• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek nefroprotektif jangka pendek ekstrak metanol air biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek nefroprotektif jangka pendek ekstrak metanol air biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKNEFROPROTEKTIFJANGKAPENDEK

EKSTRAKMETANOL-AIRBIJIPersea americana Mill. TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL TIKUS

JANTAN WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Diajukan Oleh: Liana Risha Gunawan

NIM : 108114039

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib

(Mazmur 139 : 14a)

Kupersembahkan karyaku ini untuk : Tuhan Yesusku, Bapa yang senantiasa menopangku dan mengangkatku saat kuterjatuh serta memberiku kekuatan. Ayah, Ibu dan Kakak tercinta atas segala doa, cinta dan perhatiannya. Sahabat-sahabatku tersayang Almamaterku

Ketika kaki sudah tidak kuat berdiri : “BERLUTUTLAH”

Ketika Tangan sudah tidak kuat menggenggam : “LIPATLAH” Ketika kepala sudah tidak kuat ditegakkan : ”MENUNDUKLAH” Ketika hati sudah tidak kuat menahan kesedihan : “MENANGISLAH” Ketika hidup sudah tidak mampu untuk dihadapi : “BERDOALAH”

Di dalam setiap masalah : Ingatlah TUHAN YESUS selalu setia bersama kita”.

(5)
(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat yang tiada henti, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “EFEK NEFROPROTEKTIFJANGKAPENDEKEKSTRAKMETANOL-AIRBIJI

Persea americana Mill. TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL TIKUS JANTAN WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada :

1. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing skripsi atas segala kesabaran dalam membimbing, memberi masukan dan motivasi kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan dan masukkan demi kemajuan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan dan masukkan demi kemajuan skripsi ini.

(8)

5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam deteminasi serbuk biji Persea americana Mill.

6. Ibu drh. Ari selaku dokter hewan di laboratorium Imono yang telah membantu dengan sabar dalam menyediakan hewan uji untuk penelitian ini.

7. Bapak Heru, Bapak Suparjiman dan Pak Kayatno selaku laboran bagian Farmakologi dan Toksikologi, Pak Wagiran selaku laboran Farmakognosi Fitokimia atas segala bantuan dalam pelaksanaan skripsi ini.

8. Keluarga terkasih, papa, mama dan kak Evan yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan, perhatian, saran selama ini.

9. Robert Dwijantara Putra atas semua bantuan, saran, dukungan dan perhatian dalam segala hal selama ini baik dalam suka maupun duka.

10.“Tim Persea americana” Priscilla, Dara, Rotua, Ayu, Dian, Lydia, Ike kumala, Inneke, Irene, Yuditha, Ita, Angel, Dion atas semua bantuannya

11.Teman-teman Farmasi angkatan 2010, Ita, Ocha, Via, Juli, Cilla, teman-teman kos Agatha dan semua pihak yang turut membantu.

Penulis ini menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu farmasi.

Yogyakarta, November 2013

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….…. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….……...……….. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….……….. v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……….……… vi

PRAKATA ……….……... vii

DAFTAR ISI ……….……… ix

DAFTAR TABEL ……….……… xiv

DAFTAR GAMBAR ……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xviii

INTISARI ……….……. xx

ABSTRACT……….…….………..……… xxi

BAB I. PENGANTAR ……….. 1

A. Latar Belakang ………. 1

1. Perumusan masalah ……….. 3

2. Keaslian penelitian ……… 4

3. Manfaat penelitian ……… 5

B. Tujuan Penelitian ……….. 5

1. Tujuan umum ………... 5

(10)

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ………... 6

A. Taksonomi dan Morfologi Alpukat ( Persea americana Mill. ) ……….. 6

B. Kandungan Fitokimia Biji Persea americana Mill. ……….... 7

C. Ginjal ………. 9

1. Fungsi ginjal ……….. 9

2. Anatomi dan fisiologi ginjal ……….………. 11

D. Gangguan Sistem Urinaria ……….………... 17

1. Pielonefritis dan infeksi saluran kemih ………. 17

2. Gagal ginjal ……… 17

3. Nekrosis tubular akut ……… 18

E. Kreatinin ………./………. 19

F. Karbon Tetraklorida (CCl4) ……..….…..……… 21

G. Ekstraksi ………... 22

H. Landasan Teori ………. 23

I. Hipotesis ………. 24

BAB III. METODE PENELITIAN ………... 25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……… 25

B. Variabel dan Definisi Operasional ……….. 25

1. Variabel utama ……….. 25

2. Variabel pengacau terkendali ……… 25

C. Subyek dan Bahan Penelitian ……….. 27

1. Subyek penelitian ………. 27

(11)

2. Bahan penelitian ………... 27

D. Alat dan Instrumen Penelitian ………. 28

E. Tata Cara Penelitian ………. 29

1. Determinasi serbuk biji Persea americana Mill. ……… 29

2. Pengumpulan bahan ………. 29

4. Pembuatan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. ….. 30

5. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ………. 31

6. Pembuatan larutan Natrium-Carboxy Methyl Cellulosa (CMC-Na) 1% ……….. 31

7. Pembuatan suspensi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dalam CMC-Na 1% ……….. 31

8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) konsentrasi 50% 32 9. Uji pendahuluan ……… 32

10. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ……….. 33

11. Pembuatan serum ……… 33

12. Penetapan kadar kreatinin serum ……… 34

13. Pembuatan formalin 10% ……… 34

14. Pencuplikan organ ginjal tikus untuk pengamatan gambaran histologis ………. 34

F. Tata Cara Analisis Hasil ……… 35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 36

A. Penyiapan Bahan ……….. 36

(12)

1. Hasil determinasi serbuk biji Persea americana Mill. ………… 36 2. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ………. 36 3. Hasil penimbangan bobot ekstrak metanol-air biji Persea americana

Mill. ……….. 37

B. Uji Pendahuluan ……….. 38

1. Penentuan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida …...…………. 38 2. Penentuan waktu pencuplikan darah ………... 39 3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air biji Persea

americana Mill. dosis 350 mg/kgBB ……….……….………… 42 4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air Biji Persea americana Mill. 43 C. Hasil Uji Waktu Nefroprotektitf Ekstrak Metanol-Air biji Persea

americana Mill. ….………... 44 1. Kontrol negatif olive oil dosis 2 mL/kgBB ………... 46 2. Kontrol nefrotoksin (karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB) …... 48 3. Kontrol ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350

mg/kgBB ……….... 49

4. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ..………..………..……… 50 D. Gambaran Histologis Ginjal Tikus ………... 54

1. Gambaran histologis kelompok kontrol nefrotoksin karbon

(13)

Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB ………….………. 57

4. Gambaran histologis kelompok perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB pada perlakuan 1 jam sebelum induksi CCl4……….……….. 58

5. Gambaran histologis kelompok perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB pada perlakuan 4 jam sebelum induksi CCl4……… 59

6. Gambaran histologis kelompok perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB pada perlakuan 6 jam sebelum induksi CCl4……….. 60

E. Rangkuman Pembahasan ……….. 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 64

A. Kesimpulan ………... 64

B. Saran ………... 64

DAFTAR PUSTAKA ………...…………. 65

LAMPIRAN ………... 68

(14)

DAFTAR TABEL

Total senyawa fenolik dalam kulit, daging buah, biji alpukat dalam

ekstrak etil asetat, aseton, metanol……….……….…...……….…

Kandungan fitokimia dari Persea americana pada daun, buah dan

biji………

Klasifikasi Acute Kidney Injury (AKI) berdasarkan AKIN pada

tahun 2005 dengan kriteria Cr serum dan UO………...………. Rata-rata kadar kreatinin serum tikus setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan

72 jam (n = 4)……….……….………...……….……

Hasil uji Scheffe kadar kreatinin serum tikus sebelum dan setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang

waktu 0, 24, 48 dan 72 jam……….……….……..……….. Rata-rata kadar kreatinin serum tikus putih jantan Wistar pada

kelompok perlakuan jam ke-1, 4, 6, kontrol EMBPA, kontrol

olive oil dan nefrotoksin 2 mL/kgBB (n = 5)……….…….… Hasil uji Scheffe kadar kreatinin serum tikus putih jantan Wistar pada ke perlakuan jam ke-1, 4, 6, kontrol EMBPA, kontrol olive

oil dan nefrotoksin 2 mL/kgBB……….………...…..…… Perbandingan kontrol olive oil jam ke-0 dan jam ke-48 pada

kreatinin serum tikus putih jantan Wistar ( n = 5 )……….……… Hasil penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill…………. Hasil rendemen ekstrak metanol-air Biji Persea americana Mill………

(15)

Tabel XI.

Tabel XII.

Bobot pengeringan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill….. Hasil validitas dan reabilitas dilihat dari serum kontrol (range 1,09

- 1,71 mg/dL)……….….……….. 96

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar skema unsur-unsur struktural ginjal pada irisan ginjal yang terpotong dua……… Foto mikroskopik glomerulus, kapsula Bowman, tubulus

proksimal dan distal………

Foto mikroskopik tubulus kontortus proksimal (p), tubulus

kontortus distal………

Duktus koligens secara mikroskopik………... Foto mikroskopik ginjal………... Tahapan biosintesis dan metabolisme kreatinin………….. Diagram batang rata-rata kadar kreatinin serum tikus sebelum dan setelah pemejanan karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan 48 jam.…….. Diagram batang aktivitas kreatinin serum tikus putih jantan Wistar pada kelompok perlakuan jam ke-1, 4, 6, kontrol EMBPA, kontrol olive oil dan nefrotoksin 2

mL/kgBB……….………

Perbandingan kontrol olive oil jam ke-0 dan jam ke-48 pada

(17)

Gambar 12.

Gambar 13.

Gambar 14.

Gambar 15.

Gambar 16.

menunjukkan adanya DHET………

Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB perbesaran 400x yang menunjukkan adanya ITC……….... Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok perlakuan 1 jam sebelum induksi CCl4 perbesaran 400x yang menunjukkan adanya perivaskulitis………...….. Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok perlakuan 4 jam sebelum induksi CCl4 perbesaran 400x……… Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok perlakuan 4 jam sebelum induksi CCl4 perbesaran 400x yang

menunjukkan adanya DHET………

Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok perlakuan 4 jam sebelum induksi CCl4 perbesaran 400x yang

menunjukkan adanya DHET………

56

56

59

60

61

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Foto serbuk biji Persea americana Mill.………... Foto ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill….... Foto suspensi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dalam CMC-Na 1%... Surat pengesahan determinasi serbuk biji Persea americana Mill………... Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics

Committee (MHREC)……….

Analisis statistik kadar kreatinin serum pada uji pendahuluan nefrotoksin karbon tetraklorida dosis 2

mL/kgBB………

(19)

Lampiran 11.

kontrol nefrotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB…….. Foto mikroskopik ginjal kelompok kontrol nefrotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB………. Foto mikroskopik ginjal kelompok kontrol negatif olive

oil 2 mL/kgBB………

Foto mikroskopik kelompok perlakuan ekstrak pemberian 1 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida

2 ml/kgBB………..

Foto mikroskopik kelompok perlakuan ekstrak pemberian 4 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida

2 ml/kgBB………..

Foto mikroskopik kelompok perlakuan ekstrak pemberian 6 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida

2 ml/kgBB………..

Perhitungan % nefroprotektif………. Perhitungan konversi dosis untuk manusia……… Perhitungan konversi hari untuk manusia……….. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill… Hasil rendemen ekstrak metanol-air biji Persea

americana Mill………...

Bobot pengeringan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill………... Hasil pengukuran validitas dan reabilitas………

(20)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang efek nefroprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. pada dosis 350 mg/kgBB secara jangka pendek pada waktu pemberian 1, 4 dan 6 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida (CCl4) dosis 2 mL/kgBB konsentrasi 50% v/v dan juga mengetahui waktu efektif pemberian ekstrak untuk digunakan sebagai nefroprotektor.

Penelitian bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat 150-250 gram. Terdapat 6 kelompok pada penelitian, yaitu kelompok I yang merupakan kelompok kontrol nefrotoksin CCl4 2 mL/kgBB, kelompok II adalah kelompok kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB. Olive oil pada penelitian digunakan sebagai pelarut CCl4. Kelompok III merupakan kelompok kontrol ekstrak dosis 350 mg/kgBB. Kelompok IV, V, dan VI secara berturut-turut adalah kelompok perlakuan 1, 4, 6 jam pemberian ekstrak dosis 350 mg/kgBB sebelum pemejanan CCl4. Jumlah tikus yang digunakan untuk setiap kelompok adalah 5 ekor. Pengecekan dilakukan dengan mengukur kadar kreatinin serum pada waktu pencuplikan darah optimal yaitu pada 48 jam setelah pemejanan atau induksi CCl4. Metode analisis statistic dilakukan dengan menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov, Levene test, uji t-berpasangan, One way ANOVA dan uji Scheffe.

Berdasarkan data yang diperoleh, ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB terbukti memiliki khasiat nefroprotektif pada tikus jantan Wistar terinduksi CCl4 2 mL/kgBB secara jangka pendek. Waktu efektif pemberian ekstrak untuk memberikan efek nefroprotektif berdasarkan data penurunan kadar kreatinin serum diketahui pada 1 jam sebelum pemejanan CCl4 dengan % efek nefroprotektif sebesar 90,5%.

(21)

ABSTRACT

This study aimed to obtain information about the effects of methanol-water seed extract of Persea americana Mill. seed as nephroprotective agent at dose 350 mg/kgBW in short term 1, 4 and 6 hours administration of extract before exposured to carbon tetrachloride (CCl4) 50% v/v at dose of 2 mL/kgBW and also determined the effective time of extract as nephroprotective agent.

This study was experimentally pure with direct sampling design. This study used male Wistar rats aged 2-3 months and weight 150-250 g. There are 6 groups in this study, group I was nephrotoxins CCl4 2 mL/kgBW control group, group II was the negative control group (olive oil) 2 mL/kgBW. Olive oil was used as solvent of CCl4. Group III was extract control group at dose 350 mg/kgBW. While groups IV, V, and VI respectively were treated group 1, 4, 6 hours administration of extract at dose 350 mg/kgBB before exposure to CCl4. Each group used 5 rats. The test was done by measuring serum creatinine concentration at the optimum time of blood sampling (48 hours after CCl4 exposure). Statistical analysis was performed using the Kolmogorov-Smirnovtest, Levene's test, Paired t-Test, One-way ANOVA and Scheffe test.

Based on the data that obtained, the methanol-water extract of Persea americana Mill. seed at dose of 350 mg/kgBW gave nephroprotective effect in male Wistar rats induced by CCl4 2 mL/kgBW in the short term. Effective time of administration of extract as nephroprotective agent based on the data of serum creatinine concentration was 1 hour before CCl4 exposure with 90.5% nephroprotective effect.

(22)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Ginjal adalah organ yang berperan penting dalam fungsi metabolisme dan terutama fungsi ekskresi dalam tubuh. Setiap hari ginjal memproses sekitar 200 liter darah untuk disaring dan menghasilkan sekitar 2,0 liter ekstra kelebihan air yang mengandung limbah (Hadibroto dan Alam, 2007). Berdasarkan fungsinya yang sangat penting, kesehatan dari ginjal haruslah terjaga dengan baik.

Kebanyakan bahan alam yang digunakan berasal dari tanaman. Persea americana Mill. atau dikenal dengan sebutan alpukat merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropis seperti Indonesia dan memiliki banyak khasiat. Namun, sejauh ini pemanfaatan yang banyak dilakukan terbatas pada buah dan daunnya saja, sedangkan biji Persea americana Mill. belum banyak dimanfaatkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zuhrotun (2007), menunjukkan bahwa biji alpukat mengandung polifenol, flavonoid, triterpenoid, kuinon, saponin, tanin dan monoterpenoid serta seskuiterpenoid.

(23)

dimungkinkan biji alpukat juga memiliki khasiat sebagai pelindung organ ginjal dari senyawa toksik atau dikenal dengan nefroprotektif. Untuk mengetahui adanya kerusakan ginjal dapat diamati dengan mengukur kadar kreatinin di dalam darah. Pada kegagalan ginjal, kreatinin akan ditahan bersama unsur nitrogen non protein lainnya (Panjaitan, Handharyani, Chairul, Masriani, Zakiah, Manalu, 2007).

Senyawa xenobiotik yang dapat digunakan sebagai model untuk meneliti aktivitas nefroprotektif adalah karbon tetraklorida (CCl4). CCl4 akan menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan, CCl4 dimetabolisme menjadi radikal bebas triklorometil yang pada akhirnya radikal bebas ini dapat menyebabkan kematian sel (Panjaitan dkk, 2007). Oleh karena itu penelitian ini menggunakan CCl4 sebagai nefrotoksin (senyawa toksik untuk ginjal).

(24)

antioksidan dan dapat terambil dengan baik dengan menggunakan pelarut metanol-air (70 : 30). Selain itu karena belum diketahuinya metabolit sekunder apakah yang ada dalam biji Persea americana Mill. yang memiliki khasiat sebagai nefroprotektif secara pasti maka dipilih pelarut metanol yang dapat mengekstraksi hampir keseluruhan metabolit sekunder yang ada dalam biji Persea americana Mill. (ekstraksi total).

Penelitian dilakukan secara jangka pendek dengan menggunakan dosis 350 mg/kgBB ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. sehingga dapat diketahui waktu efektif pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB untuk digunakan sebagai nefroprotektor. Dosis 350 mg/kgBB dipilih berdasarkan penelitian Vionita (2013) yang menunjukkan dengan dosis 350 mg/kgBB, ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. telah mampu memberikan efek nefroprotektif secara jangka panjang (6 hari pemberian ekstrak metanol-air secara berturut-turut sebelum induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB) dengan cukup baik.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

(25)

b. Berapa waktu efektif pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB sebagai nefroprotektif dilihat dari kadar kreatinin dan gambaran histologis sel ginjal tikus jantan Wistar terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB?

2. Keaslian penelitian

Penelitian tentang efek nefroprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB secara jangka pendek belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan biji Persea americana Mill. yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Arukwe et al. (2012). Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui kandungan dari biji, daun, dan buah Persea americana.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Carpena et al. (2011). Penelitian ini melakukan uji secara invitro mengenai aktivitas antioksidan, anti mikroba biji Persea americana Mill.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Zuhrotun (2007). Penelitian tersebut menguji aktivitas antidiabetes dari ekstrak etanol biji Persea americana Mill.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Vionita (2013). Penelitian ini melakukan uji efek nefroprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. secara jangka panjang dengan menggunakan 3 peringkat dosis.

(26)

secara jangka pendek dengan menggunakan dosis 350 mg/kgBB pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat kadar kreatinin serum dan gambaran histologis ginjal sebagai data pendukung.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang tanaman yang memiliki khasiat nefroprotektif.

b. Manfaat praktis. Penelitian dapat memberikan informasi terkait waktu efektif penggunaan ekstrak biji alpukat (Persea americana Mill.) secara jangka pendek sebagai dasar pengobatan nefroprotektif.

B.Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian dilakukan untuk menggali informasi mengenai khasiat ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. sebagai nefroprotektor secara jangka pendek untuk pembangan ilmu kefarmasian.

2. Tujuan khusus

(27)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Taksonomi dan Morfologi Alpukat (Persea americana Mill.)

Taksonomi dari alpukat sebagai berikut. Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Subdivisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Laurales Famili : Lauraceae Genus : Persea

Spesies : Persea americana Mill (USDA, 2013).

Persea terdiri dari 200 jenis tumbuhan yang berasal dari bagian tropis Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Di Indonesia Persea tumbuh di lahan terbuka pada ketinggian 200-1.000 m diatas permukaan laut. Tanaman ini disebut avokad namun di Indonesia dikenal dengan alpukat. Alpukat berasal dari Amerika tropis, Meksiko, Guatemala, dan Hindia Barat (Suhono dkk, 2010).

(28)

Buah alpukat berbentuk bulat atau lonjong seperti bola lampu. Buahnya berwarna hijau, hijau kekuningan, dan cokelat keunguan. Buah alpukat berukuran 5-30 cm, dengan berat 100-600 g. Daging buahnya berwarna hijau kekuningan atau kuning. Buah berdaging tebal, berminyakm terasa hambar atau sedikit manis. Alpukat memiliki biji tunggal, berukuran besar, berbentuk bulat atau lonjong, dan ditutupi oleh selaput biji (Suhono dkk, 2010).

Daging buah alpukat dapat dimakan segar. Secara tradisional, rebusan daun alpukat digunakan untuk mengobati hipertensi, sakit kepala, kencing manis, sariawan, nyeri lambung, nyeri saraf, dan meredakan rasa sakit (Suhono dkk, 2010).

B. Kandungan Fitokimia Biji Persea americana Mill.

(29)

Tabel I. Total senyawa fenolik dalam kulit, daging buah, biji alpukat dalam ekstrak etil asetat, aseton, metanol

(Carpena et al., 2011). Tabel tersebut menunjukkan bahwa dalam ekstrak metanol dari Persea americana varietas Hass mengandung 3511b ± 988 (mg GAE/100 mg bahan kering) senyawa fenolik total sedangkan pada varietas Fuerte mengandung 4164b ± 1048 (mg GAE/100 mg bahan kering) senyawa fenolik total (Carpena et al., 2011). Meskipun varietas Fuerte dan Hass jarang dibudidayakan di Indonesia, namun dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa metanol dapat mengekstrak senyawa fenolik dalan biji Persea americana Mill. dengan cukup baik.

(30)

dimungkinkan biji Persea americana Mill. memiliki khasiat sebagai antioksidan yang baik (Arukwe et al., 2012).

Tabel II. Kandungan fitokimia dari Persea americana pada daun, buah dan biji

(Arukwe et al., 2012). C. Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang dan umumnya ginjal manusia memiliki panjang 10-12 cm, lebar 5-6 cm, dan dan tebal 3-4 cm. ginjal tersebut terletak pada bagian retro-peritoneal dekat dinding posterior abdomen di bagian kiri dan kanan kolom vertebralis (Bloom dan Fawcett, 1994). Komponen sistem urinaria terdiri dari dua ginjal yang memproduksi urin, dua ureter yang membawa urin ke dalam sebuah kandung kemih untuk penampungan sementara dan uretra yang mengalirkan urin keluar tubuh (Sloane, 1995).

1. Fungsi ginjal

Ginjal memiliki banyak fungsi penting bagi tubuh, fungsi tersebut antara lain, yaitu :

a. Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekskresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk penguraian hemoglobin dan hormon.

(31)

dengan asupan dan ekskresinya melalui rute lain seperti pada saluran gastrointestinal atau kulit.

c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan ekskresi ion hidrogen (H+), bikarbonat (HCO3-) dan ammonium (NH4+) serta memproduksi urin asam atau basa, bergantung pada kebutuhan tubuh.

d. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin yang mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.

e. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang essensial bagi pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin yang merupakan komponen penting dalam sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang berperan dalam peningkatan tekanan darah dan retensi air.

f. Pengendalian terbatas terhardap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah. Ginjal melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas konsentrasi nutrien dalam darah.

g. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan atau zat kimia asing lain dari tubuh (Sloane, 1995).

(32)

2. Anatomi dan fisiologi ginjal

Setiap ginjal (Gambar 1) dilingkupi kapsul tipis dari jaringan fibrus yang rapat dan membentuk pembungkus yang halus.di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal yang berwarna ungu tua dan terdiri dari kortex pada bagian luar dan medula, disebelah dalam. Bagian medula tersusun atas 15-16 massa berbentuk piramid yang disebut piramid ginjal. Puncak langsung mengarah ke hilum dan berakhir di kalises. Kalises ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal (Pearce, 2002).

Gambar 1. Gambar skema unsur-unsur struktural ginjal pada irisan ginjal yang terpotong dua. (Bllom dan Fawcett, 1994).

(33)

Bowman dan glomerulus bersama-sama membentuk korpuskel ginjal (Bloom dan Fawcett, 1994). Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai komponen ginjal :

a. Glomerulus. Glomerulus adalah gulungan kapiler yang dikelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut dengan kapsula Bowman. (Sloane, 1995). Sedangkan kapsula Bowman merupakan suatu pelebaran nefron yang dibatasi oleh epitel yang menyelubungi glomerulus (Gambar 2) untuk mengumpulkan zat terlarut yang difiltrasi oleh glomerulus (Sherwood, 2006).

Filtrasi Ginjal terjadi apabila darah sistemik mengalir melalui glomerulus. Laju filtrasi bergantung pada aliran darah arteri, tekanan darah arteri sistemik, dan tekanan aliran internal dalam ginjal. Air dan mineral terlarut dengan ukuran molekul kecil, terutama elektrolit bebas melewati saringan glomerulus. Sekitar 125 mL filtrat dihasilkan setiap menit, atau sekitar 140 L air per hari (Sacher dan Richard, 2002).

Gambar 2. Foto mikroskopik glomerulus, kapsula Bowman, tubulus proksimal dan distal (SIU School of Medicine, 2005).

(34)

Bowman (Bowman’s space). Pada bagian glomerulus tersebut terdapat sel-sel epitel viseralis termodifikasi atau disebut podosit (filtration membrane) yang terdapat pada bagian luar glomerulus dan menutupi kapiler. Podosit tersebut berfungsi untuk membantu filtrasi cairan darah menjadi urin primer atau ultra filtrat (Pardede, 2004). Terlihat pula pada bagian kapsula Bowman tersebut terdapat sel-sel epitel sebagai pembatasnya (epithelium of Bowman’s capsule). Dibagian kapsula Bowman terhubung langsung dengan tubulus kontortus proksimal (proximal tubule). Bagian yang berwarna hitam keunguan adalah inti sel. Sel-sel yang menyusun kapsula Bowman adalah sel-sel epitel gepeng. Pada gambar tersebut terlihat bahwa sel-sel epitel gepeng kapsula Bowman menyatu dengan sel-sel kuboid tubulus kontortus proksimal (Bloom dan Fawcett, 1994).

(35)

c. Ansa Henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa Henle yang masuk ke dalam medula, membentuk lengkungan jepit yang tajam (lekukan), dan membalik ke atas membentuk tangkai asenden ansa Henle (Sloane, 1995).

d. Tubulus kontortus distal. Tubulus kontortus distal sangat berliku dan membentuk segmen terakhir nefron (Sloane, 1995). Tubulus proksimal dan distal adalah tempat sekresi yang paling umum. Sekresi merupakan suatu proses yang sangat selektif yang melibatkan transport pasif maupun transport aktif. Sebagai contoh, sekresi terkontrol ion hidrogen dari cairan interstisial ke dalam tubula nefron penting dalam mempertahankan pH yang konstan bagi cairan tubuh (Sloane, 1995). Pada bagian ini juga terdapat kompleks jukstaglomerular yang berfungsi dalam proses pengaturan tekanan darah dan kecepatan filtrasi glomerulus (Bloom dan Fawcett, 1994).

Gambar 3. Foto mikroskopik tubulus kontortus proksimal (p), tubulus kontortus distal (d) (SIU School of Medicine, 2005).

(36)

keunguan adalah inti sel dari sel epitel. Pada bagian tubulus kontortus distal dan proksimal tersebut terdapat bagian berwarna keputihan yang merupakan ruang yang terdapat di tubulus kontortus distal dan proksimal. Ruang tersebut merupakan ruang (lumen tubulus) yang pada sistem urinaria berisi cairan hasil filtrasi dari glomerus yang mengalami proses lebih lanjut untuk nantinya menjadi urin.

Tubulus proksimal merupakan segmen terpanjang dari nefron dan merupakan bagian terbesar dari korteks ginjal (Bloom dan Fawcett, 1994). Sel-sel epitel tubulus proksimal adalah sel-sel epitel kuboid (simple cuboidal) yang memiliki brush border yang mencolok. Lumen segmen ini sering tampak tertutup oleh brush border sel epitelnya pada pengamatan secara histologis (Bloom dan Fawcett, 1994). Tubulus kontortus distal pada pengamatan secara mikroskopik Nampak terdapat pada kutub vaskuler dari glomerulus (Gambar 1) diantara artetiol aferen dan eferen (Bloom dan Fawcett, 1994). Sel-sel epitel tubulus kontortus distal juga merupakan sel-sel epitel kuboid (simple cuboidal) (SIU School of Medicine, 2005). Lumen tubulus kontortus distal terlihat lebih “bersih”

atau jelas apabila dibandingkan dengan lumen tubulus kontortus proksimal (Gambar 3).

(37)

Gambar 4 menunjukkan gambar dari duktus koligen (disimbolkan dengan “cd” ) secara mikroskopik. Duktus koligen ini tersusun atas sel-sel epitel kuboid (simple cuboidal). Bagian yang berwarna keunguan menunjukkan inti selnya, sitoplasmanya terlihat “bersih” (clear) dengan batas sel yang terlihat jelas (SIU School of Medicine, 2005).

Gambar 4. Duktus koligens secara mikroskopik (SIU School of Medicine, 2005). Gambar 5 memberikan gambar mikroskopik dari ginjal secara keseluruhan. Dari gambar terlihat tiga bagian penyusun ginjal, yaitu glomerulus (“glom”) pada gambar yang diselubungi oleh suatu ruangan yang merupakan

kapsula Bowman (Bowman space), tubulus kontortus distal terlihat seperti ruang panjang (distal tubules) dan tubulus kontortus proksimal (proximal tubules)

(38)

D. Gangguan Sistem Urinaria

Sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Pada sistem urinaria dapat terjadi beberapa macam gangguan karena berbagai macam faktor. Berikut adalah beberapa gangguan yang mungkin terjadi pada sistem urinaria.

1. Pielonefritis dan infeksi saluran kemih

Pielonefritis Merupakan inflamasi ginjal pada pelvis ginjal, hal ini disebabkan karena adanya infeksi bakteri (Sloane, 1995). Infeksi saluran kemih (ISK atau UTI/urinary tract infection) menunjukkan infeksi pada kandung kemih (sistitis), uretra atau ureter, ginjal (pielonefritis) atau semua organ di atas (Fausto, Abbas, Kumar, Mitchell, 2006).

2. Gagal ginjal

Gagal ginjal akan menyebabkan ginjal kehilangan fungsinya. Gagal ginjal tesebut dapat mengakibatkan terjadinya retensi garam, air, zat buangan seperti nitrogen (urea dan kreatinin) dan penurunan drastis volume urin (oliguria). Gagal ginjal yang tidak diobati dapat mengakibatkan kehilangan total fungsi ginjal dan bahkan kematian. Gagal ginjal sendiri dibagi lagi menjadi 2 macam yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik (Sloane, 1995).

(39)

ml/24 jam, dimungkinkan 9% dari gagal ginjal akut disebabkan oleh nefrotoksin (Tambayong, 1999).

Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan yang cepat pada laju filtrasi glomerulus (GFR) dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu disertai akumulasi zat sisa metabolisme nitrogen. Sindrom ini sering ditemukan lewat peningkatan kadar kreatinin, ureum serum, disertai dengan penurunan output urin. (Davey, 2002).

b. Gagal ginjal kronik. Berbeda dengan gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik bersifat progresif dan ireversibel. Progresi gagal ginjal kronik melewati 4 tahap, yaitu penurunan cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal dan end-stage renal disease (Baradero, Dayit, Siswadi, 2005).

3. Nekrosis tubular akut

Dua penyebab nekrosis tubular akut yang paling umum adalah isekmia dan nefrotoksin. Agen nefrotoksin secara langsung merusak sel-sel tubuli, koagulasi intravaskular, pengendapan kristal oksalat dan asam urat serta hipoksia jaringan (Tambayong, 1999). Nekrosis Tubular Akut (ATN; Acute Tubular Necrosis) merupakan penyebab gagal ginjal akut yang paling sering ditemukan; penyakit ini ditandai oleh destruksi sel epitel tubulus ginjal karena iskemia atau nefrotoksin (Fausto, Abbas, Kumar, Mitchell, 2006).

(40)

b. ATN nefrotoksik. ATN ini dapat disebabkan oleh berbagai macam obat (misalnya, gentamisin, sefalosporin, metoksifluran, siklosporin, media kontras) dan toksin (misalnya, air raksa, timbal, arsen, metil alkohol, etilen glikol, dan jenis jamur tertentu, insektisida serta herbisida) (Fausto, Abbas, Kumar, Mitchell, 2006).

E. Kreatinin

Kreatinin difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin. Kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dL dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus (Kee, 2008).

Kreatinin merupakan hasil metabolisme sel otot yang terdapat di dalam darah setelah melakukan kegiatan. Ginjal akan membuang kreatinin dari darah ke urin. Apabila terjadi penurunan fungsi ginjal maka kadar kreatinin di dalam darah akan mengalami peningkatan. Kadar kreatinin normal di dalam plasma manusia adalah 0,6 – 1,2 mg/dL (Hadibroto dan Alam, 2007).

(41)

Kreatinin merupakan produk sisa yang diekskresikan oleh ginjal terutama melalui filtrasi glomerulus. Konsentrasi kreatinin dalam plasma pada individu sehat pada umumnya konstan, tidak terpengaruh oleh jumlah air yang diminum, beban kerja dan kecepatan produksi urin. Kenaikan kadar kreatinin dalam plasma selalu mengindikasikan adanya penurunan ekskresi yang disebabkan oleh adanya gangguan fungsi ginjal (Sumaryono, 2008).

Bila glomerulus filtration rate (GFR) turun, maka kreatinin plasma meningkat. Kreatinin plasma merupakan indeks GFR yang lebih cermat karena kecepatan produksinya terutama merupakan fungsi dari masssa otot yang sedikit sekali mengalami perubahan (Price and Wilson, 2006) dengan kata lain, kadar kreatinin tergantung pada masa otot dan tidak dipengaruhi diet, hidrasi, atau katabolisme jaringan, kadar kreatinin merupakan indikator fungsi ginjal yang lebih akurat daripada Blood Urea Nitrogen (BUN). Kadar kreatinin serum akan meningkat sesuai penurunan fungsi ginjal (Horne dan Swearingen, 2001). Menurut Malole dan Pramono (1989) kadar kreatinin normal pada tikus adalah 0,2-0,8 mg/dL.

(42)

Penetapan batasan waktu terjadinya penurunan fungsi ginjal secara akut, disepakati selama maksimal 48 jam. (Nainggolan dan Robert, 2010)

Tabel III. Klasifikasi Acute Kidney Injury (AKI) berdasarkan AKIN pada tahun 2005 dengan kriteria Cr serum dan UO

(Nainggolan dan Robert, 2010). F. Karbon Tetraklorida (CCl4)

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan xenobiotik yang lazim digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan. CCl4 dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil (CCl3*). Triklorometil dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi yang dapat menyerang lipid membran endoplasmik retikulum dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas triklorometil. Selanjutnya, triklorometiloperoksi menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostasis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel (Panjaitan dkk., 2007).

(43)

pemetabolisme yang terdapat pada retikulum endoplasma (Moenim dan El-Khadragy, 2012).

Karbon tetraklorida merupakan nefrotoksin yang cukup kuat, yang menginduksi terjadinya stress oksidatif pada hewan uji di laboratorium. Mode aksi dari karbon tetraklorida adalah propagasi radikal triklorometil (CCl3), peroksidasi lipid dari sistem membran dan penipisan status antioksidan serta kerusakan DNA pada ginjal tikus. Jaringan pada ginjal memiliki affinitas yang sangat baik terhadap karbon tetraklorida karena adanya keberadaan sitokrom P450 pada bagian korteksnya (Moenim dan El-Khadragy, 2012).

Senyawa hidrokarbon-halogen merupakan agen nefrotoksik. Contoh dari senyawa hidrokarbon halogen seperti trikloroetilen, karbon tetraklorida dan kloroform. Gagal ginjal akut yang disebabkan karena senyawa hidrokarbon-halogen dan glikol telah dilaporkan oleh (Nielsen dan Larsen, 1965).

G. Ekstraksi

Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005).

(44)

diaduk (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010). Pada metode ini, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel sehingga isi sel akan larut akibat adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan dengan konsentrasi tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (melalui proses difusi pasif). Peristiwa tersebut terjadi secara berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selanjutnya, endapan dipisahkan dan filtrat dipekatkan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1986).

H. Landasan Teori

Ginjal adalah salah satu organ yang sangat berperan dalam sistem ekskresi. Ginjal menerima 25% darah dari curah jantung, sehingga sering kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar (Stine and Brown, 1996). Pengecekan fungsi ginjal dapat dilaksanakan dengan pengukuran kreatinin (Saraswati, 2011).

(45)

Persea americana Mill. dengan cukup baik (Carpena et al, 2011). Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas ekstrak metanol biji Persea americana Mill. pada dosis efektif dalam menurunkan kadar kreatinin serum secara jangka pendek pada waktu pemberian 1, 4, 6 jam sebelum induksi CCl4 dengan data pendukung berupa gambaran histologis ginjal.

I. Hipotesis

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas dari penelitian ini adalah variasi waktu pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill., terhadap hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek nefroprotektif ekstrak metanol-air biji Perseae americana Mill., secara jangka pendek terhadap sel ginjal tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dari penelitian ini yaitu :

1. Hewan uji tikus jantan galur Wistar, berat badan 150-250 g, umur 2-3 bulan. 2. Cara pemberian ekstrak dilakukan secara per oral (p.o).

(47)

4. Cara pemberian karbon tetraklorida dilakukan secara intraperitonial dengan dosis 2 mL/kgBB.

5. Makanan dan minuman hewan uji penelitian. Makanan yang digunakan adalah pakan ternak BR II dan AD II serta air minum berupa air hasil reverse osmosis.

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau yang tidak dikendalikan berupa kondisi patologis hewan uji.

3. Definisi operasional

Definisi operasional yang digunakan pada penelitian ini, yaitu :

a. Variasi waktu pemberian. Variasi waktu pemberian adalah perbedaan waktu (selang waktu) pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB pada tikus putih jantan galur Wistar pada tiap kelompok perlakuan secara per oral (p.o) sebelum pemejanan karbon tetraklorida 2 mL/kgBB. Variasi waktu yang digunakan, yaitu 1, 4 dan 6 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida.

(48)

C.Subyek dan Bahan Penelitian 1. Subyek penelitian

Subyek uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan dengan berat badan berkisar antara 150-250 gram, diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan penelitian

a. Bahan uji. Bahan uji adalah serbuk biji buah alpukat (Perseae americana Mill.). Bahan uji tersebut diperoleh dari Padang, Sumatera Barat yang telah diserbukkan, dideterminasi serta ditetapkan kadar airnya.

b. Bahan nefrotoksin. Bahan nefrotoksin adalah larutan karbon tetraklorida (CCl4) (E. Merck, Darmstadt, Germany) yang dilarutkan dalam Olive

Oil (merek dagang Bartoulli). Karbon tetraklorida diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Konsentrasi karbon tetraklorida yang digunakan adalah 50% dengan dosis 2 mL/kgBB.

c. Aquadest. Aquadest yang digunakan diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

d. Bahan pengesktrak. Bahan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi serbuk biji alpukat adalah metanol teknis (PT. Brataco) dengan konsentrasi 99% yang diencerkan hingga konsentrasi 70% menggunakan pengencer aquadest.

(49)

mengukur kadar kreatinin serum. Bahan terdiri atas dua reagen yaitu Reagen 1 dan Reagen 2 serta 1 serum standar.

f. Aquabidest. Aquabidest digunakan sebagai pencuci vitalab mikro dan juga sebagai blanko dalam pengukuran kadar kreatinin serum. Aquabidest ini diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

g. Bahan pembuat preaparat ginjal. Untuk pembuatan preparat sel ginjal digunakan formalin 10%, xilol, alkohol, lilin cetak, zat warna hematoksilin dan eosin (E. Merck, Darmstadt, Germany) yang diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional IV Wates-Yogyakarta.

h. Natrium-Carboxymethyl Cellulosa (CMC-Na). CMC-Na yang digunakan dalam bentuk serbuk, diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Alat dan Instrumen Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Seperangkat alat gelas berupa gelas kimia, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, corong kaca, pipet tetes, pipet gondok, batang pengaduk, tabung reaksi (Pyrex, Iwaki Glass)

(50)

7. Vortex

8. Spuit per oral dan syringe 3 mL 9. Pipa kapiler

10.Corong Buchner 11.Vakum

12.Tabung eppendrof

13.Vitalab micro (Microlab 200, Merck)\

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi serbuk biji Persea americana Mill.

Determinasi serbuk biji Perseae americana Mill. dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri serbuk biji Perseae americana Mill. dengan serbuk biji Persea americana Mill. yang telah dideterminasi dengan menggunakan buku acuan determinasi. Determinasi dilakukan secara makroskopis termasuk organoleptis serbuk dan secara mikroskopis. Determinasi dilakukan oleh Yohanes Dwiatamaka, M.Si yang merupakan Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah biji Perseae americana Mill. yang telah diserbukkan dan diperoleh dari Padang, Sumatera Barat, Bulan Januari 2013.

3. Pembuatan serbuk

(51)

dalam oven pada suhu 500 C selama 24 jam untuk mengoptimalkan proses pengeringan. Setelah kering, biji diserbukkan dan diayak dengan ayakan nomor 40. Pengayakan dilakukan agar kandungan fitokimia yang terkandung dalam biji Persea americana Mill. lebih mudah tersekstrak karena luas permukaan spesifik yang kontak dengan pelarut semakin besar.

4. Pembuatan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.

(52)

5. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill.

Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan cara susut pengeringan. Sebanyak 5,0 g serbuk biji Persea americana Mill. ditimbang dan kemudian serbuk tersebut dimasukkan ke dalam alat moisture balance pada suhu 105 oC selama 15 menit dan kemudian dilakukan perhitungan kadar air berdasarkan selisih bobot sebelum dimasukkan ke dalam alat (sebelum pemanasan) dengan sesudah dimasukkan ke dalam alat moisture balance (sesudah pemanasan) selisih tersebut merupakan kadar air serbuk yang diteliti.

6. Pembuatan larutan Natrium-CarboxyMethylCellulosa (CMC-Na) 1 % Larutan CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang 5,0 gram CMC-Na serbuk yang telah digerus dalam mortar dan stamper terlebih dahulu. Serbuk kemudian ditaburkan secara merata di permukaan 200 mL aquadest di dalam gelas kimia dan ditunggu hingga semua serbuk terbasahi, tanpa pengadukan. Setelah semua serbuk CMC-Na terbasahi maka dilakukan pengadukan hingga seluruh CMC-Na larut. Larutan CMC-Na kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 500 ml dan ditambahkan aquadest hingga batas tanda.

7. Pembuatan suspensi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dalam CMC-Na 1%

(53)

mL dan ditambah dengan larutan CMC-Na 1% hingga batas tanda, selanjutnya digojog hingga homogen.

8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) konsentrasi 50%

Larutan CCl4 dalam Olive Oil dibuat dengan cara melarutkan 25 mL CCl4 dalam labu takar 50 mL kemudian ditambahkan dengan Olive Oil hingga tanda. Digojog hingga homogen. Pengambilan CCl4 dilakukan dengan menggunakan pipet gondok 25 mL.

9. Uji pendahuluan

a. Penetapan waktu cuplikan darah. Untuk mendapatkan waktu pencuplikan darah dilakukan orientasi dengan 4 kelompok perlakuan waktu. Masing-masing kelompok menggunakan sejumlah 5 ekor tikus. Kelompok I diambil darah pada jam ke-0 atau sebelum dilakukan pemejanan karbon tetraklorida (CCl4), kelompok II diambil darah pada jam ke-24 setelah pemejanan CCl4 2 mL/kgBB, kelompok III diambil darah pada jam ke-48 setelah pemejanan CCl4 2 mL/kgBB dan kelompok IV diambil darah pada jam ke-72 setelah pemejanan CCl4 2 mL/kgBB. Setelah pengambilan darah, darah diukur kadar kreatinin serum dan ditentukan waktu optimal pengukuran cuplikan darah berdasarkan data kenaikan kreatinin serum.

(54)

pada waktu optimal pengukuran cuplikan darah, yaitu pada jam ke-48 setelah pemejanan karbon tetraklorida 2 mL/kgBB.

10.Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Sejumlah lima puluh dua ekor tikus dibagi secara acak ke dalam delapan kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol nefrotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida 2 ml/KgBB secara intraperitonial. Kelompok II (kontrol negatif) diberi minyak zaitun (Olive Oil) dosis 2 mL/kgBB. Kelompok III (kontrol ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.) dosis 350 mg/kgBB yang diberikan pada waktu 6 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida 2 mL/kgBB. Kelompok IV sampai dengan kelompok VIII berturut-turut diberi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB pada selang waktu 1, 4 dan 6 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida 2 mL/kgBB. Pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill diakukan secara oral. Kemudian setelah 1, 4 dan 6 jam pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dilakukan pemejanan karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial.

Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata pada waktu yang sama dengan waktu optimal pengukuran cuplikan darah, yaitu pada jam ke-48. Cuplikan darah kemudian diambil serumnya untuk diukur aktivitas kreatinin serum.

11. Pembuatan serum

(55)

supernatannya (serum), supernatan ditampung dalam eppendrof 1,5 mL. Serum yang belum diukur kemudian disimpan dalam lemari pembeku (Freezer).

12. Penetapan kadar kreatinin serum

Alat yang digunakan untuk menganalisis kadar kreatinin serum adalah vitalab mikro. Kadar kreatinin serum diukur pada panjang gelombang 340 nm, suhu 370 C dengan faktor koreksi -1745. Kadar kreatinin serum dinyatakan dalam mg/dL. Pengukuran kadar serum kreatinin dilakukan di Laboratorium Biokimia-Anatomi Manusia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Analisis dilakukan dengan cara sebagai berikut, sebanyak 50 μL serum dicampur dengan reagen I sebanyak 1000 µL, divortex selama 5 detik. Didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan penambahan reagen II sebanyak 250 μL, divortex 5 detik dan dibaca serapannya setelah didiamkan selama 2 menit.

13.Pembuatan formalin 10%

Formalin yang diperoleh memiliki konsentrasi 37%. Untuk memperoleh formalin dengan konsentrasi 10% maka dilakukan pengenceran formalin dengan cara mengambil sebanyak 270 mL formalin 37%, dimasukkan dalam labu takar 1 L dan ditambah dengan aquadest hingga batas tanda, digojog hingga homogen. 14.Pencuplikan organ ginjal tikus untuk pengamatan gambaran histologis

(56)

dengan formalin 10% untuk selanjutnya dibuat preparat di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data yang diperoleh dalam penelitian diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas distribusi data dan Levene test untuk melihat homogenitas variansi antar kelompok data sebagai syarat analisis parametrik. Data selanjutnya dianalisis dengan analisis variansi pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna antar kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat pada kelompok manakah terdapat perbedaan yang bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (p>0,05). Untuk kelompok kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji t-berpasangan. Perhitungan % nefroprotektif terhadap nefrotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus :

Keterangan :

(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan Bahan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu efektif pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB dengan melihat kadar kreatinin serum dan gambaran histologis ginjal. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan serangkaian pengujian.

1. Hasil determinasi serbuk biji Persea americana Mill.

Determinasi serbuk biji Persea americana Mill. dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa serbuk biji yang digunakan adalah benar serbuk biji Persea americana Mill. Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Determinasi dilakukan dengan cara mencocokkan kesamaan ciri serbuk biji yang digunakan dengan serbuk biji Persea americana Mill. yang telah dideterminasi sebelumnya. Hasil determinasi membuktikan bahwa benar serbuk biji yang digunakan dalam penelitian adalah serbuk biji Persea americana Mill. Hasil determinasi tertera dalam lampiran 4.

2. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill.

(58)

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance di Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penetapan kadar air dilakukan dengan cara memanaskan serbuk di dalam alat pada suhu 105 0C selama 15 menit, setelah itu dilakukan perhitungan terhadap kadar air yang diteliti. Digunakan suhu 105 0C dengan maksud supaya kandungan air telah menguap (diatas titik didih air) dan waktu 15 menit dianggap bahwa kadar air dalam serbuk biji Persea americana telah memenuhi persyaratan parameter standarisasi simplisia. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa serbuk biji Persea americana Mill. memiliki kadar air 7,4 %. Hal ini menyatakan bahwa serbuk biji Persea americana Mill. memenuhi persyaratan kadar air yang ditetapkan.

3. Hasil penimbangan bobot ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. Pembuatan ekstrak metanol-air daun biji Persea americana Mill. menggunakan metode penyarian, yaitu maserasi. Metode maserasi dipilih karena proses pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana serta tidak digunakan panas saat proses penyarian/ekstraksi sehingga mencegah kemungkinan rusaknya simplisia yang digunakan.

(59)

yang menguji kemampuan ekstrak metanol-air (70 : 30) yang terbukti dapat bermanfaat sebagai antioksidan. Dengan kemampuannya sebagai antioksidan tersebut diduga ekstrak metanol-air (70 : 30) dari biji Persea americana Mill. juga memiliki kemampuan sebagai nefroprotektif sehingga dipilih penyari metanol-air (70 : 30) pada penelitian ini.

Parameter standarisasi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dilihat dari bobot pengeringan tetap. Tujuannya untuk menghitung sisa zat dengan bobot tetap setelah dilakukan pengeringan pada temperatur 70 0C – 75 0C. Pengeringan dilakukan dengan cara menimbang ekstrak dalam cawan porselen setiap satu jam hingga bobot konstan (pada penelitian ini selisih bobot penimbangan dengan penimbangan sebelumnya adalah 0). Dengan selisih bobot sebesar 0% dapat dipastikan pelarut penyari ekstrak (metanol) sudah tidak ada. Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 10,0 g serbuk kering biji Persea americana Mill. menghasilkan kurang lebih 2,0 g ekstrak metanol-air. Keseluruhan pembuatan ekstrak metanol-air menggunakan 200,0 g serbuk kering biji Persea americana Mill. yang menghasilkan 53,1 g ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. Dengan rata-rata setiap cawan 2,78 g ekstrak kental dengan % rendemen sebesar 26,55 %.

B. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida

(60)

ditunjukkan dengan peningkatan kadar kreatinin serum yang berbeda bermakna dari kadar kreatinin serum tikus normal sebelum perlakuan pemberian karbon tetraklorida. Dosis yang dipilih untuk penelitian ini memberikan peningkatan kreatinin serum hingga 1,5 kali dibandingkan dengan sebelum diberi perlakuan. Penentuan dosis karbon tetraklorida berdasarkan hasil orientasi.

Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB dapat menaikkan kreatinin serum hingga 2,0 kali dari kondisi tanpa pemejanan karbon tetraklorida. Hal ini berdasarkan adanya kriteria yang menyatakan bahwa dengan adanya peningkatan kreatinin serum menjadi ≥ 1,5

kali dari keadaan normal saja dapat menjadi indikasi terjadinya gagal ginjal akut (Nainggolan dan Robert, 2010).

2. Penentuan waktu pencuplikan darah

Penentuan waktu pencuplikan darah bertujuan untuk mengetahui waktu dimana karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB dapat memberikan efek nefrotoksik optimal yang ditunjukkan dengan kadar kreatinin serum tertinggi dan berbeda bermakna dengan nilai kadar kreatinin serum pada jam ke-0 sebelum pemejanan karbon tetraklorida 2 mL/kgBB. Karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB diujikan pada tikus dengan selang waktu pengambilan cuplikan darah, yaitu 0 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida, 24, 48 dan 72 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida.

(61)

7. Purata data yang diperoleh disajikan dengan menggunakan nilai SE (standar error of mean) dan gambar diagram batang menggunakan nilai SD (Gambar 7). Tabel IV. Rata-rata kadar kreatinin serum tikus setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan 72 jam (n = 4)

Gambar 7. Diagram batang rata-rata kadar kreatinin serum tikus sebelum dan setelah pemejanan karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan 48 jam

Data kreatinin serum di uji normalitasnya dengan menggunakan Kolmogorov-sminov dan menunjukkan signifikansi diatas 0,05 yang menyatakan

Selang Waktu (jam)

Purata aktivitas kreatinin serum (mg/dL) + SE

0 0,35 ± 0,030

24 0,53 ± 0,048

48 1,00 ± 0,070

(62)

bahwa data berdistribusi normal. Kemudian dilakukan analisis homogenitas variansi dengan Levene test. Dari hasil analisis diketahui tidak ada variansi antar kelompok data, signifikansi lebih dari 0,05. Karena distribusi data yang normal dan variansi antar kelompok sama maka selanjutnya data dianalisis dengan analisis variansi satu arah (One Way Anova) dan menunjukkan nilai signifikansi 0,000 (< 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa antara keempat kelompok terdapat perbedaan bermakna. Selanjutnya, untuk mengetahui antar kelompok manakah terdapat perbedaan yang bermakna digunakan uji Scheffe. Hasil analisis dari uji Scheffe dapat dilihat pada tabel V.

Tabel V. Hasil uji Scheffe kadar kreatinin serum tikus sebelum dan setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan 72 jam

Selang waktu (jam) 0 24 48 72

0 - BTB BB BTB

24 BTB - BB BTB

48 BB BB - BB

72 BTB BTB BB -

Keterangan :

(63)

kadar kreatinin serum sudah berbeda tidak bermakna dengan kadar kreatinin serum jam ke-0 yaitu sebelum dilakukan pemejanan karbon tetraklorida 2 mL/kgBB. Sedangkan pada jam ke-24 belum terjadi kenaikan kreatinin serum yang signifikan (0,53 ± 0,048) yang ditunjukkan dari hasil statistik yang menunjukkan perbedaan tidak bermakna antara kelompok jam 0 dan jam ke-24.

Berdasarkan hasil analisis statistik yang diperoleh maka diketahui waktu pencuplikan darah yang optimal setelah induksi atau pemejanan karbon tetraklorida adalah pada jam ke-48 pada karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB. Sehingga jam ke-48 tersebut digunakan sebagai waktu pencuplikan darah pada penelitian ini.

3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB

Pada penelitian ini akan dibuktikan pengaruh waktu protektif pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill yang dilakukan secara jangka pendek terhadap penurunan kreatinin serum pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Pengertian jangka pendek disini adalah bahwa pemberian ekstrak metanol-air biji Persea mericana Mill. dilakukan pada selang waktu 1, 4 dan 6 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida.

(64)

karbon tetraklorida, ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. yang diberikan belum mencapai fase distribusi secara optimal mengingat pemberian dilakukan melalui jalur peroral, dimana melalui jalur pemberian oral obat terlebih dahulu harus melalui tahap absorpsi baru kemudian terdistribusi. Sedangkan tidak dilakukannya pemberian pada waktu 2 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida karena dirasa waktu pemberian pada 4 jam sebelum pemejanan sudah dapat mencakup waktu pemberian pada 2 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida 2 mL/kgBB. Oleh karenanya pada penelitian ini digunakan variasi waktu secara jangka pendek yaitu pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dilakukan pada 1, 4 dan 6 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida 2 mL/kgBB.

4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.

(65)

C. Hasil uji waktu nefroprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.

Evaluasi terhadap efek nefroprotektif dari ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB didasarkan pada penurunan kadar kreatinin serum akibat praperlakuan ekstrak metanol-air Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB pada selang waktu

EMBPA = ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.

Data kadar kreatinin serum dianalisis dengan One Way Anova menunjukkan nilai signifikansi 0,000 (< 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa diantara kelompok terdapat perbedaan. Selanjutnya, untuk mengetahui antara kelompok manakah terdapat perbedaan bermakna (signifikansi < 0,05) maka

Kel. Perlakuan

Purata aktivitas kreatinin serum ± SE (mg/dL) 1 Kontrol nefrotoksin karbon tetraklorida 2

(66)

analisis dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil analisis secara statistik dengan uji Scheffe dapat dilihat pada tabel VII.

Penggunaan waktu pemberian secara jangka pendek ini dilakukan untuk mengetahui waktu efektif pemberian ekstrak metanol-air dosis 350 mg/kgBB terhadap penurunan kadar kreatinin serum (efek nefroprotektif yang optimal). Kadar kreatinin serum (mg/dL) disajikan dalam bentuk purata ± SE pada tabel VI serta gambar 8.

(67)

Dari data uji Scheffe diketahui bahwa antar kelompok perlakuan, jam ke-1, 4 dan 6 memberikan hasil perbedaan tidak bermakna. Namun, ketiganya berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kelompok kontrol nefrotoksin CCl4 dosis 2 mL/kgBB. Gambar 8 adalah diagram batang kadar kreatinin serum dari kelompok perlakuan 1, 4 dan 6 jam, kontrol nefrotoksin, kontrol ekstrak dan kontrol negatif olive oil

Gambar 8. Diagram batang kadar kreatinin serum tikus putih jantan Wistar pada kelompok perlakuan jam ke-1, 4, 6, kontrol EMBPA, kontrol olive oil dan nefrotoksin 2 mL/kgBB

1. Kontrol negatif (olive oil 2 ml/kgBB)

(68)

apakah pada dosis yang sama, pelarut yang digunakan (olive oil) memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar kreatinin serum atau tidak. Hasil yang didapatkan menunjukkan nilai rata-rata kreatinin serum tikus, yaitu 0,58 ± 0,02 mg/dL setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB (tersaji dalam Tabel VIII).

Tabel VIII. Perbandingan kontrol olive oil jam ke-0 dan jam ke-48 pada kreatinin serum tikus putih jantan Wistar ( n = 5 )

Keterangan :

BTB = berbeda tidak bermakna (p > 0,05) BB = berbeda bermakna (p < 0,05)

Subyek uji tikus sebelum pemberian olive oil 2 mL/kgBB secara oral (jam ke-0) memberikan nilai kadar kreatinin serum sebesar 0,46 ± 0,02 mg/dL. Data ini dianalisis statistik dengan menggunakan uji t-berpasangan (paired t-test). Dari hasil statistik juga diketahui bahwa ada perbedaan bermakna antara jam ke-0 dan jam ke-48. Namun meskipun demikian, apabila dilihat dari nilai kadar kreatinin serum kontrol negatif olive oil, nilai kreatinin masih berada dalam rentang normal berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pelarut olive oil yang digunakan tidak memberikan efek nefrotoksik bagi hewan uji tikus putih jantan Wistar berdasarkan data kuantitatif kadar kreatinin serum. Gambar diagram batang

(69)

Gambar 9. Perbandingan kontrol olive oil jam ke-0 dan jam ke-48 pada kreatinin serum tikus putih jantan Wistar

2. Kontrol nefrotoksin (karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB)

Kontrol nefrotoksin digunakan untuk mengetahui pengaruh induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB terhadap sel ginjal tikus. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan peningkatan kadar kreatinin serum. Uji ini dilakukan dengan cara menginjeksi tikus dengan menggunakan karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada tikus secara intraperitonial. Konsentrasi karbon tetraklorida yang digunakan sebesar 50% dengan olive oil sebagai pelarutnya. Setelah pemejanan karbon tetraklorida tersebut, dilakukan pencuplikan darah pada jam ke-48 setelah pemejanan. Kemudian serum yang diperoleh diukur nilai kreatinin serumnya.

(70)

bermakna (p < 0,05) terhadap semua kelompok perlakuan penelitian, baik kelompok perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air biji persea americana Mill., kontrol negatif olive oil, kontrol EMBPA. Hal ini berarti karbon tetraklorida 2 mL/kgBB dapat digunakan sebagai senyawa nefrotoksin.

3. Kontrol ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB

Penggunaan kelompok kontrol ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. (Kelompok III) adalah untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. terhadap fungsi ginjal tikus. Pada kelompok kontrol, perlakuan dilakukan tanpa induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB. Dosis ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. yang digunakan sebesar 350 mg/kgBB. Besar dosis sama dengan dosis ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill yang digunakan pada kelompok perlakuan uji waktu nefroprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. secara jangka pendek. Pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill juga dilakukan secara oral. Sedangkan untuk selang waktu yang digunakan adalah selang waktu terbesar yang digunakan pada penelitian ini, yaitu selama 6 jam.

Gambar

Tabel XII.
Gambar 12. Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok kontrol
Tabel tersebut menunjukkan bahwa dalam ekstrak metanol dari  Persea
Tabel II. Kandungan fitokimia dari Persea americana pada daun, buah dan biji
+7

Referensi

Dokumen terkait

TtrRTUMBUTLA.N DAN PRODUKSI RUM}M BXNGGAL{. (P@1

Dalam hal ini menandakan bahwa bank sangatlah penting dalam pembangunan nasional karena fungsi bank dalam Pasal 1 angka 2 UU perbankan mendefinisikan fungsi bank

[r]

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana pada Program Studi S1 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas

• Untuk mengerjakan boneka memerlukan waktu 1jam pekerjaan tukang kayu dan 2 jam tukang poles sedang untuk kereta api diperlukan 1jam pekerjaan tukang kayu dan 1 jam

Menimbang : bahwa dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan bebas Fiskal Luar Negeri bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

(2) Format Surat Pernyataan Penerima Bantuan Operasional Pondok Pesantren sebagaimana terlampir dalam Petunjuk Teknis ini yang menyatakan kesediaan penggunaan dana Bantuan

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian lapangan yang bertujuan untuk mendeskripsikan dinamika pembebasan tanah dalam proyek pembangunan jalan MERR II-C Gunung Anyar dan