• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PEMENUHAN HAK ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK (LPKA) UNTUK MENDAPATKAN JAMINAN KESEHATAN BERDASARKAN KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA (CONSTITUTIONAL RIGHTS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of PEMENUHAN HAK ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK (LPKA) UNTUK MENDAPATKAN JAMINAN KESEHATAN BERDASARKAN KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA (CONSTITUTIONAL RIGHTS)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Al-Qisthas 1 Pemenuhan Hak Kesehatan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Berdasarkan Konstitusional Warga Negara (Constitutional Rights)

Taufiq Ramadhan Universitas Negeri Medan Email : TaufiqRamadhan@unimed.ac.id

Oksari Anastasya Sihaloho Universitas Negeri Medan Email : oksari.sihaloho@unimed.ac.id Abstrak

Masa The fulfillment of children's rights is a constitutional mandate that is progressively stated in Article 28 B paragraph (2) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and it includes constitutional rights. The fulfillment of children's rights in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia has been adopted by Law No.35 of 2014 concerning Amendments to Law No.23 of 2002 concerning Child Protection and Law No.11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System. Both laws guarantee the rights of children and specifically formulate the rights of children who are in criminal justice or who are facing the law. This research method uses descriptive analytical method. The results of this study show that the rights of children who are carrying out the coaching process in the Special Child Development Institute (LPKA) based on their constitutional rights have been guaranteed to get the right to survival, growth and development and the right to protection from violence and discrimination. Specifically in Article 3 of Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System that children have the right to education, the right to health services, the right to accessibility, the right not to publish their identity and so on which are given without any exceptions or differences with children who do not face the law because these rights do not look at the social status of the child.

Keywords : Children's Rights, Children Facing the Law, Special Child Development Institutions, Constitutional Rights of Citizens

(2)

2 Vol. 13 No. 2, Desember 2022 Abstrak

Pemenuhan hak Anak adalah amanat konstitusi yang secara progresif disebutkan dalam Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan hal itu termasuk hak konstitusional warga negara (constitutional rights). Pemenuhan atas hak anak didalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 telah diadopsi oleh Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kedua undang-undang tersebut menjamin hak-hak anak serta secara khusus merumuskan hak-hak anak yang berada dalam proses peradilan pidana atau yang sedang berhadapan dengan hukum. Metode Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hak- hak anak yang sedang menjalankan proses pembinaan didalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) berdasarkan hak konstitusionalnya telah terjamin untuk mendapatkanhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Secara khusus dalam Pasal 3 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa anak berhak mendapatkan pendidikan, hak pelayanan kesehatan, hak aksesibilitas, hak untuk tidak dipublikasikan identitasnya dan sebagainya yang diberikan tanpa adanya pengecualian atau perbedaan dengan anak yang tidak berhadapan dengan hukum karena hak tersebut tidak memandang status sosial anak tersebut.

Kata Kunci : Hak Anak, Anak Berhadapan Dengan Hukum, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Hak Konstitusional Warga Negara.

LATAR BELAKANG

Dalam Kedudukan anak tidak dapat dibeda-bedakan atas hidup dirinya sebagai seorang manusia, berbangsa dan bernegara. Dalam konstitusi sebagai hukum dasar di Indonesia, setiap anak memiliki peran strategis bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta dilindungi dari kekerasan dan diskriminasi. Kepentingan anak diutamakan sebagai kepentingan yang paling terbaik dan khusus bagi kelangsungan hidup

(3)

Al-Qisthas 3 umat manusia karena anak adalah generasi dan penentu garis masa depan bangsa. Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu ditindaklanjuti dengan membuat kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk melindungi dan menjamin hak-hak yang melekat pada anak.

Selain hak untuk mendapatkan perlindungan hukum, pendidikan dan jaminan sosial bagi anak yang tidak mampu, salah satu hak terhadap anak yang dijamin oleh negara yang sekaligus menjadi kewajiban negara adalah jaminan terhadap hak kesehatan nya. Hak atas kesehatan anak secara umum dalam konteks relasi antar Negara dan warga Negara terletak pada ranah kewajiban Negara untuk menyediakan hak dasar warganya. Dengan kata lain wilayah pembicaraannya terletak pada persoalan hak asasi manusia bahkan hak-hak anak telah diatur secara jelas dan terperinci didalam Konvensi Hak Anak oleh PBB yang dikenal dengan “United Nations Convention on the Rights of the Child Tahun 1989”.

Menurut hukum tata negara, hak anak berada pada penerapan Hak Asasi Manusia yang dikelompokkan sebagai “positive obligation” seperti hak untuk tidak mendapatkan intimidasi dan penyiksaan. Kedudukannya dalam hukum tata Negara bertujuan agar memudahkan bagaimana seharusnya Negara membuat peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hak-hak anak.1

Dirumuskan didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 terdapat 6 (enam) aturan terkait dengan hak kesehatan warga negara secara umum serta hak kesehatan anak secara khusus yaitu :

1. Setiap anak memiliki hak untuk kelangsungan hidup, berkembang dan memilki hak atas perlindungan dari kekerasan serta diskriminasi sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 28 B ayat (2).

1www. Pandawacare.co.id / Hak anak atas kesehatan berdasarkan perlindungan anak/Artikel, Sabtu, 27 Februari 2016 Pukul 08.09 Wib (Diakses tanggal 25 Mei 2018 Pukul 10.27 Wib)

(4)

4 Vol. 13 No. 2, Desember 2022 2. Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat

tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 28 H ayat (1).

3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 28 H ayat (3).

4. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 34 ayat (1)

5. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusian sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 34 ayat (2).

6. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan umum yang layak sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 34 ayat (3).

Hak untuk mendapatkan jaminan kesehatan atas anak melingkupi latar belakang dan status sosial anak seperti yang telah dirumuskan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 seperti fakir miskin, anak terlantar atau yang tidak memiliki orang tua/keluarga serta termasuk anak yang berhadapan dengan hukum atau anak dengan status anak didik pemasyarakatan (anak binaan) sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 64 huruf O Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan Anak.

Anak sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana perbuatan yang dilakukan tidak dijadikan sebagai alasan penghapusan pidana.2 Oleh sebab itu, meski anak sebagai yang terhukum namun hak-hak melekat padanya harus diberikan secara penuh. Meskipun secara hukum, pemidanaan bagi anak adalah sah dan dibenarkan, tetapi itu semua tidak menghalangi hak anak yang berhadapan dengan hukum untuk memperoleh kesehatan.

Pemenuhan jaminan kesehatan atas anak yang berhadapan dengan hukum diberikan tanpa adanya pengecualian atau perbedaan dengan anak yang

2Ahmad Bahiej, Hukum Pidana, Teras, Yogyakarta, 2008, hlm. 145.

(5)

Al-Qisthas 5 tidak berhadapan dengan hukum karena hak tersebut tidak memandang status sosial anak tersebut.

Menurut Inter-Parliamentary Union & UNICEF, anak yang berhadapan dengan hukum “children in conflict with the law” adalah anak yang berusia 14 tahun namun belum berusia 18 tahun yang kedudukannya dihadapkan dengan suatu masalah pidana dan menjadi titik permulaan anak berhadapan dengan hukum dan diproses dalam sistem peradilan pidana anak. Istilah sistem peradilan pidana menunjukkan suatu proses hukum yang diberikan kepada seseorang melanggar hukum pidana baik itu sengaja ataupun karena kelalaian.

Kesimpulannya sistem pengadilan pidana anak dipergunakan untuk menggambarkan sistem pengadilan pidana yang dikhususkan pada anak.3

Terkait upaya memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, sistem peradilan pidana anak harus mengartikan secara luas, tidak hanya memaknainya dengan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum semata saja, namun dengan upaya pencegahan, pendidikan, bimbingan dan pemenuhan terhadap hak-hak anak dengan cukup serius karena keadaan anak mempengaruhi kondisi fisik dan psikis mereka.

Anak sebagai pelaku perbuatan pidana yang telah divonis bersalah dan menjalankan masa hukumannya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak memiliki jaminan hak atas kesehatan sebagaimana yang tercantum didalam Undang- Undang sistem peradilan pidana anak Pasal 64 huruf O Undang- Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Namun terdapat beberapa masalah yang cukup serius terhadap pemenuhan hak kesehatan atas anak yang berhadapan dengan hukum yang sedang menjalani masa binaan di suatu Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LKPA). Beberapa masalah yang menjadi penghambat tidak terpenuhinya hak

3Inter-Parliamentary Union & UNICEF, Improving the protection of children in conflict with the law in South Asia : A regional parliamentary guide on juvenile justice, UNICEF ROSA, 2006.

(6)

6 Vol. 13 No. 2, Desember 2022 kesehatan atas anak yang berhadapan dengan hukum seperti anggaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan hak-hak anak. Lembaga pembinaan khusus anak memiliki klinik kesehatan namun tidak berfungsi sebagaimana layaknya puskesmas dan rumah sakit karena alasan fasilitas dan anggaran operasionalnya yang tidak memadai padahal layanan publik tersebut merupakan wujud dari perlindungan yang dijamin oleh konstitusi ditambah lagi kondisi lingkungan yang tidak sehat dan dengan kurangnya asupan makanan yang bergizi. Alasan kurangnya anggaran operasional merupakan faktor resiko yang berkontribusi terhadap prevalensi penyakit di suatu lembaga pembinaan khusus anak atau lembaga pemasyarakatan semakin bertambah dan memperparah keadaan anak karena tidak dirawat dan tidak diberi pelayanan kesehatan yang memadai.

Menurut Talcott Parsons dalam teori tindakannya yang dapat dihubungkan dengan pelaksanaan pembinaan oleh petugas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) bahwa untuk menentukan sikap (orientasi) atau pandangan setiap orang yang bertindak, seyogyanya terdiri dari dua elemen dasar seperti orientasi motivasional dan orientasi nilai. Orientasi motivasional merujuk pada kemauan setiap orang yang bertindak untuk memperluas kepuasan dan memperkecil kekecewaan. Satu sisi dari permasalahan ini terdapat usaha untuk menyeimbangkan kepentingan langsung yang memberikan kepuasan dengan tujuan jangka panjang. Orientasi nilai merujuk pada patokan normative yang mengendalikan pilihan setiap orang (alat dan tujuan) dan prioritas dihubungkan dengan adanya keinginan/kepentingan dan tujuan yang berbeda.4 Orientasi berdasarkan teori tindakan diatas dipengaruhi dengan tujuan agar perhatian penekanan yang dilakukan oleh Lembaga Pembinaan Khusus Anak dalam memberikan binaan terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum mencapai tujuan pembinaan dan rehabilitasi sosial yang baik dan terarah. Pemenuhan hak-hak anak yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan seperti adanya penekanan disiplin, sanksi keras yang sifatnya penyiksaan dan diskriminasi terhadap anak (penghukuman) akan

4 Wagiati Soetedjo dan Melani, Hukum Pidana Anak, Edisi Revisi, Cetakan keempat, Refika Aditama, Bandung. 2013. hlm. 116

(7)

Al-Qisthas 7 membuat anak merasa trauma telah didiskriminasi dan mengganggu psikis anak di masa yang akan datang. Tindakan tanpa adanya motivasi tidak mencerminkan tujuan dari konsep pembinaan untuk anak agar menjadi manusia seutuhnya, sebaliknya tindakan dengan motivasi yang baik diikutsertakan dengan bimbingan agama dan pendekatan iman mampu mengubah anak menjadi masyarakat yang percaya diri dan siap untuk berbaur dengan lingkungannya dengan sikap yang tidak bertentangan dengan norma agama.

Dihubungkan dengan diversi, anak sebagai pelaku tindak pidana atau anak yang berhadapan dengan hukum, proses peradilannya dialihkan dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana yang bertujuan untuk menjamin hak-hak anak yang dibedakan dengan orang dewasa sebagai pelaku tindak pidana, memberlakukan secara manusiawi seorang anak dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya, tidak mendapatkan intimidasi dan diskriminasi, memperoleh aksesibilitas, memperoleh pendidikan, memperoleh pelayananan kesehatan; dan memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengaplikasian diversi diterapkan melalui pendekatan keadilan restoratife (Restorative Justice) yang bertujuan untuk menghindarkan anak dari proses peradilan sehingga citra buruk terhadap anak yang berhadapan dengan hukum tidak menjadi ancaman yang menakutkan bagi anak dimasa yang akan dating dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara baik dan wajar tanpa adanya stigma sebagai narapidana. Diversi diterapkan disemua tingkat pemeriksaan, dimaksudkan untuk mengurangi dampak negative keterlibatan anak dalam proses peradilan tersebut.5

5Angger Sigit Pramukti, Sistem Peradilan Pidana Anak, Cet.1. Pustaka Yustisia, Yogyakarta. 2015, hlm. 68.

(8)

8 Vol. 13 No. 2, Desember 2022 Menurut analisis situasi perbuatan anak oleh Harry E. Allen dan Clifford E.Simmonse, terdapat 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat anak harus berhadapan dengan hukum :6

1. Perbuatan nakal anak/remaja (kenakalan remaja) jika dilakukan oleh orang dewasa bukanlah suatu perbuatan yang jahat atau salah meski sebenarnya melanggar norma agama dan kesopanan seperti berbohong, tidak menurut dan membolos sekolah atau kabur dari rumah atau yang dikenal dengan status offence.

2. Perbuatan nakal anak/remaja (kenakalan remaja) jika dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum atatu menyimpang seperti tawuran, pencurian dengan kekerasan, pelecehan seksual dan lain sebagainya atau yang dikenal dengan juvenile delinquency.

Kedudukan anak dengan semua sifat dan ciri-ciri yang khusus, penanganan anak dalam proses hukumnya memerlukan pendekatan, pelayanan, perlakuan, perawatan serta perlindungan yang khusus dalam upaya memberikan perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana diperhatikan dan ditangani secara khusus. Perhatian dan penanganan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang berhadapan dengan hukum harus mendapatkan perlindungan sebagaimana haknya sebagai seorang anak dalam jaminan hak konstitusi warga negara (constitutional rights). Pendekatan, pelayanan, perlakuan, perawatan serta perlindungan merupakan hak-hak setiap anak dalam proses peradilan pidana yang telah dijamin keberadaannya misal pelayanan dan perawatan dibidang kesehatan dan pendidikannya, pemberlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umur dan kebutuhannya, perlindungan terhadap kekerasan atau terbebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya.

610 Mamik Sri Supatmi Purniati dan Ni Made Martini Tinduk, mengutip Harry E. Allen dan Clifford E.Simmonsen dalam Correction in America : An Introduction atau Analisis Situasi Sistem Peradilan Pidana

(9)

Al-Qisthas 9 Pelaksanaan sistem peradilan pidana anak tidak dapat berjalan dengan baik dan lancar tanpa adanya dukungan dari tenaga (sumber daya manusia) yang bekerja dengan baik dan lembaga berwenang yang menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan kedudukan Anak untuk mencapai tujuan pembinaan terhadap anak mendapatkan hak-haknya yang dijamin oleh konstitusi. Lembaga yang terkait dalam sistem peradilan pidana anak adalah Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Lembaga Pembinaan Khusus Anak dalam menjalankan tugas dan fungsinya wajib memperhatikan hak setiap anak dalam proses peradilan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana yang salah satunya adalah hak anak untuk mendapatkan jaminan pendidikan dan kesehatan sebagaimana haknya sebagai warga negara dalam konstitusi (constitusional rights).

METODE PENELITIAN

Sifat penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitis, metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang dilakukan dengan menggunakan cara kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normative, menurut Ronny Hanitijo Soemitro bahwa penelitian dengan menggunakan pendekatan yuridis normative lebih mengutamakan bahan pustaka atau dokumen yang disebut data sekunder, berupa bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier pada proses penelitianya.7 Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan dan peraturan lain yang relevan berhubungan dengan perlindungan terhadap anak meliputi hak kesehatan bagi anak sebagai pelaku tindak pidana yang menjalankan hukumannya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak.

7Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 43

(10)

10 Vol. 13 No. 2, Desember 2022 Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif dengan menghasilkan data deskriptif-analitis yang bertujuan agar mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang permasalahan- permasalahan yang diteliti.8 Gambaran yang dimaksud terkait dengan hak konstitusi anak sebagai warga negara (constitutional rights) yang dijamin kedudukannya untuk mendapatkan jaminan kesehatan meski sedang menjalani hukumannya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak.

PEMBAHASAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar atau konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak secara khusus dan spesifik merumuskan tentang hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum namun Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia didalam 2 (dua) Pasalnya mencantumkan pasal yang menjamin hak-hak anak sebagai hak kontitusionalnya atau sebagai hak dasarnya sebagai manusia yang dapat dikaitkan dengan hak anak yang berhadapan dengan hukum seperti anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dalam Pasal 28 B ayat (2), fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara dalam Pasal 34 ayat (1).

Kedua pasal tersebut adalah jaminan atas kedudukan setiap anak yang diadopsi dalam Undang-undang perlindungan Anak dan Sistem Peradilan Pidana Anak seperti hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, hak mendapatkan kesehatan, hak untuk tidak diintimidasi bahkan hak untuk mendapatkan pelatihan, hak untuk mendapatkan perlindungan dan kepastian yang sama dimata hukum (equality before the law) tanpa melihat status anak, hak untuk memeluk agama dan hak-hak lainnya, hal ini menunjukkan adanya perhatian serius dari pemerintah untuk menjamin hak-hak tersebut sebagai hak dasar bagi anak (hak asasi manusia) dan kewajiban bagi Negara untuk berkomitment dalam menjalankannya.

8 Lexy J.Moleong, Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm.103

(11)

Al-Qisthas 11 Perlindungan akan jaminan hak-hak anak yang dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diperoleh tanpa adanya syarat, pengecualian atau perbedaan serta tidak memandang kedudukan status sosial atau kondisi anak seperti anak yang tidak berhadapan dengan hukum dengan anak yang berhadapan hukum (anak nakal dalam proses peradilan pidana) karena faktanya seorang anak dapat melakukan hal-hal seperti layaknya manusia (orang dewasa) pada umumnya, tidak terkecuali hal-hal atau yang bertentangan dengan norma atau hukum yang berlaku.

Anak yang berhadapan dengan hukum meski menjalankan sanksi hukumannya di Lembaga Pembinaan khusus anak berdasarkan undang-undang perlindungan anak dan sistem peradilan pidana anak, keberadaannya tetap memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik seperti mendapatkan pendidikan yang layak, hak untuk beribadah, hak untuk rekreasi dan mendapatkan perawatan kesehatan yang lengkap, hak untuk diperlakukan secara manusiawi, hak terbebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, sertatidak merendahkan derajat dan martabatnya.

Pemenuhan atas hak anak didalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 telah diadopsi oleh Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Keberadaan 2 (dua) undang-undang tersebut menjamin kedudukan hak-hak anak yang diatur secara khusus seperti mewujudkan kepastian dan perlindungan hukum yang pasti dan adil bagi anak seperti mendapatkan bantuan hukum, tidak dijatuhkan hukuman mati dan seumur hidup, bebas dari penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya serta tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara karena tindakan tersebut termasuk penyiksaan dan diskriminasi terhadap anak kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat, memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum serta memperoleh advokasi sosial.

(12)

12 Vol. 13 No. 2, Desember 2022 Keberadaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak yang saat ini telah diubah menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) sejak lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, perubahan ini menunjukkan keseriusan pemerintah akan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sebagai pelaku tindak pidana agar tidak mendapatkan diskriminasi dan intimidasi. Salah satu perbedaan yang mencolok diatara keduanya adalah mengenai pendidikan Formal pembinaan terhadap anak tidak disatukan dengan orang dewasa sebagaimana hak ini telah dirumuskan didalam Pasal 3 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : PAS- 36.OT.02.02 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Pemasyarakatan, pemberian makanan sebagai penunjang gizi dan kesehatan anak yang berhadapan dengan hukum di LPKA terkait jatah makan yang diberikan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali yaitu :

a. Untuk sarapan pagi diberikan pada Pukul 07.00 wib b. Untuk makan siang diberikan pada Pukul 12.00 wib

c. Untuk makan malam diberikan pada sore hari (waktu petang) pada Pukul 17.00 wib

d. Ditambah dengan extrafooding sebagai makanan tambahan yang diberikan sebanyak 2 (dua) kali pada pagi dan sore hari

(13)

Al-Qisthas 13 Tiap-tiap jatah makanan yang diberikan di LPKA dilakukan berdasarkan Pedoman Penyelenggaraan Makanan Bagi Tahanan, Anak dan Narapidana sebagaimana yang dirumuskan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2017 T. Berikut menu makanan di LPKA:

Tabel 1 : Menu makanan bagi abh di LPKA

Menu makanan yang diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum (anak binaan LPKA) dapat dikatakan teratur dan cukup layak memenuhi kelengkapan menu sehat yang disesuaikan dengan AKG bagi anak binaan yang telah distandarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

(14)

14 Vol. 13 No. 2, Desember 2022 Pemberian makanan dan pemenuhan gizi terhadap anak berdasarkan menu diatas yang diberikan oleh LPKA terlihat cukup layak dan memadai namun jika menu-menu yang tertera pada table diatas tetap terjadwal tanpa adanya peningkatan tidak dapat dipungkiri bahwa kedepannyaakan menimbulkan kejenuhan terhadap anak-anak binaan.

Pengeluaran dana ataupun anggaran dapat dikatakan menjadi masalah terbesar dan sulit yang dihadapi untuk pemenuhan gizi dan makan para warga binaan ditambah adanya snack atau extrafooding sebagai makanan tambahan.

Oleh karenanya pihak LPKA tidak mempunyai jalan lain kecuali menyesuaikan dengan keadaan anggaran dan tetap memberikan menu sehat seadanya dari pada tidak sama sekali memberikan makan kepada anak-anak warga binaannya.

LPKA menjamin adanya penerapan kebersihan dan menjamin higienitas makanan dan sanitasi pengelolaan dapur sebagai pendukung kesehatan bagi warga binaan. Jaminan terhadap higienitas makanan dan sanitasi meliputi seperti :

a. Keberadaan dapur yang telah tersertifikasi hygiene jasaboga

b. Alat dapur yang food grade dan yang memiliki Standar Nasional Indonesia.

c. Alat makan dan minum yang food grade yang telah memiliki Standar Nasional Indonesia.

d. Berbagai kebutuhan administrasi yang telah memiliki Standar Nasional Indonesia

Gambar 1 : Sistem Penyelenggaraan Makanan

(15)

Al-Qisthas 15 Selain pemenuhan kesehatan melalui makanan yang diberikan, jaminan akan perawatan kesehatan anak juga menjadi hak-hak yang harus dipenuhi karena kesehatan adalah salah satu hak yang juga didapat oleh anak yang berhadapan dengan hukum dan merupakan hak konstitusi yang dijamin oleh Undang- Undang Dasar 1945 sebagaimana haknya sebagai warga negara bahkan diatur secara khusus didalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Perawatan kesehatan terhadap anak hanya diberikan untuk penyakit ringan saja seperti tuberculosis dan penyakit yang berhubungan dengan kulit namun berbeda dengan penyakit berat yang sifatnya berbahaya.

Beberapa penyakit 10 (sepuluh) terbanyak yang sering terjadi di LPKA, Lapas atau Rutan dan telah dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan seperti penyakit Tuberkulosis (TB), Penyakit Kulit, Penyakit Pencernaan, Penyakit Pernafasan, HIV/AIDS, Penyakit jantung dan pembuluh darah, Penyakit Syaraf, Penyakit Mata, Penyakit Saluran Kemih, Penyakit lainnya.

9Beberapa penyakit yang cukup serius diatas harus ditangani dengan baik agar hak kesehatan anak tetap terjamin. Oleh karena itu dibutuhkan adanya upaya pencegahan untuk mengurangi dan mengendalikan peningkatan penyakit berbahaya muncul kembali.

Direktorat Bina Kesehatan dan perawatan warga binaan secara serius telah menyusun beberapa pedoman sebagai upaya pemenuhan hak kesehatan anak yang berhadapan dengan hukum yang menjadi binaan LPKA antara lain :

a. Pelayanan kesehatan meliputi narapidana, tahanan dan anak didik pemasyarakatan (anak binaan LPKA).

b. Penyelenggaraan sanitasi dan kesehatan lingkungan seperti ketersediaan air.

915 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI, Standar Pelayanan Dasar Perawatan Kesehatan Di Lapsa, Rutan, Bapas, LPKA dan LPAS, Jakarta, 2015. hlm.1

(16)

16 Vol. 13 No. 2, Desember 2022 c. Therapeutic Community

d. Pelayanan kesehatan pada anak, wanita, lansia dan sakit permanen.

e. Penyelenggaraan bahan makanan.

f. Rencana Aksi Nasional pengendalian tuberculosis.

g. Petunjuk teknis pencegahan dan pengendalian infeksi Tuberculosis.

h. Pelayanan penyakit HIV-AIDS dan IMS 16

Pedoman diatas dibutuhkan sebagai standar pelayanan dasar perawatan kesehatan bagi narapidana, tahanan dan anak di Lapas, Rutan, Bapas, LPKA dan LPAS dengan tujuan agar anak mendapatkan kepastian dalam pelayanan dan perawatan kesehatan sesuai dengan standar dimana didalamnya tetap mengedepankan hak-hak anak yang dijamin oleh konstitusi sebagai hak warga negara.

Rangkaian pelayanan dasar perawatan kesehatan bagi narapidana atan anak binaan di Lapas, Rutan, LPKA dan LPAS disusun secara dan sistematis berdasarkan skema dibawah ini:

Gambar 2 : Alur pelayanan dasar perawatan kesehatan di LPKA Sistem, mekanisme dan prosedur terkait pelayanan kesehatan dasar telah

(17)

Al-Qisthas 17 dibagi menjadi 3 (tiga) proses yang berlangsung di Lapas/Rutan/LPKA/LPAS. Sistem, mekanisme dan prosedur meliputi standar sebagai berikut :

1. Pelayanan dasar perawatan kesehatan bagi narapidana, tahanan dan anak yang baru masuk Lapas/Rutan/LPKA.

2. Pelayanan dasar perawatan kesehatan bagi narapidana, tahanan dan anak selama di dalam Lapas/Rutan/LPKA.

3. Pelayanan dasar perawatan kesehatan bagi narapidana, tahanan dan anak yang akan bebas dari Lapas/Rutan/LPKA.

Biaya pelaksanaan perawatan kesehatan berasal dari anggaran pemerintah baik itu ditanggung oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. Pelaksanaan pelayanan kesehatan juga berasal dari partisipasi masyarakat didalam pelaksanaan upaya kesehatan dan waktu memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan. Sumber dana berikutnya adalah dari Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS).

Standar pelayanan dasar perawatan kesehatan sebagai panduan untuk tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan yang berada di LPKA bertujuan agar petugas dapat melakukan perawatan kesehatan dengan aman, bermanfaat, terjangkau mutunya serta dapat dipertanggungjawabkan. Standar pelayanan yang dimaksud berupa norma dan dasar hukum, maksud dan tujuan, kebutuhan sumber daya manusia meliputi tenaga kesehatan yang dibutuhkan, kebutuhan sarana dan sarana, kebutuhan biaya pelaksanaan meliputi anggaran, sistem, mekanisme dan prosedur.

Menurut peneliti, adanya standar pelayanan dasar perawatan kesehatan merupakan acuan yang baik agar terpenuhinya hak kesehatan terhadap anak meski faktanya terhambat karena adanya beberapa faktor seperti anggaran, sarana dan prasarana yang tidak memadai. Sarana dan prasarana meliputi ruang pelayanan umum, ruang pelayanan gigi, ruangan gawat darurat, ruang farmasi, ruang isolasi, ruang laboratorium, instalasi pembuangan limbah dan ambulance.

Anggaran yang dimaksud sebagai kepentingan biaya pelayanan digunakan

(18)

18 Vol. 13 No. 2, Desember 2022 untuk pemeriksaan kesehatan awal, skrining TB, isolasi suspek TB, skrining HIV (tes atas inisiasi petugas kesehatan, skrining penyakit IMS, skrining riwayat narkoba/napza, skrining kejiwaan, penyuluhan kesehatan dasar untuk HIV/AID,TB, IMS serta penyalahgunaan Napza, Penanganan Gawat Darurat dan Penanganan gejala putus zat.

Salah satu faktor tingginya penyakit Tuberculosis di LPKA disebabkan besarnya jumlah penghuni atau warga binaan yang kedudukannya tidak sebanding dengan kapasitas yang tersedia. Hal ini menyebabkan terjadinya kelebihan muatan yang karena kepadatannya menyebabkan sirkulasi udara di ruangan terbatas yang akhirnya bakteri dan kuman sangat mudah untuk menyebar.10

Lembaga Pembinaan Khusus Anak menjamin pemberian air bersih dengan sarana-prasarana yang menunjang fasilitasnya seperti tersedianya air bersih yang cukup pada masing-masing kamar/blok hunian, instalasi yang bersih, air yang bersumber dari tanah atau PAM, kualitas air yang telah tersertifikasi dari instansi yang berkompeten, pengawasan dan pemantauan kualitas air yang sesuai dengan standar.

KESIMPULAN

Hak atas kesehatan anak melingkupi semua anak dengan berbagai latar belakang dan status sosial anak sebagaimana dirumuskan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 seperti anak yang menjalani pemidanaan dengan status anak didik pemasyarakatan atau Anak binaan yang berhadapan dengan hukum. Lembaga yang berhubungan dengan sistem peradilan pidana adalah Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

LPKA wajib memperhatikan hak setiap anak yang berhadapan dengan hukum yang sedang menjalani masa hukumannya yaitu menjamin hak kesehatan anak yang menjadi warga binaan. Anak yang berhadapan dengan hukum tetap memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik meski harus

10 Suara.com/Workshop Jurnalis Media Tuberkulosis oleh Nugroho 24 Februari 2015 diakses pada tanggal, 09 Juli 2018 pada pukul 10.14

(19)

Al-Qisthas 19 menjalani hukumannya di lembaga pembinaan khusus anak seperti mendapatkan perawatan kesehatan yang lengkap, hak untuk diperlakukan secara manusiawi, hak untuk mendapatkan makanan yang sehat dan bergizi sesuai kebutuhannya. Pemenuhan atas hak-hak anak didalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 telah diadopsi oleh Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam rangka pemenuhan hak kesehatan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak LPKA telah diatur secara khusus didalam Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : PAS-36.OT.02.02 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Pemasyarakatan. Perlindungan terhadap anak adalah amanat konstitusi yang secara progresif menyebutkan hak konstitusi anak dalam Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan hal itu termasuk hak konstitusional warga negara (constitutional rights).

DAFTAR PUSTAKA

Bahiej, Ahmad. Hukum Pidana. Yogyakarta : Teras, 2003.

Inter-Parliamentary Union & UNICEF. Improving The Protection Of Children In Conflict With The Law In South Asia : A Regional Parliamentary Guide On Juvenile Justice, UNICEF ROSA, 2003..

Volz, Anna. Advocacy strategies traning manual : General Comment No.10 : Children’s Rights in Juvenille Justice, Defence for Children International, 2009.

Wagiati Soetedjo dan Melani. Hukum Pidana Anak, Bandung : Cetakan keempat, Refika Aditama, 2003.

Pramukti, Angger Sigit. Sistem Peradilan Pidana Anak. Yogyakarta : Cet.1.

Pustaka Yustisia, 2015.

(20)

20 Vol. 13 No. 2, Desember 2022 J.Moleong, Lexy. Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004. Waluyo, Bambang. Pidana dan Pemidanaan, Jakarta : Sinar Grafika, 2000.

Mamik Sri Supatmi Purniati dan Ni Made Martini Tinduk. mengutip Harry E.

Allen dan Clifford E.Simmonsen dalam Correction in America : An Introduction atau Analisis Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak ( Juvenile Justice System) di Indonesia, UNICEF, Indonesia, 2003.

Gosita, Arif. Masalah Perlindungan Anak. Bandung : Mandar Maju, 2009. Ronny Hanitijo Soemitro. Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI. Standar Pelayanan Dasar Perawatan Kesehatan Di Lapsa, Rutan, Bapas, LPKA dan LPAS, Jakarta, 2015.

Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : PAS-36.OT.02.02 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Pemasyarakatan.

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2017 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Makanan Bagi Tahanan, Anak dan Narapidana.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Referensi

Dokumen terkait

Rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan, jika tidak, pelanggan akan beralih ke rumah sakit lain yang

Perancangan Video Profil Batik Bolleches Dari Kabupaten Kediri ini merupakan salah satu upaya penulis untuk menginformasikan tentang hasil budaya berupa sebuah

Deflasi di Kota Tanjung terjadi karena adanya penurunan index harga secara umum yang ditunjukkan pada sebagian kelompok: seperti: menurunnya pengeluaran

Bahwa Negara melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2B ayat (2), menjamin Hak setiap anak atas kelangsungan

Sebagai negara hukum hak-hak narapidana anak harus dilindungi oleh hukum dan penegak hukum khususnya para staf di Lembaga Pembinaan Khusus Anak, sehingga merupakan sesuatu

This includes the provision of signature traditional dishes for on-board meals such as nasi kuning (Indonesian yellow rice), and nasi rendang (beef.. stewed

Sedangkan pengertian bank menurut Siamat (1993: 21) yaitu : Bank adalah lembaga keuangan yang berdasarkan peraturan perundangan dapat menghimpun dana dari

KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH TAHUN