• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan Berdasarkan Undang-Undang No. 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Dalam Kegiatan Investasi Di Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan Berdasarkan Undang-Undang No. 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Dalam Kegiatan Investasi Di Bali."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEPARIWISATAAN BERDASARKAN UNDANG

-UNDANG NO. 10 TAHUN 2009 TENTANG

KEPARIWISATAAN DALAM KEGIATAN INVESTASI

DI BALI

I NYOMAN AGUS TRISNADIASA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

2

KEPARIWISATAAN BERDASARKAN UNDANG -

UNDANG NO. 10 TAHUN 2009 TENTANG

KEPARIWISATAAN DALAM KEGIATAN INVESTASI

DI BALI

I NYOMAN AGUS TRISNADIASA

NIM : 1290561042

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

ii

INVESTASI DI BALI

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I NYOMAN AGUS TRISNADIASA

NIM:1290561042

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(4)

iii

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 8 APRIL 2016

Mengetahui

Pembimbing I

Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M. Hum

NIP. 19640402 198911 2 001

Pembimbing II

Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH., M.Hum

NIP. 19580321 198602 1 001

Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LL.M

NIP. 19611101 198601 2 001

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana

(5)

iv

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

Nomor 1102/UN 14.4/HK/2016 Tanggal 11 Maret 2016

Ketua

: Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum

Sekretaris : Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH., M.Hum

Anggota

: 1. Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH

2. Dr. I Made Sarjana, SH., MH

(6)

v

Nama

: I Nyoman Agus Trisnadiasa

Program Studi

: Ilmu Hukum

Judul Tesis

:Implementasi Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan

Berdasarkan Undang – Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang

Kepariwisataan Dalam Kegiatan Investasi Di Bali

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila

dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima

sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan

Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 10 April 2016

Yang menyatakan,

(7)

vi

Yang Maha Esa, karena atas asung kertha nugrahaNya, penulis dapat menyelesaikan

tesis ini. Tesis ini dengan judul “Implementasi Prinsip Penyelenggaraan

Kepariwisataan Berdasarkan Undang – Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang

Kepariwisataan Dalam Kegiatan Investasi Di Bali” yang disusun untuk memenuhi

salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi

Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan

terimakasih yang sebesar – besarnya kepada:

Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD KEMD

beserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis

untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas

Udayana dan Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada Direktur Program

Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) beserta

jajarannya atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa

Program Magister Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Dekan Fakultas Hukum

Universitas Udayana Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH., beserta Ketua

Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana,

(8)

vii

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Desak Putu Dewi Kasih,

SH., M.Hum, sebagai dosen pembimbing pertama serta Dr. Putu Tuni Cakabawa

Landra, SH., M.Hum sebagai dosen pembimbing kedua serta para dosen penguji Dr. I

Wayan Wiryawan, SH., MH, Dr. I Made Sarjana, SH., MH, Dr. I Made Udiana, SH.,

MH yang senantiansa memberikan banyak saran, masukan strategis kepada Penulis.

Tidak luput, Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tenaga

administrasi pada program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas

Udayana (Made Mustika, Mada Dandy Prananjaya, AA. Istri Agung Yuniana, Gusti

Ayu Raka Wiratni) atas berbagai dukungan administratif dan moral yang diberikan

kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Ilmu Hukum

Universitas Udayana.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan terhadap para informan dan respoden

yang telah memberikan informasi dan pengalamannya dalam mendukung penulis

dalam meneliti dan menganalisa suatu penomena hukum di lapangan.

Selanjutnya, Penulis juga berterima kasih dan rasa bakti untuk kedua orang

tua penulis I Wayan Mandiasa, SH dan Ni Made Sirem, untuk seluruh kasih sayang,

dukungan moral dan materiil beserta doa yang tiada henti diberikan kepada Penulis.

Terima kasih dan rasa bangga yang tidak terhingga kepada kakak – kakak Penulis Ni

(9)

viii

Astara, Made Budi Keladian, Kadek Putra Ari Persona, Made Anggia Paramesthi,

Gusti Ayu Dita Nomia Sari, I Gede Pasek Pramana, Artanadana, Rizki Sitra Putra,

Made Tamar Martana Yasa, Wayan Eka Andi Santika yang telah membantu dan

mendukung Penulis, hingga Penulis dapat menyelesaikan tesis. Selanjutnya Penulis

mengucapkan rasa terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa mahasiswi Magister

Ilmu Hukum Universitas Udayana angkatan 2012 serta teman-teman lainnya yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan motivasi kepada

penulis dalam menyelesaikan tesis ini, semoga Ida Hyang Widhi Wasa membalas hati

Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari

kesempurnaan, namun harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi

pembaca. Semoga

Ida Hyang Widhi Wasa

/ Tuhan Yang Maha Esa selalu

melimpahkan anugerah-Nya kepada kita semua.

Om Shanti Shanti Shanti Om

Denpasar, April 2016

(10)

ix

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara faktual prinsip

penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan ketentuan Undang – Undang No. 10

tahun 2009 tetang Kepariwisataan mengalami hambatan dalam penerapan kegiatan

investasi pariwisata di Bali, adanya pelanggaran dari pihak investor sehingga

eksistensi budaya yang selama ini menjadi ikon pariwisata Bali mengalami

pergeseran. Penelitian ini memuat penelitian hukum empiris. Data dan sumber data

yang digunakan yakni data primer, yang berasal dari dinas parwisata provinsi Bali

kemudian daerah daerah yang banyak kegiatan investasi diBali seperti Badung,

Denpasar dan Gianyar (Ubud), sedangkan data sekunder yang digunakan terdiri dari

bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data yang

dipergunakan adalah Teknik Studi Dokumen dan Teknik Wawancara, dengan Teknik

Pengambilan sampel atas populasi penelitian yang digunakan adalah

Teknik Non

Probability Sampling

. Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Analisis Data Kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip penyelenggaraan kepariwisatan

menemui hambatan pada struktur hukumnya yang masih mengalami tumpang tindih,

ketidak konsistenan penerapan aturan hukum, dan pada tingkat budaya hukum, para

investor masih beranggapan tanggung jawab sosial hanya kewajiban moral, sehingga

penerapannya hanya bersifat sukarela. Kemudian ideal penyelenggaraan investasi

segala bentuk kegiatan yang berbentuk hukum, sehingga perlindungan bagi aset

budaya Bali dapat terlaksana bukan dikarenakan kewajiban moral tapi kewajiban

hukum.

(11)

x

tourism

on the provisions of the Act – No. 10 in 2009 about Tourism experience obstacles in the implementation of the investment activities of tourism in Bali, infringement of the investor so that the existence of a culture that had become an icon of Bali's tourism experienced a shift.

The research method applied in this research is empirical legal research. Data

and sources of data used are primary data, which

originating from the province of Bali Tourism Office then the areas of investment activities in Bali like Badung, Denpasar and Gianyar (Ubud),

while secondary data used consisted of primary legal materials,

secondary, and tertiary. Data collection techniques used are Documents Study

Techniques and Interview Techniques, with the sampling technique used on the

population is Non-Probability Sampling Techniques. The analysis used in this

research is the Qualitative Data Analysis.

The results of the research showed that the principle of organization tourism

encountered obstacles in its legal structure that is still experiencing conflict, an

inconsistent state the application of the rule of law, and at the level of legal culture,

investors still assume social responsibility is only a moral obligation, so that its

application is voluntary only. Then the ideal investment holding of any form of

activity that shaped the law, so that the protection of cultural assets of Bali

concluded, not because of a moral obligation but a legal obligation

(12)

xi

Kepariwisataan Berdasarkan Undang – undang No. 10 Tahun 2009 Tentang

Kepariwisataan Dalam Kegiatan Investasi Di Bali terdiri dari 5 (lima) bab. Bab I

Pendahuluan yang diawali dengan latar belakang terhadap pentingnya tesis ini

menguak tabir isu hukum bahwa pada Pasal 5 Undang – Undang No. 10 tahun 2009

tentang Kepariwisataan menegaskan bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan

kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan prinsip penyelenggaraan kepariwisataan

nampaknya tidak sejalan, dampak negatif dari kegiatan investasi pariwisata di Bali,

seperti maraknya alih fungsi tanah di Bali demi kepentingan pribadi mengakibatkan

pergeseran budaya Bali dan pengerusakkan ekosistem alam. Selanjutnya

mengemukakan dua rumusan permasalahan, tujuan, manfaat, orisinalitas, landasan

teori dan metode penelitian.

Bab II menguraikan tentang tinjauan kepariwisataan, pengertian dan konsep

kepariwisataan, dasar hukum kepariwisataan, prinsip – prinsip penyelenggaraan

kepariwisataan, tinjauan pariwisata budaya, kearifan lokal,

Tri Hita Karana

, tinjauan

investasi, pengertian dan konsep investasi, dasar hukum investasi, asas-asas dan

tujuan penyelenggaraan investasi, jenis – jenis investasi.

Bab III merupakan pembahasan rumusan masalah yang pertama yakni

(13)

xii

Bab IV merupakan pembahasan permasalahan yang kedua yakni bentuk ideal

penyelengaraan investasi pariwisata di Bali yang pada intinya menjawab dengan

urgensi kearifan lokal terhadap kegiatan investasi di bali dan hukum sebagai bentuk

pranata ideal penyelenggaraan investasi di Bali berlandaskan kearifan lokal

Bab V merupakan bab terakhir yang berisikan bab penutup dari penelitian ini

yang memuat mengenai simpulan dan saran. Simpulan peneliti ini memuat jawaban

rumusan masalah pertama dan rumusan masalah kedua yang berdasarkan hasil

pembahasan dari bab III dan bab VI. Simpulan pertama, bahwa implementasi prinsip

penyelenggaraan kepariwisataan terhadap penyelenggaraan investasi di Bali tidak

terlaksana dengan efektif. Berdasarkan teori sistem hukum, faktor penghambat tidak

lain dari sisi struktur hukum dan kultur hukum. Kemudian simpulan permasalahan

kedua, bahwa bentuk ideal penyelenggaran investasi pariwisataan di Bali pada

dasarnya cukup sesuai mengingat nilai kearifan lokal telah digunakan sebagai

pedoman dalam prinsip penyelenggaraan investasi di Bali. Bahkan dimuat dalam

aturan hukum posiif, namun dalam perspektif teori kesadaran hukum, perlu adanya

suatu langkah evaluasi dibidang struktur hukum dan kultur hukum, guna menunjang

fungsi hukum sebagai sarana kontrol dan sarana rekayasa sosial yang diharapkan

(14)
(15)

xiv

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR MAGISTER ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

HALAMAN SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK……….. ... ix

ABSTRACT……… ...

x

RINGKASAN……….. ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Ruang lingkup Masalah ... 9

1.4. Tujuan Penelitian ... 10

(16)

xv

1.5.1. Manfaat Teoritis ... 11

1.5.2. Manfaat Praktis ... 11

1.6. Orisinalitas Penelitian ... 11

1.7. Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir ... 14

1.7.1. Landasa Teoritis ... 14

1.7.1.1. Teori ... 15

1.7.1.2. Asas ... 23

1.7.1.3. Konsep ... 26

1.7.2. Kerangka Berpikir ... 29

1.8. Metode Penelitian ... 30

1.8.1. Jenis Penelitian ... 31

1.8.2. Sifat Penelitian ... 33

1.8.3. Data dan Sumber Data ... 33

(17)

xvi

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP PENYELENGGARAAN

KEPARIWISATAAN PADA KEGIATAN INVESTASI DALAM

PERSPEKTIF

TRI HITA KARANA

2.1. Tinjauan umum tentang Kepariwisataan ... 40

2.1.1. Pengertian dan Konsep Kepariwisataan... 40

2.1.2. Dasar hukum Kepariwisataan ... 44

2.2. Tinjauan umum tentang Pariwisata Budaya Bali ... 48

2.2.1. Pariwisata Budaya Bali ... 48

2.2.2. Kearifan Lokal ... 51

2.2.3. Tri Hita Karana ... 53

2.3. Tinjauan umum tentang Investasi ... 56

2.3.1. Pengertian dan Konsep Investasi ... 56

2.3.2. Dasar Hukum Investasi ... 60

(18)

xvii

KEPARIWISATAAN DALAM KEGIATAN INVESTASI DI BALI

3.1. Praktik Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan

Dalam Kegiatan Investasi di Bali ... 72

3.2. Faktor – faktor yang Menghambat Prinsip Penyelenggaraan

Kepariwisataan dalam kegiatan Investasi Pariwisata di Bali.. 97

BAB IV BENTUK IDEAL PENYELENGGARAAN INVESTASI

PARIWISATA DI BALI

4.1. Urgensi Kearifan Lokal terhadap Kegiatan Investasi Pariwisata

di Bali ... 108

4.2. Hukum Sebagai Pranata Penyelenggaraan Investasi Di Bali.. 126

BAB V

PENUTUP

5.1. SIMPULAN... 137

5.2. SARAN ... 137

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan investasi merupakan indikator pertumbuhan ekonomi suatu

daerah maupun nasional. Investasi yang dilakukan secara tepat akan mendukung

meningkatkan perkembangan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, serta

mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan. Tantangan pelaksanaan investasi

di daerah didorong melalui kebijakan otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah

diatur dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, pemerintah pusat memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk

mengelola urusan pemerintahannya sendiri. Salah satu implikasinya adalah setiap

daerah dituntut untuk mampu mengelola keuangan daerahnya secara mandiri.

Pada perekonomian daerah, investasi dapat menjadi penggerak

pengembangan produksi sehingga output yang dihasilkan semakin baik. Istilah

terminologi ekonomi there is no (economic) growth without investment.1

Pernyataan ini mengandung makna bahwa investasi mempunyai peranan penting

untuk pembangunan ekonomi, walaupun investasi bukan satu – satunya

komponen dalam pembangunan ekonomi. Investasi mempunyai dua peranan

penting dalam menentukan pertumbuhan ekonomi. Pertama, pengaruhnya

terhadap permintaan agregat jangka pendek, dalam hal ini akan dianggap sebagai

1 Nurjana Ladjin, 2008, “Analisis Kemandirian Fiskal di Eka Otonomi Daerah (studi

(20)

pendorong peningkatan output serta memberikan kesempatan kerja. Kedua,

efeknya terhadap pembentukan kapital. Adanya investasi akan menambah

berbagai peralatan, mesin, bangunan dan sebagainya. Tindakan ini akan

meningkatkan potensi output dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara

berkelanjutan dalam jangka panjang.2

Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan

sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan negara. Berdasarkan data

statistik yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (selanjutnya

disebut BPS Bali) pada bulan Desember 2015 menunjukkan bahwa kunjungan

wisatawan mancannegara ke Bali mencapai 370, 640 kunjungan atau mengalami

peningkatan sebesar 6, 70 persen dibandingkan jumlah kunjungan wisman pada

bulan yang sama ditahun sebelumnya 2014 yang tercatat sebanyak 347,370

kunjungan. Begitu pula jika dibandingkan dengan November 2015, jumlah

kunjungan wisman pada bulan Desember 2015 naik sebesar 1, 85 persen.3

Bertambahnya tingkat kunjungan wisatawan, berdampak pada permintaan –

permintaan berupa jasa pariwisata yang disediakan oleh masyarakat disekitar

tempat kunjungan wisata.4

Kondisi yang diuraikan diatas nantinya akan memberikan pengaruh cukup

signifikan bagi perekonomian nasional atau dunia secara keseluruhan. Pendapat

2Marsuki, 2006, Masalah Dan Strategi Menarik Investasi Di Daerah, Makalah

disampaikan Pada Seminar Investasi PUKTI di Hotel Quality, Makasar, 15 Juni 2006

3Badan Pusat Statistik, 2015, Perkembangan Pariwisata Bali Desember 2015, http://bali.bps.go.id/webbeta/website/brs_ind/brsInd-20160201131345.pdf, diakses tanggal 3 Februari 2016.

(21)

Parikesit Widiatedja juga mempertegas bahwa kontribusi sektor pariwisata

memberikan peningkatan kontribusi untuk roda perekonomian nasional.5 Beliau

menyebutkan didalam bukunya, bahwa sektor pariwisata memiliki potensi yang

bernilai ekonomi dengan daya saing yang tinggi, bahwa bahan baku pariwisata

tidak akan habis – habis, sedangkan bahan baku usaha – usaha lainnya sangatlah

terbatas jumlahnya.6

Berdasarkan pada konsep ekonomi, perkembangan perusahaan yang

khususnya bergerak dibidang pariwisata yaitu mencari keuntungan lebih menekan

pengeluaran, mengabaikan aspek-aspek lain yang sebenarnya sangat vital bagi

perusahaan terkadang diabaikan, misalnya upah karyawan yang murah dijadikan

alasan untuk mendirikan perusahaan, hak – hak karyawan perusahaan, sumber

daya alam diolah tanpa memperhatikan aspek – aspek lingkungan hidup. Sehingga

tanggung jawab ekonomi akan dikatakan berhasil, bilamana perusahaan aspek –

asepek diluar dari tanggung jawab ekonomi dan mengedepankan keuntungan yang

maksimal bagi perusahaan

Tanggung jawab perusahaan tidak hanya tanggung jawab ekonomi saja,

dilain sisi tanggung jawab pada aspek sosial dan lingkungan yang berkaitan

dengan segala aspek penunjang berhasilnya perusahaan tersebut. Pengaturan

mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan secara eksplisit terdapat pada

aturan hukum Indonesia, ketika pemerintah memberlakukan Undang – Undang

5IGN parikesit Widiatedja, 2011, Kebijakan Liberalisasi Pariwisata, kontruksi konsep

ragam masalah dan alternative solusi, Udayana University Press, Bali, (Selanjutnya disebut IGN Parikesit Widiatedja I), h. 38

(22)

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Selanjutnya disebut UU PM),

Pasal 15 UUPM secara tegas menyebutkan bahwa setiap penanam modal

(perseorangan atau perusahaan, berbadan hukum ataupun bukan badan hukum)

berkewajiban untuk menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, dan

melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan

Ditegaskan tanggungjawab sosial perusahaan sebagai kewajiban

penanaman modal, maka Pasal 15 UUPM telah meletakkan landasan yuridis

perubahan paradigma sifat tanggung jawab sosial dari sukarela menjadi

kewajiban. Tidak hanya UUPM yang mencantumkan arah tujuan pembangunan

nasional dan tanggung jawab sosial. Setingkat dengan UUPM yang terkait dengan

bidang usaha jasa pariwisata yakni secara lex specialis, Undang – Undang No. 10

Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (selanjutnya disebut UU Kepariwisataan)

menyatakan dengan tegas adanya kewajiban terhadap pelaku usaha pariwisata

melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan berdasarkan pada Pasal 26

UU kepariwisataan.

Adapun bagi pelaku usaha pariwisata yang tidak melakukannya, akan

mendapatkan penjatuhan sanksi berupa administratif mulai dari teguran hingga

penghentian sementara kegiatan usaha pada ketentuan Pasal 63 UU

Kepariwisataan. Ketentuan mewajibkan pelaku usaha pariwisata untuk

melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan didasari atas prinsip

penyelenggaraan kepariwisataan pada kententuan Pasal 5 huruf (a) UU

kepariwisataan: Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip menjunjung

(23)

dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa,

hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan

lingkungan.

Kebijakan Pemerintah dalam membina pengembangan kepariwisataan

nasional yang merupakan faktor potensial dalam usaha pembangunan dan

masyarakat Indonesia agar segala kegiatan yang menunjangnya dapat diatur

secara menyeluruh dan terkoordinasikan dengan UU Kepariwisataan. Pemerintah

Provinsi Bali (selanjutnya disebut Pemprov Bali) di tingkat daerah membuat

Peraturan Daerah No. 2 tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali

(selanjutnya disebut Perda Kepariwisataan Budaya Bali) yang menjadi landasan

yuridis utama pembangunan kepariwisataan Bali. Berkenaan dengan asas dan

tujuan penyelenggaraan kepariwisataan di Bali pada ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3

Perda Kepariwisataan Budaya Bali yang juga mengarah pelestariaan kebudayaan

Bali, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melestarikan alam, lingkungan dan

sumber daya, telah sesuai dengan kebijakan UU Kepariwisataan.

Tingginya investasi yang masuk belum dibarengi regulasi yang kuat,

sehingga investor hitam leluasa melenggang di Pulau Dewata ini. Pada forum

diskusi Bali Post Viraguna Bagoes Oka berpendapat, investasi yang terjadi di Bali

mulai bergeser.7 Sebab, investor yang masuk ke Pulau Dewata ini tidak lagi

semata-mata berorientasi pada sektor pariwisata, tetapi sudah menjadi kegiatan

bisnis segala macam. Pada awalnya Bali merupakan tujuan pariwisata, tetapi

tampaknya ada tiga tujuan pariwisata yang terkenal, sebagai tempat perhelatan

7Anonim, 2013. Investasi Hitam di Bali (1) aturan lemah, investor hitam leluasa

(24)

Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE), dan sebagai tempat bisnis

properti, keuangan, spekulasi hingga bisnis-bisnis kuliner.

Hadirnya perkembangan investasi di Bali khususnya investasi pariwisata

memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat Bali, terciptanya

lapangan kerja, serta pengurangan angka penggangguran di Bali. Namun di sisi

lain, investasi pariwisata juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan

hidup dan sosial budaya masyarakat Bali. Dampak negatif pada lingkungan hidup

nampak pada lahan peruntukan pertanian, setiap tahun mengalami penurunan

yang diakibat permintaan lahan non pertanian meningkat, terbukti pada tahun

2014 total lahan sawah di Bali tercata seluas 80.542 Ha, dibandingkan pada tahun

2010 total lahan sawah tercatat 81.908 Ha. Hal ini dimaksudkan bahwa selama

kurun waktu 5 (lima) tahun dari 2010 sampai dengan 2014 tercatat alih fungsi

lahan sawah sebesar 1.366 Ha. 8

Banyaknya permintaan investor terhadap lahan untuk membuat

gedung-gedung, hotel-hotel, restaurant, villa bahkan lapangan golf di Bali membuat lahan

pertanian semakin habis, tentunya untuk kedepan kebudayaan tradisional Bali

yang berkaitan dengan unsur tanah, seperti pura-pura subak yang terdapat disetiap

sawah, tanah yang dikeramatkan oleh masyarakat Bali menjadi hilang, dan

akibatnya investor-investor akan mulai beralih ke tempat lain.

Dampak negatif investasi pariwisata yang telah dipaparkan tersebut harus

segera ditanggulangi melalui pengaturan hukum yang mengakomodasi nilai-nilai

budaya lokal yang dianut masyarakat dalam usaha pengembangan pariwisata

8 Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014, Luas Lahan Menurut Penggunaannya Di

(25)

berkelanjutan. Usaha ini salah satunya dengan melakukan pengembangan

pariwisata berkelanjutan yang berwawasan budaya. Pariwisata budaya adalah

suatu pola pengembangan pariwisata dalam keterkaitan fungsional dengan

kebudayaan dan lingkungan secara serasi, selaras, seimbang, sehingga pariwisata

dan kebudayaan dapat berkembang secara berkelanjutan. Pengertian tersebut

menjelaskan bahwa pariwisata haruslah mampu mengakomodir kebudayaan

setempat, begitu juga sebaliknya, budaya harus dipertahankan untuk kelanjutan

perkembangan dan pengembangan pariwisata.

Konsep tanggungjawab sosial pada ketentuan UUPM dan UU

Kepariwisataan serta Perda Kepariwisataan Budaya Bali, pada dasarnya tercernin

dalam perilaku masyarakat, seperti halnya gotong royong, kegiatan yang tumbuh

dari nilai-nilai luhur masyarakat Bali dan patut dipertahankan. Keseimbangan dan

keserasian hubungan yang harmonis di Pulau Bali dikenal dengan konsep Tri Hita

Karana (Tiga hal untuk mencapai kesejahteraan hidup). Konsep Tri Hita Karana

mengandung nilai-nilai universal yang mengekspresikan pola-pola hubungan

seimbang dan harmonis.9 Tampaknya, jika dielaborasi dengan prinsip

penyelenggaraan kepariwisataan sejalan dengan nilai – nilai luhur yang

terkandung dalam Tri Hita Karana seperti nilai keseimbangan hubungan antara

manusia dengan Tuhan (unsur Parahyangan), antara manusia dengan sesama

(unsur Pawongan) dan antara manusia dengan alam lingkungannya (unsur

Palemahan).

9Wayan Windia dan Ratna Komala Dewi, 2011, Analisis Bisnis Berlandaskan Tri Hita

(26)

Nilai kearifan lokal yang akrab dianut masyarakat ini dapat dipergunakan

sebagai filterisasi dalam menjaga budaya masyarakat. Konsep ini merupakan

sebuah konsep yang didasarkan atas prinsip keselarasan atau keharmonisan hidup

yang terdiri atas tiga unsur yang saling terkait satu sama lain. Walaupun didasari

atas konsep keagamaan (agama Hindu di Bali), konsep Tri Hita Karana ini telah

mendapatkan pengakuan dunia sebagai konsep yang universal. Konsep Tri Hita

Karana tampaknya sesuai dengan Kode Etik Pariwisata Dunia yang

dikembangkan oleh World Tourism Organization (WTO).

Kode Etik Pariwisata Dunia diharapkan dapat mengembangkan konsep

pariwisata berkelanjutan, dalam hal ini manfaat kegiatan pariwisata terbagi secara

merata antara semua sektor masyarakat, dalam ruang lingkup ekonomi

internasional yang bebas dan terbuka. Disisi lainnya konsep Tri Hita Karana

diharapkan dapat dipadukan dengan penerapan Pasal 5 UU Kepariwisataan

tentang Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan khususnya pada aspek

menjunjung tinggi norma agama dan nilai kebudayaan maupun pada ketentuan

Pasal 15 UUPM yang berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial dengan

demikian investasi disektor pariwisata selain dapat memberikan kontribusi bagi

peningkatan perekonomian masyarakat lokal, dan dapat pula memperhatikan

aspek lingkungan dan budaya serta menjaga kelestariannya. Hal ini merupakan

sebuah koridor ideal penyelenggaraan investasi yang sangat tepat untuk

mengantisipasi dampak arus global saat ini yang mengagungkan efesiensi dan

(27)

bisnis dengan paradigma kompetitif. Sehingga Prinsip penyelenggaraan

kepariwisataan yang berbudaya relevan diterapkan dikalangan dunia bisnis.

Berdasarkan pemaparan latar belakang, maka peneliti menyajikan satu

karya tulis yang berjudul: Implementasi Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan

Berdasarkan Undang – Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Dalam

Kegiatan Investasi di Bali

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi prinsip penyelenggaraan kepariwisataan dalam

kegiatan investasi di Bali?

2. Bagaimana bentuk ideal penyelenggaraan investasi pariwisata di Bali?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Adapun setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu pembahasan yang

terfokus pada materi yang diuraikan, dalam hal ini menghindari pembahasan yang

jauh menyimpang dari pokok permasalahan.10 Adapun ruang lingkup masalah

yang ingin dikemukakan adalah sebatas penerapan praktik prinsip-prinsip

penyelenggaraan kepariwisataan pada UU Kepariwisataan pada kegiatan investasi

di Bali dan hambatan - hambatan yang mendasari praktik tersebut tidak berjalan

berdasarkan peraturan yang telah mengatur prinsip penyelenggaraan

kepariwisataan

(28)

Selanjutnya, mengenai bentuk ideal penyelenggaraan investasi di bidang

usaha pariwisata tersebut, pada prakteknya dihubungkan dengan konsep yang

telah menjadi nilai kearifan lokal di Pulau Bali yakni konsep Tri Hita Karana

yang menjadi pedoman kehidupan masyarakat adat Bali dikaitkan dengan

pelaksanaan investasi pariwisata, sehingga terjadi harmonisasi dengan konsep Tri

Hita Karana yang terdapat di Bali, serta faktor yang menjadi hambatan dalam

pengimplementasikan di masyarakat.

1.4. Tujuan penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk pengembangan serta

menambah khasanah keilmuan dibidang Hukum Kepariwisataan yang di era

global, perkembangan pariwisata di Bali sudah mulai mendapat perhatian khusus

di dunia globalisasi.

1.4.2. Tujuan Khusus.

Tujuan khusus yang ingin dicapai peneliti, berhubungan dengan tujuan

umum diatas seperti:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan praktik prinsip

penyelenggaraan kepariwisataan Bali yang dikaitkan dengan

pelaksanaan investasi pariwisata, serta faktor – faktor yang

menghambat.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan bentuk ideal investasi yang

(29)

1.5. Manfaat Penelitian

Mengenai manfaat yang diberikan peneliti melalui penelitian terhadap

kedua pokok permasalahan di atas, yaitu:

1.5.1. Manfaat Teoritis.

Penelilti mengharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman

tentang implementasi prinsip penyelenggaraan pariwisata yang terkait dengan

pengaturan kegiatan investasi sehingga terjadi hubungan yang harmonis dengan

konsep Tri Hita Karana

1.5.2. Manfaat Praktis.

1. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan memberi kesadaran

bagi masyarakat khususnya para pengusaha untuk tetap menjaga dan

memperhatikan lingkungan serta budaya Bali sehingga terjalin

keharmonisan antara pihak pemangku pariwisata;

2. Bagi Pemerintah, penelitian ini diharapkan memberikan masukan

untuk lebih mengintensifkan pelaksanaan investasi pariwisata

khususnya pada peraturan-peraturan yang masih belum jelas tafsiran

pengaturan investasi pariwisata tentang menjunjung tinggi nilai nilai

agama dan nilai budaya

1.6. Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan hasil kepustakaan yang telah ditelusuri oleh peneliti terkait

dengan antiplagiatism penelitian, peneliti memberikan perbedaan pengkajian dari

segi substansi maupun permasalahan pokok yang dikaji dalam penelitian

(30)

Adapun sumber referensi pada penelitian tesis ini, peneliti menampilkan

tesis terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, sehingga dikemudian harinya

hasil penelitian tesis ini dapat dipertanggung jawabkan pada tingkat keasliannya

seperti:

1. Tahun 2015, tesis karya Ida Ayu Shintyani Brahmisiwi (Mahasiswi

program studi Magister Kenotariatan Udayana) yang berjudul

“Pengaturan Investasi Semi Kelola Di Bidang Perdagangan Jasa

Akomodasi Wisata.” Pada tesis ini dikemukakan dua rumusan masalah

yaitu:

a. Bagaimanakah penyelenggaraan bentuk pengembalian investasi

(return on investment) dalam investasi semi kelola dibidang

perdagangan jasa akomodasi wisata yang sesuai dengan amanat

Undang – undang Nomor 25 Tahun 2007?

b. Bagaimana bentuk pengaturan yang diperlukan dalam

penyelenggaraan investasi semi kelola bidang perdagangan jasa

akomodasi wisata?

2. Tahun 2010, tesis karya Nyoman Ayu Kemala Putri (Mahasiswi program

studi Magister Ilmu Ekonomi Udayana) yang berjudul Pengaruh

Pengeluaran Pemerintah Dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Dan Kesenjangan Pendapatan Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali. Pada

tesis ini dikemukan tiga rumusan masalah yaitu:

a. Bagaimanakah tingkat kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota

(31)

b. Apakah pengeluaran pemerintah, investasi dan otonomi daerah

berpengaruh secara simultan terhadap kesenjangan pendapatan antar

kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 1988 - 2008?

c. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi dan

otonomi daerah secara parsial terhadap kesenjangan pendapatan antar

kebupaten/kota di provinsi Bali tahun 1988 – 2008?

3. Tesis 2012, tesis karya Ni Putu Yogi Paramitha Dewi (mahasiswa Program

studi Magister Ilmu hukum Udayana) yang berjudul Penerarapan

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Terhadap PT Yang Bergerak

Dalam Bidang Usaha Perhotelan (Studi Pada Hotel Berbentuk PT Di

Bali), pada tesis ini dikemukan dua rumusan masalah

a. Bagaimana standarisasi pelaksanaan CSR terhadap perusahaan (PT)

yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam,

khususnya yang bergerak dibidang usaha perhotelan?

b. Apa Akibat hukum yang timbul apabila badan usaha perhotelan (PT)

tersebut tidak melaksanakan CSR?

Menurut pengamatan peneliti, tulisan dan penelitian di atas menampilkan

perbedaan pada aspek judul dan rumusan masalah serta menganalisasi dalam

membahas rumusan masalah, dalam hal mencegah duplikasi, pertama – tama

penulis membatasi objek peneliti yang sebagai mana disebutkan judul dan

cakupan permasalahan yang belum pernah dilakukan sebelumnya, mengenai

(32)

1.7. Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir. 1.7.1. Landasan Teoritis

Seperti yang diketahui untuk membahas permasalahan penelitian maka

diperlukan suatu landasan teoritis yang dapat dipergunakan untuk membahas, dan

menerangkan suatu gejala secara sistematis. Landasan teoritis adalah upaya untuk

mengindentifikasi teori hukum umum / teori khusus, konsep – konsep hukum,

asas – asas hukum, aturan hukum norma – norma dan lain – lain yang akan

dipakai sebagai landasan untuk membahas dan menganalisa permasalahan

penelitian.

Menurut Sudikso Mertokusumo, istilah teori berasal dari kata theoria yang

diartikan pandangan atau wawasan.11 Selanjutnya, pendapat Gijssels di dalam

bukunya Sudikno Mertokusumo tentang Teori Hukum, Gijssels mengemukakan

istilah teori dalam teori hukum diartikan sebagai kesatuan pandang, pendapat, dan

pengertian – pengertian yang berkaitan dengan kenyataan dirumuskan sedemikian,

sehingga memungkinkan untuk deskripsikan hipotesis – hipotesis yang dapat

dikaji.12 Senada dengan pendapat Gijssels, Otje Salman menguraikan istilah teori

terdiri dari serangkaian pemahaman – pemahaman dari suatu kenyataan yang

tersusun sistematis, logik, dan konkrit melalui serangkaian pengujian yang telah

diterima kebenarannya (walaupun sementara) dan masih membutuhkan

serangkaian pengujian lagi agar pemahaman yang terkait permasalahan diperoleh

11 Sudikno Mertokusumo, 2012, Teori Hukum, cetakan ke-6, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, h. 4

(33)

suatu kebulatan.13 Berdasarkan pemahaman istilah teori di atas dapat dikemukan

bahwa, landasan teori adalah uraian sistematis tentang teori yang berhubungan

dengan penelitian yang akan dilakukan dan sekaligus menjadi pisau analisis

terhadap permasalahan hukum yang diteliti.14

Konsep (concept) berartikan kata yang merupakan abstraksi yang

digeneralisasikan dan gejala – gejala tertentu.15 Selanjutnya, J.J. H Bruggink

dalam terjemahan Arief Sidartha yang menguraikan bahwa, “Asas hukum adalah

kaidah yang memuat ukuran (kriteria) nilai.”16 Berdasarkan uraian tersebut,

peneliti menggunakan beberapa teori, konsep, asas/prinsip yang relevan sebagai

pisau analisis membahas permasalahan yang terkait dengan prinsip

penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan UU Kepariwisataan dalam

penyelenggaraan investasi di Bali, sebagai berikut:

1.7.1.1. Teori

a. Teori Sistem Hukum

Sistem hukum sangat mempengaruhi efektifitas hukum dalam tiap - tiap

Negara. Pandangan teori sistem hukum dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman

yang didasari atas 3 (tiga) elemen yaitu:

13 Otje Salman, 2008, Teori Hukum – Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Jakarta, h. 19

14 Johnny Ibrahim, 2007, Teori & Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, cetakan ke-3, Bayumedia Publishing, Malang, h. 293-294.

15 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, cetakan Ke-4, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 47.

(34)

1. Substansi hukum (Legal Substance)

Substansi mencakup isi norma-norma hukum beserta perumusannnya maupun acara untuk menegakkannya yang berlaku bagi pelaksana hukum maupun pencari keadilan;

2. Struktur hukum (Legal Stucture)

Struktur mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut yang mencakup tahanan lembaga-lemabaga hukum fomal, hubungan antara lembaga-lembaga, hak-hak dan kewajiban-kewajibannya;

3. Budaya hukum (Legal Culture)

Budaya pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai

apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.17

Selanjutnya Achmad Ali menambahkan unsur profesionalisme, dan

kepemimpinan dalam sistem hukum yang telah dikemukakan oleh Lawrence M.

Friedman yakni:

a. Profesionalisme, yang merupakan unsur kemampuan dan keterampilan

secara person dari sosok – sosok penegakan hukum

b. Kepemimpinan, juga merupakan unsur kemampuan dan keterampilan

secara person dari sosok – sosok penegak hukum, utamanya kalangan

petinggi hukum18

Pada penelitian ini teori sistem hukum sebagaimana yang diuraikan diatas

sangat relevan guna menganalisis dan menjawab rumusan masalah pertama.

Berdasarkan elemen substansi hukum, diketahui bahwa pengaturan prinsip –

prinsip penyelenggaraan kepariwisataan secara tegas telah diatur didalam

ketentuan UU Kepariwisataan dan Perda Kebudayaan Bali, namun dalam

kenyataan masih ada menyalahartikan. Elemen struktur hukum mengacu pada

17Wisnu Basuki, 2001, alih bahasa Lawrence M. Friedman, 2001, American Law: an

Introduction, 2nd edition, Tatanusa, Bandung, h. 6

18Ahcmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) Dan Teori Peradilan

(35)

bentuk dan kedudukan pranata hukum yang terdapat dalam sistem hukum.19

Elemen struktur hukum mencakup berbagai macam institusi (lembaga) yang

diciptakan oleh sistem hukum tersebut dengan berbagai fungsi untuk mendukung

bekerjanya sistem hukum. Instansi pemerintah yang terkait dalam penelitian ini

seperti Dinas Kepariwisataan Prov. Bali.

Budaya hukum (legal culture) mencakup nilai – nilai dalam masyarakat

yang mendasari hukum yang berlaku.20 Mengenai sistem pada kultur hukum juga

dapat mempengaruhi tingkat kesadaran kalangan masyarakat terhadap

penyelenggaraan investasi bahkan sangat mempengaruhi kinerja sistem hukum.

Selanjutnya dipergunakan teori kesadaran hukum dikarenakan ketaatan dan

ketidaktaatan hukum sangat ditentukan dari keberadaan dan keberhasilan suatu

aturan yang diterapkan di lingkungan masyarakat

b. Teori Kesadaran Hukum (Legal awareness)

Teori selanjutnya yang dipergunakan peneliti untuk menganalisis rumusan

masalah pertama dan rumusan masalah kedua yaitu menggunakan teori kesadaran

hukum. Adapun beberapa pandangan para sarjana yang dikutip oleh peneliti

terkait dengan teori kesadaran hukum yaitu pandangan Achmad Ali terhadap teori

kesadaran hukum dibagi menjadi dua macam seperti; kesadaran hukum positif,

identik dengan ketaatan hukum dan kesadaran hukum negatif, identik dengan

19 Lawrence M.Friedman, 2009, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial (The Legal System

: A Social Science Perspektive), M. Khozim, Pentj, Nusa Media, Bandung, h. 15

(36)

‘ketidaktaatan’.21 Selanjutnya didalam bukunya Achamd Ali tentang Menguak

Teori Hukum (Legal Theory) Dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk

Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence) menurut pandangan Ali Ewick dan

Silbey tentang kesadaran hukum yakni “the term ‘legal consciousness’ is used

scientists to refer to the ways in which people make sense of law and legal

institutions, that is, the understandings which give meaning to people’s

experiences and action”22

Terjemahan bebas peneliti dalam pendapat Ali Ewick dan Silbey diatas

menjelaskan bahwa kesadaran hukum, adalah istilah yang digunakan para

ilmuwan untuk merujuk pada cara-cara orang memahami lembaga-lembaga

hukum dan hukum, yaitu pemahaman yang memberi makna pada pengalaman

orang-orang dan tindakan. Kesadaran hukum merupakan suatu proses psikhis

yang terdapat dalam diri manusia, yang mungkin timbul dan mungkin tidak

timbul. Akan tetapi, tentang asas kesadaran hukum, ada pada setiap manusia, oleh

karena setiap manusia mempunyai rasa keadilan.

Salah satu kontribusi pandangan Ewick dan Silbey dikutip oleh Achamd

Ali terdapat tiga skema utama yang mengenai hubungan dengan hukum, yaitu:

1. Before the law (dalam makna bahwa individu berdiri sebagai objek dimana hukum beroperasi);

2. Against the law (dalam makna bahwa individu menolak hukum, baik secara formal atau secara informal)

21Ibid, h. 298

(37)

3. With the law (dengan makna bahwa individu berhubungan dengan hukum secara instrumental, mengikuti aturan main sistem hukum dan

menggunakan hukum untuk memperoleh apa yang dibutuhkannya).23

Selengkapnya Paul Scholten mengatakan:

Met den term rechtsbewustzijn meent men niet het rechtsoordeel over eenig concreet geval, doch het in ieder mensch levend bewustzijn van wat recht is of behoort te zijn, een bepaalde categorie van ons geestesleven, waardoor wij met onmiddellijke evidentie los van positieve instellingen scheiding maken tusschen recht en onrecht, gelijk we dat doen tusschen waar en onwaar, goed en kwaad, schoon en leelijk. 24

Pandangan Scholten di atas pada intinya menguraikan bahwa istilah

kesadaran hukum, tidak dipandangnya sebagai penilaian hukum mengenai suatu

kejadian konkrit, melainkan suatu kesadaran yang hidup pada manusia mengenai

apa yang hukum, atau apa yang seharusnya hukum. Kesadaran hukum masuk

kategori tertentu dari kehidupan kejiwaan, yang menyebabkan kita dengan

evidensi melepaskan diri dari lembaga-lembaga hukum positif, dalam

membedakan antara hukum dan bukan hukum, seperti kita membedakan antara

benar dan tidak benar, baik dan buruk, cantik dan jelek.

Pandangan dari pendapat ahli hukum yang telah diuraikan diatas mengenai

kesadaran hukum, memberikan pengertian - pengertian suatu rumusan bahwa

sumber satu-satunya hukum dan kekuatan mengikatnya adalah kesadaran

hukum.25 Sehingga teori kesadaran hukum sangat relevan dipergunakan dalam

23Ibid, h.340

24Andi Nuzul, 2009, “Kesadaran Hukum: Landasan Memperbaiki Sistem Hukum”, http://andinuzul.wordpress.com, diakses pada tanggal 20 mei 2015

(38)

rumusan masalah pertama dan rumusan masalah kedua dalam penelitian ini,

kesadaran hukum sangat diperlukan untuk mengoptimalisasikan penegakan

hukum terhadap penyelenggaraan investasi pariwisata.

c. Teori law as a tool of social engineering

Pada konteks keseimbangan penerapan di masyarakat, hukum pada

dasarnya dapat melakukan dua fungsi, pertama sebagai sarana kontrol sosial, yang

bertugas menjaga masyarakat agar tetap dapat berada di dalam pola-pola tingkah

laku yang telah diterima olehnya.26 Menurut fungsi ini, hukum hanya

mempertahankan saja apa yang telah menjadi sesuatu yang tetap dan diterima di

dalam masyarakat atau hukum sebagai penjaga status quo. Kedua, hukum sebagai

sarana “rekayasa sosial”, yang berfungsi untuk mengadakan perubahan-perubahan

di dalam masyarakat. Jadi hukum digunakan untuk menimbulkan suatu perubahan

sosial yang nyata.27

Fungsi hukum sebagai law as a tool of social engineering (rekayasa sosial)

seperti dikemukakan oleh Roscoe Pound yang terkenal sebagai salah satu

pendukung aliran Sociological Jurisprudence.28 Hukum dijadikan instrumen

untuk mengarahkan masyarakat menuju kepada tujuan yang diinginkan

sebagaimana amanat dalam undang-undang, bahkan kalau perlu, menghilangkan

26 Soerjono Soekanto, 1973, Pengantar Sosiologi Hukum, Bhatara, Jakarta (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II), h. 58

27Satjipto Rahardjo, 1986, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, (selanjutnya disebut Satjipto Rahardjo I), h. 117.

28Darji Darmodiharjo, Sidarta, 2002, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana

(39)

kebiasaan masyarakat yang dipandang negatif. Jadi dalam teorinya ini, hukum

dipergunakan sebagai alat untuk memperbaharui (merekayasa) masyarakat.

Hari Chand mengutip pendapatnya Roscoe Pound di dalam buku beliau

Modern Jurisprudence yakni “A Lawyer should be able to mould the clay of law

to duit the porpose in hand. In the process of interpretation, a lawyer has to make

adjustments in the law to suit the need of the society. The purpose of social

engineering is to enable the lawyer to think in terms of changing or moulding the

law.”29

Konsep Social engineering yang dikutip oleh Hari Chand, menurut

terjemahan bebas peneliti, bahwa Pound menyarankan para praktisi hukum

(khususnya pengacara) hendaknya mampu mencampur kekakuan hukum untuk

menyesuaikan pada tujuannya. Pada proses penafsirannya, pengacara harus

membuat penyesuaian-penyesuaian aturan agar sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Tujuan social engineering yaitu untuk mengupayakan pengacara

berfikir berpedoman pada perubahan atau penyesuaian hukum.

Titik tolak utama Pound pada konsep social engineering adalah interest

balancing, dan karenanya yang terpent/ing adalah tujuan akhir dari hukum yang

diaplikasikan dan mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih maju. Hukum dan

masyarakat terdapat hubungan yang fungsional.30 Doktrin ini disebutkan bahwa

hukum harus dikembangkan sesuai dengan perubahan-perubahan nilai sosial,

29Hari Chand, 1994, Modern Jurisprudence, Percetakan Turbo, Kuala Lumpur, h. 198

30 Bernard L. Tanya, dkk, 2010, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan

(40)

untuk itu sebaiknya diadakan rumusan-rumusan kepentingan yang ada dalam

masyarakat yaitu kepentingan pribadi, masyarakat dan umum.31

“Personal liberty is an individual interest but it is also a social interest because society is also interested in giving liberty to the individual. In other words, Pound wants us to look at every interest from the point of view of the society. In case of conflict, we look at the conflicting interest from the point of view of the individual, of the state and of the society. Thus, Pound says, we can balance them”32

Terjemahan bebas peneliti pada pendapat Pound di atas yakni

kemerdekaan seseorang merupakan kepentingan individu, tetapi juga kepentingan

sosial karena masyarakat juga tertarik memberikan kebebasan bagi suatu individu.

Pound ingin melihat setiap kepentingan dari sudut pandang sosial. Pada kasus

konflik, kita melihat pada konflik kepentingan dari sudut pandang individu,

negara dan masyarakat. Karenanya Pound menyatakan harus dapat

menyeimbangkan masyarakat.

Berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini,

penerapan dari ketentuan prinsip – prinsip penyelenggaraan kepariwisataan dalam

UU Kepariwisataan terhadap kegiatan investasi di Bali, tidak selamanya

pelaksanaannya berjalan sesuai dengan yang telah ditentukan dalam

undang-undang tersebut. Kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap ketentuan hukum

yang sudah berlaku juga merupakan faktor penyebab bagaimana hukum yang ada

dapat berfungsi dengan baik. Seorang investor menanam modal di bidang usaha

pariwisata seringkali tidak memperdulikan ketentuan hukum yang sudah berlaku,

31 Mas Soebagio dan Slamet Supriatna, 1992, Dasar-Dasar Filsafat, Suatu Pengantar ke

Filsafat Hukum, Akademika Presindo, Jakarta, h. 68.

(41)

terutama penanam modal asing, mereka beranggapan bahwa mereka sudah

menanamkan modalnya tentu harus ada timbal balik, terlebih keuntungan yang

diperolehnya haruslah lebih besar. Hal tersebut mencerminkan kurangnya

kesadaran dan kepatuhan masyarakat terutama pengusaha pariwisata terhadap

hukum sehingga penerapan hukum tidak terlaksana dengan baik. Teori law as a

tool of social engineering yang dikemukakan oleh Roscoe Pound sangat relevan

dipergunakan untuk membedah rumusan masalah kedua tentang menentukan

bentuk ideal penyelenggaraan investasi di Bali. Fungsi hukum dijadikan suatu

instrumen untuk mengontrol dan merekayasa masyarakat ke arah yang lebih baik

kedepan dan setiap kegiatan yang dilaksanakan diwajibkan berpedoman dengan

kearifan lokal.

Disamping teori hukum yang dipergunakan peneliti, adapun asas/prinsip

yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Prinsip – prinsip penyelenggaraan

kepariwisataan; b) investasi

1.7.1.2. Asas

a) Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan

Pada umumnya, pandangan masyarakat mengenai kepariwisataan

berkaitan dengan orang-orang yang sedang mengunjungi tempat-tempat tertentu

untuk keperluan hiburan dan rekreasi. Padahal, pariwisata tidak hanya berkaitan

dengan hal tersebut. Namun, lebih dari itu pariwisata merupakan suatu fenomena

kompleks yang memerlukan penetapan pemahaman yang jelas. Adapun ketentuan

prinsip penyelenggaraan pariwisata yang telah dituangkan pada UU

(42)

pembangunan kepariwisataan yang bersifat menyeluruh demi kesejahteraan

umum.

Prinsip penyelenggaraan kepariwisataan itu sendiri diatur dalam Pasal 5

UU Kepariwisataan yang menyebutkan bahwa Kepariwisataan diselenggarakan

dengan prinsip:

a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai

pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan;

b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan

lokal;

c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan

proporsionalitas;

d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;

e. memberdayakan masyarakat setempat;

f. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah

yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan;

g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional

dalam bidang pariwisata; dan memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

b) Investasi

Asas mempunyai dua pengertian, yakni sebagai dasar, alas, pondamen

disatu pihak, dan dipihak lain juga dimaksudkan sebagai kebenaran yang menjadi

pokok dasar untuk tumpuan berpikir atau berpendapat.

UU PM ternyata mencantumkan sejumlah asas dalam undang-undang

penanaman modal. Pendapat Hendrik Budi Untung didalam karya tulis Lusiana

yakni Usaha Penanaman Modal di Indonesia, menguraikan bahwa tampaknya

pembentuk undang-undang berupaya untuk menangkap nilai-nilai yang hidup

dalam tatanan pergaulan masyarakat baik di tingkat nasional atau di tingkat

(43)

diakomodasikan ke dalam hukum nasional. Di era globalisasi ini peranan tata

kelola pemerintahan yang bersih dan baik dalam memberikan pelayanan yang

baik sudah menjadi acuan berbagai pihak dalam member pelayanan publik atau

dalam menjalankan aktivitas bisnis. Prinsip yang terkandung dalam tatanan

pemerintah dan tata kelola perusahaan yang baik salah satu diantaranya adalah

kepastian hukum; demikian juga halnya dalam undang-undang penanaman modal

pun dicantumkan sejumlah asas.33

Asas penanaman modal ‘menginspirasi’ pembentukan pasal-pasal

sehingga pasal-pasal mencerminkan keberadaan asas hukum yang bersifat abstrak

normative. Lebih lanjut, asas penanaman modal yang terdapat dalam Pasal 3 ayat

(1) UUPM adalah: Asas kepastian hukum, asas terbukaan, asas akuntabilitas, asas

perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, asas kebersamaan, asas

efisiensi berkeadialan, asas berkelanjutan, asas berwawasan lingkungan, asas

kemandirian, asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Disamping peneliti menggunakan teori hukum, dan asas – asas hukum,

Penelitian ini juga mempergunakan konsep – konsep yang relevan dalam

membahas permasalahan, seperti: konsep kepastian hukum, konsep Tri Hita

Karana, konsep investasi.

(44)

1.7.1.3. Konsep

a) Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan syarat yang wajib dipenuhi dalam penegakan

hukum, dalam hal kepastian hukum yang dimaksud adalah perlindungan hukum

terhadap tindak sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat

memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.34 Kepastian hukum

itu sendiri tidak hanya mempersoalkan hubungan hukum antara warga negara dan

negara, karena sebagai sebuah nilai, esensi dari kepastian hukum adalah masalah

perlindungan terhadap warga negara dari tindakan kesewenang-wenangan.

Pendapat mengenai kepastian hukum dikemukakan pula oleh Jan M. otto

sebagaimana dikutip oleh Sidharta, yaitu bahwa kepastian hukum dalam situasi

tertentu mensyaratkan sebagai berikut:

1)Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten dan mudah

diperoleh (accessible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara;

2)Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan

hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya;

3)Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan arena

itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut;

4)Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak

menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum; dan

5)Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan. 35

Kelima syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan

bahwa kepastian hukum akan tercapai jika substansi hukumnya sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. Aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian

34E. Fernando M. Manullang. 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan; Tinjauan Hukum

Kodrat Dan Antinomi Nilai, Buku Kompas, Jakarta, h. 92

(45)

hukum adalah hukum yang lahir dari dan mencerminkan budaya masyarakat.36

Kepastian hukum yang seperti inilah dimaksud dengan kepastian hukum yang

sebenarnya (realistic legal certainty) yaitu mensyaratkan adanya keharmonisan

antara negara dengan rakyat dalam berorientasi dan memahami sistem hukum.

b) Investasi

Pengertian investasi perlu lebih dipahami dan diberikan batasan yang jelas

terhadap pengertian investasi. Hal tersebut bertujuan agar persepsi dan

pemahaman tentang investasi menjadi lebih jernih guna menghindari adanya arti

negatif terhadap keberadaan investasi khususnya modal asing.

Adapun jenis kegiatan investasi pada dasarnya dapat diklarifikasi atas dua

kategori besar yaitu, investasi langsung (direct investment) atau penanaman modal

jangka panjang, dan investasi tidak langsung (indirect investment atau penanaman

modal tidak langsung (protofolio investment).37 Masing-masing jenis investasi ini

akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

Pada konstitusional, Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 telah

menentukan bahwa perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial adalah untuk

mewujudkan kesejahteraan umum. Berkaitan dengan mencapai sasaran tersebut,

pemerintah memberikan prioritas dan arah kebijakan pembangunan salah satunya

adalah peningkatan investasi dan ekspor nonmigas. Arah kebijakan investasi

selayaknya mendasari ekonomi kerakyatan berdasarkan asas kekeluargaan dan

berlandaskan demokrasi ekonomi untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

36 Ibid

(46)

rakyat sebagaimana ketentuan Pasal 33 UUD 1945 dengan prinsip kebersamaan,

efisien berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Tujuan

investasi tersebut ialah mempercepat laju pembangunan di negara tersebut.

c) Tri Hita Karana

Konsep ini merupakan sebuah konsep yang didasarkan atas prinsip

keselarasan atau keharmonisan hidup yang terdiri atas tiga unsur yang saling

terkait satu sama lain. Ketiga unsur itu adalah, parhyangan yang mengacu pada

keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang

Hyang Widhi), pawongan yaitu keharmonisan hubungan dengan sesama manusia,

palemahan yaitu keharmonisan hubungan dengan lingkungan, alam sekitar.

Makna keseimbangan dalam konteks budaya Bali dapat dipahami dari

beberapa konsep, yaitu

1. Konsep sekala niskala (nyata-tidak nyata). Niskala, berhubungan dengan

kenyakinan (srada) dan kesetian kepada Tuhan Yang Maha Esa, sekala

berkaitan dengan semangat saling menyayangi dan melayani antara sesama manusia dan lingkungan alamnya

2. Konsep rwa-bhineda (penghargaan terhadap setiap perbedaan). Kehidupan

adanya pengakuan, penghargaan dan perhormatan terhadap perbedaan dalam dinamika kehidupan masyarakat.

3. Konsep tatwam asi. Konsep yang mencirikan adanya pengakuan bahwa

adanya empati, rasa kasih sayang, dan saling menghargai antara sesama manusia

4. Konsep Luan teben (sacral-peofan) Konsep ini berkaitan dengan cara

mencari harmoni dalam tata ruang (palemahan)

5. Desa Kala Patra, Desa Mawacara dan adat mawacara mengisyaratkan pengakuan adanya keragaman yang ada dan berlaku di dalam kehidupan

masyarakat Bali. Desa, kala dan adat bersifat amat dinamis, fleksibel, dan

otonomi sesuai ruang dan waktu, sehingga kepadanya mendapat keleluasaan dalam bertindak dan mengambil keputusan.

6. Konsep tri semaya (tiga dimensi cermin kehidupan). Konsep yang

(47)

manusia, yakni adanya atita (masa lampau), anagata (masa depan) dan wartawana (masa kini)

7. Konsep catur purusa arta (empat tujuan hidup), panca serada (lima

keyakinan) dan sad kertih (enam upaya penunjang kesejahteraan). 38

Semua konsep ini adalah untuk mencari keseimbangan, dan keberlanjutan,

karena menyangkut keyakinan tentang tujuan hidup yang tidak semata-mata untuk

mencari keuntungan (benefit).

1.7.2. Kerangka Berpikir

Pada tesis ini, teoritical framework dapat disajikan dalam gambar berikut

[image:47.612.134.527.341.681.2]

ini:

Gambar 1 Kerangka Berpikir

38 Wayan Windia dan Ratna Komala Dewi, op.cit, h. 8

INVESTASI BISNIS PARIWISATA BALI PARIWISATA IMPLEMENTASI PRINSIP PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN DALAM KEGIATAN INVESTASI DI BALI

BENTUK IDEAL PENYELENGGARAAN

INVESTASI PARIWISATA DI BALI

Teori Sistem

Hukum

Teori Kesadaran

Hukum

Konsep Kepastian

Hukum

 Teori law as a t ool of social

engineering

 Teori Kesadaran

Hukum

 Konsep Tri Hita

Karana

(48)

1.8. Metode Penelitian

Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan

menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologi dan

sistematis. Metodologi berarti menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah

sedangkan sistematis berarti sesuai pedoman/aturan penelitian yang berlaku untuk

karya ilmiah.39

Terry Hutchinson mengemukakan pendapatnya tentang pengertian

penelitian hukum dalam bukunya yang berjudul Researching and Writing in Law

yakni “legal research is a relatively new phenomenon. It has become more

important as the number of University Law Schools has increased, and a new

breed of career academic has replaced the practitioners who previously taught

those entering the profession.”40

Secara bebas dapat diterjemahkan bahwa pendapat Terry Hutchinson,

penelitian hukum merupakan penomena yang relatif baru. Penelitian hukum

menjadi penting sejak sejumlah jurusan bidang hukum semakin intensif dan

bermunculan karir akademis yang baru telah menggantikan para praktisi yang

sebelumnya mendidik mereka memasuki profesi tersebut.

Pemahaman selanjutnya dapat dilihat dari uraian pendapat Morris L.

Choen dan Kent C. Olsen yaitu: “legal research is an essential component of

legal practice. It is process of finding the law that governs an activity and

39 Sutrisno Hadi, 2002, Metodologi Research, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, h. 4

(49)

materials that explain or analyze that law.”41

Terjemahan bebas peneliti, pada

intinya penelitian ialah komponen penting dari praktik hukum. Proses ini dari

menemukan hukum yang mengatur aktivitas dan bahan – bahan yang

menguraikan atau menganalisa hukum tersebut.

Oleh karena itu mengadakan penelitian terlebih dahulu harus dipahami

tentang metode. Metode adalah alat untuk mencari jawaban dari suatu

permasalahan, oleh karena itu suatu metode atau alat harus jelas dahulu apa yang

dicari.42 Kepercayaan dan kebenaran suatu penelitian ilmiah harus disusun dengan

menggunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata

kerja untuk dapat memahami obyek menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang

bersangkutan.

1.8.1. Jenis Penelitian

Soetandyo Wignyosoebroto mengemukakan ada lima konsep hukum,

sebagaimana yang dikutip oleh Setiono, konsep hukum tersebut yaitu:

1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan

berlaku universal.

2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan

3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concreto dan

tersistematis sebagai judge made law.

4. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai

variabel sosial yang empirik.

5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial

sebagaimana tampak dalam interaksi antar mereka.43

41Morris L. Chen and Kent C. Olsen, 2000, Legal Research in a Nutshell, West Group, Amerika, h. 1

42 Setiono, 2001, Pemahaman Terhadap Metode Penelitian Hukum, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h. 1

(50)

Penelitian dalam

Gambar

Gambar 1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait