• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tesis Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tesis Baru"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

A. LATAR BELAKANG

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Negara menguasai:

“Bumi dan Air dan Kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Pada pasal tersebut diatas telah di jelaskan, bahwa tanah itu merupakan

cabang produksi yang penting bagi Negara, dikarenakan bahwa tanah itu

merupakan aset bagi Negara dan dikuasai oleh negara untuk mencapai tujuan

kesejahteraan masyarakatnya.

Sebutan tanah dalam bahasa Indonesia dapat dipakai dalam berbagai arti,

maka dalam penggunaannya perlu diberi batasan agar diketahui istilah tersebut

dalam penggunaannya. Dalam hukum tanah kata sebutan “tanah” dipakai dalam

arti yuridis, sebagai pengertian yang telah di beri batasan pada UUPA

(Undang-Undang Pokok Agraria). Dalam pasal 4 ayat (1) berbunyi :

atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.

Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaaan bumi pasal 4 ayat (1),

sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang

berbatas dan berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.1

Hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam UUPA dan Hukum tanah

nasional adalah :

(2)

1. Hak Bangsa Indonesia Atas Tanah

Hak bangsa Indonesia atas tanah ini merupakan hak penguasaan atas tanah

yang tertinggi dan meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah Negara,

yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi

hak-hak penguasaan yang lain atas tanah. Pengaturan hak penguasaan atas

tanah ini dimuat dalam pasal 1 ayat (1)- ayat (3) UUPA.2

2. Hak Menguasai Negara Atas Tanah

Hak menguasai Negara atas tanah bersumber pada hak bangsa Indonesia

atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas

kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum public. Tugas

mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh

seluruh bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraan, bangsa Indonesia

sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut, pada tingkatan

tertinggi dikuasakan seluruh rakyat (pasal 2 ayat (1) UUPA).3

3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

Hak ulayat masyarakat Hukum adat diatur dalam pasal 3 UUPA, yaitu:

“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan pasal 2

pelaksanaan hak ulayat dan pelaksanaan hak-hak serupa itu dari

masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya

masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan

nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak

(3)

boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain

yang lebih.” 4

4. Hak Perseorangan

Hak perseorangan atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada

pemegang hak nya (perseorangan, sekelompok orang secara

bersama-sama, badan hukum) untuk memakai, dalam arti menguasai,

menggunakan, dan atau mengambil manfaat dari tanah tertentu. Dasar

hukum pemberian hak atas tanah kepada perseorangan atau badan hukum

dimuat dalam pasal 4 ayat (1) UUPA. Hak-hak perseorangan atas tanah

berupa hak atas tanah, wakaf, tanah hak milik, hak tanggungan, dan hak

milik atas satuan rumah susun. Macam-macam ha katas tanah dimuat

dalam pasal 16 UUPA, pasal 53 UUPA, dan dalam peraturan pemerintah

No.40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak

Pakai Atas Tanah, LNRI Tahun 1996 No.58-TLNRI No.3643.5

Hukum adat disebut hukum tidak tertulis (Unstatuta Law), yang berbeda

dengan hukum konstinental sebagai hukum tertulis (Statute Law). Dalam system

hukum inggris, hukum tidak tertulis disebut “Common Law” atau “Judge Made

Law”.6

Istilah “hak ulayat” terdiri dari dua kata, yakni kata “hak” dan “ulayat”.

Secara etimologi kata ulayat identic dengan arti wilayah, kawasan, marga, dan

nagari. Kata “hak” mempunyai arti (yang) benar, milik (kepunyaan), kewenangan,

4 Op. Cit , Hlm 81 5 Op. Cit , Hlm. 83.

6 Djamnat Samosir, Hukum Adat Indonesia,Eksistensi Dalam Dinamika

(4)

kekuasaan untuk berbuat sesuatu, derajat atau martabat.7 Kata hak diartikan

peranan bagi seseorang atau pihak untuk bertindak atas sesuatu menjadi objek dari

haknya itu.8 Sebelum kemerdekaan, peraturan pertanahan Agraris wet (

staatbalad No.55 Tahun 1870), tidak ada mengatur rumusan “hak ulayat”. Hanya

saja hak ulayat diakui berdasarkan domeinverklaring.9 Hak ulayat pada

masyarakat adat diatur dalam pasal 18 b ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

telah menjelaskan bahwa Negara menghormati hak-hak tradisional dari

masyarakat hukum adat, sepanjang tindak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan, hak tradisonal yang di maksud ialah hak ulayat dari

masyarakat hukum adat tersebut.

Undang-Undang Pokok Agraria sendiri tidak mendefinisikan apa yang

dimaksud dengan tanah ulayat, tetapi didalam pasal 3 UUPA dijelaskan sebagai

berikut :

Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

Mengenai syarat maupun kriteria adanya hak ulayat dari masyarakat

hukum adat telah jelas di atur oleh peraturan Undang-Undang maupun Peraturan

Menteri Agraria. Hal ini telah diatur jelas pada Undang-Undang Tentang

7 Muhammad Hatta, Hukum Tanah Nasional Dalam Perspektif Negara

Kesatuan Hukum, (Yogyakarta:Media Abadi,Tahun 2005), Hlm. 103. 8 Purnadi Purbacaraka Dan A. Ridwan Halim, Hak Milik Keadilan Dan

Kemakmuran Tinjauan Falsafah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia,Tahun 1980, Hlm. 10.

9 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan

(5)

Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, pada pasal 67 ayat (1) telah menjelaskan bahwa

hak ulayat itu telah di akui eksistensinya dan penggunaannya oleh masyarakat

adat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Pada Peraturan Menteri

Agraria Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat, pada

pasal 1 telah menjelaskan tentang pengakuan terhadap hak ulayat itu, sepanjang

memenuhi tiga unsur yaitu :

1. Adanya masyarakat adat.

2. Adanya wilayah adat.

3. Adanya hukum adat.

Maka sudah sangat jelas sekali bahwa terhadap hak ulayat masyarakat hukum adat

sudah ada perlindungannya oleh pemerintah dan itu telah diatur melalui peraturan

menteri dan perundang-undangan,

Perlindungan hukum adalah segala daya upaya yang dilakukan secara

sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan

mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup

sesuai dengan hak-hak azasi yang ada sebagaimana diatur didalam

Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi

subyek-subyek hukum melalui peraturaan perundang-undangan yang berlaku dan

dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu :10

(6)

1. Perlindungan hukum preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu

pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam

melakukan suatu kewajiban.

2. Perlindungan hukum represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi

seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila

sudah terjadi sengketa atau dilakukan suatu pelanggaran.

Berdasarkan pendapat muchsin bahwa perlindungan hukum merupakan

perlindungan dari pemerintah kepada subyek-subyek hukum melalui peraturan

perundang-undangan yang telah diatur dan hak ulayat pada masyarakat hukum

adat merupakan subyek hukum yang telah dilindungi oleh undang-undang.

Penduduk Kabupaten Sumba Timur terdiri dari orang-orang asli penghuni

pulau Sumba dan Sumba Timur, disamping orang sumba timur asli juga terdapat

orang Sabu, keturunan Tionghoa, Arab, Bugis, Jawa dan penduduk yang berasal

dari daerah Nusa Tenggara Timur lainnya. Kabupaten sumba timur ini memiliki

potensi perekonomian sebagian besar adalah pertanian, peternakan, industry

rumah tangga (terutama kerajinan tekstil atau tenun serta pariwisata. Sehingga

(7)

tanah sangat di butuhkan masyarakat disana untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari.

Persoalan tanah hak ulayat masyarakat hukum adat di kabupaten Sumba

Timur sangatlah , karena tanah hak ulayat banyak dialih fungsikan tanpa seizin

dari masyarakat adat dan tanpa melakukan penyerahan sebagai proses pelepasan

hak. Peralihan hak atas tanah ulayat tersebut dilakukan tanpa pengetahuan dari

masyarakat hukum adat di Kabupaten Sumba Timur. peneliti perlu melakukan

penelitiaan tentang hal ini, sehingga berdasarkan uraian di atas, maka penelitian

dalam tesis ini berjudul : PERLINDUNGAN HUKUM HAK ULAYAT

MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN SUMBA TIMUR

B. PERMASALAHAN

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang

hendak dikemukan dalam penulisan tesis sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak ulayat masyarakat hukum

adat di Kabupaten Sumba Timur?

2. Bagaimana eksistensi hak ulayat masyarakat hukum adat di Kabupaten

Sumba Timur?

3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam perlindungan hukum

terhadap hak ulayat masyrakat hukum adat di Kabupaten Sumba Timur?

(8)

Menurut Van Vollenhoven11 masyarakat hukum adat di Sumba timur,

merupakan salah satu masyarakat hukum adat yang ada di Indonesia, sehingga

masyarakat Sumba Timur merupakan masyarakat hukum adat yang mempunyai

tanah hak ulayat. Berdasarkan konsep diatas penelitian ini akan dilakukan baik

tentang penelitian perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum repsif,

sehingga peneliti merasa tertarik untuk meneliti 2 macam perlindungan hukum ini

sebagai pembatasan permasalahan yang ingin di teliti untuk mencapai tujuan yang

hendak didapat dalam melakukan penelitian tersebut.

D. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis eksistensi hak ulayat masyarakat

hukum adat di kabupaten sumba timur.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap hak

ulayat masyarakat hukum adat di kabupaten sumba timur.

3. Untuk mengetahuidan menganalisis kendala-kendala apa saja yang

dihadapi dalam perlindungan hukum terhadap hak ulayat masyrakat

hukum adat di Kabupaten Sumba Timur.

E. KEGUNAAN PENELITIAN

Pembahasan permasalahan dan topok yang diangkat dalam penelitian ini

berorientasi pada dua kegunaan atau manfaat yaitu :

11 Djamnat Samosir, Hukum Adat Indonesia,Eksistensi Dalam Dinamika

(9)

1. Kegunaan Teoretis

Beberapa manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini

adalah :

a. Sebagai sumber referensi ilmiah khususnya yang berkenaan

dengan studi tentang perlindungan hak ulayat masyarakat hukum

adat di kabupaten sumba timur.

b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lainnya untuk dikembang

dalam penelitian lanjutan.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi

masyarakat umum dalam memahami tentang perlindungan hukum

terhadap hak ulayat dan sebagai pedoman dalam penyelesaian sengketa

pada hak ulayat masyarakat hukum adat.

F. TELAAH KEPUSTAKAAN

1. Masyarakat Adat

Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah “masyarakat

tradisional” atau the indigenouspeople, dalam kehidupan sehari-hari lebih sering

dan lebih popular disebut dengan istilah “masyarakat adat”. Beberapa pakar

hukum membedakan istilah masyarakat hukum adat dengan masyarakat adat.

Perbedaan itu ada yang melihatnya bahwa “masyarakat hukum adat” merupakan

terjemahan dari istilah adatrechtsgemeenschap, sedangkan “masyarakat hukum”

terjemahan dari kata indigenous people.12

(10)

Secara teoritis, pengertian masyarakat hukum dan masyarakat hukum adat berbeda, menurut kusuma pujosewojo masyarakat hukum sebagai suatu masyarakat yang menetap,terikat, dan tunduk pada tata hukumnya sendiri. Adapun masyarakat hukum adat adalah masyarakat yang timbul secara spontan di wilayah tertentu, yang berdirinya tidak ditetapkan atau diperintahkan oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya, dengan rasa solidaritas yang sangat besar diantara para anggota masyarakat sebagai orang luar dan menggunakan wilayahnya sebagai sumber kekayaannya hanya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh anggotanya.13

Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat hukum ditetapkan oleh

penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya agar terikat dan tunduk terhadap

produk hukum yang dibuat sedangkan masyarakat hukum adat tidak di perintah

oleh penguasa tertentu, tetapi di bentuk musyawarah di antara anggota

masyarakatnya agar bersama-sama dalam membuat produk hukumnya sendiri

agar mengatur tatanan kehidupan masyarakatnya.

Pengertian masyarakat hukum adat menurut Ter Haar14 dirumuskan sebagai berikut. “Masyarakat hukum adat adalah kesatuan manusia sebagai satu kesatuan, menetap di daerah tertentu, mempunyai penguasa-penguasa, mempunyai kekayaan yang berwujud atau tidak berwujud, dimana anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat, merupakan suatu kodrat dan tidak seorang pun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecendrungan untuk berkeinginan membubarkan ikatan yang telah bertumbuh itu atau meninggalkandalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya.

Menurut Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman dan

Perlindungan Masyarakat Hukum Adat pada pasal 1 ayat (1) yang dimaksud

dengan:

Masyarakat hukum adat adalah warga Negara Indonesia yang memiliki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum adatnya, memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan atau kesamaan tempat tinggal, terdapat

13 Hesty Hastuti, Penelitian Hukum Aspek Penyelesaian Masalah Hak Ulayat

Dalam Otonomi Daerah ,Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI, Tahun 2000, Hlm. 39.

(11)

hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta adanya system nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, social, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah tertentu secara turun temurun.

Pengertian masyarakat hukum adat dapat dipelajari dari pendapat Ter Haar

dalam bukunya beginselen en stelsel van het adatrecht, yang diterjemahkan oleh

Soebekti Poesponoto15 kedalam bahasa Indonesia menjadi asas-asas dan susunan

hukum adat, dikatakan sebagai berikut :

“Diseluruh kepulauan indonesia pada tingkatan rakyat jelata, terdapat pergaulan hidup didalam golongan-golongan atau kelompok itu mempunyai tata susunan yang tetap dan kekal, dan orang-orang segolongan itu masing-masing mengalami kehidupan yang nya dalam golongan sebagai hal yang sewajarnya, dalam hal menurut kodrat alam. Tidak seorangpun dari mereka yang mempunyai pikiran akan kemungkinan pembubaran golongan itu. Golongan manusia tersebut mempunyai pengurus sendiri dan harta benda, milik keduniaan dan milik gaib. Golongan-golongan yang demikian yang bersifat persekituan hukum.

Sifat holistik, komunalistik, dan transcendental masyarakat adat secara

jelas digambarkan secara jelas digambarkan oleh sudiyat, dkk sebagai ciri-ciri

khusus yang membedakan masyarakat hukum adat dengan masyarakat hukum

pada umumnya, adalah sebagai berikut16 :

a. Penguasa masyarakat hukum adat memutuskan apakah suatu perbuatan merupakanperbuatan hukum atau memutuskan sengketa yang terjadi antara anggota-anggotanya menurut hukum adat, menurut kebiasaan yang oleh kelompok itu dipandang patut atau pantas.

b. Beberapa orang atau individu tertentu dalam suatu masyarakat adat melakukan suatu perbuatan dan seluruh masyarakat hukum adat itu akan mendapat keuntungan atau menderita kerugian,

c. Pada masyarakat hukum adat terdapat benda-benda, tanah, air, tanaman, kuil, serta gedung-gedung yang harus dipelihara dan dipertahankan bersama, dijaga kebersihan bersama dari kekuatan –kekuatan gaib.

d. Hanya anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan dapat memperoleh manfaat dari benda-benda, tanah, air, tanaman, kuil, dan gedung-gedung

15 Ter Haar (1985), Op. Cit, hlm.27-28. Juga Dapat Dibaca Dalam Soerojo Wignjodipoero (1987), Op. Cit, hlm. 77 ; Van Dijk (1983), Op. Cit, hlm. 19; Hilman Hadikusuma (1992), Op. Cit, Hlm. 105.

16 Rianto Adi, Dkk, Pola Penguasaan Tanah Masyarakat Tradisional Dan

(12)

lainnya, yang mereka pelihara dan dipertahankan bersama, dijaga kebersihannya bersama kekuatan-kekuatan gaib.

e. Adanya masyarakat hukum adat yang dirasakan oleh para anggota sebagai suatu keharusan alam, suatu kenyataan meta yuridis, sehingga masyarakat hukum adat yang demikian itu tidak mungkin didirikan atau diadakan oleh suatu instansi yang lebih tinggi, diresmikan atau dibentuk dan dibubarkan oleh orang luar, diadakan dengan undang-undang atauperaturan lain,lebih-lebih oleh instansi asing, dan sebagainya : masyarakat hukum adat timbul secara spontan.

f. Pada masyarakat hukum adat tidak akan terdapat suatu pikiran akan kemungkinan membubarkan masyarakat adatnya.

g. Jika orang luar (bukan anggota masyarakat adat) ingin menikmati hasil barang (tanah dan sebagainya) dari masyarakat adat itu, ia memberi sesuatu kepada masyarakat adat sebagai tanda pengakuan orang luar terhadap hak masyarakat adat tersebut.

h. Didalam masyarakat adat terdapat tata susunan masyarakat yang merupakan sifat-sifat dari masyarakat itu, yakni : bahwa didalam masyarakat itu terdapat lapisan-lapisan yang terdiri dari beberapa orang atau kelompok kecil yang mempunyai prioritas, kelebihan atau

masyarakat dari luar pun yang menikmati penggunaan dari hasil barang atau tanah

yang dimiliki oleh masyarakat adat tersebut. Penjelasan tersebut bermakna bahwa

tanah, air, dan kekayaan yang terkandung didalam tanah masyarakat hukum adat

hanya boleh dinikmati untuk masyarakat hukum adat untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat tersebut.

(13)

Hukum adat sering diartikan sebagai hukumyang tidak tertulis, yang sudah

tentu tidak cukup karena dengan cara itu hanya dengan membedakannya dengan

hukum tertulis. Hal itu secara jelas ditegaskan soediman kartohadiprodjo,

menyatakan bahwa tidak cukup hanya melihat bentuknya melainkan harus

menelusuri dasar pikiran yang melandasinya. Sesuai dengan pendapat L.

schreiner, yang pernah mengkhususkan diriuntuk menyelidiki arti (hukum) “adat”

secara umum dan khusus. Dalam bukunya “telah kudengar dari ayahku”, ia

mencoba merumuskan secara deskriptif pengertian (hukum) adat yang dalam

kesimpulan akhirnya mengatakan bahwa pengerian hukum adat itu sangat luas.

Menurutnya memberi definisi yang lengkap, agar deskriptif tidak mungkin.

Bidang adat mencakup keselurahan kehidupan. Adat juga dapat dilihat sebagai

suatu prinsip atau pola untuk mengada, bertindak, berkembang, dan untuk

mencapai kesempurnaan.17

Para ahli hukum adat banyak yang berpandangan bahwa rumusan hukum

adat sudah tidak releven lagi untuk masa kini. Dibawah ini dikemukakan beberapa

rumusan sebagai patokan dalam memaahami hukum adat yang antara lain

dikemukakan baik oleh ahli hukum adat Indonesia maupun rumusan yang

diberikan sarjana asing, menurut rumusan sumpah pemuda, rumusan seminar adat,

dan pembinaan hukum nasional.

Pengertian hukum adat menurut sarjana asing terutama sarjana barat,

antara lain dikemukakan sebagai berikut :

(14)

a. Snouck hurgroje (1893), hukum adat itu adalah adat yang mempunyai sanksi hukum berlainan dengan kebiasaan atau pendirian yang tidak membayangkan arti hukum.18

b. Van vollenhoven (bapak hukum adat Indonesia), hukum adat sebagai himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagimorang pribumi dan timur asing pada satu pihak mempunyai sanksi (karenanya bersifat hukum) dan pihak lain berada dalam keadaan tidak terkodifikasikan.19

Menurut para sarjana Indonesia tentang definisi dari hukum adat pun tidak

kalah menarik dengan definisi yang telah di berikan oleh para sarjana barat hal ini

di kemukan sebagai berikut :

a. Soepomo, ahli hukum adat pertama Indonesia dengan dua rumusan

yang berbeda, yaitu sebagai berikut :

1. Hukum adat adalah hukum non-statutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam, hukum adat itu pun melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan, dimana ia memutuskan perkara. Hukum adat berurat berakar pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata daari rakyat. Sesuai dengan fitraahnya sendiri, hubungan adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.20 2. Hukum adat adalah sinonim dari hukum yang tidak tertulis di

dalam peraturan legislative (unstatutory law), hukum yang hidup sebagai konvensasi di badan-badan negara (parlemen, dewan provinsi, dsb), hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim (judge made law), dan hukum yang hidup sebagai peraturan kebisaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup, baik di kota maupun di desa-desa (customary law).21

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum adat telah berinteraksi

dengan masyarakatnya, sebelum berdirinya Negara ini, sehingga hukum adaat

18 Djamanat Samosir, Hukum Adat Indonesia, Medan, Tahun 2013, Hlm. 15. 19 Van VollenHoven, Orientasi Dalam Hukum Adat Indonesia, Djambatan, 1981, Hlm 14.

20 Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, Tahun 1986, Hlm. 3.

21 Abdurrahman, Hukum Adat Menurut Perundang-Undangan RepubliK

(15)

biasa juga di sebut sebagai hukum kebisaan yang telah dijalani dalam kurun waktu

yang lama.

Berlakunya hukum adat di masyarakat, menurut Moh. Koesnoe22 bersandar pada kehalusan rasa harmoni dari para anggota masyarakat yang mendatangkan rasa susila yang tajam bagi mereka. Rasa susilayang tinggi inilah yang memberi mereka kepekaan terhadap rasa malu yang tajam, dan oleh karenanya sering dalam kehidupan sehari-hari rasa malu, rasa takut akan terkena “wiring” atau “sirik”, merupakan pangkal pertama bagi berlakunya hukum adat. Selain itu, lembaga-lembaga adat yang dalam perkembangan terakhir bersedia menggunakan alat paksa agar di taati.

Sebelum pasca kemerdekaan pun hukum adat telah ada dan telah terpatri

di dalam masyarakat adat, hal ini dibuktikan dengan adanya perlawanan dari

masyarakat adat kepada pemerintahan colonial, sehingga masyarakat sangat

menentang kebijakan tanam paksa oleh pemerintahan tersebut, hal ini dikarenakan

bertentangan dengan hukum adat masyarakat tersebut, dalam hal ini setiap hukum

adat telah mengatur bahwa untuk menikmati hasil dari tanah adat diperuntukkan

hanya bagi masyarakat adat saja. Setelah kemerdekaan hal inilah yang membuat

Negara Indonesia memberikan perlindungan yang maksimal bagi seluruh

masyarakat hukum adat.

Karena itu, hukum adat adalah suatu model hukum dibangun baik bersifat

riil maupun idiil dari bangsa Indonesia dengan bahasa suku bangsa itu.23 Hukum

adat sebagai suatu model hukum secara jelas dikemukakan oleh Moh. Koesnoe24,

yaitu suatu model hukum dari rumpun suku melayu sebagai pernyataan dari suku

bangsa itu. Menurutnya, dalam sejarahnya hukum adat sebagai suatu model

22 Moh Koesnoe, Introduction In To Indonesia Adat Law, Katholike Universiteit At Nijmegen, Tahun 1971, Hlm. A8.

23 Moh. Koesnoe, Hukum Adat Sebagai Suatu Model, Mandar Maju, Bandung, Tahun 1992, hlm. 3-4

(16)

hukum baru mendapat perhatian dari kalangan ilmu pengetahuan modern, pada

permulaan abad ke-20, yang sebelumnya sudah ada dalam praktik kehidupan suku

bangsa melayu itu sendiri. Sejak itu hukum adat menjadi perhatian dan menjadi

popular di kalangan sarjana hukum, yang kemudian masuk dalam lingkungan

studi hukum yang bersifat universitair. Selanjutnya, hukum adat terus

berkembang di Indonesia dengan mengutamakan studi perbandinagan tentang

lembaga-lembaga dan sistemnya menurut ilmu social. Studi hukum adat yang

dilakukan oleh van vollenhoven dengan pengolahan ilmiah secara modern

merupakan studi yang disajikan ssecara barat (westerse vertolking).25

3. Wilayah Hukum Adat

Definisi dari wilayah adat dapat kita temukan didalam Permendagri

Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan

Masyarakat Hukum Adat, pada pasal 1 ayat (2) telah menegaskan bahwa setiap

wilayah yang masuk dalam hukum adat mempunyai batas-batas tertentu dan itu

wilayah adat ada melalui pewarisan secara turun temurun oleh leluhur yang di

pakai dan dikelola secara bersama-sama dari masyarakatnya untuk pemenuhan

kebutuhan.

Seorang ahli hukum kebangsaan Belanda C. Van Vollenhoven merupakan

orang yang pertama yang mencanangkan gagasan, yaitu menurut hukum adat

wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa lingkungan atau lingkaran

hukum adat (adat rechtkringen). Susunan lingkungan-lingkungan hukum adat itu

(17)

dapat dibaca dalam bukunya Het Adatrecht Van Nederlandsch Indie jilid I, bagian

pertama, yang terbit pada tahun 1912.

C. Van Vollenhoven, menurut hukum adat daerah nusantara dapat dibagi

menjadi 19 lingkungan hukum adat, pembagian tersebut ia dasarkan dengan

pengklasifikasian bahasa-bahasa Austronesia, bahasa-bahasa Indonesia, dan

bahasa-bahasa di madagaskar sampai lautan teduh. Metode yang di gunakan,

mula-mula ia menganalisis ciri-ciri khusus yang berlaku disetiap lingkungan.

Ciri-ciri khusus tersebut diuji terhadap system-sistem hukum adat yang terdapat pada

masyarakat di daerah-daerah yang semula di identifikasikan sebagai

tempat-tempatyang secara hipotesis di beri nama lingkungan hukum adat. System-sistem

hukum adat yang tidak mempunyai ciri-ciri tersebut, kemudian dikeluarkan serta

diberi klasifikasi tersendiri yang selanjutnya merupakan lingkungan hukum adat,

yang oleh murid-muridnya dianalisis kembali sehingga menghasilkan sebanyak 19

lingkungan hukum adat.26 Kabupaten sumba timur termasuk salah satu wilayah

yang masih ada hak ulayatnya dan termasuk dalam 19 wilayah yang disebutkan

oleh van vollenhoven menurut pengklasifikasian yang telah dilakukannya.

Menurut penjelasan dari C. Van Vollenhoven wilayah hukum adat

merupakan suatu wilayah adat yang terbentuk karena adanya hukum adat yang

telah dibentuk, sehingga semua wilayah yang ditempati masyarakat adat akan

secara jelas masuk dalam wilayah yang tunduk sepenuhnya kepada hukum, dan

berdasarkan uraian diatas, pengklasifikasian terhadap wilayah hukum adat yang

telah dilakukan oleh C. Van vollenhoven salah satunya ialah daerah sumba timur

(18)

yang merupakan daerah yang masih banyak wilayah hukum adat dan hal ini

merupakan bukti bahwa eksistensi dari masyarakat hukum adat di tempat tersebut

masih ada.

4. Hak Ulayat

Istilah “hak ulayat” dijumpai dalam pasal 3 UUPA, namun tidak ada satu

rumusan pengertian hak ulayat secara jelas. Didalam pasal 3 UUPA hanya

memberikan kepastian bahwa hak ulayat atau hak yang serupa itu menurut

kenyataannya masih diakui eksistensi sehingga lebih lanjut hak ulayat itu harus

diperhatikan atau di hormati. Dalam penjelasan pasal 3 UUPA hanya disebutkan

bahwa hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu ialah apa yang didalam

perpustakaan hukum adat disebut dengan istilah “ beschikkingsrecht”. Demikian

juga didalam penjelasan umum II angka 3 UUPA, juga tidak ada penjelasan rinci

tentang hak masyarakat hukum,tetapi secara perlindungan nya diakui bahwa

Negara menghormati hak ulayat sebagai hak tradisionil sebagai bagian dari

kearifan lokal yang harus di pertahankan, hal ini termaktub dalam

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 b ayat (2), Maris S.W. Sumardjono mengatakan hak

ulayat sebagai istilah teknik yuridis adalah hak yang melekat sebagai kompetensi

khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang atau kekuasaan mengurus

dan mengatur tanah sisinya, dengan daya berlaku kedalam dan keluar.27

Tetapi pada waktu itu terjadinya dualistik antara penegakan hukum agraria

yang dibuat oleh penjajah dan juga penegakan adanya hukum agrarian adat yang

27 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan

(19)

lahir secara alamiah dari masyarakat adat setempat yang mendiami suatu wilayah

tertentu, dalam hal ini wilayahnya juga masih dalam cakupan pemerintahan

colonial belanda. Dengan adanya dualistik hukum agraria, maka dalam

penguasaan dan kepemilikan atas tanah dilakukan dengan cara yang

berbeda-beda, berdasarkan kedudukan dan golongan bagi yang tunduk pada hukum agraria

barat dan agraria adat. Seperti golongan eropa dipersamakan timur asing,

golongan ini tunduk kepada ketentuan hukum agraria barat, sedang pada golongan

bumi putera lebih memilih untuk tunduk terhadap hukum agraria adat. Hal ini

merupakan kerugian besar terhadap pemerintah kolonial belanda, dikarenakan

apabila ingin membeli tanah atau menggunakan hak pakainya terhadap tanah adat

atau hak ulayat, haruslah mengikuti prinsip-prinsip adat yang tidak tertulis

melainkan pembuktian melalui pengakuan lisan dari dewan adat setempat.

Sehingga dalam hal perjanjian jual belinya sangatlah lemah untuk melakukan

pembuktian menurut hukum kolonial belanda. Dari kilas balik diatas tentang

sejarah kepemilikan tanah serta hak pakainya ternyata sebelum Indonesia

merdekapun sudah menganut agrarian adat sebagai pengaturan yang sah bagi

masyarakat asli di wilayah tertentu. Oleh sebab itu dengan adanya hukum agrarian

adat sifat dari kegunaan tanah yang di gunakan secara bersama-sama dalam

rumpun masyarakat adat, sangatlah berguna bagi perolehan penghidupan bagi

masyarakat setempat dan menurut penulis tanpa hukum adat, maka wilayah NKRI

tidak akan pernah ada karena tidak ada hukum yang melindungi hak-hak bagi

masyarakat adat itu sendiri yang nantinya menjadi cikal-bakal masyarakat Negara

(20)

Menurut Van Vollenhoven28 ada 6 (enam) tanda-tanda atau ciri-ciri hak

ulayat, yakni ssebagai berikut :

a. Hanya persekutuan hukum dan anggota-anggotanya yang dapat menggunakan tanah, belukar didalam wilayah.

b. Yang bukan anggota persekutuan dapat menggunakan hak itu, tetapi harus seizin dari persekutuan hukum tersebut.

c. Dalam menggunakan hak itu bagi yang bukan anggota selalu harus membayar recognitie.

d. Persekutuan hukum mempunyai tanggung jawab terhadap kejahatan tertentu yang terjadi dalam lingkungan wilayahnya,bilamana orang yang melakukan kejahatan itu sendiri tidak dapat digugat.

e. Persekutuan hukum tidak boleh memindahkan haknya untuk selama-lamanya kepada siapun.

f. Persekutuan hukum mempunyai hak campur tangan terhadap tanah-tanah yang telah digarap, misalnya dalam pembagian pekarangan atau dalam jual beli.

Hak ulayat ( beschikkingsrecht) adalah hak dari masyarakat hukum untuk

menguasai tanah dalam wilayahnya, mempunyai kewenangan dan kekuasaan

untuk mengatur dan pemanfaatan penggunaannya atau pengelolaannya bagi

kepentingan masyarakat hukum, mempunyai hubungan yang bersifat abadi (tidak

diasingkan) sebgai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari persekutuan hukum.

Ciri yang terpenting hak ulayat adalah masyarakat hukum sebagai subjeknya,

wilayah dengan batas tertentu sebagai objek, ada kewenangan, sifat hubungan

yang abadi, bersifat turun temurun dan berkaitan dengan persekutuan hukum

sebagai dasarnya. Berdasarkan cirinya tersebut secara hukum hak ulayat tersebut

merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat

tertentu atas suatu wilayah yang merupakan tanah ulayatnya. Wewenang yang

dimaksud berisikan hak dan kewajiban tersebut merupakan hak suatu masyarakat

hukum adat untuk mengambil manfaatdari sumber daya alam tersebut.

(21)

Pengaruh hak ulayat terhadap tanah yang telah di usahakan tidak sama tiap

daerah, dapat di lihat dalam 3 (tiga) tingkat perbedaan berikut ini :

a. Hak ulayat menjadi kuat karena tidak ada pemiliknya, masyarakat

hukum dapat memberikannya kepada masyarakat hukum lainnya, dan

tetap tunduk kepada aturan masyarakat hukum, dalam arti tidak boleh

memindahtangankan. Dan setiap kali ia lalai mengerjakannya, maka

tanah itu dapat diambil kembali (kempitutan, los, pelayanan).

b. Hak ulayat kuat berlakunya terhadap tanah milik inti penduduk selama

anak laki-laki dan pemilik terus menerus mengusahakannnya,

masyarakat hukum tidak dapat mengizinkan perubahan-perubahan

terhadap milik inti tersebut, tidak boleh diwariskan secara

menyimpangkan dari aturan masyarakat tersebut (sawah pekoelan,

gogolan).

c. Hak ulayat yang menipis, dimana campur tangan masyarakat hukum

hampir tidak ada, pemilik dapat bebas menjual tanahnya (sawah

yasan).29

Dari uraian diatas telah dapat disimpulkan bahwa tanah ulayat hanya bisa

dipakai dan digunakan oleh kelompok masyarakat adat. Tanahnya pun tidak dapat

diwaris kan kepada masyarakat yang tidak tunduk terhadap hukum adat, tanah

adat bisa dijual belikan kecuali tanah hak ulayat tersebut dialihkan terlebih dahulu

ke tanah Negara, dengan kata lain tanah tersebut berubah status menjadi tanah

bekas hukum adat.

(22)

5. Perlindungan Hukum

Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa

Indonesia adalah negara hukum. Dengan demikian negara menjamin hak-hak

hukum warga negaranya dengan memberikan perlindungan hukum dan

perlindungan hukum akan menjadi hak bagi setiap warga negara. Ada

beberapa pengertian terkait perlindungan hukum menurut para ahli, antara lain:

1. Menurut Satjipto Rahardjo mendefinisikan Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

2. Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan. 3. Menurut Philipus M. Hadjon Perlindungan Hukum adalah perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum preventif.30

Perlindungan asal kata dari kata lindung. Padanan kata ini dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “(1) tempat berlindung, (2) perbuatan

atau hal dan sebagainya yang memperlindung.31 Pengertian perlindungan menurut

(23)

ketentuan Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Perlindungan Saksi dan Korban menentukan bahwa perlindungan adalah segala

upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman

kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga

lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam

lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan

oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum

oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses

penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan

hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau

tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang

berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti

sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai

upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan

bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan

tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu

diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.32 Dari pemaparan para ahli di

atas dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum

dalam melindungi hak asasi manusia serta hak dan kewajiban yang timbul

(24)

karena hubungan hukum antar sesama manusia sebagai subyek hukum. Teori

dan konsep mengenai perlindungan hukum adalah melindungi segenap hak

dari masyarakat itu sendiri untuk mencapai kesejateraan social bagi seluruh rakyat

Indonesia.

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi

subyek-subyek hukum melalui peraturaan perundang-undangan yang berlaku dan

dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu33 :

a. Perlindungan hukum preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu

pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam

melakukan suatu kewajiban.

b. Perlindungan hukum represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir

berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang

diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau dilakukan suatu pelanggaran.

Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan

(25)

terhadap subyek hukun dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat

preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum,

yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban,

kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.34

Suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum apabila

mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Adanya pengayoman dari pemerintah terhadap warganya.

2. Jaminan kepastian hukum.

3. Berkaitan dengan hak-hak warganegara.

4. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya.

G. METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran

secara sistematis, metodologis dan konsisten melalui proses penelitian tersebut

34 Rahayu, 2009, Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id. Peraturan Pemerintah RI,

Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran

Hak Asasi Manusia Yang Berat Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

(26)

perlu diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan

diolah, oleh karena itu dalam penulisan tesis ini digunakan metodologi penulisan

sebagai berikut :

1. Metode pendekatan

Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang

terdapat di dalam tujuan penyusunan bahan analisis, maka dalam

penulisan tesis ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris,

yaitu dengan melakukan penelitian secara timbal balik antara hukum

dengan lembaga yang bersifat empiris dalam menelaah kaidah-kaidah

yang berlaku dalam masyarakat. Mengingat permasalahan yang akan

diteliti menyangkut perlindungan hukum terhadap hak ulayat

masyarakat hukum adat di kabupaten sumba timur.

Penyelesaian masalah tentang perlindungan hak ulayat tidak hanya

berdasarkan terhadap peraturan hukum saja, tetapi dapat di nilai dari

hukum adat yang sementara berlaku sebagai hukum yang mengatur

tentang penguasaan hak ulayat tersebut.

2. Spesifikasi penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penulisan tesis ini berupa

penelitian deskriptif analitis. Diskriptif analitis sendiri mempunyai arti

adalah satu kaedah upaya pengolahan data menjadi sesuatu yang dapat

diutarakan secara jelas dan tepat dengan tujuan agar dapat dimengerti

oleh orang yang tidak langsung mengalaminya sendiri.35 Deskriptif

(27)

dalam arti bahwa dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk

menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan

menyeluruh.36 mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan

perlindungan hukum terhadap tanah hak ulayat masyarakat hukum adat

kabupaten sumba timur, sedangkan analitis berarti mengelompokkan,

menghubungkan dan memberi tanda mengenai perlindungan hukum

terhadap hak ulayat. Deskriptif analitis merupakan upaya di mana

peneliti mengumpulkan data secara rinci dan sistematis untuk dapat

mengelompokkan dan menghubungkan data yang satu dengan yang

lain, menjadi data yang tepat dan menyeluruh dalam perlindungan

hukum hak ulayat pada masyarakat hukum adat di Kabupaten Sumba

Timur.

Penelitian ini dilakukan dengan memaparkan tentang suatu

gejala yang akan diteliti yang terjadi di masyarakat. Gejala tersebut

memerlukan tindakan hukum dari pemerintah ataupun pihak yang

terkait sehingga terjadi sosialisasi hukum di masyarakat. Penelitian ini

diawali dengan memahami cakupan masalah baik Das sollen maupun

Das Sein. Das Sein adalah data dari penelitian lapangan yang

dilakukan pada perilaku masyarakat dalam Pelaksanaan dalam

Perlindungan hukum hak ulayat masyarakat hukum adat di Kabupaten

Sumba Timur sedangkan Das Sollen adalah norma dalam UUPA

36 Irawan Soehartono, 1999, Metode Peneltian Sosial Suatu Teknik Penelitian

(28)

maupun peraturan Perundang-Undangan yang berlaku tentang

perlindungan hak ulayat masyarakat hukum adat. Spesifikasi penelitian

di atas mengandung mekanisme untuk memahami obyek yang menjadi

sasaran penelitian ini. Sebab itu pemilihan cara penelitian yang tepat

akan sangat membantu pemecahan terhadap masalah melalui

pengumpulan data yang diperlukan.

3. Populasi dan sampel

Menurut Guy37 dalam Consuelo populasi sebagai kelompok di

mana peneliti akan menggeneralisasikan hasil penelitiannya. Pada

hakekatnya populasi itu adalah sekumpulan kasus yang perlu

memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah

penelitian. Hakekat populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

atas obyek/subyek yang mempunyai karakteristik tertentu dan

mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota

sampel. Populasi dalam menentukan ini adalah keseluruhan yang

menjadi target kajian penelitian, yaitu masyarakat hukum adat di

kabupaten sumba timur yang tersebar di empat (4) kecamatan yaitu :

Kahaungu Eti, Pahunga Lodu, Rindi dan Umalulu. Adapun sampel dari

populasi yang telah di sebutkan di atas menjadi pembatasan lokasi

penelitian yang akan di teliti oleh penulis, sedangkan yang akan

menjadi nara sumber adalah, kepala desa adat, tokoh adat, dan

pemerintah kabupaten sumba timur.

(29)

4. Sumber dan jenis data

Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian

hukum terarah pada penelitian data sekunder dan data primer. Adapun

sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Data primer, berupa data yang langsung diperoleh dari lapangan, yaitu

data yang langsung diperoleh dari warga masyarakat adat di kabupaten

sumba timur tentang hak ulayat.

b. Data sekunder yaitu data yang mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer. Data sekunder terdiri dari :

1) Bahan- bahan hukum primer, meliputi :

a) Undang-Undang Dasar 1945

b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria.

c) Peraturan Menteri Agraria atau kepala BPN Nomor 5 Tahun

1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat

Masyarakat Hukum Adat.

d) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

e) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asazi

Manusia.

f) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan

Saksi dan Korban.

g) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014

Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat

(30)

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer38 , meliputi :

a. Buku-buku ,hasil karya ilmiah para sarjana mengenai masalah Perlindungan hak ulayat di Indonesia.

b. Hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan Perlindungan hak ulayat masyarakat hukum adat di Indonesia. 3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan

hubungannya dengan sumber data, karena melalui pengumpulan

data ini akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya

dianalisa sesuai dengan yang diharapkan. Berkaitan dengan hal

tersebut, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut :

a. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

sampel dan responden melalui wawancara atau interview.39

Sistem wawancara yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara bebas terpimpin, artinya terlebih dahulu

dipersiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman tetapi masih

dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan

dengan situasi pada saat wawancara dilakukan.40

38 Ibid, hlm. 53

39 Rony Hanitijo Soemitro, Tahun 1990, Metode Penelitian Hukum dan

Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm.10.

(31)

b. Data sekunder

Survey sekunder dilakukan untuk melengkapi data yang

diperoleh dari survei primer berupa kajian literatur yang

berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Kemudian

dilakukan pula pengumpulan data sekunder berupa data dari

instansi-intsansi yang terkait dengan penelitian.

6. Teknik analisis data

Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi

dokumen pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis

secara deskriptif kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian

dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya

dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah,

kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang

bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.41 Penarikan

kesimpulan, penulis menggunakan metode deduktif, yaitu suatu

metode menarik kesimpulan dari yang bersifat umum menuju

penulisan yang bersifat khusus.

Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis

dalam suatu penelitian. Dalam penganalisaan data harus

disesuaikan Analisis data harus disesuaikan dengan prosedur

penelitian terutama di dalam melakukan pengumpulan data dan

penarikan kesimpulan, selain juga melihat bentuk penelitian dan

jenis data yang dikumpulkan. Sesuai dengan bentuk penelitian ini

(32)

yaitu penelitian Kualitatif yang datanya terdiri dari kata-kata dan

tindakan, maka dalam menganalisa data penulis menggunakan

teknik analisis non statistik.

Berkaitan dengan masalah analisis data ini, Lexy J. Moleong42

berpendapat: “Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian

dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan

hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”. Kemudian

selaras dengan judul penelitian dan jenis data yang dikumpulkan

bersifat kualitatif, maka penulis menggunakan data komparatif

yang konstans.

Metode komparatif Kontans adalah berkaitan dengan

merumuskan serta menyarankan (tapi bukan menguji) dengan

banyak kategori, ciri kategori dan hipotesis tentang

masalah-masalah umum. Di dalam metode Komparatif yang konstan,

pendiskripsian data itu dapat dibagi menjadi empat tahap metode.

Keempat tahap tersebut adalah: Memperbandingkan

kejadian-kejadian yang dapat diterapkan pada tiap kategori,

Memperpadukan Kategori-kategori dan Ciri-cirinya, Membatasi

Lingkup Teori dan Menuliskan Teori.

H. JADWAL PENELITIAN

(33)

\ Penelitian ini direncanakan sesuai dengan situasi dan kondisi dilapangan

Untuk dapat memberikan gambaran yang komprehensip, maka penyusunan

hasil penelitian perlu dilakukan secara runtut dan sistematis. Dalam penyusunan

tesis ini peneliti membagi dalam 4 bab, dalam setiap babnya terdiri dari beberapa

bagian. Adapun ke-4 bab tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini dibahas mengenai Latar Belakang Masalah,

(34)

Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian Dan Sistematika Penulisan

Tesis.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Merupakan bab yang berisi atas teori umum yang merupakan

dasar-dasar pemikiran, yang akan penulis gunakan dalam menjawab

permasalahan, antara lain konsepsi hukum tanah nasional, tinjauan umum

pengadaan tanah dan pemberian ganti rugi termasuk konsnyasi serta

tentang fungsi sosial hak atas tanah.

BAB III : Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Membahas mengenai hasil penelitian, yaitu perlindungan hak

ulayat pada masyarakat hukum adat dan peranan pemerintah dari adanya

perlindungan hak ulayat tersebut, serta eksistensi dari hak ulayat tersebut,

tentang bagaimana pengelolaan dan penggunaan dari masyarakat hukum

adat dalam mememuhi kebutuhan untuk mencapai kesejahteraanya.hasil

penelitian ini akan didapatkan dari empat (4) kecamatan yaitu : Kahaungu

Eti, Pahunga Lodu, Rindi dan Umalulu

(35)

Dalam Bab ini berisi mengenai kesimpulan dan hasil pembahasan

yang telah di uraikan dalam bab-bab sebelumnya dan saran-saran sebagai

rekomendasi dari hasil penelitian.

(36)

DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

A. BUKU-BUKU

Abdurrahman, 1984, Hukum Adat Menurut Perundang-Undangan Republik

Indonesia, Cendana Press, Jakarta.

B.A. Simanjuntak, 1986, Pemikiran Tentang Batak , Medan.

Bushar Muhammad, 1986, Asas-Asas Hukum Adat Suatu Pengantar, Pradnya

Paramita, Jakarta.

Budiono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karya Agung, Surabaya, 2005

Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Penerbit Djambatan.

Boedi Harsono, 1997, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan

Undang-Undang Pokok Agraria Isi Dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan.

Consueleo G. Sevilla Terjemahan Alimuddin Tuwu, 1993, Pengantar Metode

Penelitian, Jakarta : UI- Press

Djamnat Samosir, 2013, Hukum Adat Indonesia, Eksistensi Dalam Dinamika

Perkembangan Hukum Di Indonesia,Nuansa Aulia.

Eddy Ruchiat, 1986, Politik Pertanahan Sebelum Dan Sesudah Berlakunya

UUPA (UU No. 5 Tahun 1960), Bandung.

Hesty Hastuti, 2000, Penelitian Hukum Aspek Penyelesaian Masalah Hak

Ulayat Dalam Otonomi Daerah, Badan Pembinaan Hukum

Nasional-Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI.

http://www.Jimly.com/Makalah/Namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf

(37)

Irawan Soehartono, 1999, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian

Bidang Kesejahteraan Sosial Lainnya, Bandung : Remaja Rosda Karya

Maria S.W. Sumardjono, 1982, Puspita Serangkum Aneka Masalah Hukum

Agraria, Andi Offset, Yogyakarta.

Maria S.W. Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan

Implementasi, Buku Kompas, Jakarta.

Muchsin, 2003, Perlindungan Dan Kepastian Hukum Bagi Investor Di

Indonesia, (Surakarta; Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret.)

Muhammad Hatta, 2005, Hukum Tanah Nasional Dalam Perspektif Negara

Kesatuan Hukum, Yogyakarta:Media Abadi.

Moh. Koesnoe, 1992, Hukum Adat Sebagai Suatu Model, Mandar Maju,

Bandung.

Moh Koesnoe, 1971, Introduction In To Indonesia Adat Law, Katholike

Universiteit At Nijmegen.

Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim, 1980, Hak Milik Keadilan dan

Kemakmuran Tinjauan Falsafah Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Rahayu, 2009, Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id. Peraturan

Pemerintah RI, Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tatacara Perlindungan

Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat

Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

(38)

Rianto Adi, dkk, 1998, Pola Penguasaan Tanah Masyarakat Tradisional dan

Problema Pendaftaran Tanah.

Rony Hanitijo Soemitro, 1990, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri,

Jakarta: Ghalia Indonesia,

Soetrisno Hadi, Metodologi Reseacrh Jilid II, 1985, Yogyakarta : Yayasan

Penerbit Fakultas Psikologi UGM

Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, 1986, Hukum Adat Indonesia,

Rajawali, Jakarta.

Soepomo, 1986, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta

Van Vollenhoven, 1981, Orientasi Dalam Hukum Adat Indonesia, Djambatan.

Vardiansyah, Dani, 2008, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks,

Jakarta.

B. UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria.

Peraturan Menteri Agrarian atau Kepala BPN Nomor 5 tahun 1999

Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum

Adat.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asazi Manusia.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan

(39)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tari Andun dalam upacara adat nundang padi ini dilaksanakan selama 3 hari, pada hari pertama tari Andun sebagai hiburan masyarakat dan pada hari ketiga tari Andun terkait

Efek samping jangka panjang akibat pengobatan steroid tidak biasa terjadi pada pasien Multiple Myeloma karena perawatan tersebut diberikan dalam waktu yang

Walaupun secara tegas Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara

Dosen koordinator menyerahkan nilai kepada bagian pengajaran, setelah semua peralatan dikembalikan dengan lengkap oleh praktikan.. DAFTAR

Evaluasi Program Supervisi Akademik Kepala Sekolah dapat Meningkatkan Kinerja Mengajar Guru SD Negeri 1 Tegorejo, Kecamatan Pengandon, Kabupaten Kendal.. (Tesis,

Menurut laporan yang diterbitkan oleh NDLEA pada tahun 2011 bahwa terjadi peningkatan dalam permintaan obat-obatan terlarang dari Asia dan Amerika Serikat.. Tingginya

Dalam konsep perangan hotel kapsul, didesain dari lantai 2 hingga lantai 8 merupakan fungsi hunian, namun untuk memodifikasi hal yang desain monoton, maka desain di buat dengan

Menurut Turan dalam buku Vernacular Architecture (Wiranto, 1999), arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir