Kajian Struktur dan Makna
TESI S
diajukan sebagai bahan Sidang Magister
pada Program Studi I lmu Sastra
Bidang Kajian Utama Linguistik
Oleh
Agus Nero Sofyan
L2I 03001
PROGRAM PASCASARJANA
UNI VERSI TAS PADJADJARAN
iii
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah swt. karena atas rahmat-Nyalah t esis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Konstituen Pascaverba Pasif yang Bermorfem Terikat Di-+ { -Kan/ -I } dalam bahasa I ndonesia: Kajian Struktur dan Makna.”
Tesis ini diajukan sebagai bahan Ujian Sidang Magister pada Program Studi I lmu Sastra, Bidang Kaj ian Utama Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, ucapan terima kasih disampaikan kepada mereka yang telah membantu penulis:
1. Rektor Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. H. A. Himendra Wargahadibrata, dr., Sp. An., KI C,
2. Direktur Program Pascasarjana, Prof. Dr. H. Djadja Saefullah, M.A., 3. Koordinator Program Studi I lmu Sastra Strata I I , Prof. Dr. H. Dudih
A. Zuhud, M. A.,
4. Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. H. Moh. Tadjuddin, M. A., 5. Anggota Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Hj.T. Fatimah Djajasudarma, 6. para dosen Program I lmu Sastra Prof. Dr. H. Moh. Tadjuddin, M. A.,
iv
7. rekan-rekan angkatan 2003,
8. Ucapan terima kasih yang tidak ternilai dan sangat mendalam disampaikan kepada kedua orang tua (I bu Enok Siti Sutarsih dan Bapak Dadang Saefulloh), putri-putra kami (Rengganis Citera Cenderamata-Muhammad Livain I lhami), dan istri (Ai Kusmawati) yang dengan sabar dan ikhlas telah memberikan dorongan, tenaga, dan doa pada penulis.
Semoga amal dan kebaikan mereka pada penulis diterima dan dibalas oleh Allah swt.
Akhirnya, penulis berharap mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu sastra khususnya kajian bidang linguistik.
Bandung, 7 Maret 2006
Judul Tesis : Konstituen Pascaverba Pasif yang Bermorfem Terikat Di-+ { -Kan/ -I } dalam Bahasa
I ndonesia: Kajian Struktur dan Makna
Nama : Agus Nero Sofyan
Nomor Pokok Mahasiswa : L2I 03001 Bidang Kajian Utama : Linguistik Program Studi : I lmu Sastra
Tesis ini telah disetujui oleh
Ketua Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. H. Moh. Tadjuddin, M.A.
Anggota Komisi Pembimbing,
i
Tesis ini berjudul “ Konstituen Pascaverba Pasif yang Bermorfem Terikat Di-+ { -Kan/ -I } dalam Bahasa I ndonesia: Kaj ian Struktur dan Makna.” Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dalam metode ini, digambarkan secara sistematis data serta kaitan fenomena-fenomena yang diteliti.
Data penelitian ini bersumber dari data tulis yang terdapat pada surat kabar dan karya sastra. Untuk menganalisis data itu, digunakan metode kajian distribusional.
Kajian teori meliputi konstituen, bentuk dan makna verba bermorfem terikat, klasifikasi verba, makna inheren verba, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan tataran sintaksis. Konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dianalisis dari segi fungsi, konstruksi, kategori, distribusi, dan peran.
ii
This thesis is entitled “Konstituen Pascaverba Pasif yang Bermorfem Terikat Di-+ { -Kan/ -I } dalam Bahasa I ndonesia: Kajian Struktur dan Makna.” The method used in the research is descriptive method. Through this method, the data and phenomena relations are described systematically.
The data of the research are taken from newspapers and literary works. To analyze the data, the distributional study method is used.
The theoritical reviews are constituents, form and meanings of the bound morphemes, verb classifications, meanings of inherent verbs, morphemes, words, phrases, clauses, sentences, and syntactical hierarchy. The constituents of passive post-verbs with the bound
morphemes di-+ { -kan/ -i} are analyzed from the viewpoint of functions, constructions, categories, distributions, and roles.
v
DAFTAR I SI
ABSTRAK...i
ABSTRACT...ii
KATA PENGANTAR...iii
DAFTAR I SI ...v
DAFTAR SI NGKATAN DAN LAMBANG...ix
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Rumusan Masalah...8
1.3 Tujuan Penelitian...9
1.4 Kerangka Teori...10
1.5 Bobot dan Relevansi...11
1.6 Sumber Data...11
1.7 Metode Penelitian dan Kajian...13
1.7.1 Metode Penelitian...13
1.7.2 Metode Kajian...14
BAB I I KAJI AN TEORI ...16
2.1 Konstituen Pascaverba Pasif...16
2.2 Verba...17
2.2.1 Klasifikasi Verba Berdasarkan Ciri Morfologis...18
2.2.2 Klasifikasi Verba Berdasarkan Perilaku Sintaktis...20
2.2.2.1 Verba Transitif...21
2.2.2.2 Verba Taktransitif...22
2.2.3 Klasifikasi Verba Berdasarkan Perilaku Semantis...23
2.2.4 Verba dalam Konstruksi Aktif-Pasif...27
2.2.4.1 Verba Aktif...27
vi
2.3 Konstruksi Pasif...30
2.4 Tataran Sintaksis...33
2.4.1 Fungsi Sintaksis...33
2.4.2 Kategori Sintaksis...35
2.4.2.1 Verba...36
2.4.2.2 Nomina...36
2.4.2.3 Adjektiva...36
2.4.2.4 Pronomina...37
2.4.2.5 Adverbia...37
2.4.2.6 Numeralia...37
2.4.2.7 Preposisi...38
2.4.2.8 Konjungsi...38
2.4.3 Peran Sintaksis...38
2.5 Morfem...40
2.6 Kata...40
2.7 Frasa...40
2.8 Klausa...42
2.9 Kalimat...45
BAB I I I KONSTI TUEN PASCAVERBA PASI F YANG BERMORFEM TERI KAT DI -+ { -KAN/ -I } DALAM BAHASA I NDONESI A...47
3.1 Fungsi Sintaksis Konstituen Pascaverba Pasif yang Bermorfem Terikat Di-+ { -kan/ -i} ...47
3.1.1 Sebagai Subjek...47
3.1.2 Sebagai Pelengkap...49
3.1.2.1 Pelengkap yang Bersifat Wajib...49
3.1.2.2 Pelengkap yang Bersifat Manasuka...51
3.1.3 Sebagai Keterangan...52
3.1.3.1 Keterangan yang Bersifat Wajib...52
vii
3.2 Konstruksi Konstituen Pascaverba Pasif yang Bermorfem
Terikat Di-+ { -kan/ -i} ...59
3.2.1 Konstruksi Kata...59
3.2.2 Konstruksi Frasa...60
3.2.3 Konstruksi Klausa...61
3.3 Kategori Konstituen Pascaverba Pasif yang Bermorfem Terikat Di-+ { -Kan/ -I } ...65
3.3.1 Verba atau Frasa Verbal...65
3.3.2 Nomina atau Frasa Nominal...66
3.3.3 Adjektiva atau Frasa Adjektival...67
3.3.4 Pronomina...67
3.3.5 Adverbia atau Frasa Adverbial...68
3.3.6 Frasa Numeralia...69
3.3.7 Frasa Preposisional...70
3.3.8 Klausa Verbal...71
3.3.9 Klausa Nominal...72
3.3.10 Klausa Adjektival...74
3.4 Distribusi Konstituen Pascaverba Pasif yang Bermorfem Terikat Di-+ { -Kan/ -I } ...79
3.4.1 Berupa Frasa Endosentrik...79
3.4.1.1 Frasa Koordinatif...79
3.4.1.2 Frasa Atributif...80
3.4.1.3 Frasa Apositif...81
3.4.2 Frasa Eksosentrik...82
3.4.2.1 Frasa Direktif...82
3.4.2.2 Frasa Objektif...83
viii
3.5.1 Pelaku...87
3.5.2 Sasaran...88
3.5.3 Pengalam...89
3.5.4 Pemeroleh...90
3.5.5 Waktu...91
3.5.6 Tempat...92
3.5.7 Alat...93
3.5.8 Sumber...94
3.5.9 Tujuan...95
3.5.10 Cara...96
3.5.11 Penyerta...98
3.5.12 Pembanding...99
3.5.13 Sebab...100
3.5.14 Hasil...101
3.5.15 Syarat...102
3.5.16 Keadaan...103
BAB I V PENUTUP...107
4.1 Simpulan...107
4.2 Saran...108
DAFTAR PUSTAKA...110
DAFTAR KAMUS ...113
RI WAYAT HI DUP ...114
1
1.1
Latar Belakang Masalah
Setiap bahasa memiliki sistem yang terdiri atas fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Dua di antara komponen sistem tersebut ialah morfologi dan sintaksis yang disebut tata bahasa atau gramatika.
Dalam morfologi dibicarakan kata yang terbentuk dari penggabungan dan pengulangan suatu morfem untuk membentuk kata.
Berdasarkan bentuknya, kata dapat diklasifikasikan menjadi kata dasar (makan), kata berimbuhan (dimakan), kata ulang (makan-makan), dan kata majemuk (meja makan). Selain dari bentuknya, kata pun dapat diklasifikasikan berdasarkan kategorinya, di antaranya, verba, nomina, adjektiva, adverbia, pronomina, numeralia, preposisi, dan konjungsi.
Secara morfologis kategori verba (bentuk turunan) dapat dilekati
morfem terikat, di antaranya, me-, di-, -i, -kan, ber-, dan ter-, misalnya,
merasa, dibaca, cintai, mantapkan, berdiskusi, dan terpesona.
Secara sintaktis kategori verba dapat didampingi partikel tidak, sedang, atau segera, misalnya, t idak mandi, sedang mandi, dan segera mandi. Selanjutnya, kategori verba secara semantis memiliki makna inheren (a) perbuatan atau aksi, (lari/ berlari), proses (menguning), dan keadaan yang bukan sifat atau kualitas, misalnya, suka atau benci (Alwi dkk., 1998: 87).
Di samping makna inheren, makna yang diemban dalam kategori verba dapat pula gramatikal, misalnya, karena adanya afiksasi. Bentukan tulisi adalah verba perbuatan yang berulang; dibuatkan adalah verba perbuatan untuk orang lain.
Sudah banyak para ahli bahasa yang megamati verba turunan (dikaitkan dengan prefiks ter-), di antaranya, Alisjahbana (1982), Fokker (1983), Keraf (1984), Ramlan (1987), Kridalaksana (1989), Alieva, et al. (1991), Tadjuddin (1993), dan Alwi, dkk. (1998).
Penelitian para ahli bahasa tersebut lebih difokuskan pada verba itu sendiri terutama dari segi makna. Dalam penelitian ini, verba tidak menjadi perhatian khusus, tetapi verba sebagai media untuk menghadirkan konstituen-konstituen pascaverba pasif.
Dalam sintaksis dibicarakan satuan bahasa, yaitu frasa, klausa, dan kalimat. Berbicara tentang sintaksis tidak dapat dihindarkan dari satuan terbesarnya, yaitu kalimat. Kalimat dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu, misalnya, dari inti kategori predikatnya.
Berdasarkan inti kategori predikatnya, kalimat dapat dibagi atas kalimat verbal, nominal, pronominal, numeralia, adverbial, dan kalimat berfrasa preposisional (Badudu, 2002: 19).
Kalimat verbal adalah kalimat yang fungsi predikatnya diisi oleh kategori verba atau frasa verbal. Kalimat verbal dalam frekuensi pemakaiannya lebih produktif dibandingkan dengan kalimat nonverbal. Dalam kalimat verbal, fungsi predikatnya dapat diisi oleh verba aktif atau verba pasif.
(b) Adik bermain bola.
(c) Kelulusan SPMB diumumkan pada 6 Agustus 2005. (d) Zaenal Arief terjatuh di kotak fenalti.
Verba yang tampak pada kalimat (a) dan (b), yaitu menangkap dan bermain tergolong pada verba aktif, sedangkan yang tampak pada kalimat (c) dan (d) tergolong pada verba pasif, yaitu diumumkan dan terjatuh.
Penelitian ini hanya difokuskan pada kalimat verbal. Kalimat verbalnya pun adalah kalimat yang berpredikat verba pasif khususnya yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i}.
Verba yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} membentuk verba pasif dengan bentuk verba taktransitif. Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat difungsikan sebagai subjek dalam kalimat pasif (Alwi dkk., 1998: 93) sepert i yang tampak pada kalimat (b).
Penelitian yang berkaitan dengan verba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dapat dilakukan dari berbagai segi, misalnya, segi fungsi, konstruksi, kategori, distribusi, dan makna.
Selanjutnya, kelima segi itu (fungsi, konstruksi, kategori, distribusi, dan makna) diterapkan pada konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dalam bahasa I ndonesia.
di-+ { -kan/ -i}, berdasarkan fungsi sintaksisnya, dapat diisi oleh subjek, pelengkap, dan keterangan.
(1)
Dalam sidang kabinet itu
dibahas kenaikan harga BBM. (K/ 13/ 2/ 1-5-2005)(2)
Megawati Soekarno Putri akan
dicalonkan PDI P untuk ketua umum. (K/ 7/ 3/ 3-2-2005)(3)
Hal itu telah
disadari oleh warga setempat.Pada kalimat (1) tampak bahwa konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ {-kan/ -i} ialah kenaikan harga BBM yang berfungsi sebagai subjek. Kehadiran konstituen itu bersifat wajib.
(1a) * Dalam sidang kabinet itu dibahas.
Kalimat (2) memiliki konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i}, yaitu PDI P yang berfungsi sebagai pelengkap. Kehadiran konstituen itu bersifat manasuka.
(2a) Megawati Soekarno Putri dicalonkan untuk ketua umum.
Selain itu, konstituen dengan fungsi pelengkap dapat pula bersifat wajib seperti yang tampak pada kalimat berikut.
(4)
Kue tar itu
dibagi lima.(3a) Hal itu telah disadari.
Konstruksi konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dalam kalimat beragam, yaitu ada yang berupa kata, frasa,
dan klausa.
(5)
Dosa seseorang dapat
diampuni Tuhan bila bertobat sungguh-sungguh.(6)
Akhirnya
diganjal kandidat besar dari PAN. (PR/ 8/ 11-3-2004) (7)Pelatih asing akan
didatangkan bila pihak manajer betul-betulmemerlukan
.
Konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dapat berupa kata, frasa, dan klausa. Hal it u secara berturut-turut ialah Tuhan (5), kandidat besar dari PAN (6), bila pihak manajer betul-betul memerlukan (7).
Konstruksi konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dapat pula dianalisis berdasarkan inti kategorinya.
(8)
Pesawat itu
dihantam badai salju.(9)
Sektor ekonomi
diharapkan berperan lagi dalam menciptakan lapangan kerja. (PR/ 20/ 3/ 15-10-2005)(10) Macan Kemayoran digunduli oleh pasukan M. Khaidir. (K/ 30/ 5/ 11-10-2005)
di-+ { -kan/ -i} yang tampak pada kalimat (8) sampai dengan (10) ialah
frasa nominal (badai salju), frasa verbal (berperan lagi), dan frasa
preposisional (oleh pasukan M. Khaidir).
Selanjutnya, (secara berturut-turut) berdasarkan distribusi frasa, konstituen itu dapat berupa frasa endosentrik yang koordinatif (badai
salju), endosentrik yang atributif (berperan lagi), dan frasa eksosentrik
yang direktif (oleh pasukan M. Khaidir).
Konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat
di-+ {-kan/ -i} selain dapat dikaji dari fungsi, konstruksi, kategori, distribusi, juga dari makna. Makna-makna yang dapat dihadirkan konstituen itu, antara lain, berikut.
(10) Makalah itu dibahas oleh Arini.
(11) Dalam upacara itu dihadiahi Ani beasiswa.
(12) Pertandingan itu dihentikan ketika wasit meniup peluit panjang.
(13) Mereka disandera di rumah tua.
(14) Pencuri itu dipukuli dengan bambu kuning.
(Ani), Waktu (ketika wasit meniup peluit panj ang), tempat (di rumah tua),
alat (dengan bambu kuning), dan tujuan (agar dapat bertemu dengan
keluarga).
Dengan memperhatikan masalah-masalah tersebut, penulis tertarik untuk meneliti fungsi, konstruksi, kategori, distribusi, dan peran konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dalam bahasa I ndonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Telah dijelaskan bahwa verba pasif dalam bahasa I ndonesia memiliki morfem terikat di-, di-kan, di-i, te(R)-, te(R)-kan, te(R)-i, dan beberapa ke-an. Penelit ian ini hanya dibat asi pada verba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i}. Verba pasif yang bermorfem terikat tersebut lebih produktif dan variatif dalam menghadirkan konstituen-konstituen, baik itu dari segi fungsi, konstruksi, kategori, distribusi, maupun peran.
Sejalan dengan hal tersebut, konstituen yang diteliti adalah konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i}.
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
2. Bagaimana konstruksi (-konstruksi) konstit uen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} ?
3. Apa jenis kategori konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} ?
4. Bagaimana distribusi konst ituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} ?
5. Peran (-peran) semantis apa yang diemban konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} ?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. mengkaji fungsi (-fungsi) konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i};
2. mengkaji konstruksi (-konstruksi) konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i};
3. mengkaji jenis kategori konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i};
4. mengkaji distribusi konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} ?
1.4 Kerangka Teori
1.5 Bobot dan Relevansi
Sebagaimana dikemukakan pada latar belakang masalah, bahwa untuk mengkaji konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat
di-+ {-kan/ -i} , tidak terlepas dari kajian morfologis, sintaktis, dan semantis. Secara morfologis konstituen it u dianalisis dari kaitannya dengan verba yang bervalensi dengan morfem terikat di-+ { -kan/ -i} . Secara sintaktis konstituen itu dikaji dari fungsi, konstruksi, kategori, dan distribusi. Selanjutnya, secara semantis konstituen itu dikaji dari kaitannya dengan bentuk verba, penanda peran, atau makna utuh dari konstituen itu untuk menentukan peran sintaktis (makna).
Penelitian ini pun dianggap memiliki relevansi dengan usaha pembinaan dan pengembangan bahasa I ndonesia. Pemahaman secara mendalam dan menyeluruh terhadap kaidah-kaidah linguistik diharapkan dapat memecahkan berbagai persoalan kebahasaan yang ada.
Selanjutnya, frekuensi kesalahan berbahasa I ndonesia pada masyarakat luas pun dapat dikurangi.
1.6 Sumber Data
I ndonesia ragam tulis, misalnya, tidak berlaku seluruhnya pada bahasa I ndonesia ragam lisan (demikian pula sebaliknya).
Dalam penelitian ini, ragam tulislah yang dijadikan sumber data. Penentuan data tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa bahasa ragam tulis itu lebih terencana daripada bahasa ragam lisan. Bahasa ragam tulis yang dijadikan sumber adalah sebagai berikut:
1. surat kabar Kompas, terbitan tahun 2004 dan 2005; 2. surat kabar Pikiran Rakyat, terbitan tahun 2004 dan 2005; 3. surat kabar Tempo, terbitan tahun 2004 dan 2005;
4. surat kabar Media I ndonesia, terbitan tahun 2003 dan 2004;
5. novel Supernova, karya Dewi Lestari, penerbit Truedee Books (Bandung), 2001;
6. novel Larung, karya Ayu Utami, penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (Jakarta), 2002;
7. novel Lingkar Tanah Lingkar, karya Ahmad Tohari, penerbit Pustaka Sastra (Yogyakarta), 2003;
8. novel Saman, karya Ayu Utami, penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (Jakarta), 2003;
9. novel Negeri Senja, karya Seno Gumbira Aji Darma, penerbit Kepustaan Populer Gramedia (Jakarta), 2003;
Penentuan sumber data tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa data yang diteliti itu terdapat pada berbagai jenis wacana.
1.7 Metode Penelitian dan Kajian
1.7.1 Metode Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Dj ajasudarma (1993: 8) menyatakan bahwa dalam metode deskriptif akan diperoleh data yang akurat mengenai ciri dan sifat-sifat data bahasa secara alamiah. Di samping itu, dalam data bahasa tersebut diungkapkan fenomena yang empiris sehingga menghasilkan pemerian data secara aktual.
Teknik pengumpulan data (tertulis) dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(a) membaca dan menandai kalimat yang di dalamnya terdapat verba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i};
(b) memperhatikan konstituen-konstituen yang hadir setelah verba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i};
(c) mencatat (dan mengumpulkan) unsur (a) dan (b) tersebut; (d) megartukan korpus;
1.7.2 Metode Kajian
Metode kajian yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode kajian distribusional. “Metode kajian distribusional adalah metode yang unsur-unsur penentunya terdapat dalam bahasa itu sendiri” (Djajasudarma, 1993: 60).
Penggunaan metode kajian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa unsur bahasa itu berkaitan satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan yang padu.
Metode kajian distribusional ini memiliki teknik kajian berupa pelesapan (delesi), penyulihan (substitusi), penyisipan (intrusi), perluasan (ekspansi), pemindahan (permutasi), pengulangan (repetisi), dan parafrase (Djajasudarma, 1993b: 62). Di antara teknik-teknik tersebut, dalam penelitian ini diterapkan teknik pindah, sisip, dan ganti.
Teknik pindah apat d diterapkan, misalnya, dalam mengidentifikasikan pelengkap. Dalam bahasa I ndonesia, satu di antara ciri atau penanda antara pelengkap, subjek, dan keterangan dalam kalimat pasif adalah bahwa pelengkap kehadirannya konsisten setelah predikat (tidak dapat dikedepankan).
Misalnya:
Pada kalimat (17) tersebut, konstituen batu besar adalah pelengkap karena tidak dapat dipermutasikan (ke depan).
Teknik sisip dapat diterapkan untuk mengkaji apabila di antara predikat pasif dan pelengkap disisipi preposisi, konstituen setelah predikat tersebut masih berfungsi sebagai pelengkap atau bukan.
(18) Roda mobil itu diganjal oleh batu besar.
Pada kalimat (18) tersebut, konstituen oleh batu besar bukan lagi pelengkap, melainkan keterangan sebab posisinya dapat dipermutasikan.
Teknik ganti dapat dit erapkan, misalnya, dalam mengidentifikasikan keterangan yang memiliki peran semantis lokatif atau temporal.
(19) Kami selalu ketakutan ketika mendengar suara aneh itu.
Konstituen ketika mendengar suara aneh itu pada kalimat tersebut memiliki peran sebagai waktu. Akan tetapi, bandingkan dengan kalimat berikut.
(20) Kami selalu ketakutan di rumah tua itu.
BAB I I
KAJI AN TEORI
2.1 Konstituen Pascaverba Pasif
Konstituen adalah unsur bahasa yang merupakan bagian dari satuan yang lebih besar; bagian dari sebuah konstruksi (Kridalaksana, 1993: 118).
Selanjutnya, konstituen pascaverba pasif dapat diartikan konstituen (-konstiuen) yang terletak setelah atau di sebelah kanan verba pasif.
Konstituen pascaverba pasif dapat diamati dari berbagai segi sintaktis, yaitu dari fungsi, konstruksi, kategori, distribusi, dan peran.
Fungsi sintaktis meliputi subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Fungsi sintaksis konst ituen pascaverba pasif dalam penelitian ini adalah subjek, pelengkap, dan keterangan.
Kategori sintaktis berkaitan dengan kategori kata, yaitu verba, nomina, adjektiva, pronomina, adverbia, interogativa, numeralia, demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi, interjeksi, dan kategori fatis. Kategori kata konstituen pascaverba pasif dalam penelitian ini adalah verba, nomina, adjektiva, pronomina, adverbia, numeralia, preposisi dan konjungsi.
pemeroleh, waktu, tempat, alat, sumber, tujuan, cara, penyerta, pembanding, sebab, hasil, syarat, dan keadaan. Peran-peran tersebut hadir dalam penelitian ini sebagai konstituen pascaverba pasif.
Konstruksi konstituen pascaverba pasif dalam penelit ian ini berupa kata, frasa, dan klausa.
Distribusi konstituen pascaverba pasif dalam penelitian ini identik dengan klasifikasi frasa, yaitu frasa endosentrik (koordinatif, atributif, dan apositif) dan eksosentrik (direktif dan objektif).
Uraian atau penjelasan tentang konstituen pascaverba pasif tersebut dijelaskan pada subab-subab berikut ini.
2.2 Verba
Dapat dikatakan bahwa para linguis (bahasa I ndonesia) dalam membagi kategori kata bahasa Indonesia mencantumkan verba sebagai satu di antara kategori kata. Bahkan, beberapa linguis I ndonesia, misalnya, Sasrasoeganda (1910), Zain (1943), Slametmuljana (1957), Ramlan (1985), dan Kridalaksana (1994) menempatkan verba pada urutan pertama dalam pembagian kategori kata.
pelajar hanya dapat dijelaskan apabila diket ahui bentuk verba mengaj ar dan belajar sebelumnya; begitu pula dengan bentuk pejuang dan bukan penjuang terjadi melalui bentuk berjuang dan bukan menjuang. Jadi, tidak ada nasalisasi, seperti halnya pejalan kaki berasal dari berjalan kaki. Selain alasan tersebut, alasan lainnya didasarkan pada perilaku berbahasa dari pemakai bahasa I ndonesia dalam pengungkapan konsep. Beberapa gejala bahasa yang baru masuk (pengungkapan konsep) dilihat bukan sebagai benda, melainkan lebih sebagai proses dalam pengertian digramatikalisasi- kan sebagai verba atau adjektiva. Misalnya, leksem sentimen, sadis, dan sekolah dalam bahasa sehari-hari dianggap sifat (untuk sentimen dan sadis) dan pekerjaan (untuk sekolah).
Lebih lanjut, Kridalaksana (1994: 46) mengatakan bahwa verba diberi tempat pertama tidaklah berarti bahwa proses derivasi, misalnya, nomina ke verba atau kategori kata lain ke verba diingkari. Semua itu dapat diamati dalam morfologi bahasa I ndonesia dan tampak jelas dalam sifat-sifat kategori kata.
Berbicara tentang verba tersebut, banyak para linguis mengamat i verba dari berbagai segi, yaitu segi morfologis, sintaktis, dan semantis.
2.2.1 Klasifikasi Verba Berdasarkan Ciri Morfologis
Kridalaksana (1994: 51—52) menjelaskan bahwa verba
berdasarkan bentuknya dapat dibedakan atas (a) verba dasar bebas dan (b) verba turunan. Verba dasar bebas adalah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis; verba turunan adalah verba yang telah mengalami afiksasi, reduplikasi, at au berupa paduan leksem. Pembagian lebih lanjut bentuk verba beserta contoh-contohnya adalah berikut.
(1) Verba dasar bebas ialah verba yang berupa morfem bebas yang dapat berdiri sendiri dalam konteks sintaksis, misalnya, duduk, tidur, dan minum.
(2) Verba turunan ialah verba yang telah mengalami afiksasi, reduplikasi, atau berupa paduan leksem. Sebagai bentuk turunan, verba dapat dibedakan sebagai berikut.
(a) Verba berafiks ialah verba yang dibentuk dengan menambahkan afiks pada dasar ata, k misalnya, bernyanyi, melahirkan, dipukul, dijatuhkan, dicintai, dan terpikirkan.
(c) Verba paduan leksem ialah verba yang berpadu dengan nomina, misalnya, alih bahasa, campur tangan, dan lintas budaya.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa verba ditinj au dari bentuknya terdiri atas verba dasar bebas dan verba turunan; verba turunan dapat dibedakan lagi atas verba berafiks, bereduplikasi, dan paduan leksem.
Pandangan atas klasifikasi verba dari segi morfologis (afiksasi) khususnya yang berafiks atau yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dijadikan acuan dalam mengkaji konstituen pascaverba pasif tersebut dari berbagai segi, yaitu fungsi, konstruksi, kategori, distribusi, dan peran.
2.2.2 Klasifikasi Verba Berdasarkan Perilaku Sintaktis
2.2.2.1 Verba Transitif
Alwi, dkk. (1998: 91) menjelaskan bahwa verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai obj ek dalam kalimat aktif; objek tersebut dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif (lihat juga Kridalaksana, dkk., 1985: 54). Secara morfologis, verba transitif dapat diturunkan dari berbagai dasar dengan melekatkan prefiks me(N)- dan me(N)- dalam kombinasinya dengan afiks –kan, -i, dan per- kan, per- i. Sudaryanto (1993: 125) mengatakan bahwa dalam konstruksi P–O, khusus P sebagai penguasa O, P itu dapat berupa kata monomorfemik yang hanya berafiks me(N)- tanpa afiks yang lain. Namun, dapat pula P itu dapat berupa kata polimorfemik dengan afiks yang lain pula di samping meN-, yaitu per-, -kan, dan –i, atau kombinasi antara per- dengan salah satu dari kedua yang terakhir itu. Sementara itu, Badudu (2002: 1) mengemukakan bahwa verba transitif secara morfologis ditandai oleh afiks me(N)-, me(N)- kan, me(N)- i, mem(per)- kan, mem(per)- i, dan mem(ber)- kan.
Pendapat Badudu itu sejalan dengan Alwi, dkk. (1998: 91—92) yang membagi verba transitif menjadi berikut.
a. Verba ekatransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh satu objek. (1) Dia sedang mencari alamat rumah nenek.
b. Verba dwitransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh dua nomina (objek dan pelengkap).
(3) I bu membuatkan ayah kopi susu. (4) Kami membelikan adik baju baru.
c. Verba semitransitif adalah verba transitif yang kehadiran objeknya dapat dilesapkan.
(5) Ayah sedang membaca (makalah). (6) Adik sedang (me-) makan (roti).
2.2.2.2 Verba Taktransitif
Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat pula berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif (Alwi, dkk., 1998: 93; Kridalaksana, dkk., 1985: 52; Sugono dan I ndiyastini, 1994: 34). Selanjutnya, Alwi, dkk. (1998: 95) mengklasifikasikan verba taktransitif menjadi berikut.
a. Verba taktransitif yang berpelengkap wajib adalah verba taktransitif yang menuntut kehadiran pelengkap.
(7) Anda diharap datang.
(8) Para teroris dijatuhi hukuman.
(9) Bajunya berwarna merah.
(10) Masalah itu telah disampaikan Riva.
b. Verba taktransitif yang takberpelengkap adalah verba taktransitif yang tidak menuntut hadirnya pelengkap.
(11) Pesepak bola itu berlari. (12) Kami kedinginan.
Pandangan atas klasifikasi verba berdasarkan perilaku sintaktis khususnya verba taktransitif dijadikan dasar dalam mengkaji konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dari segi fungsi sintaktis.
2.2.3 Klasifikasi Verba Berdasarkan Perilaku Semantis
Verba, selain dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri morfologis, perilaku sintaktis, juga diklasifikasikan berdasarkan perilaku semantis.
Tadjuddin (2005: 69—76) menyatakan bahwa verba dapat diklasifikasikan menjadi empat macam situasi yang merupakan makna aspektualitas inheren verba.
a. Verba pungtual (peristiwa) menggambarkan situasi momental, situasi lintas batas atau peristiwa transisional, misalnya, angguk, berangkat ,bangun, bangkit, batuk, bunuh, capai, datang, jatuh, kedip, bilang,
b. Verba aktivitas menggambarkan situasi dinamis yang berlangsung, misalnya, baca, bicara, gambar, lari, lukis, dan bangun.
c. Verba statis menggambarkan keberlangsungannya yang tidak homogen, terbatas waktunya, atau memerlukan usaha, misalnya, duduk, berdiri, pancar, tinggal, pikir, berbaring, sandar, tidur, dengarkan, lihat, tonton,
dan telungkup.
d. Verba statif menggambarkan situasi yang homogen, keberlangsungan yang bersifat tetap, atau tanpa perubahan, misalnya, cinta, percaya, punya, salut, benci, tahu, dan takut.
Sejalan dengan pendapat Quirk, et al. (1985), Djajasudarma
(2005: 69—71) mengklasifikasikan verba menjadi verba dinamis dan verba statis, yaitu yang berdasarkan (partikel pemarkah) keaspekan.
Verba dinamis dapat dipilah menjadi (a) verba aktivitas, (b) verba proses, (c) verba sensasi tubuh, (d) verba peristiwa (transisional), dan (e) verba momentan.
a. Verba aktivitas dan verba proses acapkali digunakan dalam bentuk makna keaspekan (imperfektif yang menyatakan kontinuatif), misalnya, berdua, bernyanyi, dan bermain.
c. Verba peristiwa transisional sebagian dapat memiliki makna keaspekan imperfektif dan sebagian lagi tidak, misalnya, (sedang) tiba, mendarat, mati, meninggalkan, jatuh, dan menghilang.
d. Verba momentan berada dalam aspek imperfektif yang mensyaratkan munculnya peristiwa lain, misalnya, menabrak, menendang, melompat, dan menepuk.
Selanjutnya, verba statis dapat dipilah menjadi berikut.
a. Verba statis dengan persepsi dan pengertian lamban dapat memiliki makna keaspekan imperfektif, misalnya, sedang berpikir, sedang mencium, dan sedang mendaki.
b. Verba relasional masih mungkin didapatkan dengan makna aspektual imperfektif, misalnya, (sedang) memiliki, dan patut.
Sementara itu, Sugono dan I ndiyastini (1994: 32) dan Alwi, dkk.
(1998: 88—89 ) mengklasifikasikan verba berdasarkan makna inhernnya sebagai berikut.
a. Verba perbuatan (aksi) menggambarkan aktivitas tertentu, misalnya, menendang (ditendang), meniup (ditiup), dan melempar (dilempar). b. Verba proses menggmbarkan sedang berlangsungnya sesuatu,
misalnya, menguning, membesar, dan membengkak.
Di samping ketiga makna verba tersebut, Alwi, dkk. menambahkan ketiga verba tersebut dengan verba pengalaman. Verba pengalaman menyatakan telah terjadinya sesuatu, misalnya, tahu, lupa, menyadari, dan merasa.
Chafe (1970: 98—102) mengemukakan bahwa dilihat dari ciri-ciri semantisnya verba dibedakan atas lima tipe utama berikut.
a. Verba keadaan menyatakan suatu keadaan, misalnya, suka dan benci.
b. Verba proses menyatakan suatu proses, misalnya, memerah, menghijau, dan merumput.
c. Verba aksi menyatakan suatu aksi, misalnya, menghancurkan (dihancurkan), menggulingkan (digulingkan), dan menghalau (dihalau).
d. Verba aksi-proses menyatakan berlagsungnya aksi-proses secara sekaligus, misalnya, menggelegar.
Pandangan atas klasifikasi verba berdasarkan perilaku semantis tersebut dapat dijadikan dasar dalam mengkaji konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dari berbagai segi, yaitu terutama segi peran semantis.
2.2.4 Verba dalam Konstruksi Aktif- Pasif
Berbicara tentang verba dalam konstruksi aktif-pasif (dalam bahasa I ndonesia) berkaitan dengan verba yang mengisi fungsi predikat dalam konstruksi aktif-pasif. Verba yang dimaksud ialah verba aktif dan verba pasif.
2.2.4.1
Verba Akt if
Kridalaksana (1994: 53) membatasi verba aktif adalah verba yang terdapat dalam konstruksi aktif, yaitu subjeknya berperan sebagai pelaku atau penanggap. Verba demikian biasanya berprefiks me(N)-, be(R)-, dan tanpa prefiks.
Misanya:
(13) I a mengapur dinding.
(14) Rakyat mencintai pemimpinnya yang jujur. (15) Petani bertanam padi.
Apabila ditandai sufiks –kan, verba itu dapat bermakna benefaktif atau kausatif.
Misalnya:
(17) I a membuatkan saya baju. (18) I bu memasakkan kami nasi. (19) Ayah mengecilkan celana adik.
Apabila ditandai sufiks –i, verba itu dapat bermakna lokatif. (20) Pak tani menanami sawah.
(21) Adik memasuki ruangan itu.
(22) Pemberontak menduduki pusat kota.
Badudu (1987: 104) mengemukakan bahwa verba aktif adalah verba yang menjabat predikat dalam konstruksi aktif yang memiliki ciri prefiks me(N)-, be(R)-, atau tanpa prefiks. Ada dua macam verba aktif, yaitu verba aktif transitif dan verba aktif taktransitif. Verba aktif transitif ialah verba verba aktif yang dilengkapi objek, sedangkan verba aktif taktransitif ialah verba aktif yang tidak dilengkapi objek.
2.2.4.2
Verba Pasif
Verba pasif adalah verba yang subjeknya berperan sebagai penderita, sasaran, atau hasil. Verba demikian biasanya diawali dengan prefiks di- atau t e(R)-, dan beberapa konfiks ke-an (Kridalaksana, 1994: 53).
Khusus verba pasif prefiks te(R)-, yaitu ter-D, Tadjuddin (2005: 138) menyatakan bahwa makna yang diemban verba pasif itu perfekt if yang mengambarkan situasi (gejala luar bahasa yang diungkapkan verba) sebagai satu kesatuan tunggal, memiliki batas internal, dan keberlangsungan secara tuntas.
Contoh:
(23) Adik dipukuli ayah. (24) Buku itu terinjak olehku. (25) Daerah itu sering kebanjiran.
Badudu (1987: 107) berpendapat bahwa verba pasif adalah verba yang menjadi predikat dalam konstruksi pasif dan memiliki ciri prefiks te(R)-, di-, atau tanpa prefiks te(R)- dan di-.
(26) Pintu itu tertutup oleh angin. (27) Adik didudukkan ibu di tikar.
(28) Anjing itu dipukulnya dengan kayu. (29) Luka itu kuobati dengan salep.
(31) Masalah itu kita diskusikan besok.
Dari batasan-batasan mengenai verba pasif tersebut, dapat disimpulkan bahwa verba pasif adalah verba yang menduduki fungsi predikat dalam konstruksi pasif yang subjeknya berperan sebagai penderita atau sasaran dan memiliki ciri prefiks di-, te(R)-, atau tanpa prefiks di- dan te(R)-.
Pandangan atas verba aktif-pasif, khususnya verba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dijadikan dasar untuk mengisi fungsi sintaksis predikat dalam mengkaj i konstituen-konstituen pascaverba pasif tersebut.
2.3 Konstruksi Pasif
Chung (dalam Tadjuddin 2005: 105—108) mengemukakan bahwa dalam bahasa I ndonesia terdapat dua macam konstruksi pasif berikut. a. Pasif kanonis adalah konstruksi pasif yang pelakunya bersifat opsional
dan terletak di sebelah kanan verba. (32) Makalah itu dibahas (oleh) Ani. (33) Bola ini dibeli (oleh) Ali.
(34) Saya dikunjungi (oleh) mereka.
(35) Dunia dalam Berita kita nantikan. (36) Buku itu Saudara baca.
Di samping dua konstruksi pasif, yaitu pasif kanonis dan pasif pengedepanan objek yang dikemukakan Chung tersebut, Tadjuddin (2005: 148—150) mengemukakan (sekaligus melengkapi) bahwa dalam bahasa I ndonesia dijumpai kepasifan verba ter-D. Konstruksi pasif verba ter-D merupakan konstruksi pasif yang dwimakna gramatikal, yaitu keterpaduan antara keperfektifan dan kepasifan. Kepasifan verba ter-D memiliki kesejalanan dengan kepasifan verba di-D. Dengan kata lain, konstruksi pasif verba ter-D dapat diparafrasakan dengan konstruksi telah di-D.
(37) Pintu itu terbuka sejak pukul 06.00 (terbuka = telah dibuka). Selanjutnya, Alwi, dkk. (1998: 345—348) menyatakan bahwa konstruksi pasif dalam bahasa I ndonesia dapat dibedakan atas dua hal berikut.
a. Konstruksi pasif yang pertama berasal dari konstruksi aktif dengan subjek berupa nomina atau frasa nominal. Predikat konstruksi pasif ini adalah verba yang berprefiks di-.
(38) Seorang asisten baru diangkat (oleh) Pak Toha.
(39) Kamar itu saya bersihkan.
Di samping dua konstruksi pasif tersebut, diungkapkan pula oleh Alwi, dkk. konstruksi pasif yang bukan berasal dari konstruksi aktif.
(40) Penumpang bus terlempar ke luar.
Sejalan dengan Chung, Tadjuddin, dan Alwi, dkk., Badudu (1987: 104 dan 1993: 76) mengemukakan bahwa konstruksi pasif dalam bahasa I ndonesia dapat dilihat dari subjek dan predikat kalimat. Subjek konstruksi pasif dikenai tindakan, sedangkan predikatnya berupa kata kerja yang berprefiks di- atau tanpa di- (dalam bentuk persona I dan II ) dan te(R)-.
Selanjutnya, Sugono (1994: 86—89) berpendapat bahwa konstruksi pasif dalam bahasa I ndonesia dibedakan atas tiga tipe berikut.
a. Konstruksi pasif ini terj adi bila objek kalimat aktif dijadikan subjek kalimat pasif.
(41) Kepariwisataan sedang digalakkan (oleh) pemerintah.
b. Konstruksi pasif ini terjadi bila unsur pelaku kalimat aktifnya berpronomina persona pertama dan kedua.
(42) Penghematan perlu kita lakukan. (43) Pengeluaran dana harus Anda hemat.
c. Konstruksi pasif ini terjadi bila subjek menderita tidak disengaja. (44) Dia terjatuh ke saluran air.
Konstruksi pasif yang dikaji dalam penelitian ini adalah konstruksi pasif yang fungsi predikatnya bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i}.
2.4 Tataran Sintaktis
Menurut Sudaryanto (1993: 12), penelaahan konstruksi sintaktis dibagi menjadi tiga tataran, yaitu tataran fungsi, tataran kategori, dan tataran peran. Fungsi adalah tataran yang paling tinggi tingkatan keabstrakannya; kategori merupakan tataran yang tingkat keabstrakannya lebih rendah daripada tataran fungsi; tataran peran merupakan tataran yang paling rendah tingkat keabstrakannya.
2.4.1 Fungsi Sintaktis
Kridalaksana (1993: 60) menj elaskan bahwa fungsi adalah (1) kaitan antara satu satuan bahasa dan unsur-unsur gramatikal, leksikal, atau fonologis dalam suatu deret satuan-satuan; (2) peran sebuah unsur dalam satuan sintaksis yang lebih luas, misalnya, subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
Menurut Kridalaksana (1993: 177), “Predikat adalah bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara tentang subjek”. Dalam klausa kereta api itu terjungkal, pembicara membicarakan kereta api itu yang disebut subjek; tentang kereta api itu, dia menyatakan terjungkal, bagian ini disebut predikat.
Kridalaksana (1993: 148) menyatakan, “Objek adalah nomina atau kelompok nominal yang melengkapi verba-verba tertentu dalam klausa” . “Objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transit if pada kalimat aktif” (Alwi, dkk., 1998: 328).
(46) Kamu mengharapkan kedamaian.
Kata kedamaian pada kalimat tersebut adalah objek.
Kridalaksana (1993: 114) menyatakan, “Pelengkap adalah bagian dari frasa verbal yang diperlukan untuk membuat predikat yang lengkap dalam klausa.”
Namun, berbeda dengan pendapat tersebut, Alwi, dkk. (1998: 330) menjelaskan bahwa pelengkap terdapat pada klausa berpredikat verba (taktransitif dan dwitransitif) atau berpredikat adjektiva. Oleh sebab itu, pelengkap ternyata bisa terdapat pada klausa berpredikat verba atau berpredikat adjektiva.
Misalnya:
(48) Anak itu pandai menari.
“Keterangan adalah bagian dari klausa yang memberikan informasi tambahan, misalnya, mengenai waktu terjadinya tindakan, tempatnya, tujuannya, yang disebutkan dalam predikat“ (Chaer, 1994: 233). “Keterangan adalah fungsi sintaksis yang paling beragam dan paling mudah berpindah letaknya” (Alwi, dkk., 1998: 330).
(49) Kemarin di Jakarta kami menyaksikan pertandingan sepak bola ketika hujan deras.
Fungsi sintaksis (yang berupa konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} yang dikaji dalam penelitian ini adalah subjek, pelengkap, dan keterangan.
2.4.2 Kategori Sintaktis
Kategori sintaktis adalah satuan bahasa yang memiliki perilaku sintaktis tertentu dan memiliki kaitan yang sama (Kridalaksana, 1993: 100). Kategori sintaktis (dalam hal ini identik dengan kategori kata) itu terdiri atas verba, nomina, adjektiva, pronomina, numeralia, adverbia, interogativa, demonstrativa, art ikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis, dan interjeksi (Kridalaksana, 1994: 51–121).
2.4.2.1 Verba
Secara sintaktis sebuah satuan gramatikal dapat diketahui berkategori verba dari perilakunya dalam frasa, yaitu dalam hal kemungkinannya satuan itu didampingi partikel tidak dalam suatu konstruksi (tidak makan). Di samping itu, verba tidak dapat didampingi partikel di (di makan), ke (ke makan), atau dari (dari makan), atau sangat (sangat makan).
2.4.2.2 Nomina
Nomina adalah kategori yang secara sintaktis tidak mempunyai potensi untuk (1) bergabung dengan partikel tidak (* tidak kampus) dan (2) mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari (dari kampus), ke (ke kampus), dan di (di kampus).
Berdasarkan bentuknya, nomina dibagi menjadi, yaitu (a) nomina dasar, misalnya, buku; (b) nomina turunan, misalnya, keuangan;
(c) nomina paduan leksem, misalnya, daya juang; (d) nomina paduan leksem gabungan, misalnya, pendayagunaan.
2.4.2.3 Adjektiva
pingi nomina (mobil baru), (c) didampingi partikel lebih (lebih kaya), (d) mempunyai ciri-ciri morfologis, misalnya, –er (dalam honorer), -if (dalam sensitif), -i (dalam alami), atau dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an (adil menjadi keadilan).
Berdasarkan bentuknya, adjektiva dibedakan atas (1) adjektiva dasar, misalnya, besar; (2) adjektiva turunan, misalnya, terhormat.
2.4.2.4 Pronomina
Pronomina adalah kategori yang berfungsi menggantikan nomina. Pronomina itu terdiri atas saya, aku, kami, kit a, Anda, engkau, kalian, dia, ia, beliau, dan mereka. Kategori ini tidak bisa berafiks, tetapi beberapa di antaranya bisa direduplikasikan, yaitu kami-kami, dia-dia, beliau-beliau, mereka-mereka, dengan pengertian ‘meremehkan’ atau ‘merendahkan’.
2.4.2.5 Adverbia
Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi kategori lain, misalnya, adjektiva (belum rapi), numeralia (bukan dua), dan verba (tidak makan).
2.4.2.6 Numeralia
mendampingi numeralia lain (dua pertiga), dan (3) tidak dapat bergabung dengan partikel tidak (tidak satu) dan sangat (sangat dua).
2.4.2.7 Preposisi
Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain (terutama nomina) yang dapat membentuk frasa eksosentrik direktif, misalnya, di atas, ke bawah, dari samping.
2.4.2.8 Konjungsi
Konjungsi adalah kategori yang berfungsi meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaktis dan selalu menghubungkan dua
satuan lain atau lebih dalam konstruksi miliknya, misalnya, adapun, agar, tetapi, dan jika.
Pandangan atas teori kategori sintaksis tersebut dijadikan dasar untuk menentukan kategori konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} , baik itu yang berupa kata, frasa, maupun klausa.
2.4.3 Peran Sintaksis
sintaksis adalah segi semantis dari peserta-peserta (argumen-argumen) verba dan arti itu berakar pada verba.
Chafe (dalam Sugono 1995: 36) menyebutkan bahwa dalam struktur semantis, verba merupakan sentral dan nomina sebagai periferal. Verba sebagai pusat atau sentral menentukan kehadiran nomina, misalnya, sebagai pelaku, pengalam, petanggap, penerima, alat, atau lokasi.
Tentang peran semantis nomina (yang biasa disebut sebagai argumen dalam tata bahasa kasus), Fillmore (dalam Parera, 1992: 72) menyebutkan ada sembilan kasus (peran semantis) nomina, yaitu pelaku, alat, pengalam, objek, tempat, asal, sasaran, waktu, dan pemanfaat.
Selanjutnya, Badudu (2003: 17), Verhaar (1992: 91), Ramlan (1987: 96–127), dan Alwi, dkk. (1998: 334–335) menyebutkan bahwa peran semantis meliputi pelaku, sasaran, pengalam, pemeroleh, atribut, waktu, tempat, alat, sumber, tujuan, cara, penyerta, pembanding, sebab, hasil, dan syarat.
2.5 Morfem
Morfem adalah satuan bahasa atau bentuk bahasa terkecil yang tidak dapat dibagi menjadi satuan bahasa yang lebih kecil
(Badudu,1993: 66). Morfem terbagi atas (a) morfem bebas dan (b) morfem terikat.
Morfem bebas adalah satuan bahasa terkecil yang secara potensial dapat berdiri sendiri atau tidak bergantung pada morfem lain, (free morpheme), misalnya, lari, cantik, dan rumah (Kridalaksana 1993: 141). Selanjutnya, Kridalaksana (1993: 141) mengemukakan bahwa morfem terikat (bound morpheme) adalah morfem yang tidak memiliki potensi untuk berdiri sendiri dan selalu terikat pada morfem yang lain untuk membentuk ujaran. Morfem tersebut, di ant aranya, ialah me-, ber-, ter-, di-, di-kan, di-i, ter-kan, ter-i, ke-an, antar, anjur, dan juang.
Morfem terikat dalam penelitian ini adalah morfem terikat
di-+ { -kan/ -i} yang dilekatkan pada morfem dasar lain sebagai penanda verba pasif.
2.6 Kata
Kridalaksana (1993: 98) berpendapat sebagai berikut.
Dalam beberapa bahasa, antara lain dalam bahasa I nggris, pola tekanan juga menandai kata.
Dari batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata adalah satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri yang terdiri dari morfem bebas atau morfem bebas dan morfem terikat.
Konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} yang hadir berupa kata terlihat ada fungsi subjek dan pelengkap, konstruksi, beberapa kategori, dan beberapa peran.
2.7 Frasa
Djajasudarma (2003: 9) menyatakan bahwa frasa adalah bentuk linguistik (unsur kalimat) minimal dua kata yang nonpredikatif.
Selanjutnya, Djajasudarma (2003: 11–17) dan Ramlan (1987: 140– 143) mengatakan bahwa frasa berdasarkan tipe atau distribusinya frasa terbagi atas frasa endosentrik (memiliki distribusi yang sama dengan semua unsurnya) dan eksosentrik (tidak berdistribusi yang sama dengan satu di antara komponennya).
Di samping pembagian berdasarkan distribusi, Badudu (2002: 6–7) dan Ramlan (1987: 153–163) mengatakan bahwa frasa dapat dikelompokkan atau dinamai berdasarkan inti kategorinya. Frasa itu adalah frasa verbal (akan makan), nominal (buku tulis), adjektival (sangat rajin), numeralia (lima hari), adverbial (tadi pagi/ tidak sering), dan frasa preposisional (di kampus).
Konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} yang hadir berupa frasa itu adalah sebagai berikut. Secara distributif hadir frasa endosentrik, yaitu frasa koordinatif, atributif, dan apositif, sedangkan frasa eksosentriknya ialah frasa direktif dan objektif. Selanjutnya, secara kategorial, frasa yang hadir adalah frasa verbal, nominal, adjektival, adverbial, numeralia, dan preposisional.
2.8 Klausa
(50) Saat Rano menangis menatap kami, Bapak I shak masuk diantar suster Nila.
Pada kalimat (majemuk) tersebut, unsur kalimat yang dilesapkan adalah subjek, yaitu Rano dan Bapak I shak.
Menurut Chaer (1994: 235), klausa dapat dibedakan berdasarkan strukturnya, yaitu klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat (mayor) jika diberi iintonasi akhir, sedangkan klausa terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat (mayor).
(51) Penelitian itu terlambat karena memerlukan dana yang cukup besar.
Klausa penelitian itu terlambat tergolong pada klausa bebas, sedangkan karena memerlukan dana yang cukup bersar merupakan klausa terikat.
Badudu (2002: 19) menggolongkan klausa berdasarkan inti kategori predikatnya sebagai berikut.
a. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verba atau frasa verbal.
(52) Penelit i itu (akan) mengkaji data.
(53) Ayahnya (seorang) pelukis.
c. Klausa adjektival adalah klausa yang predikatnya berkategori adjektiva atau frasa adjektival.
(54) Senyumnya (sangat) manis.
d. Klausa adverbial adalah klausa yang predikatnya berkategori adverbia atau frasa adverbial.
(55) Tibanya (kemarin) sore.
e. Klausa numeralia adalah klausa yang predikatnya berkategori numeralia atau frasa numeralia.
(56) Mobilnya tiga (buah).
f. Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berkategori frasa preposisional.
(57) Diskusi mereka itu di perpustakaan.
Jenis klausa yang hadir mengisi konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} adalah klausa verbal, nominal, dan adjektival.
2.9 Kalimat
1. Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relaitf berdiri sendiri, mempunyai intonasi final, dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa.
2. Kalimat adalah klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan; satuan proposisi yang merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa, yang membentuk satuan yang bebas; jawaban minimal, seruan, salam, dan sebagainya.
3. Kalimat adalah konstruksi gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola tertentu dan dapat berdiri sendiri sebagai satu satuan.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat merupakan satuan bahasa (klausa atau gabungan klausa) yang mempunyai intonasi final. I ntonasi final tersebut menunjukkan bahwa satuan bahasa t ersebut sudah maksimal; dalam arti satuan bahasa tersebut sudah memiliki pemikiran utuh sehingga dapat ditangkap maksud dan tujuannya.
Kalimat dalam bahasa I ndonesia, dapat dibedakan atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk.
Alwi, dkk. (1998: 338) mengemukakan, “ Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa”.
(58) Dia akan pergi.
Alwi, dkk. (1998: 398) menyatakan bahwa kalimat maj emuk adalah kalimat yang memiliki dua klausa atau lebih yang sifat hubungannya bisa bersifat setara (kalimat majemuk setara) atau hubungannya tidak setara (kalimat majemuk bertingkat).
(60) Pardi tinggal di daerah kumuh, sedangkan kakaknya di kompleks.
(61) Walaupun kedua pahlawan proklamator itu kadang-kadang berselisih pendapat pada waktu pergerakan nasional, keduanya tetap bersatu dalam mencapai kemerdekaan I ndonesia.
BAB I I I
KONSTI TUEN PASCAVERBA PASI F
YANG BERMORFEM TERI KAT DI - + { - KAN/ - I }
DALAM BAHASA I NDONESI A
3.1 Fungsi Sintaksis Konstituen Pascaverba Pasif yang
Bermorfem Terikat Di- + { - kan/ - i}
Fungsi adalah konstituen formal yang bersifat kosong dan harus dihubungkan dengan fungsi lain (bersifat relasionalitas). Fungsi sintaksis terdiri atas subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
Berikut ini dapat dilihat fungsi apa saja yang dapat ditempati oleh konstituen pascaverba pasif bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dalam kalimat bahasa I ndonesia.
3.1.1 Sebagai Subjek
Konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} dapat mengisi fungsi subjek, misalnya, yang terlihat dalam data berikut ini.
(1)Dalam APBN 2004 ditetapkan subsidi BBM. (K/ 14/ 6/ 24-9-2004)
(3)Mulai tahun depan akan diwujudkan draf para pemain PSSI . (K/ 29/ 8/ 10-1-2004)
(4)Untuk menaikkan pamor komik I ndonesia, dibutuhkan effort dari semua pihak. (K/ 39/ 15/ 3-12-2004)
(5)Sebagai pengganti tax holiday dapat dicermati berbagai hal untuk mempercepat depresiasi. (PR/ 14/ 4/ 13-12-2004)
Pada kalimat (1) sampai dengan (5), konstit uen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ {-kan/ -i} mengisi fungsi subjek. Konstituen yang berfungsi sebagai subjek pada kalimat itu berturut-turut adalah subsidi BBM, karya video dari Arahmaiani dan Herman Chong, draf para
pemain PSSI , effort dari semua pihak, dan berbagai hal.
Subjek konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ {-kan/ -i} pada kalimat (1) sampai dengan (5) membentuk struktur kalimat inversi. Dengan kata lain, subjek tersebut berada di sebelah kanan predikatnya.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan urutan normal kalimat (1a) sampai dengan (5a) berikut.
(1a) Dalam APBN 2004 subsidi BBM ditetapkan.
(2a) Dalam pameran ini beberapa karya video dari Arahmaiani dan Herman Chong ditampilkan.
(3a) Mulai tahun depan draf para pemain PSSI akan diwujudkan. (4a) Untuk menaikkan pamor komik I ndonesia, effort dari semua
(5a) Sebagai pengganti tax holiday berbagai hal dapat dicermat i untuk mempercepat depresiasi.
3.1.2 Sebagai Pelengkap
Konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ {-kan/ -i} dapat mengisi fungsi pelengkap. Berdasarkan distribusi dalam kalimat, pelengkap ada yang bersifat wajib dan ada yang bersifat manasuka.
3.1.2.1 Pelengkap yang Bersifat Wajib
Konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ {-kan/ -i} yang berupa pelengkap wajib dapat dilihat pada data berikut.
(6)Korban diduga tewas seketika akibat terlindas ban truk pada bagian kepalanya. (PR/ 4/ 2/ 2-10-2004)
(7)Sungai Cipanyiaran dilanda banjir bandang. (PR/ 5/ 3/ 18-08-2004)
(8)Wakil Presiden Jusuf Kalla dipastikan ikut berebut posisi puncak Partai Beringin itu. (T/ 1/ 3/ 14-12-2004)
(9)Sidang Pleno itu tidak dihadiri Fraksi PDI P. (K/ 13/ 3/ 20-10-2004)
Kalimat (6) sampai dengan (10) tersebut berpelengkap wajib. Pelengkap-pelengkap tersebut adalah tewas seketika, banjir bandang, ikut berebut posisi puncak Partai Beringin itu, Fraksi PDI P, dan bergabung.
Kalimat (6) sampai dengan (10) tersebut menjadi tidak sempurna dan tidak berterima apabila konstituen yang berfungsi sebagai pelengkap wajib itu tidak hadir. Dengan kata lain, konstituen-konstituen itu mutlak keberadaannya dalam kalimat. Untuk lebih j elasnya, perhat ikan struktur (fungsi sintaksis) kalimat (6a) sampai dengan (10a) berikut.
(6a) * Korban diduga akibat terlindas ban truk pada bagian kepalanya.
(7a) * Sungai Cipanyiaran dilanda.
(8a) * Wakil Presiden Jusuf Kalla dipastikan. (9a) * Sidang Pleno itu tidak dihadiri.
(10a) * Beberapa musisi baru diajak dengan tujuan mengisi posisi yang ditinggalkan Trower.
Faktor-faktor yang menyebabkan waj ibnya hadir konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} yang berupa pelengkap wajib itu, di antaranya, adalah sebagai berikut:
(a) bentuk dasar verba,
(b) bentuk turunan verba, dan
3.1.2.2 Pelengkap yang Bersifat Manasuka
Konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} selain mengisi fungsi pelengkap yang bersifat wajib dapat pula mengisi fungsi pelengkap yang bersifat manasuka.
(11) Pembangunannya direncanakan rampung selama 18 bulan sejak September 2004. (M/ 10/ 3/ 16-12-2004)
(12) Laporan autopsi itu sudah diserahkan pihak Belanda. (Mi/ 10/ 5/ 16-12-2004)
(13) Bendera dikibarkan set engah tiang di Belanda hari Kamis. (K/ 11/ 1/ 3-12-2004)
(14) Bagian kakinya digerogoti hewan sejenis belatung. (PR/ 4/ 5/ 2-9-2004)
Konstituen-konstituen pascaverba pasif yang langsung berada di belakang predikat yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} tersebut mengisi fungsi pelengkap. Pelengkap-pelengkap pada kalimat-kalimat tersebut adalah rampung, pihak Belanda, setengah tiang, dan hewan sej enis belatung. Pelengkap-pelengkap tersebut bersifat manasuka. Jika pelengkap-pelengkap itu dilesapkan, kalimat it u (akan) tetap berterima.
(11a) Pembangunannya direncanakan selama 18 bulan sejak September 2004.
(13a) Bendera dikibarkan di Belanda hari Kamis. (14a) Bagian kakinya digerogoti.
3.1.3 Sebagai Keterangan
Konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ {-kan/ -i} selain mengisi fungsi subjek, pelengkap, juga mengisi fungsi keterangan. Konstituen dengan fungsi keterangan sama halnya seperti fungsi pelengkap, yaitu ada yang bersifat wajib dan ada yang bersifat manasuka.
3.1.3.1 Keterangan yang Bersifat Wajib
Konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ {-kan/ -i} sebagai pengisi fungsi keterangan yang bersifat wajib dapat dilihat pada data berikut.
(15) Campuran es krim tadi dikelilingi oleh larutan garam yang temperaturnya itu lebih rendah dari 00 C.
(K/ 35/ 4/ 13-12-2004)
(16) Menurut Kabid Humas, penjagaan yang cukup ketat tidak hanya dilakukan di kawasan Nusa Dua.
(MI / 7/ 6/ 16-12-2004)
(18) Selain itu, kenaikan harga sembako j uga dipicu oleh efek psikologis akan naiknya harga BBM. (MI / 1/ 8/ 16-12-2004) Konstituen pascaverba pasif bermorfem terikat di-+ {-kan/ -i} yang tampak pada kalimat (15) sampai dengan (18) mengisi fungsi keterangan. Fungsi keterangan pada kalimat-kalimat tersebut ialah oleh larutan garam yang temperaturnya itu lebih rendah dari 00 C, di kawasan Nusa Dua, oleh
petenis unggulan peringkat 1714 I TF, dan oleh efek psikologis akan naiknya harga BBM. Konstituen-konstituen pengisi keterangan itu ditandai oleh kehadiran preposisi oleh dan di.
Konstituen-konstituen yang berfungsi sebagai keterangan kalimat itu bersifat wajib. Hal itu dapat dibuktikan jika konstituen-konstituen itu (sebagai fungsi keterangan) dilesapkan, kalimat-kalimat tersebut menjadi tidak berterima dilihat dari makna (informasi) yang diemban. Di samping itu, dari segi struktur, kalimat itu menjadi tidak lengkap.
(15a) * Campuran es krim tadi dikelilingi.
(16a) * Menurut Kabid Humas, penjagaan yang cukup ketat tidak hanya dilakukan.
(17a) * PSOI TF diikuti.
(18a) * Selain itu, kenaikan harga sembako juga dipicu.
3.1.3.2 Keterangan yang Bersifat Manasuka
Konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan/ -i} , selain mengisi fungsi keterangan yang bersifat wajib dapat pula mengisi fungsi keterangan yang bersifat manasuka. Keterangan yang bersifat manasuka dapat dilihat pada data berikut.
(19) Hasil autopsi itu sudah diterima pada 12 November. (MI / 7/ 3/ 16-12-2004)
(20) Rincian perubahan asumsi makro akan dibahas pada sidang kabinet mendatang. (K/ 3/ 7/ 27-10-2004)
(21) Paket trio itu disepakati dalam pertemuan Surya Palloh, Jusuf Kalla, Agung Laksono di Hotel Bali I ntercontinental.
(MI / 1/ 1/ 16-12-2004)
(22) Menurut Alex, lakon ini khusus dipersembahkan untuk Munir dan keluarganya. (KP/ 2/ 1/ 3-12-2004)
(23) Tahun 1953—1956, komik kita telah diwarnai oleh cerita-cerita. (K/ 39/ 2/ 3-12-2004)
Hotel Bali I ntercontinental, untuk munir dan keluarganya, dan oleh cerita-cerita. Konstituen-konstituen pengisi keterangan manasuka tersebut pun ditandai oleh kehadiran preposisi pada, dalam, untuk, dan oleh.
Keterangan manasuka bisa dilesapkan dari fungsi kalimat yang lainnya. Kalimat dengan pelesapan keterangan manasuka tetap berterima dari segi makna dan struktur. Hal tersebut dapat dilihat pada kalimat (19a) sampai dengan (23a) berikut.
(19a) Hasil outopsi itu sudah diterima.
(20a) Rincian perubahan asumsi makro akan dibahas. (21a) Paket trio itu disepakati.
(22a) Menurut Alex, lakon ini khusus dipersembahkan. (23a) Tahun 1953—1956, komik kita telah diwarnai.
Tabel 1: Fungsi Konstituen Pascaverba Pasif yang Bermorfem
Terikat Di- + { - Kan/ - I }
Fungsi
Sintaksis
Data Pola
Kalimat
Konstituen
subjek
Dalam APBN 2004