ABSTRAK
PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ANGSANA (Pterocarpus indicus
Willd.) TERHADAP POPULASI SEL-β PANKREAS MENCIT JANTAN
GALUR Swiss Webster YANG DIINDUKSI ALOKSAN DAN
PERBANDINGANNYA DENGAN JAMU “D”
Elvina Ingrid, 2009 Pembimbing I : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes Pembimbing II : David Gunawan, dr.
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis dan memerlukan pengobatan seumur hidup yang dapat menguras tenaga dan keuangan. Alternatifnya dapat digunakan jamu “D” yang dipromosikan untuk meringankan gejala DM. Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) merupakan salah satu komponennya. Tujuan penelitian adalah menguji efek ekstrak etanol daun Angsana (EEDA) dalam meningkatkan populasi sel- pankreas dibandingkan kontrol dan perbandingan potensinya dengan jamu “D”. Penelitian bersifat prospektif eksperimental sungguhan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan uji diabetes aloksan. Enam kelompok mencit (n=6) diberi perlakuan selama 7 hari dengan EEDA dosis I (19,5 mg/KgBBmencit), EEDA dosis II (39 mg/KgBBmencit), EEDA dosis III (78 mg/KgBBmencit), CMC 1%, Glibenklamid dosis 0,65 mg/KgBBmencit, jamu “D” dosis 195 mg/KgBBmencit; kemudian mencit dikorbankan. Data yang diamati adalah jumlah sel- dalam minimal 4 pulau Langerhans, pengujian dengan ANAVA satu arah dan Tukey HSD, α=0.05. Rerata jumlah sel- EEDA dosis I (109), EEDA dosis II (101) berbeda sangat signifikan dibandingkan CMC 1% (8) dan jamu “D” (23) dengan p=0.000 sedangkan EEDA dosis III (39) berbeda sangat signifikan dibandingkan CMC 1% (p=0.000) namun tidak berbeda signifikan dibandingkan jamu “D” (p=0.358). Kesimpulannya, EEDA dosis I, II, dan III dapat meningkatkan populasi sel- pankreas dibandingkan kontrol; EEDA dosis I dan II mempunyai potensi lebih kuat dibandingkan jamu “D” sedangkan EEDA dosis III mempunyai potensi setara dengan jamu “D”.
ABSTRACT
THE EFFECT OF ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd.)LEAFS’ OF ETHANOL EXTRACT IN β-CELL POPULATION OF MALE
ALLOXAN-INDUCED Swiss Webster MICE AND COMPARISON TO JAMU “D”
Elvina Ingrid, 2009 Tutors : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes : David Gunawan, dr.
Diabetes mellitus is a chronic metabolic disease which needs a lifelong treatment. Jamu “D” is advertised to reduce diabetes symptoms, Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) is one of its component.The aim of this research is to know the effect of Angsana leafs’ of ethanol extract (ALEE) to increase -cell population in comparison to control and its potential in comparison to jamu “D”. This real experimental research with Randomized Trial Design used alloxan diabetes test. Mice were clustered in six groups (n=6), received different treatment for 7 days: ALEE dosage I (19,5 mg/KgBW), ALEE dosage II (39 mg/KgBW), ALEE dosage III (78 mg/KgBW), 1% CMC, Glibenklamid dosage 0,65 mg/KgBW, jamu “D” dosage 195 mg/KgBW. On seventh day, mice were sacrificed. Research data observed were quantitive ammount of -cell pancreas in at least four pacreatic islands; were then evaluated by one-way ANOVA and Tukey HSD with α=0.05. Average ammount of -cell pancreas of ALEE dosage I (109) and ALEE dosage II (101) were differed significantly with 1% CMC (8) and Jamu “D” (23) with p=0.000) while ALEE dosage III (39) was differed significantly with 1% CMC but not differed significantly to jamu “D” (p=0.358). The conclusion is ALEE dosage I, II, III are able to increase -cell population and ALEE dosage I and II are more potential in comparison to jamu “D”while ALEE dosage III have similar potential in comparison to jamu “D”.
DAFTAR ISI
JUDUL ... LEMBAR PERSETUJU LEMBAR PERSETUJUAN ...
SURAT PERNYATAAN ... ABSTRAK ...
ABSTRACT...
KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...
BAB I PENDAHULUAN ...
1.1 Latar Belakang ... 1.2 Identifikasi Masalah ... 1.3 Maksud dan Tujuan ... 1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 1.4.1 Manfaat Akademis ... 1.4.2 Manfaat Praktis... 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 1.6 Metodologi ... 1.7 Lokasi dan Waktu...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...
2.1 Pankreas ... 2.1.1 Anatomi Pankreas ... 2.1.2 Histologi Pankreas ... 2.1.2.1Pankreas Eksokrin ... 2.1.2.2Pankreas Endokrin... 2.1.3 Fisiologi Insulin ... 2.1.3.1Fisiologi Insulin Normal ... 2.1.3.2Pengaturan Pengeluaran Insulin ... 2.1.3.3Aksi Insulin ... 2.2 Diabetes mellitus ... 2.2.1 Klasifikasi Diabetes mellitus... 2.2.2 Prevalensi Diabetes mellitus ... 2.2.3 Diagnosis Diabetes mellitus ... 2.2.3.1Pemeriksaan Penyaring ... 2.2.3.2Prosedur Diagnosis DM... 2.2.4 Patogenesis Diabetes mellitus ... 2.2.4.1Patogenesis Diabetes mellitus Tipe 1 ... 2.2.4.1.1 Mekanisme Kerusakan Sel- ... 2.2.4.1.2 Faktor Genetik ... 2.2.4.1.2.1Lokus MHC ... 2.2.4.1.2.2Gen Non-MHC ...
2.2.4.1.3 Faktor Lingkungan ... 2.2.4.2Patogenesis Diabetes mellitus Tipe 2 ... 2.2.4.2.1 Resistensi Insulin ... 2.2.4.2.2 Disfungsi Sel- ... 2.2.5 Penatalaksanaan Diabetes mellitus ... 2.2.5.1Edukasi ... 2.2.5.2Terapi Gizi Medis (TGM) ... 2.2.5.3Latihan Jasmani ... 2.2.5.4Intervensi Farmakologis ...
2.2.5.4.1 Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
2.2.5.4.1.1Pemicu Sekreasi Insulin ... 2.2.5.4.1.1.1 Sulfonilurea ... 2.2.5.4.1.1.2 Glinid ... 2.2.5.4.1.2Penambah Sensitivitaas terhadap Insulin
(Tiazolidindion) ... 2.2.5.4.1.3Penghambat Glukoneogenesis (Metformin) ... 2.2.5.4.1.4Penghambat Glukosidase Alfa (Akarbose) ... 2.2.5.4.2 Insulin ... 2.2.6 Komplikasi Diabetes mellitus ... 2.3 Perubahan Morfologi Pankreas pada Diabetes mellitus ... 2.4 Hubungan Antara DM dengan Radikal Bebas ... 2.5 Aloksan ... 2.6 Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) ... 2.6.1 Taksonomi ... 2.6.2 Kandungan Kimia Angsana ... 2.6.3 Kegunaan Medis Angsana ... 2.7 Flavonoid ... 2.7.1 Fitokimia ... 2.7.2 Farmakodinamika ...
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN ...
3.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 3.2 Metode Penelitian ... 3.2.1 Desain Penelitian ... 3.2.2 Penentuan Besar Sampel ... 3.2.3 Variabel Penelitian ... 3.3 Prosedur Kerja... 3.3.1 Persiapan Bahan Uji dan Hewan Coba ... 3.3.2 Prosedur Penelitian ... 3.4 Metode Analisis ... 3.5 Hipotesis Statistik ... 3.6 Kriteria Uji ...
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan ...
4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 4.2.1 Hipotesis I ... 4.2.2 Hipotesis II ...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...
5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... RIWAYAT HIDUP ...
62 62 63
64 64 64
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sel-sel dan Hormon-hormon pada Pulau-pulau Langerhans ... Tabel 2.2 Klasifikasi Etiologis DM ... Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai
Patokan Penyaring dan Diagnosis DM ... Tabel 2.4 Mekanisme Kerja, Efek Samping Utama dan Pengaruh terhadap Penurunan HbA1C (Hb-glikosilat) ... Tabel 4.1 Jumlah Sel- Pankreas pada Berbagai Perlakuan ... Tabel 4.2 Hasil ANAVA Satu Arah Jumlah Sel- Pankreas pada Berbagai Perlakuan ... Tabel 4.3 Hasil Uji Tukey HSD Rata-rata Jumlah Populasi
Sel-Pankreas Antar Kelompok Perlakuan ...
14 19
21
30 56
57
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Pankreas ... Gambar 2.2. Struktur Hitologis Pankreas Secara Skematis ... Gambar 2.3 Gambaran Pankreas Eksokrin dengan Mikroskop Cahaya .... Gambar 2.4 Hormon-hormon yang Diproduksi oleh Sel-sel pada Pulau
Langerhans Pankreas dengan Pewarnaan Imunoperoksidase dan Karakteristik Granul-granul Sel-α, , dan δ Dilihat dengan Mikroskop Elektron ... Gambar 2.5 Sintesa dan Sekres Insulin ... Gambar 2.6 Aksi Metabolisme Insulin pada Otot Lurik, Hati, dan
Jaringan Lemak ... Gambar 2.7 Tahapan dalam DM Tipe 2 ... Gambar 2.8 Struktur Kimia Giblenklamid ... Gambar 2.9 Komplikasi Jangka Panjang Diabetes mellitus ... Gambat 2.10 Struktur Kimia Aloksan dan Reaksi Reduksi Aloksan
Menjadi Asam Dialurat ... Gambar 2.11 Mekanisme Diabetogenik Streptozotocin dan Aloksan ... Gambar 2.12 Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) ... Gambar 2.13 Struktur Kimia Flavonoid ... Gambar 4.1 Sel- , α, dan δ Pankreas dengan Pewarnaan Victoria Blue .... Gambar 4.2 EEDA Dosis I (Perbesaran 100X) ... Gambar 4.3 EEDA Dosis I (Perbesaran 400X) ... Gambar 4.4 EEDA Dosis II (Perbesaran 100X) ... Gambar 4.5 EEDA Dosis II (Perbesaran 400X) ... Gambar 4.6 EEDA Dosis III (Perbesaran 100X) ... Gambar 4.7 EEDA Dosis III (Perbesaran 400X) ... Gambar 4.8 CMC 1% (Perbesaran 100X) ... Gambar 4.9 CMC 1% (Perbesaran 400X) ... Gambar 4.10 Glibenklamid (Perbesaran 100X)... Gambar 4.11 Glibenklamid (Perbesaran 400X)... Gambar 4.12 Jamu “D” (Perbesaran 100X) ... Gambar 4.13 Jamu “D” (Perbesaran 400X) ...
11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Prosedur Penelitian ...68
Lampiran 2 : Perhitungan Dosis ...70
Lampiran 3 : Analisis Data ...72
101
LAMPIRAN
Lampiran 1: Prosedur Penelitian
H1: Mencit jantan sebanyak 36 ekor dari ITB
H2: Penyesuaian mencit dalam laboratorium
H9: Penimbangan berat badan
Pengukuran kadar glukosa darah 4 ekor mencit secara acak
Penyuntikan aloksan intravena pada mencit
H23: Pengukuran kadar glukosa darah mencit setelah induksi aloksan
H24: Mencit terbagi dalam 5 kelompok dan mulai diberi perlakuan setiap
102
H30: Pengukuran kadar glukosa darah mencit setelah perlakuan Pembedahan
Fiksasi jaringan pankreas mencit dengan larutan Bowin
H31: Dehidrasi (Alkohol 70%, 80%, 90%, dan alkohol absolut)
Pembersihan alkohol dengan xylol
H32: Pembuatan blok parafin
H33: Pemotongan dengan mikrotom
103
Lampiran 2: Perhitungan Dosis
Dosis Aloksan:
Dosis aloksan pada tikus: 120 mg/KgBB (Arlani, 2005)
Faktor konversi dari tikus ke mencit: 0,14 Untuk tikus 200 gram = 200/1000 x 120
= 24 mg/tikus
Untuk mencit 20 gram = 24 mg x 0,14 = 3,36 mg/mencit
Untuk 1 KgBB mencit = 1000/20 x 3,36 mg
= 168 mg/KgBB mencit
Rata-rata BB mencit: 30 gram
Untuk mencit 30 gram = 30/20 x 3,36 = 5,04 mg/mencit
Volume maksimal dosis intravena mencit: 0,1 ml = 5,712 mg/0.1 ml
= 57,12 mg/ml
Dosis Glibenklamid:
Dosis glibenklamid untuk manusia 70 Kg: 5 mg
Faktor konversi dosis manusia ke mencit: 0,0026 Untuk mencit 20 gram = 5 mg x 0,0026
= 0,013 mg
Untuk 1 KgBB mencit = 1000/20 x 0,013 mg = 0,65 mg/KgBB mencit
Dosis Jamu "D":
Dosis Jamu "D" untuk manusia: 500mg x 3 kapsul = 1500 mg
104
= 3,9 mg
Untuk 1 KgBB mencit = 1000/20 x 3,9 mg
= 195 mg/KgBB mencit
Dosis Angsana:
Persentase Angsana dalam Jamu "D": 20%
Dosis Angsana dalam Jamu "D" untuk manusia: = 20/100 x 1500 mg
= 300 mg
Faktor konversi dosis manusia ke mencit: 0,0026
Untuk mencit 20 gram = 300 mg x 0,0026 = 0,78 mg
Untuk 1 KgBB mencit = 1000/20 x 0,78 mg
= 39 mg/KgBB mencit (dosis 2) Dosis 1 = 39 mg/KgBB : 2
= 19,5 mg/KgBB mencit (dosis 1)
Dosis 3 = 39 mg/KgBB x 2
105
Lampiran 3: Analisis Data
Descriptives
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
pterocarpus dosis 1 12 4.6377 .35924 .10370 4.4095 4.8660 4.16 5.20
pterocarpus dosis 2 12 4.5123 .54739 .15802 4.1645 4.8601 3.50 4.98
pterocarpus dosis 3 7 3.6788 .15488 .05854 3.5355 3.8220 3.43 3.87
cmc 4 2.1674 .27238 .13619 1.7340 2.6009 1.95 2.56
glibenklamid 4 3.0723 .53655 .26828 2.2185 3.9261 2.64 3.81
jamu D 4 3.1726 .12012 .06006 2.9814 3.3637 3.04 3.33
106
Multiple Comparisons
Tukey HSD
(I) prlakuan (J) prlakuan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
pterocarpus dosis 1 pterocarpus dosis 2 .12541 .16425 .972 -.3680 .6188
pterocarpus dosis 3 .95897* .19134 .000 .3841 1.5338
cmc 2.47029* .23228 .000 1.7725 3.1681
glibenklamid 1.56541* .23228 .000 .8676 2.2632
jamu D 1.46516* .23228 .000 .7673 2.1630
pterocarpus dosis 2 pterocarpus dosis 1 -.12541 .16425 .972 -.6188 .3680
pterocarpus dosis 3 .83356* .19134 .001 .2587 1.4084
cmc 2.34489* .23228 .000 1.6471 3.0427
glibenklamid 1.44000* .23228 .000 .7422 2.1378
jamu D 1.33975* .23228 .000 .6419 2.0376
pterocarpus dosis 3 pterocarpus dosis 1 -.95897* .19134 .000 -1.5338 -.3841 pterocarpus dosis 2 -.83356* .19134 .001 -1.4084 -.2587
cmc 1.51133* .25217 .000 .7538 2.2689
glibenklamid .60645 .25217 .181 -.1511 1.3640
jamu D .50619 .25217 .358 -.2514 1.2638
cmc pterocarpus dosis 1 -2.47029* .23228 .000 -3.1681 -1.7725 pterocarpus dosis 2 -2.34489* .23228 .000 -3.0427 -1.6471 pterocarpus dosis 3 -1.51133* .25217 .000 -2.2689 -.7538 glibenklamid -.90488* .28449 .033 -1.7595 -.0502 jamu D -1.00513* .28449 .013 -1.8598 -.1505 glibenklamid pterocarpus dosis 1 -1.56541* .23228 .000 -2.2632 -.8676 pterocarpus dosis 2 -1.44000* .23228 .000 -2.1378 -.7422 pterocarpus dosis 3 -.60645 .25217 .181 -1.3640 .1511
cmc .90488* .28449 .033 .0502 1.7595
jamu D -.10025 .28449 .999 -.9549 .7544
jamu D pterocarpus dosis 1 -1.46516* .23228 .000 -2.1630 -.7673 pterocarpus dosis 2 -1.33975* .23228 .000 -2.0376 -.6419 pterocarpus dosis 3 -.50619 .25217 .358 -1.2638 .2514
cmc 1.00513* .28449 .013 .1505 1.8598
glibenklamid .10025 .28449 .999 -.7544 .9549
107
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 28.184 5 5.637 34.824 .000
Within Groups 5.989 37 .162
Total 34.173 42
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Tukey HSD
prlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
cmc 4 2.1674
glibenklamid 4 3.0723
jamu D 4 3.1726
pterocarpus dosis 3 7 3.6788
pterocarpus dosis 2 12 4.5123
pterocarpus dosis 1 12 4.6377
Sig. 1.000 .140 .995
108
Lampiran 4: Dokumentasi
Alat-alat yang Digunakan:
mortir, stamper, gelas ukur, beker gelas, spatel glukometer
109
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama lengkap : Elvina Ingrid
NRP : 0510093
Tempat/tanggal lahir : Bandung, 30 November 1986
Alamat : Gg. Pajiping No. 9 Jl. Cicendo Bandung
Riwayat Pendidikan
11
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis yang umumnya diderita seumur hidup (PERKENI, 2006). Di Amerika Serikat, kurang lebih 15 juta orang menderita DM, dan setengahnya tidak terdiagnosis. Terdapat pertambahan jumlah penderita sebanyak 800.000 orang setiap tahun dan 54.000
meninggal dengan sebab yang berkaitan dengan DM. Penyakit ginjal terminal, kebutaan usia dewasa, dan amputasi ekstremitas bawah di Amerika Serikat kebanyakan disebabkan oleh DM (Maitra, Abbas, 2005). DM tidak hanya mengganggu kualitas hidup pasien, tetapi juga mengganggu fungsi sosial ekonomi pasien.
Prevalensi DM di dunia tahun 2000 adalah 171 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 akan mencapai 366 juta. Indonesia berada pada urutan kedua teratas setelah India dalam prevalensi DM untuk kawasan Asia. Prevalensi DM di Indonesia tahun 2000 adalah 8,5 juta dan pada tahun 2030 diperkirakan akan mencapai 21,3 juta (WHO, 2008). Data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) menyebutkan bahwa prevalensi DM pada daerah urban adalah sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%, (PERKENI, 2006). Fakta di atas menunjukkan betapa seriusnya penyakit DM di Indonesia.
Pengobatan DM penting untuk mencegah komplikasi DM, namun sayangnya, hanya dua pertiga dari penderita DM yang sudah terdiagnosis yang menjalani pengobatan (pengobatan non-farmakologik maupun farmakologik) dan hanya
11
teguh di kalangan masyarakat; termasuk di antaranya adalah pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional memegang peranan penting dalam masyarakat Indonesia, selain karena pengobatan tradisional merupakan bagian dari adat istiadat yang dipegang teguh, tanaman obat tradisional terdapat di lingkungan sekitar masyarakat. Pengobatan tradisional menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat.
Indonesia kaya akan berbagai sumber daya alam hayati, termasuk di antaranya adalah tanaman obat tradisional. Begitu banyak tanaman obat tradisional yang penggunaannya sudah diwariskan turun-temurun dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Penelitian mengenai tanaman obat tradisional yang berkhasiat medis pun telah banyak dilakukan. Beberapa tanaman obat tradisional sudah diteliti khasiatnya untuk mengobati berbagai penyakit dan dibuat sebagai fitofarmaka, antara lain: seledri, pegagan, daun salam, dan sambiloto. Namun masih banyak tanaman obat tradisional yang perlu diteliti dan diuji khasiatnya untuk menyembuhkan penyakit.
Jamu “D” dipromosikan untuk meringankan gejala DM. Jamu “D” mengandung 20% daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd. folium), 10% buah paria (Momordicae fructus), 30% daun sambiloto (Andrographidis folium), dan 40% buah buncis (Phaseolus fructus).
Angsana (Pterocarpus indicus Willd.), juga dikenal sebagai Sonokembang di Indonesia, atau Sena di daerah Malaysia dan Singapura, merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang banyak digunakan oleh masyarakat. Penggunaan Angsana sebagai obat tradisional yang kaya manfaat sudah banyak dilaporkan, terutama penggunaan ekstrak kulit pohonnya. Di beberapa daerah, irisan kulit pohonnya direbus dan air rebusannya diminum sebagai obat disentri dan diare.
Beberapa tahun belakangan, teh herbal dan pil yang dibuat dari ekstrak Angsana dipopulerkan di Filipina untuk mengobati berbagai macam penyakit baik yang ringan maupun berat, termasuk diabetes, lepra, nyeri menstruasi, flu, dan rheumatoid arthritis (Thomson, 2006).
11
DM. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.
1.2 Identifikasi Masalah
Pada penelitian ini hendak diuji:
1. Apakah ekstrak etanol daun Angsana (EEDA) dapat meningkatkan populasi
sel- pankreas mencit jantan galur Swiss Webster yang diinduksi aloksan
dibandingkan kontrol.
2. Bagaimana perbandingan potensi ekstrak etanol daun Angsana (EEDA) dalam meningkatkan populasi sel- pankreas mencit jantan galur Swiss Webster yang diinduksi aloksan dibandingkan kontrol.
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian ini adalah untuk menjadikan jamu “D” sebagai fitofarmaka yang dapat berguna untuk alternatif pengobatan DM.
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menguji efek EEDA dalam meningkatkan populasi sel- pankreas mencit jantan galur Swiss Webster yang diinduksi aloksan dibandingkan kontrol.
2. Perbandingan potensi antara EEDA dan jamu “D” dalam meningkatkan
populasi sel- pankreas mencit jantan galur Swiss Webster yang diinduksi aloksan dibandingkan kontrol.
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah
1.4.1 Manfaat Akademis
11
histologis pankreas dan perbandingan potensi antara EEDA dan jamu “D” dalam
meningkatkan populasi sel- pankreas mencit jantan galur Swiss Webster yang diinduksi aloksan dibandingkan kontrol.
1.4.2 Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan jamu “D” dapat digunakan sebagai obat alternatif DM oleh masyarakat Indonesia dengan jangkauan yang lebih luas.
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
DM merupakan penyakit kronis progresif yang ditandai dengan defisiensi insulin relatif maupun absolut dan resistensi insulin sebagai kompensasi respon sekresi insulin yang tidak adekuat. Konsentrasi glukosa darah yang tinggi mengakibatkan auto-oxidation glukosa dan menghasilkan radikal bebas.
Pada individu normal, tubuh mempunyai mekanisme pertahanan yang dapat mengontrol kadar ROS (reactive oxygen species). Namun, apabila pembentukan radikal bebas melebihi kemampuan pertahanan antioksidan endogen, terjadi suatu kondisi yang dikenal sebagai stres oksidatif. Stres oksidatif dapat dikurangi dengan cara tak langsung, yaitu dengan pemberian obat yang dapat menurunkan kadar gula darah, maupun dengan cara langsung, yaitu dengan memberikan zat scavenger radikal bebas, yang dikenal sebagai antioksidan (Ruhe, McDonald, 2001).
Pada hewan percobaan, injeksi aloksan menyebabkan terjadinya degenerasi
sel- pada pulau-pulau Langerhans. Aloksan direduksi menjadi asam dialurat, dan
11
kematian sel sehingga menginduksi terjadinya DM akibat kekurangan produksi insulin (Halliwell, Gutteridge, 1991).
Daun Angsana mengandung saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri (Depkes, 2008). Flavonoid dapat membentuk kompleks dengan ion-ion logam, berperan sebagai antioksidan dan terikat pada protein-protein seperti enzim dan protein struktural. Kemampuan flavonoid untuk membentuk kompleks ion-ion logam prooksidan seperti besi menambah efek antioksidan. Flavonoid juga berperan sebagai scavenger radikal bebas nitrit, anion superoksida, dan singlet oxygen (Mills, 2000) sehingga mengurangi jumlah kerusakan sel- pankreas
akibat aloksan.
Jamu “D” mengandung berbagai ekstrak herbal yang terdiri dari daun
Angsana, buah pare, daun sambiloto, dan buah buncis. Jamu “D” lebih banyak
mengandung zat aktif yang dapat bertindak sebagai antioksidan dibandingkan dengan Angsana.
Hipotesis:
1. EEDA dapat meningkatkan populasi sel- pankreas mencit jantan galur Swiss Webster yang diinduksi aloksan dibandingkan kontrol.
2. EEDA memiliki potensi yang lebih rendah dibandingkan dengan jamu “D” dalam meningkatkan populasi sel- pankreas mencit jantan galur Swiss Webster yang diinduksi aloksan dibandingkan kontrol.
1.6 Metodologi
Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental sungguhan yang bersifat
11
1.7 Lokasi dan Waktu
Lokasi Penelitian:
- Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha – Bandung
- Pusat Penelitian Ilmu Kedokteran (PPIK) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha – Bandung
- Laboratorium Histologi Universitas Gajah Mada - Yogyakarta.
97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. EEDA dosis I, II dan III dapat meningkatkan populasi sel- pankreas mencit jantan yang diinduksi aloksan dibandingkan kontrol.
2. EEDA dosis I dan II mempunyai potensi yang lebih kuat dalam meningkatkan populasi sel- pankreas mencit jantan yang diinduksi aloksan dibandingkan dengan jamu “D” sedangkan EEDA dosis III mempunyai potensi yang setara dengan jamu “D”.
5.2 Saran
Penelitian ini merupakan penelitian perdana untuk meneliti efek EEDA dalam meningkatkan populasi sel- pankreas mencit jantan yang diinduksi aloksan. Saran-saran untuk melanjutkan penelitian mengenai Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) adalah:
1. Penelitian sel- pankreas menggunakan pewarnaan Gomori Aldehide Fuchsin seperti yang dilakukan pada penelitian-penelitian mengenai
sel-pankreas.
2. Menguji efek protektif Angsana terhadap efek diabetogenik aloksan. 3. Perhitungan sel- pankreas disertai dengan pengukuran Kadar Gula Darah
dan C-peptide.
4. Penelitian untuk mengetahui hubungan antara Angsana dan proses
98
DAFTAR PUSTAKA
Barrett E.J. 2005. The endocrine pancreas. In: Boron W. F., Boulpaep E. L., editors: Medical physiology. Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 1066 – 1085.
Block A.M.W., dkk. 2007. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 31st edition. Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 513, 959, 1387.
Chakravarthy B.K, Gupta S., Gambhir S.S., Gode K.D. 1980. Pancreatic beta-cell regeneration – a novel antidiabetic mechanism of pterocarpus marsupium roxb. Indian journal of pharmacology, 12 (2): 123-127.
Cooke R.G., Rae, I.D. 1964. Isoflavonoids. i. some new constituents of pterocarpus indicus heartwood.
http://www.publish.csiro.au/paper/CH9640379.htm., 26 Agustus 2008.
Depkes. 2008. Tanaman obat.
http://bebas.vlsm.org/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku1/1244.pdf. 26 Agustus 2008.
Fumio M. 1958. Zusetsu sou shiki ga ku (human atlas of histology). Tokyo: Kanehara Syoubang Kabushiki Kaisya.
Gartner A., Hiatt B. 2007. The color textbook of histology. Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 64-68.
Grantham A., Walmsley F. 2009. Bouin’s fixative.
http://swehsc.pharmacy.arizona.edu/exppath/resources/bouins.php., 24 Januari 2009.
Halliwell B., Gutteridge J.M.C. 1991. Free radicals in biology and medicine. second edition. Oxford: Clarendon Press. p. 311-314.
Hayati. 1990. Tanaman obat indonesia.
http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=271., 26 September 2008.
99
Kumar V., Fausto N., Abbas A.K. 2005. Robbins and cotran pathologic basis of Disease. seventh edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 3-46, 87-118.
Maitra A., Abbas A.K. 2005. The endocrine system. In: Kumar V., Fausto N., Abbas A.K., editors: Robbins and cotran pathologic basis of disease. seventh edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 1089 – 1205.
Mills S., Bone K. 2000. Principles and practice of phytotherapy. London: Churchill Livingstone. p. 31-33.
Montonen J., Knekt P., Jarvinen R., Reunanen A. 2004. Dietary antioxidant intake and risk of type 2 diabetes. Diabetes Care, 2 (27): 362-366.
Moore K.L., Dalley A.F. 2006. Clinically oriented anatomy. fifth edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 286 – 289.
National Tropical Botanical Garden. 2009. Pterocarpus indicus.
http://www.ntbg.org/plants/plant_details.php?plantid=11900&rid=2152., 24 Januari 2009.
PERKENI. 2006. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia 2006. Jakarta: PB. PERKENI. p. 1-19.
Powers A.C. 2008. Diabetes mellitus. In: Fauci A.S., Dennis L.K., Longo D.L., Braunwald E., Hauser S.L., Jameson J.L., Loscalzo J. editors: Harrison's principles of internal medicine. 17th edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. p. 2275 – 2304.
Ruhe R.C., McDonald R.B. 2001. Use of antioxidant nutrients in the prevention and treatment of type 2 diabetes. Journal of the American college of nutrition, 5 (20): 363-369.
Thomson L.A.J. 2006. Pterocarpus indicus (narra).
http://www.agroforestry.net/tti/Pterocarpus-narra.pdf, 2 September 2008.
WHO. 2008. Diabetes programme.
http://www.who.int/diabetes/facts/world_figures/en/index5.html., 26 Agustus 2008.
100
Wikipedia. 2008. Glibenclamide. http://en.wikipedia.org/wiki/Glibenclamide., 24 Januari 2009.
Wikipedia. 2007. Isoliquiritigenin. http://en.wikipedia.org/wiki/Isoliquiritigenin., 26 Agustus 2008.
Wikipedia. 2009. Licorice. http://en.wikipedia.org/wiki/Licorice., 24 Januari 2009.
Wikipedia. 2008. Pterocarpus indicus.
http://en.wikipedia.org/wiki/Pterocarpus_indicus., 26 Agustus 2008.
Wikipedia. 2008. Pterocarpin synthase.