1 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Memasuki abad ke 21 persaingan dan tantangan di semua aspek kehidupan semakin besar. Teknologi yang semakin maju dan pasar bebas yang semakin pesat berkembang mendorong tersedianya sumber daya manusia yang handal dan berkualitas. Sumber daya manusia dikatakan handal dan berkualitas apabila memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus berkembang. Agar menjadi sumber daya manusia yang handal dan berkualitas, seseorang harus memiliki kecakapan abad 21. Terkait hal tersebut, pendidikan menjadi salah satu bidang yang memiliki peranan penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kecakapan abad 21. Dalam Partnership for 21st Century Skills dikatakan bahwa kemampuan abad 21 mencakup (a) critical thinking and problem solving atau berpikir kritis dan memecahkan masalah, (b) communication and collaboration atau berkomunikasi dan berkolaborasi, (c) creativity and innovation atau kreatifitas dan inovasi. Kecakapan-kecakapan tersebut harus dimiliki seseorang dalam rangka bersaing dengan dunia luar. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus dapat memberikan pembelajaran yang dapat mengembangkan kecakapan abad 21 tersebut.
2 pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di dalam pengertian pendidikan tersebut tersirat bahwa pendidikan akan menjadikan peserta didik sebagai sumber daya manusia yang handal, berkualitas dan memiliki keterampilan di bidangnya masing-masing. Salah satu cara menjadikan pendidikan lebih berkualitas adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Mutu pendidikan meningkat apabila mutu pembelajaran juga ditingkatkan, salah satu pembelajaran yang perlu ditingkatkan adalah pembelajaran matematika. Pelajaran matematika merupakan salah satu bidang studi yang memiliki peranan penting di dalam kehidupan. Hampir semua aspek di dalam kehidupan manusia tidak luput dari peranan matematika, sehingga pelajaran matematika diberikan dan diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah atas.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa, mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
4 materi sebesar 52,04% (Balitbang, 2015). Rendahnya penguasaan materi geometri siswa pada Ujian Nasional SMP/MTs tahun 2015 juga terjadi di SMP Negeri 3 Godean yang memiliki persentase penguasaan materi geometri paling rendah diantara materi lainnya. Persentase penguasaan materi geometri pada Ujian Nasional 2015 siswa di SMP Negeri 3 Godean sebesar 84,18%.
Penguasaan materi dalam pembelajaran matematika, sangat dipengaruhi oleh bagaimana siswa mendapatkan pembelajaran di sekolah. Siswa di SMP Negeri 3 Godean menerima pembelajaran dengan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Penerapan kurikulum ini menuntut siswa mengikuti langkah-langkah eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Namun pada kenyataannya, hasil belajar siswa tidak selalu sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
5 kurang maksimal, sehingga tidak semua siswa sesuai dengan penerapan model pembelajaran ekspositori.
Pada dasarnya setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Oleh karena itu seorang guru diharapkan dapat memilih dan menerapkan model dan pendekatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kemampuan siswanya. Dengan model dan pendekatan yang tepat diharapkan siswa dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki secara maksimal sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Suatu model pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh ahli pendidikan adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (1995), penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu pembelajaran kooperatif juga dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah-masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Oleh sebab itu model pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Cooperative learning menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas (Erman Suherman, 2003: 260).
6 yang berbeda-beda. Dari individu yang memiliki kemampuan berbeda-beda tersebut disatukan dalam satu kelompok kecil untuk menyelesaikan suatu masalah. Sebelum bekerja di dalam kelompok, siswa terlebih dahulu diberikan suatu permasalahan yang harus diselesaikan secara individual. Kemudian siswa dikelompokkan, dan saling tukar pendapat mengenai hasil kerja individual. Kemudian guru dan siswa membahas permasalahan bersama dan guru memberikan tes atau kuis secara individual. Di akhir pembelajaran guru memberikan penghargaan bagi kelompok terbaik. Dalam tipe ini, setiap individu bertanggung jawab atas kelompoknya. Melalui pembelajaran individual siswa akan dapat mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya sendiri untuk mempelajari materi pelajaran, sehingga siswa mengalami pembelajaran secara bermakna. Sedangkan melalui pembelajaran kelompok siswa dapat saling berinteraksi dan berdiskusi serta mendengarkan ide atau gagasan orang lain dalam rangka membantu untuk menguasai materi pelajaran.
7 dengan dunia nyata, tetapi dapat berupa matematika itu sendiri, sepanjang siswa dapat merasakannya sebagai hal yang riil atau nyata.
Pembelajaran matematika realistik diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Pada pembelajaran matematika realistik, siswa diberi masalah kontekstual, kemudian diberi kesempatan memecahkan masalah mandiri tanpa banyak bergantung guru. Siswa harus berupaya, baik sendiri maupun bersama siswa lain, memecahkan masalah yang diajukan guru. Proses memecahkan masalah, membandingkan dan mendiskusikan hasil dengan siswa lain, dan diakhiri dengan menyimpulkan, merupakan rentetan langkah yang sangat baik untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah (Sumaryanta, 2013: 6-7).
Berdasarkan keunggulan dari model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dan pendekatan matematika realistik, maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama. B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP masih rendah dibuktikan dengan skor PISA untuk Indonesia.
8 3. Pelajaran matematika merupakan salah satu pelajaran yang abstrak, sehingga
membutuhkan konteks-konteks yang dapat diterima dan dibayangkan siswa. C. Pembatasan Masalah
Mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka penelitian ini difokuskan untuk menguji keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama. Ruang lingkup materi yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada pokok bahasan geometri, yaitu garis singgung lingkaran. D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut ini.
1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama?
2. Apakah model pembelajaran ekspositori dengan pendekatan deduktif efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama?
9 E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama. 2. Mengetahui efektivitas model pembelajaran ekspositori dengan pendekatan deduktif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama.
3. Mengetahui perbandingan efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik dan model pembelajaran ekspositori terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru dan calon guru
Memberikan alternatif model pembelajaran matematika yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik.
2. Bagi siswa
10 mandiri, bekerja sama dan berdiskusi dalam memecahkan masalah matematis serta dapat mengukur kemampuan sesuai dengan kapasitas masing-masing. 3. Bagi sekolah
Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran matematika guna meningkatkan mutu pendidikan.
4. Bagi peneliti
11 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika
Menurut Sugihartono dkk (2012: 91) pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal. Menurut Erman Suherman (2003: 7) pembelajaran adalah upaya penataan suasana agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut Nana Sudjana (2004: 28) pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi edukatif antara peserta didik dengan pendidik dalam rangka penyampaian ilmu pengetahuan sehingga memperoleh hasil yang optimal.
12 susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Dari uraian tentang pembelajaran dan matematika di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses interaksi edukatif antara peserta didik dengan pendidik dalam rangka mengembangkan pola berpikir, pembuktian yang logik mengenai bentuk, susunan, dan besaran. Dengan pembelajaran matematika diharapkan peserta didik dapat mengembangkan pola berpikir dengan logika dalam mengukur, menghitung, menganalisis, dan membuktikan hal-hal yang terkait dengan matematika.
2. Model Pembelajaran Kooperatif
13 menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain (Widyantini, 2006: 4).
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (1995) dinyatakan bahwa: (1) Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai orang lain. (2) Pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah-masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut, pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran (Rusman, 2010: 212).
Terdapat 6 langkah utama atau tahapan di dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif (Trianto, 2007). Langkah pertama, guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar. Dilanjutkan dengan penyajian informasi, selanjutnya siswa dikelompokkan dalam tim atau kelompok belajar. Pada tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas. Fase terakhir pada pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil kerja kelompok atau mengevaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
14 menyelesaikan suatu masalah untuk mencapai tujuan bersama. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
No Langkah-Langkah Tingkah Laku Guru 1 Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa Pengajar menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar
2 Menyajikan informasi Pengajar menyajikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Pengajar menjelaskan pada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4 Membimbing kelompok
bekerja dan belajar Pengajar membimbing kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas
5 Evaluasi Pengajar mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya 6 Memberikan
penghargaan Pengajar mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
3. Team Assisted Individualization (TAI)
15 Model pembelajaran TAI memiliki 8 komponen yaitu sebagai berikut (Slavin, 1995: 101-104):
a. Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 siswa.
b. Placement Test (tes penempatan), yaitu pemberian pretest pada kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.
c. Curriculum Materials, yaitu siswa bekerja secara individu sesuai dengan kurikulum yang ada.
d. Team Study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan.
e. Team Scores and Team Recognition, yaitupemberian skor atau penghargaan terhadap hasil kerja kelompok dalam menyelesaikan tugas.
f. Teaching Group, yaitu pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas.
g. Fact Test, yaitu pelasanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa biasanya berupa kuis.
h. Whole-Class Units, yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
16 pengalamannya sendiri untuk mempelajari materi pelajaran, sehingga siswa mengalami pembelajaran secara bermakna. Sedangkan melalui pembelajaran kelompok siswa dapat saling berinteraksi dan berdiskusi serta mendengarkan ide atau gagasan orang lain dalam rangka membantu untuk menguasai materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah. Widyantini (2006: 9) menjabarkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization sebagai berikut.
a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b. Guru memberikan tes secara individual kepada siswa untuk memperoleh skor awal.
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri atas 4 sampai dengan 5 siswa dengan kemampuan akademik yang heterogen dengan pertimbangan keharmonisan kelompok.
d. Setelah siswa belajar secara individual, siswa berdiskusi dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
17 g. Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor awal ke skor kuis berikutnya. Sedangkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization menurut Sutirman (2013: 36-37), adalah sebagai berikut. a. Tes penempatan
Pada awal pembelajaran siswa diberikan tes untuk mengetahui kemampuan awal mereka. Hasil tes digunakan sebagai dasar pembentukan kelompok.
b. Pengelompokkan
Setelah dilaksanakan tes, selanjutnya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari siswa yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda (tinggi, rendah, sedang).
c. Memberikan bahan ajar
Selanjutnya siswa diberi lembar kerja atau modul yang berisi petunjuk belajar, materi, soal-soal latihan dan soal tes formatif.
d. Belajar dalam kelompok
18 e. Penilaian dan penghargaan kelompok
Setiap minggu guru menghitung skor kelompok berdasarkan rata-rata nilai anggota kelompok. Kelompok yang memiliki skor tinggi dan sedang diberi penghargaan.
Dari paparan di atas, sebelum dibagi ke dalam kelompok heterogen yang terdiri dari 4 hingga 5 orang, peserta didik harus bekerja dan mempelajari materi secara mandiri, kemudian mereka berdiskusi dalam kelompok. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization adalah sebagai berikut:
a. Guru memberikan tugas atau masalah yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, biasanya dalam bentuk Lembar Kerja Siswa.
b. Peserta didik mengerjakan tugas atau masalah yang diberikan secara individu. c. Peserta didik dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang heterogen dan
terdiri dari 4 orang siswa.
d. Peserta didik berdiskusi dan saling bertukar pikiran mengenai hasil tugas masing-masing di dalam kelompok.
e. Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi.
f. Guru bersama dengan peserta didik mendiskusikan jawaban yang benar. g. Guru memberikan kuis secara individual.
h. Guru memberikan penghargaan kelompok.
4. Pendekatan Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran
19 karenanya matematika disarankan berangkat dari aktivitas manusia (Erman Suherman, 2003: 146). Menurut Atmini Dhoruri dkk (2011: 513), the word
has to be meaningful for the student. Pendapat di atas dapat diartikan bahwa realistik tidak hanya sesuatu yang berhubungan dengan dunia nyata saja tetapi juga harus sesuai dengan masalah kontekstual yang bermakna bagi siswa. Karena pada dasarnya pembelajaran dengan pendekatan realistik itu merupakan pembelajaran yang berangkat dari aktivitas siswa sesuai dengan konteks-konteks yang dapat dirasakan dan dibayangkan, sehingga menjadi pembelajaran yang bermakna untuk siswa.
20 mengkonstruksi pengetahuan sehingga meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.
Menurut Treffers (dalam Ariyadi, 2012: 21), ada lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik, yaitu:
a. Penggunaan Konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata dapat berupa permainan, alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan dapat dibayangkan oleh siswa.
b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi menjembatani pengetahuan dan matematika dari konkrit menuju tingkat formal.
c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika.
d. Interaktivitas
21 e. Keterkaitan
Melalui keterkaitan, suatu pembelajaran diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan.
Menurut Erman Suherman (2001: 128), langkah-langkah proses pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik terbagi menjadi 5 langkah yaitu sebagi berikut.
a. Langkah 1: Memahami masalah kontekstual
Pada langkah ini guru memberikan masalah kontekstual dan meminta siswa memahami permasalahan tersebut.
b. Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual
Jika siswa mengalami kesulitan dalam memahami masalah kontekstual, maka guru menjelaskan dengan cara memberikan petunjuk dan saran kepada siswa. c. Langkah 3: Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa secara individual maupun kelompok menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri.
d. Langkah 4: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban siswa
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban secara berkelompok.
e. Langkah 5: Menyimpulkan
Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur.
22 konteks kehidupan yang dapat diterima dan dibayangkan siswa. Konteks yang disajikan tidak hanya konteks dalam dunia nyata saja, tetapi selagi dapat dirasakan sebagai sesuatu yang nyata maka sesuatu tersebut disebut konteks, sehingga nantinya siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan diharapkan dapat lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan ini adalah memahami masalah kontekstual, menjelaskan masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban siswa, dan menyimpulkan.
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization
dengan Pendekatan Matematika Realistik
23 No Model Pembelajaran
Kooperatif IndividualizationTeam Assisted Matematika Realistik Pendekatan 1 Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa Guru memberikan tugas atau masalah Memahami masalah kontekstual 2 Menyajikan informasi Siswa dikelompokkan
menjadi beberapa
penghargaan Guru memfasilitasi siswa dalam membuat kesimpulan
7 Guru memberikan
kuis secara individu
8 Guru memberikan
penghargaan kelompok
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik adalah pembelajaran kelompok kecil yang memadukan antara kerja individu dan kerja kelompok melalui konteks-konteks yang dapat diterima dan dibayangkan oleh siswa. Langkah-langkah dari model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik adalah sebagai berikut.
24 b. Guru mengelompokkan siswa ke dalam kelompok kecil yang heterogen. c. Guru memberikan masalah kontekstual kepada siswa.
d. Siswa secara individu memahami dan menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan.
e. Siswa bersama dengan kelompoknya saling berdiskusi dan bertukar pikiran serta membandingkan jawaban dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan.
f. Guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan.
g. Siswa bersama dengan kelompoknya mempresentasikan hasil diskusinya. h. Guru bersama dengan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.
i. Siswa diberikan evaluasi berupa kuis yang dikerjakan secara individu. j. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok.
6. Model Pembelajaran Ekspositori dengan Pendekatan Deduktif
Menurut Wina Sanjaya (2006: 179) model pembelajaran ekspositori adalah model pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa menguasai materi pelajaran secara optimal. Erman Suherman (2001: 171) menyatakan bahwa model pembelajaran ekspositori adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab.
25 a. Guru memberikan informasi materi yang dibahas dengan metode ceramah, kemudian memberikan uraian dan contoh soal yang dikerjakan di papan tulis secara interaktif dan komunikatif dengan metode demonstrasi. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dengan metode tanya jawab. Lalu mereka mengerjakan soal yang diberikan guru sambil berkeliling memeriksa pekerjaan siswa. Salah seorang ditugaskan mengerjakan di papan tulis.
b. Guru memberikan rangkuman yang bisa ditugaskan kepada siswa untuk membuat rangkumannya, atau guru yang membuat rangkuman atau guru bersama-sama siswa membuat rangkuman.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ekspositori adalah model pembelajaran langsung dari guru kepada siswa dalam rangka menyampaikan materi pelajaran dengan langkah guru menjelaskan materi, kemudian memberikan contoh soal dan pembahasan, dilanjutkan guru memberikan latihan pada siswa, kemudian pembahasan latihan, dan terakhir membuat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.
26 pelajaran matematika berwal dari prinsip yang diketahui kepada prinsip-prinsip yang tidak diketahui. Sedangkan Yamin (2008: 89) menyatakan bahwa pendekatan deduktif merupakan pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi pelajaran, kemudian dijelaskan dalam bentuk penerapannya atau contoh-contohnya dalam situasi tertentu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan deduktif merupakan pendekatan dari keadaan umum ke khusus, yang diawali pemberian penjelasan materi dari guru dan di akhir pembelajaran diberikan contoh-contoh penerapan dari materi yang diajarkan.
Model pembelajaran ekspositori dengan pendekatan deduktif berarti pembelajaran langsung dari guru kepada siswa yang diawali dengan pemberian materi dari guru dilanjutkan pemberian contoh-contoh umum ke khusus, dan di akhir pembelajaran dibuat kesimpulan dari apa yang telah dipelajari.
7. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Ariyadi (2012: 58) menyatakan bahwa masalah ada dua jenis yaitu masalah rutin dan masalah tidak rutin. Masalah rutin adalah masalah yang cenderung melibatkan hafalan serta pemahaman algoritma dan prosedur sehingga masalah rutin sering dianggap sebagai soal level rendah. Sebaliknya, masalah tidak rutin dikategorikan sebagai soal level tinggi karena membutuhkan penguasaan ide konseptual yang rumit dan tidak menitikberatkan pada algoritma, serta penyelesaiannya lebih rumit.
27 mampu memecahkan masalah matematika yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (Depdiknas, 2006). Sumarmo (1994) mengartikan pemecahan masalah sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur.
Menurut Polya (1985: 4) kemampuan pemecahan masalah adalah suatu kemampuan praktik yaitu kemampuan belajar dengan menirukan dan mempraktikkan. Dalam memecahkan masalah terdapat empat langkah utama yang harus dilakukan. Empat langkah tersebut sebagai berikut.
a. Memahami masalahnya (understanding the problem)
Siswa harus mampu memahami masalah dan menyatakan dengan jelas. Siswa perlu menunjukkan bagian-bagian yang pokok, mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan, serta kondisi masalahnya.
b. Merencanakan penyelesaian (devising a plan)
Kemampuan merencanakan penyelesaian sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Siswa dapat menyusun rencana penyelesaian apabila telah mengetahui pokok permasalahan, perhitungan, dan konstruksi yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya.
c. Melaksanakan rencana (carrying out the plan)
28 d. Memeriksa proses dan hasil (looking back)
Pada tahap ini siswa mengecek, mempertimbangkan, memeriksa kembali hasil dan langkah penyelesaiannya, serta mennyimpulkan dan menjelaskan hasil sesuai dengan permasalahan asal.
Indikator pemecahan masalah matematis menurut NCTM (1989: 209) adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.
b. Merumuskan masalah matematik untuk menyusun model matematik.
c. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika.
d. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal. e. Menggunakan matematika secara bermakna.
Menurut Fung dan Roland (dalam Sugiman, 2009: 3) masalah matematik yang baik bagi siswa sekolah hendaknya memenuhi kriteria berikut.
a. Masalah hendaknya memerlukan lebih dari satu langkah dalam menyelesaikannya.
b. Masalah hendaknya dapat diselesaikan dengan lebih dari satu cara/metode. c. Masalah hendaknya menggunakan bahasa yang jelas dan tidak menimbulkan
salah tafsir.
29 e. Masalah hendaknya mengandung nilai (konsep) matematik yang nyata sehingga masalah tersebut dapat meningkatkan pemahaman dan memperluas pengetahuan matematika siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan seseorang dalam memecahkan suatu masalah yang memiliki penyelesaian yang tidak rutin dan menantang dengan cara memahami permasalahan, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan rencana penyelesaian, dan memeriksa proses dan hasil.
8. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil, mengesankan, berlaku, manjur. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah adanya pengaruh yang dapat membawa hasil. Efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan. Jadi suatu upaya dikatakan efektif apabila memberikan hasil yang memuaskan.
30 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dikatakan efektif apabila tujuan dari pembelajaran tersebut telah tercapai, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Salah satu indikator tecapainya pembelajaran yang efektif adalah dengan melihat ketuntasan nilai hasil belajar dari siswa, nilai hasil belajar siswa dikatakan tuntas apabila telah melewati nilai KKM yang ditetapkan oleh sekolah.
Dalam penelitian ini pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi kriteria berikut ini.
a) Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik dan model pembelajaran ekspositori efektif apabila rata-rata nilai tes kemampuan pemecahan masalah matematis pada masing-masing kelas lebih tinggi dari KKM berdasarkan uji yang telah dilakukan.
b) Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran ekspositori terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis apabila dari uji hipotesis menunjukkan bahwa rata-rata nilai tes kelas eksperimen lebih besar dari pada rata-rata nilai tes kelas kontrol.
B. Penelitian yang Relevan
1.
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
31 Team Assisted Individualization (TAI) efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika.
2.
Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Kemampuan
pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih efektif dibanding model pembelajaran konvensional dalam kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi segiempat (trapesium dan layang-layang) siswa kelas
2012. 3.
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Pendekatan Matematika
masalah matematis siswa meningkat setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik. Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya penguasaan indikator pemecahan masalah matematis.
4. Nelly Fitriani (2012) dengan penelitiannya yang berjudul
32 bahwa siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik secara berkelompok mengalami peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis yang baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika secara konvensional. 5. Fitriana Yuli (20
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik dengan Metode Pembelajaran Problem Solving ditinjau dari Motivasi Belajar dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas VIII SMP N 5 Sleman pada Materi Teorema
ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP N 5 Sleman.
6. Kusnaeni dan Heri Retnawati (2013) dengan penelitiannya yang berjudul Problem Posing dalam Setting Kooperatif Tipe TAI Ditinjau dari
disimpulkan bahwa penerapan pendekatan problem posing dalam setting pembelajaran kooperatif tipe TAI efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah.
7. Nurma Angkotasan dan Suryanto (2013) dengan penelitiannya yang berjudul PBL dan Cooperative Learning Tipe TAI Ditinjau dari Aspek
33
C. Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyelaraskan antara latar belakang masalah dan kajian teori yang disajikan dalam kerangka pikir penelitian. Di abad 21 diperlukan kemampuan-kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seseorang agar mampu bersaing dengan dunia luar. Kemampuan tersebut antara lain kemampuan pemecahan masalah atau problem solving. Dijabarkan juga dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang tujuan pelajaran matematika yaitu mengenai kemampuan pemecahan masalah. Siswa dituntut memiliki kemampuan pemecahan masalah, dalam hal ini kemampuan pemecahan masalah matematis. Kemampuan lain yang harus dimiliki oleh seseorang di abad 21 ini adalah kemampuan bekerja sama atau collaboration. Kemampuan bekerja sama dapat diterapkan di dalam pembelajaran, salah satunya di dalam pembelajaran matematika.
34 Untuk menjawab tantangan dan permasalahan di atas, maka perlu dipilih model pembelajaran yang tepat. Merujuk pada hasil penelitian sebelumnya bahwa model pembelajaran kooperatif efektif digunakan di dalam pembelajaran serta berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis, maka peneliti memilih model pembelajaran kooperatif sebagai bahan penelitian apakah model pembelajaran tersebut berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh ahli pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah-masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.
Dalam model pembelajaran kooperatif siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok saling berdiskusi dan saling membantu menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah. Oleh karena itu model pembelajaran kooperatif berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah. Dengan model pembelajaran kooperatif ini diharapkan dapat mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam memecahkan suatu masalah matematis. Model pembelajaran kooperatif banyak macamnya, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization.
35 individu mempelajari materi dan diberikan suatu permasalahan, kemudian dibentuk kelompok heterogen. Siswa secara berkelompok saling bertukar pikiran mengenai materi yang sudah mereka pelajari serta penyelesaian dari permasalahan yang mereka dapatkan. Kemudian guru memberikan tes atau kuis individual dan di akhir pembelajaran guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan prestasi terbaik. Alasan pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization terhadap kemampuan pemecahan masalah adalah sebagai berikut: a. Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization ini memadukan dua pembelajaran sekaligus, yaitu pembelajaran kelompok dan pembelajaran individual.
b. Setiap individu memiliki pengetahuan awal yang berbeda-beda, sehingga dengan pembelajaran individual masing-masing peserta didik dapat mengetahui kemampuan dalam memecahkan suatu permasalahan secara mandiri.
c. Tidak semua peserta didik dapat dengan mudah memecahkan suatu masalah, sehingga diperlukan pembelajaran kelompok yang dapat membantu peserta didik dalam memecahkan suatu permasalahan.
d. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas kelompoknya dalam memecahkan suatu masalah dengan cara bertukar ide dan pendapat. Dengan cara ini anggota kelompok yang lemah mendapatkan bantuan dari anggota kelompok yang dianggap memiliki kemampuan yang lebih.
36 model pembelajaran ini efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis, maka dipilihlah model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization.
Sebagai penunjang kemampuan pemecahan masalah matematis, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran tersebut adalah pendekatan matematika realistik. Pendekatan matematika realistik dipilih karena pendekatan ini menggunakan konteks dunia nyata atau riil. Konteks dunia nyata yang dimaksud bukanlah sesuatu yang dapat dengan nyata dilihat, akan tetapi sepanjang siswa dapat merasakan dan membayangkan sesuatu tersebut nyata dipikirannya, maka sesuatu itu dapat disebut konteks dunia nyata. Permasalahan-permasalahan matematis biasanya berhubungan dengan dunia nyata atau setidaknya dapat dipikirkan oleh siswa, sehingga permasalahan-permasalahan matematis dapat disajikan melalui pendekatan matematika realistik. Berdasarkan hasil penelitain sebelumnya, pembelajaran yang menggunakan pendekatan matematika realistik akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Dengan begitu melalui pendekatan matematika realistik serta model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization diharapkan efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama.
37
D.
HipotesisBerdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir diatas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.
38 masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama yang memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian.
2. Model pembelajaran ekspositori dengan pendekatan deduktif efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama yang memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian.
39 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 3 Godean yang beralamat di Krapyak, Sidoarum, Godean, Sleman, DIY. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2015/2016 mulai tanggal 16 Maret 2016 sampai dengan 22 April 2016.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian terdiri dari 64 siswa SMP Negeri 3 Godean yang berasal dari kelas VIII D dan VIII F. Masing-masing kelas berisi 32 siswa yang terdiri dari 16 siswa perempuan dan 16 siswa laki-laki. Kelas VIII D sebagai kelas kontrol dengan model pembelajaran yang diterapkan adalah ekspositori dengan pendekatan deduktif. Sedangkan kelas VIII F sebagai kelas eksperimen dengan model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
40 Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik yang diterapkan di kelas eksperimen serta model pembelajaran ekspositori dengan pendekatan deduktif yang diterapkan di kelas kontrol.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematis.
E. Desain Penelitian
Berdasarkan masalah yang dikembangkan, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest Posttest Control Group Design. Dalam desain ini dua kelompok dipilih sebagai subjek penelitian, satu kelompok mendapatkan perlakuan (treatment) yang disebut sebagai kelompok eksperimen dan kelompok yang lainnya sebagai kelompok kontrol. Dalam penelitian ini, akan diadakan pretest (0) dan posttest (0) pada kedua kelas tersebut. Kelas eksperimen mendapatkan perlakuan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik (X), sedangkan kelas kontrol mendapatkan perlakuan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran ekspositori. Desain penelitian digambarkan sebagai berikut: Kelas Eksperimen R : 0 X 0
41 Keterangan:
0 : Tes kemampuan pemecahan masalah matematis
X : Perlakuan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika relatistik.
F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tes yakni tes sebelum pembelajaran (pretest) dan tes hasil belajar sesudah pembelajaran (posttest). Untuk soal pretest dan posttest masing-masing terdiri dari 3 soal pemecahan masalah materi garis singgung lingkaran. Skor maksimal yaitu 100 dan skor minimum 0. Kunci jawaban dan pedoman penskoran untuk soal pretest dan posttest dapat dilihat pada Lampiran C. 4 dan C. 5 halaman
224-231. Selain itu, untuk melengkapi bukti bahwa pembelajaran sudah terlaksana
sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran, maka digunakanlah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Dengan menggunakan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, seorang observer dapat membantu peneliti dalam mengambil bukti pembelajaran dengan cara mengawasi jalannya pembelajaran.
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk mengumpulkan data dideskripsikan sebagai berikut:
42 Individualization dengan pendekatan matematika realistik dan juga kelas kontrol dengan model pembelajaran ekspositori.
b. Pelaksanaan pembelajaran (pemberian perlakuan). Pada saat pembelajaran berlangsung, observer mengawasi kegiatan pembelajaran tersebut apakah sudah sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran atau belum dengan menggunakan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran.
c. Pemberian tes akhir (posttest) untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah diberikan perlakuan. Posttest ini dilakukan di kedua kelas, yaitu kelas eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika relatistik dan juga kelas kontrol dengan model pembelajaran ekspositori dengan pendekatan deduktif.
2. Instrumen Penelitian
a. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis diberikan pada kedua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol di awal perlakuan sebagai pretest dan di akhir sebagai posttest. Tes ini diberikan kepada siswa dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis. Oleh karena itu, tes ini disusun berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis.
43 pemecahan masalah matematis atau belum. Tujuan pretest adalah untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum perlakuan, sedangkan posttest untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah perlakuan.
Sebelum tes kemampuan pemecahan masalah matematis diberikan kepada siswa, instrumen tersebut dianalisis terlebih dahulu. Analisis instrumen tersebut meliputi validitas dan reliabilitas.
1) Validitas
Sugiyono (2012: 173) menjelaskan instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data adalah valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi instrumen tes dapat diketahui dari kesesuaian instrumen tes tersebut dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk memperoleh validitas isi digunakan pendapat dari ahli (expert judgment). Ahli yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing dan dosen validator. Instrumen tes dan Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran dikonsultasikan kepada para ahli untuk diperiksa dan dievaluasi secara sistematis apakah butir-butir instrumen tersebut mewakili apa yang akan diukur. Apabila instrumen belum valid, maka direvisi kemudian dikonsultasikan kembali kepada para ahli hingga mendapatkan instrumen yang valid menurut validitas isi.
2) Reliabilitas
44 ukur dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg), hasil pengukuran itu harus tetap sama (relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang, waktu dan tempat yang berbeda, tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi dan kondisi. Untuk menghitung reliabilitas instrumen digunakan rumus Cronbach Alpha menurut Suharsimi Arikunto (2009: 109) sebagai berikut:
Keterangan:
= Reliabilitas instrumen = Banyak butir soal = Jumlah variansi butir
= Variansi skor soal
Menurut Suharsimi Arikunto (2009: 75), kriteria reliabilitas instrumen ditentukan sebagai berikut ini.
Tabel 1. Kriteria Reliabilitas Instrumen Koefisien Reliabilitas Kriteria
Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah
45 0,626 atau dengan kata lain berada pada kriteria tinggi. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran E. 3 halaman 323.
b. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran digunakan untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika relatistik dan model pembelajaran ekspositori dengan pendekatan deduktif yang diterapkan pada masing-masing kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Lembar tersebut digunakan untuk melihat apakah kedua pembelajaran tersebut sudah berjalan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran tipe Team Assisted Individualization dan ekspositori seperti yang tercantum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.
G. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis maka perlu dilakukan analisis data. Analisis data penelitian ini meliputi analisis deskripsi, pengujian asumsi analisis, dan pengujian hipotesis.
46
1. Analisis Deskripsi
Analisis deskripsi digunakan untuk mendeskripsikan data hasil penelitian. Data yang dideskripsikan berupa data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran serta data kemampuan pemecahan masalah matematis. Uraiannya adalah sebagai berikut.
a. Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran kelas eksperimen dan kelas kontrol dianalisis
keterlaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut.
b. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Data kemampuan pemecahan masalah matematis yang dideskripsikan pada penelitian ini berupa skor pretest dan posttest dari kelas eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik dan kelas kontrol dengan model pembelajaran ekspositori dengan pendekatan deduktif. Dari data tersebut dihitung rata-rata, variansi, simpangan baku, nilai tertinggi, dan nilai terendah.
1) Rata-Rata
47
Rumus untuk menghitung variansi adalah sebagai berikut.
Keterangan:
Rumus untuk menghitung simpangan baku adalah sebagai berikut.
Keterangan:
= Simpangan baku = Variansi
2. Uji Asumsi Analisis
48
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang digunakan merupakan data yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan Kolmogrov-Smirnov Test dengan taraf signifikansi 0,05. Uji ini dilakukan dengan bantuan SPSS versi 23. Hipotesis pada uji normalitas adalah sebagai berikut. H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
H1 : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
Kriteria pengujian yang digunakan yaitu H0 ditolak jika nilai signifikansi lebih kecil dari .
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang homogen. Populasi dikatakan homogen jika variansi dari kedua sampel sama. Uji homogenitas menggunakan Uji F dengan bantuan SPSS versi 23 taraf signifikansi 0,05. Hipotesis pada uji homogenitas adalah sebagai berikut. H0: Data kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki variansi yang
sama
H1: Data kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan memiliki variansi yang berbeda
49
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis merupakan kelanjutan dari uji normalitas dan uji homogenitas. Namun, sebelum melakukan uji hipotesis perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan awal pemecahan masalah matematis antara siswa kelas eksperimen dengan siswa kelas kontrol. Uji dilakukan untuk menentukan kriteria keefektifan pada uji hipotesis yang akan digunakan. Kemampuan awal pemecahan masalah matematis ini dilihat dari nilai pretest. Uji kemampuan awal menggunakan Independent Samples T-Test dengan bantuan SPSS versi 23. Kriteria keputusan diambil jika pada nilai Sig. (2 tailed) , maka H0 ditolak. Hipotesis dari uji beda rata-rata adalah sebagai berikut.
Tidak terdapat perbedaan kemampuan awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
Terdapat perbedaan kemampuan awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
Kriteria keputusan yang digunakan yaitu H0 ditolak jika nilai .
Setelah dilakukan uji di atas, maka selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah.
a. Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah 1
50 uji One Sample T-Test dengan bantuan SPSS versi 23. Taraf signifikansi yang digunakan yaitu . Kriteria keputusan diambil jika nilai Sig. kurang dari
, maka H0 ditolak. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut. Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik tidak efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama
Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama
Statistik uji yang digunakan adalah dengan menggunakan uji One Sample T-Test dengan bantuan SPSS versi 23. Kriteria keputusan yang digunakan yaitu H0 ditolak jika nilai Sig. .
b. Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah 2
Model pembelajaran ekspositori efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama apabila rata-rata nilai siswa kelas eksperimen minimal mencapai KKM. Pengujian hipotesis ini menggunakan uji One Sample T-Test dengan bantuan SPSS versi 23. Taraf signifikansi yang digunakan yaitu . Kriteria keputusan diambil jika nilai Sig. kurang dari
51 Model pembelajaran ekspositori dengan pendekatan deduktif tidak efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama
Model pembelajaran ekspositori dengan pendekatan deduktif efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama
Statistik uji yang digunakan adalah dengan menggunakan uji One Sample T-Test dengan bantuan SPSS versi 23. Kriteria keputusan yang digunakan yaitu H0 ditolak jika nilai Sig. .
c. Pengujian Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah 3
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis ketiga, terlebih dahulu data posttest kedua kelas diuji beda rata-ratanya. Uji beda rata-rata nilai posttest ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Pengujian ini menggunakan uji Independent Samples T-Test dengan bantuan SPSS versi 23 dan taraf signifikansi . Kriteria keputusan diambil jika nilai Sig. (2-tailed) kurang dari , maka H0 ditolak. Rumusan hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.
Tidak terdapat perbedaan rata-rata nilai posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
52 Dari pengujian di atas akan diperoleh dua jawaban yaitu tidak terdapat perbedaan atau terdapat perbedaan. Apabila tidak terdapat perbedaan maka pengujian hipotesis yang ketiga tidak dilakukan, tetapi apabila terdapat perbedaan maka dilakukan uji lanjutan yaitu uji hipotesis ketiga.
Hipotesis yang ketiga bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran ekspositori terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama. Hipotesis ini akan diuji menggunakan uji Independent Samples T-Test dengan bantuan SPSS versi 23 dan taraf signifikansi . Kriteria keputusan diambil jika nilai Sig. kurang dari atau nilai Sig. (2-tailed) dibagi 2 kurang dari , maka H0 ditolak. Rumusan hipotesis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah ketiga adalah sebagai berikut.
54 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Deskripsi Pembelajaran
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau eksperimen semu yang bertujuan untuk membandingkan kemampuan pemecahan masalah matematis
antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol siswa Sekolah Menengah Pertama.
Pembelajaran yang diterapkan pada kelas eksperimen yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik, sedangkan pembelajaran yang diterapkan pada kelas kontrol yaitu model
pembelajaran ekspositori dengan pendekatan deduktif.
Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 3 Godean Sleman dan sampel
penelitian diambil dari hasil undian secara acak. Kelas VIII F terpilih sebagai kelas
eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik dan kelas VIII D terpilih sebagai kelas kontrol dengan menerapkan model pembelajaran ekspositori dengan
pendekatan deduktif. Pelaksanaan pengambilan data pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol masing-masing dilakukan selama 6 kali pertemuan atau 14 jam
pelajaran dengan 2 pertemuan atau 4 jam pelajaran digunakan untuk melaksanakan
pretest dan posttest.
Dalam penelitian ini, proses pembelajaran pada kedua kelas dilakukan oleh
peneliti sendiri dengan mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang
telah dibuat dan disesuaikan dengan model pembelajaran masing-masing kelas.
55 Singgung Persekutuan. Deskripsi pelaksanaan pembelajaran pada kelas ekperimen
dan kelas kontrol adalah sebagai berikut.
a. Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen
Pelaksanaan pembelajaran kelas eksperimen yaitu kelas VIII F
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik. Pada saat pelaksanaan pembelajaran,
peneliti diamati oleh seorang observer. Observer bertugas untuk mengamati serta
mengisi lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Dari hasil analisis
keterlaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen, rata-rata persentase
keterlaksanaan pembelajaran yang diperoleh yaitu sebesar 91,67 %. Hasil
pengamatan keterlaksanaan pembelajaran disajikan secara lengkap pada Lampiran
C. 6 halaman 239.
Kegiatan pembelajaran pada kelas eksperimen berlangsung sesuai RPP
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik dan RPP kelas eksperimen ini disajikan
secara lengkap pada Lampiran A. 1 halaman 93. Akan tetapi pada dua pertemuan
awal, pembelajaran menggunakan dua RPP sekaligus dikarenakan keterbatasan
waktu. Materi yang belum terselesaikan dan menjadi bahan dalam Ulangan Tengah
Semester mengharuskan dua RPP digunakan sekaligus dalam satu pertemuan.
Namun, dua RPP terakhir dapat terlaksana sesuai dengan yang telah direncanakan.
Pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas eksperimen menggunakan Lembar
Kerja Siswa (LKS) yang telah disiapkan oleh peneliti. LKS disajikan secara
56 Penelitian diawali dengan pemberian pretest yang terdiri dari tiga soal uraian. Tujuan diberikannya pretest adalah untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum diberikan perlakuan atau lebih tepatnya sebelum pembelajaran matematika
dengan materi garis singgung lingkaran. Pada pertemuan berikutnya, pembelajaran
di kelas ini dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik.
Pada tahap awal pembelajaran, peneliti menginformasikan tujuan dan
memotivasi siswa tentang pentingnya mempelajari materi garis singgung lingkaran
melalui beberapa contoh penerapan garis singgung lingkaran di dalam kehidupan
sehari-hari. Setelah itu, peneliti menyampaikan apersepsi berupa materi prasyarat
atau materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Dalam penyampaian
apersepsi tersebut, peneliti mengajukan pertanyaan kepada siswa mengenai konsep
atau rumus yang pernah dipelajari dan berhubungan dengan materi garis singgung
lingkaran. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik ini, siswa dikelompokan menjadi beberapa
kelompok dengan satu kelompok terdiri dari 4 siswa yang memiliki kemampuan
heterogen. Pembagian siswa ke dalam kelompok berdasarkan nilai yang diperoleh
siswa dari tahap tes penempatan. Nilai ini juga dapat diperoleh dari ulangan harian
sebelumnya atau dapat juga diperoleh dari nilai kuis yang diperoleh pada pertemuan
sebelumnya.
Tahap selanjutnya adalah tahap inti. Pada tahap ini siswa diberikan LKS
untuk dipelajari secara individu selama 15 menit. Selain dipelajari, LKS yang berisi
57 lingkaran tersebut juga dikerjakan sesuai dengan kemampuan siswa
masing-masing. Setelah mempelajari dan mengerjakan LKS secara mandiri, siswa
berkumpul dengan kelompok yang sebelumnya sudah dibentuk oleh peneliti sesuai
dengan nilai dari tes penempatan. Setiap anggota kelompok saling berinteraksi,
memeriksa dan mengoreksi pekerjaan teman serta berdiskusi mengenai
kesulitan-kesulitan yang ditemui pada saat belajar mandiri. Peneliti mengawasi dan
memantau jalannya diskusi serta memberikan bantuan kepada siswa atau kelompok
yang mengalami kesulitan. Beberapa kelompok bekerja secara aktif, saling
berdiskusi dan bekerja sama, tetapi terdapat kelompok yang tidak berdiskusi
melainkan masih mengerjakan LKS secara individu. Peneliti memberikan
penjelasan tentang pentingnya berdiskusi dan bekerja sama di dalam kelompok
belajar, kemudian siswa mulai memperbaikinya. Tahap di atas disajikan melalui
Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3 berikut ini.
Gambar 1. Siswa mempelajari dan
mengerjakan LKS secara individu Gambar 2. Siswa berdiskusi dalam kelompok
58 Setelah selesai berdiskusi dalam kelompok, beberapa kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya mengenai materi yang telah dipelajari. Mereka
mengirimkan perwakilannya untuk menuliskan hasil diskusi di papan tulis untuk
kemudian dibahas bersama. Pada tahap ini peneliti memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya, kemudian peneliti memberikan penegasan tentang materi
pembelajaran yang telah dipelajari. Untuk pengecekan pemahaman siswa, peneliti
memberikan kuis yang dikerjakan siswa secara individu. Dalam beberapa
pertemuan, kuis tidak dapat dilaksanakan dikarenakan waktu pembelajaran kurang,
sehingga kuis dijadikan sebagai pekerjaan rumah. Setelah melaksanakan kuis,
siswa dibimbing peneliti untuk membuat kesimpulan tentang materi yang telah
dipelajari. Di akhir pertemuan, peneliti memberikan penghargaan kepada beberapa
kelompok yang memiliki nilai tertinggi. Penghargaan kelompok ini berdasarkan
nilai kuis individu yang telah dilaksanakan pada hari sebelumnya. Beberapa
tahapan di atas disajikan pada Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6 berikut ini.
Gambar 4. Perwakilan siswa mempresentasikan hasil diskusi
kelompok
59 Gambar 6. Perwakilan siswa menerima penghargaan kelompok
Selama pembelajaran berlangsung, siswa terlihat antusias dan aktif dalam
setiap proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Team Assisted Individualization dengan pendekatan matematika realistik. Hal ini terlihat ketika siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menyelesaikan
konteks-konteks permasalahan yang disajikan dalam LKS, selain itu pada saat siswa berebut
untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok, serta ketika siswa bertanya
kepada peneliti saat menemukan kesulitan dalam mengerjakan soal. Secara
keseluruhan proses diskusi kelompok berjalan dengan baik dan lancar.
Pembelajaran di kelas eksperimen dengan materi pembelajaran garis
singgung lingkaran terlaksana selama 4 kali pertemuan tatap muka atau 10 jam
pelajaran. Deskripsi kegiatan pembelajaran disajikan pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian di Kelas VIII F
Hari / Tanggal Jam Pelajaran Kegiatan
Rabu, 16 Maret 2016 07.00 08.20 Pretest
Selasa, 22 Maret 2016 07.00 09.00 Mengenal garis singgung lingkaran Menghitung panjang garis singgung lingkaran
Rabu, 23 Maret 2016 07.00 08.20 Mengenal kedudukan dua lingkaran
60 Rabu, 30 Maret 2016 07.00 08.20 Menghitung panjang garis
singgung persekutuan luar dua lingkaran
Selasa, 19 April 2016 07.00 09.00 Menghitung panjang tali lilitan minimal yang menghubungkan dua atau lebih lingkaran
Rabu, 20 April 2016 07.00 08.20 Posttest
b. Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol
Pelaksanaan pembelajaran di kelas kontrol yaitu kelas VIII D
menggunakan model pembelajaran ekspositori dengan pendekatan deduktif. Pada
saat pelaksanaan pembelajaran, peneliti diamati oleh seorang observer. Observer
bertugas untuk mengamati serta mengisi lembar observasi keterlaksanaan
pembelajaran. Dari hasil analisis keterlaksanaan pembelajaran di kelas kontrol,
rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran yang diperoleh yaitu sebesar
93,05%. Hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran disajikan secara lengkap
pada Lampiran C. 6 halaman 239.
Secara keseluruhan, kegiatan pembelajaran pada kelas kontrol berlangsung
sesuai RPP dengan model pembelajaran ekspositori dan RPP kelas kontrol ini
disajikan secara lengkap pada Lampiran A. 2 halaman 145. Akan tetapi karena
keterbatasan waktu, pertemuan pertama dan kedua menggunakan dua RPP
sekaligus. Hal ini dikarenakan ada beberapa materi yang belum terselesaikan dan
menjadi bahan dalam Ujian Tengah Semester. Namun, pada pertemuan selanjutnya
menggunakan satu RPP sesuai dengan yang telah direncanakan.
61 sebelum diberikan perlakuan atau lebih tepatnya sebelum pembelajaran matematika
dengan materi garis singgung lingkaran. Pada pertemuan berikutnya, pembelajaran
di kelas ini dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori
dengan pendekatan deduktif yang difasilitatori oleh peneliti.
Pada tahap awal pembelajaran, peneliti menginformasikan tujuan dan
memotivasi siswa tentang pentingnya mempelajari materi garis singgung lingkaran
melalui beberapa contoh penerapan garis singgung lingkaran di dalam kehidupan
sehari-hari. Setelah itu, peneliti menyampaikan apersepsi berupa materi prasyarat
atau materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Dalam penyampaian
apersepsi tersebut, peneliti mengajukan pertanyaan kepada siswa mengenai konsep
atau rumus yang pernah dipelajari dan berhubungan dengan materi garis singgung
lingkaran.
Tahap selanjutnya, peneliti menjelaskan materi tentang garis singgung
lingkaran, cara menemukan rumus, dan contoh soal lengkap dengan cara
penyelesaiannya. Ketika peneliti menjelaskan materi pembelajaran, beberapa siswa
memperhatikan, tetapi ada beberapa siswa lain yang ramai atau mengobrol dengan
teman sebangkunya. Setelah diberi sedikit teguran untuk kembali memfokuskan
diri ke dalam pembelajaran, kelas lebih terlihat kondusif. Kemudian peneliti
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang telah
dipelajari dan mempersilakan siswa untuk mencatat serta memahami kembali apa
yang telah dijelaskan oleh peneliti sebelum diberikan soal untuk latihan.
Selanjutnya, peneliti memberikan soal-soal latihan yang dikerjakan oleh
62 mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan. Setelah selesai mengerjakan
soal latihan, siswa diberikan kesempatan untuk menuliskan jawaban di papan tulis,
sedangkan siswa lainnya diminta untuk mengoreksi dan bertanya apabila kurang
jelas.
Pada akhir pembelajaran, peneliti membimbing siswa dalam
menyimpulkan konsep yang telah dipelajari. Selanjutnya peneliti memberikan kuis
untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa. Akan tetapi, pada beberapa
pertemuan kuis tidak dapat terlaksana dikarenakan kurangnya waktu pembelajaran,
sehingga kuis dijadikan sebagai pekerjaan rumah dan dibahas pada pertemuan
selanjutnya. Beberapa tahapan di atas disajikan pada Gambar 7, Gambar 8, dan
Gambar 9.
Gambar 7. Guru menjelaskan materi
pembelajaran Gambar 8. Siswa mengerjakan latihan soal