan ketentuan di atas telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24

Tahun 1976 dan Pedoman Pelaksanaannya yaitu Surat Edaran Kepala BAKN No.

(27)

14

enam macam cuti yaitu: (1) Cuti Tahunan; (2) Cuti Besar; (3) Cuti Sakit; (4) Cuti

Bersalin; (5) Cuti Alasan Penting; (6) Cuti Diluar Tanggungan Negara.

c. Hak yang berhubungan dengan Musibah dalam Tugas

Mengenai hak ini dasar hukumnya adalah pasal 9 Undang-Undang Pokok

Kepegawaian No. 8 Tahun 1974 yang berbunyi sebagai berikut:

1) Setiap Pegawai yang tertimpa suatu kecelakaan dalam dan karena

melaksanakan tugas kewajiban berhak memperoleh perawatan

2) Setiap Pegawai Negeri yang menderita cacat jasmani maupun cacat rohani

dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya tidak dapat bekerja lagi dalam

jabatan apapun juga, berhak memperoleh tunjangan

3) Setiap pegawai negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang

duka.

d. Hak atas Pensiun

Mengenai hak pensiun, diatur dalam Undang-Undang Pokok Kepegawaian No. 8

tahun 1974 pasal 10 yang berbunyi: “Setiap PNS yang telah memenuhi syarat

-syarat yang ditentukan, berhak atas pensiun”. Pensiun adalah jaminan hari tua dan

penghargaan pegawai negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan diri kepada

negara. Pada dasarnya pensiun bukan saja merupakan jaminan hari tua, tetapi juga

merupakan penghargaan atau balas jasa atas pengabdian seorang PNS. Untuk

mendapatkan hak pensiun seorang PNS harus memenuhi tiga syarat pokok, yaitu:

1) Mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun

2) Diberhentikan dengan hormat sebagai PNS

(28)

15

Jika PNS yang bersangkutan pada saat diberhentikan memiliki masa kerja 20

tahun tetapi belum berusia 50 tahun, maka pemberian pensiun ditetapkan setelah

berusia 50 tahun. Sebelum mencapai 50 tahun kepadanya diberikan uang tunggu.

Pemberian uang tunggu maksimal 5 tahun. Apabila masa tunggu lebih dari 5

tahun maka sisanya tidak mendapat penghasilan. Selain hak-hak tersebut di atas

sebenarnya ada hak yang dapat diterima pegawai negeri dalam bentuk lain yaitu

tunjangan yang bersifat pensiun. Tunjangan yang dimaksud adalah tunjangan

yang diberikan kepada bekas pejabat yang menduduki jabatan negara tertentu dan

janda atau dudanya termasuk anak-anaknya. Tunjangan ini diberikan dalam

rangka pemberian penghargaan atas pengabdian kepada negara dan membela

kemerdekaan Rebublik Indonesia. Menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun

1980 tunjangan ini meliputi:

1) Tunjangan yang diberikan kepada penulis pergerakan kebangsaan atau

kemerdekaan

2) Tunjangan yang diberikan kepada Veteran

3) Tunjangan yang diberikan kepada beklas anggota KNIP (1980:12) Dalam

rangka mengupayakan kesejahteraan pegawai negeri di samping pemenuhan atas

hak-haknya seperti diuraikan di atas, masih ada usaha lain yang ditempuh

pemerintah seperti: Pertanggungan sosial dari pemerintah, Koperasi, KPG,

Perumahan Dinas dan sebagainya. Khusus mengenai pertanggungan sosial ini

dapat dijelaskan bahwa sifatnya wajib sehingga disebut juga pertanggungan wajib.

Tujuan dari pertanggungan sosial ini pada prinsipnya adalah memberikan

(29)

16

dua model pada pertanggungan sosial yaitu yang mengandung unsur menabung

dan tidak mengandung unsur menabung. Pertanggungan sosial pemerintah yang

tidak mengandung unsur menabung misalnya pemeliharaan kesehatan PNS.

Sedangkan yang mengandung unsur menabung misalnya; iuran taspen, yang

kemudian diganti Asuransi Sosial PNS.

2.2 Pensiun

2.2.1 Pengertian Pensiun

Pensiun adalah suatu sistem yang berlaku dalam suatu negara, terutama negara

industri. Pensiun mulai diperkenalkan pada pertengahan abad ke-20 (Boedhi

Darmojo, 1999 dalam Tamher, S. 2009).

Pensiun adalah suatu masa transisi ke pola hidup baru, sehingga pensiun selalu

menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan

keseluruhan terhadap pola hidup. Perubahan yang terjadi merupakan perubahan

yang penting dalam hidup seseorang, individu yang tadinya bekerja menjadi tidak

bekerja, berkurangnya penghasilan, berkurangnya interaksi dan relasi-relasi, dan

meningkatnya waktu luang ( Tuner & Helms, dalam Hidayata, et al., 2006 &

Schwartz; Hurlock; Kimmel, dalam Safitri B., 2013)

Dari beberapa pernyataan mengenai pensiun diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan masa pensiun adalah masa ketika seseorang sudah

keluar dari pekerjaan formal, memperoleh dana pensiun atau pelayanan lainnya,

(30)

17

2.2.2 Fase-Fase Pensiun

Ahli gerontologi Robert Atchley (1976, dalam Trimardhany V., 2010)

menggambarkan tujuh tahapan pensiun. Ketujuh fase pensiun ini dibagi dalam dua

tahapan yaitu pra-pensiun dan masa pensiun yaitu :

1) Fase Remote

Fase permulaan fase pra-pensiun dimana para pekerja hanya sedikit sekali yang

memikirkan persiapan untuk pensiun dan mereka kebanyakan mengharapkan

bahwa pensiun tidak akan terjadi.

2) Fase Near

Para pekerja mulai berpartisipasi dalam sebuah program persiapan pensiun.

Program tersebut biasanya membantu para calon pensiun memutuskan kapan dan

bagaimana mereka akan membiasakan diri dengan penghasilan dan aktivitas, hal

ini juga terkait dengan hal fisik dan kesehatan mental.

3) Fase Honeymoon

Fase paling awal dan masa pensiun dan pada fase ini banyak individu yang

merasa eforia (bersenang-senang). Mereka dapat mengerjakan beberapa banyak

hal yang dahulu tidak sempat dikerjakan karena padatnya waktu bekerja, dan

mereka menikmati waktu luang dengan lebih banyak aktivitas serta

bersenang-senang dengan uang yang mereka terima.

4) Fase Disenchantment

Setelah fase honeymoon, para pensiunan sering merasa dalam kerutinan. Jika

kerutinan itu memuaskan, maka keputusan untuk pensiun dianggap berhasil.

(31)

18

pekerjaannya seperti sebelum pensiun, maka keputusan pensiun merupakan

kekecewaan.

5) Fase Reorientation

Para pensiunan menerima cadangan penghasilan dan menarik seluruh miliknya

serta menghasilkan alternatif hidup yang lebih realistik. Mereka menganalisa dan

mengevaluasi gaya hidup yang mungkin membawa mereka pada kehidupan yang

lebih memuaskan.

6) Fase Stability

Para pensiunan memutuskan dan mengevaluasi terhadap suatu kriteria

perkumpulan yang akan dipilih sebagai sarana kegiatan dalam masa pensiun. Jika

masa peralihan dari fase Honeymoon menuju fase Disenchantment dan fase

Reorientantion terjadi sangat lambat maka fase stability akan sukar dicapai.

7) Fase Termination

Para pensiunan berperilaku sebagai orang yang “sakit” dan “ketergantungan”

karena para pensiun merasa orang yang menjadi tua tidak berfungsi lebih lama

secara swatantra dan hanya sendirian.

2.2.3 Perubahan-Perubahan Akibat Pensiun

Menurut (Turner dan Helms, 1982 dalam Lestari, 2008) ada beberapa hal yang

mengalami perubahan dan menuntut penyesuaian diri yang baik ketika

menghadapi masa pensiun:

1) Masalah Keuangan

Pendapat keluarga akan menurun drastis, hal ini akan mempengaruhi kegiatan

(32)

19

dibiayai. Hal ini menimbulkan stress tersendiri bagi seorang suami karena merasa

bahwa perannya sebagai kepala keluarga tertantang

2) Berkurangnya harga diri (Self-Esteem)

Bengston (1980) mengemukakan bahwa harga diri seorang pria biasanya

dipengaruhi oleh pensiunnya mereka dari pekerjaan. Untuk mempertahankan

harga dirinya, harus ada aktivitas pengganti untuk meraih kembali keberadaan

dirinya. Dalam hal ini berkurangnya harga diri dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti feeling of belonging (perasaan memiliki), feeling of competence (perasaan

mampu), dan feelling of worthwhile (perasaan berharga). Ketiga hal yang

disebutkan di atas sangat mempengaruhi harga diri seseorang dalam lingkungan

pekerjaan.

3) Berkurangnya kontak sosial yang berorientasi pada pekerjaan

Kontak dengan orang lain membuat pekerjaan semakin menarik. Bahkan

pekerjaan itu sendiri bisa menjadi reward sosial bagi beberapa pekerja misalnya

seorang sales, resepsionis, customer services yang meraih kepuasan ketika

berbicara dengan pelanggan. Selain dari kontak sosial, orang juga membutuhkan

dukungan dari orang lain berupa perasaan ingin dinilai, dihargai, dan merasa

penting. Sumber dukungan ini dapat diperoleh dari teman sekerja, atasan,

bawahan dsb. Tentunya ketika memasuki masa pensiun, waktu untuk bertemu

dengan rekan seprofesi menjadi berkurang.

4) Hilangnya makna suatu tugas

Pekerjaan yang dikerjakan seseorang mungkin sangat berarti bagi dirinya. Dan hal

(33)

20

5) Hilangnya kelompok referensi yang bisa mempengaruhi self image.

Biasanya seseorang menjadi anggota dari suatu kelompok bisnis tertentu ketika

dia masih aktif bekerja. Tetapi ketika dia menjadi pensiun, secara langsung

keanggotaan pada suatu kelompok akan hilang. Hal ini akan mempengaruhi

seseorang untuk kembali menilai dirinya lagi.

6) Hilangnya Rutinitas

Pada waktu bekerja, seseorang bekerja hampir 8 jam kerja. Tidak semua orang

menikmati jam kerja yang panjang seperti ini, tapi tanpa disadari kegiatan panjang

selama ini memberikan sense of purpose, memberikan rasa aman, dan pengertian

bahwa kita ternyata berguna. Ketika menghadapi masa pensiun, waktu ini hilang,

orang mulai merasakan diri tidak produktif lagi.

2.2.4 Post Power Syndrome

Menurut Elia (2005) yang dimaksud dengan post power syndrome adalah

kumpulan gejala. “Power” adalah kekuasaan. Jadi, terjemahan dari post power

syndrome adalah gejala pasca kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada

orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau menjabat satu jabatan, namun

ketika sudah tidak menjabat lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan atau

emosi yang kurang stabil. Gejala-gejala itu biasanya bersifat negatif, itulah yang

diartikan post power syndrome.

Ciri-ciri orang yang rentan menderita post power syndrome:

1) Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang

(34)

21

2) Orang-orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena

kurangnya harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang

lain

3) Orang-orang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada

kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang lain.

Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan itu segala-galanya atau merupakan

hal yang sangat berarti dalam hidupnya.

Beberapa Gejala Post Power Syndrome menurut(Lestari K., 2008) :

1) Gejala fisik

Misalnya menjadi jauh lebih cepat terlihat tua tampaknya dibandingkan waktu ia

bekerja. Rambutnya didominasi warna putih (uban), berkeriput, dan menjadi

pemurung, sakit-sakitan, tubuhnya menjadi lemah.

2) Gejala emosi

Misalnya cepat tersinggung kemudian merasa tidak berharga, ingin menarik diri

dari lingkungan pergaulan, ingin bersembunyi, dan sebagainya.

3) Gejala perilaku

Misalnya malu bertemu orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola kekerasan

atau menunjukkan kemarahan baik di rumah atau di tempat yang lain.

2.2.5 Model Penyesuaian Terhadap Pensiun

Hornstein dan Wapner (Hoyer, 1999) dalam Saragih, 2006 mengemukakan empat

(35)

22

1) Transition to Old Age/ Rest

Individu dengan tipe ini menganggap pensiun sebagai masa santai, dan merupakan

akhir pra kerja yang penuh tekanan dan dimulainya gaya hidup yang

menyenangkan dan santai ketika mereka memasuki usia tua

2) The New Beginning

Individu memandang pensiun sebagai kesempatan yang menyenangkan, peluang

untuk hidup sesuai dengan keinginan dan mempunyai kebebasan menghabiskan

waktu dan energi untuk diri sendiri. Pensiun ditandai dengan perasaan baru,

kembali bervitalitas, antusias dan energi yang bertambah. Individu memandang

masa depan dengan positif sebagai saat untuk meraih kendali atas tujuan dan

kesenangan (hobi dan minat) jangka panjang. Bagi individu tipe ini, pensiun

merupakan awal yang baru dan tidak terkait sama sekali dengan proses menuju

tua.

3) Continuation

Pensiun tidak membawa dampak personal yang penting bagi individu. Walaupun

telah pensiun, individu ini mampu untuk kembali bekerja. Mereka berganti karir

dan mencurahkan lebih banyak waktu untuk keterampilan, hobi dan minat khusus.

Pekerjaan tetap merupakan sentral pengaturan kehidupan mereka. Pra pensiun dan

pensiun dibedakan bukan dari aktivitas melainkan pengurangan langkah dan

intensitas peran kerja.

4) Imposed Diruption

Individu memandang pensiun sebagai hal yang negatif (hilangnya pekerjaan, tidak

(36)

23

Tanpa pekerjaan, bagian penting dari identitas diri itu juga ikut hilang. Walaupun

dalam masa pensiun tersebut individu melakukan aktivitas-aktivitas lain, tetap

saja timbul perasaan frustrasi dan kehilangan. Bagi individu, tidak ada yang bisa

menggantikan pekerjaan dan akhirnya tidak bisa menerima pensiun dengan baik.

2.3 Stres

2.3.1 Pengertian Stres

Stres merupakan sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap

bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen yaitu perubahan fisiologis dan

psikologis, bagaimana seseorang merasakan keadaan dalam hidupnya. Perubahan

keadaan fisik dan psikologis ini disebut sebagai stresor yaitu pengalaman yang

menginduksi respon stres. (Pinel, 2009).

Stres adalah faktor fisik, kimia, atau emosional yang dapat menyebabkan

ketegangan pada tubuh atau mental dan yang dapat bertindak sebagai faktor

penyebab penyakit (Colbert D., 2011).

Dari beberapa pengertian diatas, yang dimaksud dengan stres adalah respon tubuh

yang sifatnya non spesifik terhadap suatu paparan atau tuntutan beban tertentu

yang mengakibatkan terjadinya perubahan fisiologis ataupun psikologis pada

seseorang.

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Stres

Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi

stres, misalnya jumlah semua respon fisiologis nonspesifik yang

(37)

24

penjelasan Lazarus & Folkman (1984) dalam Potter & Perry (2005), setiap

orang memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi stresor. Semakin

besar seseorang menyerap stresor, maka makin besar respon stres yang

ditimbulkan. Respon terhadap segala bentuk stresor bergantung pada fungsi

fisiologis, kepribadian, serta sifat dari stresor.

1) Fungsi Fisiologis

Menurut Hardjana (1994) dalam Puspasari (2009), menderita penyakit dapat

mengakibatkan perubahan fungsi fisiologis pada orang yang menderitanya.

Perubahan fungsi tersebut dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dimana hal

itu dapat menyebabkan stres pada kaum lanjut usia yang mengalaminya.

Perubahan fungsi fisiologis yang dialami seseorang tergantung pada penyakit

yang dideritanya.

2) Kepribadian

Menurut Hawari (2008), tidak semua orang yang mengalami stresor

psikososial yang sama akan mengalami stres. Ternyata pada seseorang yang

mempunyai tipe kepribadian tertentu, yaitu tipe kepribadian “A” lebih rentan

terkena stres, sedangkan orang dengan tipe kepribadian “B” lebih kebal terhadap

stres. Dalam kaitannya dengan tipe kepribadian yang berisiko tinggi terkena stres

(tipe kepribadian “A”), Rosenmen & Chesney (1980) dalam Hawari (2008)

menggambarkannya antara lain dengan ciri-ciri, yaitu: ambisius, agresif dan

kompetitif, banyak jabatan rangkap; kurang sabar, mudah tegang,

mudah tersinggung dan marah; kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya

(38)

25

dapat diam; bekerja tidak mengenal waktu; pandai berorganisasi dan memimpin

dan memerintah (otoriter); lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan;

kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba tergesa-gesa;

mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan bila tidak

tercapai maksudnya mudah bersikap bermusuhan; tidak mudah dipengaruhi, kaku

(tidak fleksibel); bila berlibur pikirannya ke pekerjaan, tidak dapat santai;

berusaha keras segala sesuatunya terkendali.

Orang dengan kepribadian tipe “B” atau pola perilaku tipe “B” adalah

kebalikan dari tipe “A” tersebut diatas, yaitu dengan ciri-ciri antara lain sebagai

berikut: ambisinya wajar-wajar saja, tidak agresif dan sehat dalam berkompetisi

serta tidak memaksakan diri; penyabar, tenang, tidak mudah tersinggung dan tidak

mudah marah (emosi terkendali); kewaspadaan dalam batas yang wajar demikian

pula kontrol diri dan percaya diri tidak berlebihan; cara bicara tidak tergesa-gesa,

bertindak pada saat yang tepat, perilaku tidak hiperaktif; dapat mengatur waktu

dalam bekerja (menyediakan waktu untuk istirahat); dalam berorganisasi dan

memimpin bersikap akomodatif dan manusiawi; lebih suka bekerjasama dan tidak

memaksakan diri bila menghadapi tantangan; pandai mengatur waktu dan tenang

(rileks), tidak tergesa-gesa; mudah bergaul, ramah dan dapat menimbulkan empati

untuk mencapai kebersamaan; tidak kaku (fleksibel), dapat menghargai pendapat

lain, tidak merasa dirinya paling benar; dapat membebaskan diri dari segala

macam problem kehidupan dan pekerjaan manakala sedang berlibur; dalam

mengendalikan segala sesuatunya mampu menahan serta mengendalikan diri

(39)

26

3) Sifat dari stresor

Menurut Lazarus & Folkman (1984) dalam Potter & Perry (2005), setiap

orang memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi stresor. Makin besar

seseorang mencerap stresor, maka makin besar respon stres yang

ditimbulkan.

2.3.3 Tingkat Stres

Struart dan Sundeen (1998) dalam Maramis (2009) mengklasifikasikan tingkat

stres, yaitu:

1) Stres Ringan

Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari – hari dan kondisi ini

dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai

kemungkinan yang akan terjadi.

2) Stres Sedang

Pada tingkat stres ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan

mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.

3) Stres Berat

Pada tingkat stres ini, persepsi individu sangat menurun dan cenderung

memusatkan perhatian pada hal – hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk

mengurangi stres. Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan

(40)

27

Menurut purwati, 2012 ditemukan tingkatan stres menjadi lima bagian, antara

lain:

1) Stres normal

Stres normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan bagian alamiah dari

kehidupan. Seperti dalam situasi: kelelahan setelah mengerjakan tugas, takut tidak

lulus ujian, merasakan detak jantung berdetak lebih keras setelah aktifitas. Stres

normal alamiah dan menjadi penting, karena setiap orang pasti pernah mengalami

stres. Bahkan sejak dalam kandungan.

2) Stres ringan

Stres ringan adalah stresor yang dihadapi secara teratur yang dapat berlangsung

beberapa menit atau jam. Situasi seperti banyak tidur, kemacetan. Stresor ini dapat

menimbulkan gejala, antara lain bibir sering kering, kesulitan bernafas (sering

terengah-engah), kesulitan menelan, merasa goyah, merasa lemas, berkeringat

berlebihan ketika temperature tidak panas dan tidak setelah beraktivitas, takut

tanpa alasan yang jelas, menyadari denyut jantung walaupun tidak setelah

melakukan aktivitas fisik, tremor pada tangan, dan merasa sangat lega jika situasi

berakhir (Psychology Foundation of Australia, 2010).

3) Stres sedang

Stres ini terjadi lebih lama, antara beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya

masalah perselisihan yang tidak dapat diselesaikan dengan teman atau pacar.

Stresor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain mudah marah, bereaksi

berlebihan terhadap suatu situasi, sulit untuk beristirahat, merasa lelah karena

(41)

28

terhadap hal yang sedang dilakukan, mudah tersinggung, gelisah, dan tidak dapat

memaklumi hal apapun yang menghalangi ketika sedang mengerjakan sesuatu hal.

(Psyhology Foundation of Australia, 2010).

4) Stres berat

Stres berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa minggu sampai

beberapa tahun, seperti perselisihan dengan dosen atau teman secara

terus-menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka

panjang. Semakin sering dan lama situasi stres, makin tinggi risiko stres yang

ditimbulkan. Stressor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain merasa tidak

dapat merasakan perasaan positif, merasa tidak kuat lagi untuk melakukan suatu

kegiatan, merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa depan, sedih dan

tertekan, putus asa, kehilangan minat akan segala hal, merasa tidak berharga

sebagai seorang manusia, berpikir bahwa hidup tidak bermanfaat. Semakin

meningkat stres yang dialami secara bertahap maka akan menurunkan energi dan

respon adaptif (Psychology Foundation of Australia, 2010).

5) Stres sangat berat

Stres sangat berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa bulan

dan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Seseorang yang mengalami stres

sangat berat tidak memiliki motivasi untuk hidup dan cenderung pasrah.

Seseorang dalam tingkatan stres ini biasanya teridentifikasi mengalami depresi

(42)

29

2.3.4 Mekanisme Koping terhadap Stres

Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan

masalah, menyesuaikan diri dari perubahan, serta respon terhadap situasi yang

mengancam (Kelliat, 1999). Jika individu berada pada kondisi stres ia akan

menggunakan berbagai cara untuk mengatasinya, individu dapat menggunkan satu

atau lebih sumber koping yang tersedia (Rasmun, 2001).

Penggolongan Mekanisme Koping Mekanisme koping juga dibedakan menjadi

dua tipe menurut (Kozier, 2004) yaitu :

1) Mekanisme koping berfokus pada masalah (problem focused coping),

meliputi usaha untuk memperbaiki suatu situasi dengan membuat perubahan atau

mengambil beberapa tindakan dan usaha segera untuk mengatasi ancaman pada

dirinya. Contohnya adalah negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat. Contoh :

saat seseorang memasuki masa pensiun akan mengalami penyesuaian diri, maka ia

akan memerlukan perhatian dari keluarga sangat berarti dan penting untuk

meminta nasehat.

2) Mekanisme koping berfokus pada emosi (emotional focused coping),

meliputi usaha-usaha dan gagasan yang mengurangi distress emosional.

Mekanisme koping berfokus pada emosi tidak memperbaiki situasi tetapi

seseorang sering merasa lebih baik. Contoh : saat seseorang memasuki masa

pensiun. Maka ia akan berusaha untuk mengurangi beban pikirannya, misalnya

dengan melakukan hobinya contohnya berkebun.

Selain pendapat di atas, menurut Folkman & Lazarus dalam Afidarti (2006),

(43)

30

1) Planful problem solving (problem-focused)

Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan kemudian

mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah.

2) Confrontative coping (problem-focused)

Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan atau

mengambil resiko untuk merubah situasi.

3) Seeking social support (problem or emotion-focused)

Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan

informasional.

4) Distancing (emotion-focused)

Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi atau menciptakan

pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi.

5) Escape-Avoidanceting (emotion-focused)

Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau berpikir dengan penuh harapan

tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah

yang dihadapi.

6) Self control (emotion-focuused)

Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun tindakan dalam

hubungannya dengan masalah.

7) Accepting responcibility (emotion-focused)

Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk memperbaikinya.

8) Positive reappraisal (emotion-focused)

(44)

31

Mekanisme koping yang digunakan pada masa pensiun tergantung pada

perlakuan yang di terima dari lingkungan, perlakuan yang buruk terhadap masa

pensiun membuat orang cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk,

lebih memperlihatkan bentuk perilaku dan mekanisme koping yang negatif, hal ini

terjadi karena perubahan tersebut dilakukan tidak atas dasar keinginan dan

tekanan dari lingkungan.

Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi

stressfull. Rasmun (2004) juga telah menjelaskan bahwa setiap individu mungkin

akan melakukan upaya pengalihan yang adaptif yang dianggap efektif dan sangat

baik serta realistis dalam menangani masalah, contohnya berbicara dengan orang

lain atau curhat tentang masalah yang dihadapi, berdoa serta menghubungkan

situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan kekuatan supranatural,

melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan atau masalah, membuat

alternatif berbagai tindakan untuk mengurangi situasi sebagai upaya untuk

mengontrol emosi pada dirinya. Sedangkan upaya pengalihan yang maladaptif

berupa melamun dan fantasi atau hanya terpaku, banyak tidur dan menangis,

tidak mampu menyelesaikan masalah atau pasrah, perilakunya cenderung

merusak. Koping diatas merupakan respon individu terhadap situasi yang

mengancam dirinya baik fisik maupun psikologi yang dibagi menjadi dua yaitu

koping psikologis dan psikososial.

Septanti (2009) mengungkapkan, bahwa penyesuaian diri pada masa pensiun ini

(45)

32

seorang lansia baru saja menginjak 1-3 tahun usia pensiun, perhatian dari keluarga

sangat berarti dan penting, namun saat menginjak tahun ke-4, umumnya lansia

sudah mampu menganggap pensiun sebagai suatu hal yang biasa, bukan suatu hal

yang istimewa. Dengan kata lain, yang sudah menjalani pensiun lebih dari empat

tahun dapat dianggap sudah terbiasa dengan situasi pensiun. Sementara menurut

Khristiany (2007), masa penyesuaian terhadap pensiun umumnya terjadi di masa

2- 15 tahun. Dytchwald (2006) menyatakan bahwa tahapan 2-15 tahun sesudah

pensiun disebut sebagai tahap reorientasi. Pada tahap ini seseorang akan mulai

mengubah prioritasnya, aktivitas, hubungan, dan hidupnya. Para pensiunan

umumnya menyatakan bahwa tahap reorientasi ini merupakan tahap yang penuh

dengan tantangan. Pada tahapan ini seseorang akan mulai merasakan depresi,

kecemasan, dan kebosanan akibat pensiun.

2.3.5 Penanganan Stres

Strategi menghadapi stres antara lain dengan mempersiapkan diri menghadapi

stesor dengan cara melakukan perbaikan diri secara pisikis atau mental, fisik dan

sosial. Perbaikan secara psikis atau mental yaitu dengan pengenalan diri lebih

lanjut, penetepatan tujuan hidup yang lebih jelas, pengaturan waktu yang baik.

Perbaikan diri secara fisik dengan menjaga tubuh tetap sehat yaitu dengan

memenuhi asupan gizi yang baik, olahraga teratur, istirahat yang cukup. Perbaikan

diri secara sosial dengan melibatkan diri dalam suatu kegiatan, acara, organisasi

dan kelompok sosial. Mengelola stres merupakan usaha untuk mengurangi atau

meniadakan dampak negatif stresor.

(46)

33

1) Pendekatan farmakologi; menggunakan obat – obatan yang berkhasiat

memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter disusun saraf pusat otak (sistem

limbik). Sebagaimana diketahui sistem limbik merupakan bagian otak yang

mengatur alam pikiran, alam perasaan dan perilaku seseorang. Obat yang sering

dipakai adalah obat anti cemas (axiolutic) dan anti depresi (anti depressant).

2) Pendekatan perilaku; mengubah perilaku yang menimbulkan stres, toleransi/

adaptabilitas terhadap stres, menyimbangkan antara aktivitas fisik dan nutrisi,

serta manajemen perencanaan, organisasi dan waktu.

3) Pendekatan kognitif; mengubah pola pikir individu berpikir positif dan sikap

positif, membekali diri dengan pengetahuan tetntang stres, menyimbangkan

aktivitas otak kiri dan otak kanan, serta hipnoterapi.

4) Relaksasi; upaya untuk melepas ketegangan. Ada 3 macam relaksasi yaitu

relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera dan relaksasi melalui yoga, meditasi

maupun transendensi/keagamaan (Chomaria,2009)

2.4 Harga Diri

2.4.1 Pengertian Harga Diri

Coopersmith (1965) dalam Veronica 2006 menyatakan harga diri sebagai

penilaian diri yang dilakukan oleh seseorang individu dan biasanya berkaitan

dengan dirinya sendiri. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau

penolakan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya

(47)

34

Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai, dengan cara

menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri

(Sunaryo, 2004).

2.4.2 Komponen Pembentukan Dalam Harga Diri

ada 3 komponen dalam pembentukan harga diri menurut Asmaradewi (2002)

dalam Siregar (2006), yaitu:

1) Feeling of belonging, perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian

dari suatu kelompok dan bahwa ia diterima serta dihargai oleh anggota

kelompoknya. Individu akan memiliki nilai positif akan dirinya bila mengalami

perasaan diterima atau menilai dirinya bagian dari kelompoknya. Begitu juga

sebaliknya, individu akan merasa memiliki nilai yang negatif apabila mengalami

perasaan tidak diterima.

2) Feeling of competence, yaitu perasaan individu bahwa ia mampu mencapai

suatu hasil yang diharapkannya. Bila individu merasa telah mencapai tujuan

secara efisien , maka individu tersebut akan memberikan penilaian yang positif

pada dirinya.

3) Feeling of worth, perasaan individu bahwa dirinya berharga. Perasaan ini

seringkali muncul dalam bentuk pernyataan yang sifatnya pribadi seperti pandai,

cantik, menawan, langsing, dan lain-lain. Individu yang mempunyai perasaan

(48)

35

2.4.3 Karakteristik Harga Diri

Tingkat harga diri individu menjadi tiga golongan menurut Coopersmith (1967)

dalam Siregar (2006), yaitu:

1) Individu dengan harga diri yang tinggi:

1.1) Aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik

1.2) Berhasil dalam bidang akademik dan menjalin hubungan sosial

1.3) Dapat menerima kritik dengan baik

1.4) Percaya pada persepsi dan reaksinya sendiri

1.5) Tidak terpaku pada dirinya sendiri atau hanya memikirkan kesulitannya

sendiri

1.6) Memiliki keyakinan diri, tidak didasarkan atas fantasi, karena mempunyai

kemampuan, kecakapan dan kualitas diri yang tinggi

1.7) Tidak terpengaruh oleh penilaian orang lain tentang kepribadiannya

1.8) Lebih mudah menyesuaikan diri dengan suasana yang menyenangkan

sehingga tingkat kecemasannya rendah dan memiliki ketahan diri yang seimbang

2) Individu dengan harga diri yang sedang :

2.1) Karakteristik individu dengan harga diri sedang hampir sama dengan yang

memiliki harga diri tinggi, terutama dalam kualitas, perilaku dan sikap.

Pernyataan diri mereka memang positif, namun cenderung kurang moderat.

3) Individu dengan harga diri yang rendah :

3.1) Memiliki perasaan inferior

3.2) Takut gagal dalam membina hubungan sosial

(49)

36

3.4) Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan

3.5) Kurang dapat mengekspresikan diri

3.6) Sangat tergantung pada lingkungan

3.7) Tidak konsisten

3.8) Secara pasif mengikuti lingkungan

3.9) Menggunakan banyak taktik mempertahankan diri (defense mechanism)

3.10) Mudah mengakui kesalahan

2.4.4 Komponen Yang Melatarbelakangi Terbentuknya Harga Diri

Menurut Sriati (2008) menyatakan komponen yang melatarbelakangi

terbentuknya harga diri yaitu :

1) Pengalaman

Pengalaman hidup merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan

kejadian yang pernah dialami individu yang dirasakan bermakna dan

meninggalkan kesan dalam hidup individu. Kesan ini akan membentuk harga diri

individu tersebut.

2) Pola asuh

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya

yang meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun

hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua

memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya. Keadaan ini akan

(50)

37

3) Lingkungan

Lingkungan memberikan dampak besar melalui hubungan yang baik antara

remaja dengan orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga

menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya.

4) Sosial ekonomi

Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk

memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan keluarga yang

berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari.

2.4.5 Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri

Argyle (2008) mengemukakan ada 4 faktor utama yang mempengaruhi harga diri,

antara lain:

1) Reaksi orang lain

Jika orang lain mengagumi kita, menyanjung kita, mendengarkan dengan penuh

perhatian dan setuju dengan kita, kita akan cenderung untuk mengembangkan

citra diri yang positif. Jika mereka menghindari kita, mengabaikan kita,

memberitahu kita hal-hal tentang diri kita sendiri bahwa mereka tidak ingin

mendengar kita maka kita akan mengembangkan citra diri yang negatif

2) Perbandingan dengan orang lain

Jika orang-orang membandingkan diri kita dengan orang lain yang tampaknya

lebih sukses, lebih bahagia, lebih kaya, lebih cantik daripada diri kita maka kita

cenderung untuk mengembangkan citra diri yang negatif tapi jika mereka kurang

berhasil menggambarkan diri kita maka kita akan cenderung mengembangkan

(51)

38

3) Peran sosial

Peran sosial membawa pengaruh seperti dokter, pilot maskapai penerbangan,

presenter TV, perdana menteri dan dapat mendorong harga diri. Peran yang lain

membawa stigma yang lain seperti tahanan, pasien rumah sakit jiwa, kolektor atau

pengangguran.

4) Identifikasi

Peran tidak hanya yang ada di luar, namun mereka juga menjadi bagian dari

kepribadian yaitu identitas kita dengan posisi yang kita tempati, peran yang kita

lakukan dan kelompok yang kita miliki.

2.5 Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres

Berdasarkan pandangan psikologi perkembangan, pensiun dapat dijelaskan

sebagai suatu masa transisi ke pola hidup baru, ataupun merupakan akhir pola

hidup. Transisi ini meliputi perubahan peran dalam lingkungan sosial, perubahan

minat, nilai dan perubahan dalam segenap aspek kehidupan seseorang. Jadi

seseorang yang memasuki masa pensiun, bisa merubah arah hidupnya dengan

mengerjakan aktivitas lain, tetapi bisa juga tidak mengerjakan aktivitas tertentu

lagi.

Masa pensiun bisa mempengaruhi konsep diri, karena pensiun menyebabkan

seseorang kehilangan peran (role), identitas dalam masyarakat yang dapat

mempengaruhi harga diri mereka. (Agustina, 2012). Pensiun seringkali dianggap

sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba

(52)

39

diahadapi. Masa pensiun dapat menimbulkan masalah karena tidak semua orang

siap menghadapinya. Tidak heran masa pensiun ini menimbulkan masalah

psikologis baru bagi individu yang menjalaninya, karena banyak dari mereka

yang tidak siap menghadapi masa ini. Ketidaksiapan menghadapi masa pensiun

pada umumnya timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi

kebutuhan–kebutuhan tertentu. Perubahan yang diakibatkan oleh masa pensiun ini

memerlukan penyesuaian diri. Memasuki masa pensiun, seseorang akan

kehilangan peran sosialnya di masyarakat, hubungan kolegal, orang dekat lain,

arah hidup, dan kontak sosial. (Mickey Stanley,2006)

Zaman modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor

terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan, dan dapat

memperkuat harga diri). Penilaian seseorang terhadap suatu masalah sebagai

keadaan yang penuh stres salah satunya tergantung dari harga diri orang itu

sendiri. Harga diri yang tinggi dianggap menjaga individu tetap sehat walaupun

mengalami kejadian-kejadian hidup penuh stres. Didalam harga diri yang tinggi

terdapat sikap yang membuat individu tahan terhadap stres, yaitu tantangan,

komitmen, juga koping diri. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain

yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi

bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga

dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau diterima

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah tingkat pengetahuan kader Posyandu lansia di Desa Mancasan Kecamatan Baki sebagian besar cukup, efikasi diri kader posyandu lansia di Desa

Berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwa variabel lingkungan kerja, usia masa pensiun dan tingkat stres kerja mempunyai pengaruh yang positif secara individu

Motivasi yang melatar-belakangi kondisi lanjut usia dalam membangun kemandirian hidup dan penerimaan diri terhadap kesiapan memasuki masa pensiun di Bina Keluarga

DAMPAK KEHILANGAN GIGI TERHADAP CITRA DIRI DAN HARGA DIRI LANSIA DI DESA RANDEGAN KECAMATAN WANGON TAHUN 2016.. Fatimawati Prahastin 1 , Siti

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan keterbukaan diri dengan tingkat stres remaja di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Nurul Qarnain Kecamatan

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan antara tingkat penghasilan dengan tingkat stres kepala keluarga penduduk di Dukuh Klile Desa Karangasem Kecamatan Bulu

Predictors: Constant, Pengetahuan Konsep Kimia, Self Eficacy Teaching Pengaruh efikasi diri terhadap stres kerja guru kimia pada Masa Pandemi COVID-19 Hasil penelitian ini menunjukkan

2 Tingkat harga diri Lansia yang tidak memiliki pasangan hidup Tabel 4.4 Tingkat Harga Diri Lansia Yang Tidak Memiliki Pasangan Hidup Di Desa Candisari Purwodadi Grobogan Tahun 2017