• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAME TOURNAMENT DALAM UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VA SDN 04 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAME TOURNAMENT DALAM UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VA SDN 04 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIFTIPE TEAM GAME TOURNAMENT DALAM UPAYA MENINGKATKAN

AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VA SDN 04 METRO PUSAT

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh NOLA SUSANTI

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VA SDN 04 Metro Pusat. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika siswa kelas VA SDN 04 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2012/2013.

Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Prosedur penelitian dilaksanakan sebanyak 3 siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Teknik pengumpulan data berupa observasi dan tes formatif (kognitif). Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Rata-rata persentase aktivitas siswa pada siklus 1 adalah 53,83% (cukup aktif), siklus 2 meningkat menjadi 66,72% (aktif), dan siklus 3 mencapai 81,33% (sangat aktif). Hasil pembelajaran matematika pada siklus 1 diperoleh rata-rata nilai sebesar 56,02 dengan persentase ketuntasan 60% atau 12 siswa tuntas, rata-rata siklus 2 sebesar 69,31 dengan persentase ketuntasan 85% atau 17 siswa tuntas, dan nilai rata-rata siklus 3 sebesar 83,72 dengan persentase ketuntasan 100% atau 20 siswa tuntas. Hasil analisis dengan uji t-tes dengan taraf kepercayaan 5%, (dk): n-1 dan n = 20 ditemukan sebesar 2,093. Berdasarkan ketentuan tersebut, diperoleh hasil t hitung (siklus 1-2) = 10,30> t tabel = 2,093 dan t hitung (siklus 2-3) = 9,66 > t tabel = 2,093.

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia terus dilakukan sampai saat ini secara berkesinambungan. Berbagai upaya dilakukan demi meningkatkan

kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung, pengadaan sarana dan prasarana sekolah, menyelenggarakan sertifikasi untuk

meningkatkan kemampuan professional pendidik, pengangkatan tenaga pendidik dan kependidikan, sampai kepada perubahan kebijakan baik kurikulum maupun standar pendidikan.

Hal tersebut dilakukan untuk mencapai salah satu tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu

mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu bangsa Indonesia menaruh harapan besar pada perkembangan pendidikan karena pendidikanlah yang mampu mempersiapkan warga negaranya agar siap menjadi agen

pembangunan di dalam masyarakat dan negara. Usaha pemerintah yang paling populer saat ini adalah penyelenggaraan sertifikasi untuk meningkatkan

(3)

Pendidikan pada dasarnya merupakan cara untuk mengembangkan

keterampilan, sikap dan perilaku, dan kecerdasaan intelektual yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi warga negara yang baik seutuhnya. Sejalan

dengan Fungsi Pendidikan Nasional Indonesia yang termaktub dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Selain itu bertujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Mengacu

pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut, pendidikan sudah seyogyanya menjadi wadah untuk belajar, mengembangkan keterampilan dan

potensi yang dimiliki, serta sebagai sarana memberikan bimbingan dan arahan untuk mencapai kedewasaan.

Pendidikan dasar memiliki beberapa komponen bidang-bidang

pengajaran yang harus dikuasai siswa, salah satunya adalah matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Matematika dapat mendukung ilmu pengetahuan lainya, terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan

(4)

dibutuhkan untuk menghadapi dunia teknologi. Untuk itu perlu penguasaan

matematika yang kuat sejak dini.

Tujuan mata pelajaran matematika dalam Permendiknas No. 22 Tahun

2006 tentang Standar Isi agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut, guru harus menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, kritis, dan menyenangkan dengan tetap memperhatikan hakikat belajar itu sendiri.

Belajar pada dasanya mengacu pada proses, bukan semata-mata suatu tujuan. Maka, pembelajaran sudah semestinya menempatkan siswa sebagai subjek

pembelajaran.

Menurut sebagian banyak orang, khususnya orang tua maupun siswa, matematika merupakan sesuatu hal yang menakutkan. Menurut mereka

matematika sulit dipelajari serta cara penyampaian pembelajaran mayoritas tidak menyenangkan, membosankan, menakutkan, dan sebagainya. Sehingga

(5)

Sebenarnya wajar bila hal seperti ini terjadi, menurut Kaufeldt (2008: 4)

selama ini matematika memang dikemas sedemikian rupa sehingga memberatkan siswa. Siswa bosan belajar matematika, karena matematika itu

hanya kumpulan rumus yang konon katanya abstrak, contoh soal dengan latihan-latihan yang monoton. Bagi siswa matematika tidak berguna. Padahal pada keadaan sesungguhnya matematika itu sangat berguna dalam aspek

kehidupan apapun. Sikap ini tentu saja mengakibatkan prestasi belajar matematika mereka menjadi rendah. Akibat lebih lanjut mereka semakin tidak

suka terhadap matematika.

Usaha yang dibutuhkan untuk mengubah paradigma dan sikap siswa tersebut terhadap matematika adalah mengubah iklim pembelajaran ruang

kelas yang terkesan tegang menjadi menyenangkan. Belajar akan efektif jika menciptakan situasi dan kondisi yang menyenangkan. Hal ini juga berlaku

dalam pembelajaran matematika. Belajar matematika akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.

Ruang kelas yang nyaman akan mendukung dalam menjaga iklim

pembelajaran yang kondusif. Maksudnya, jika ruang kelas secara fisik tidak nyaman atau membuat siswa belajar dalam ketakutan akan meminimkan otak

para siswa untuk berfungsi secara optimal. Iklim pembelajaran yang kondusif dapat diwujudkan dengan penerapan model pembelajaran yang relevan dengan situasi dan kondisi siswa serta tujuan pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi dan diskusi dengan guru kelas VA SDN 04 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2012/2013 pada minggu kedua dan ketiga bulan

(6)

soal-soal matematika dan memahami konsep matematika menyebabkan siswa

tidak berani untuk menjawab pertanyaan guru dan merasa takut menghadapi soal-soal matematika. Hal ini berpengaruh terhadap motivasi belajar

matematika, siswa tidak bersemangat dalam pembelajaran matematika; untuk mengatasi rasa bosan siswa lebih sering mengganggu siswa lain. Hal ini berdampak pada hasil nilai Mid Semester tahun pelajaran 2012/2013 siswa

kelas VA SDN 04 Metro Pusat dengan indikasi dari 20 siswa sebanyak 11 siswa atau 55% belum mencapai KKM (≥50) dan 9 siswa atau 45% telah

mencapai KKM dengan nilai rata-rata 55,40. Berdasarkan observasi peneliti, penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah guru belum menggunakan variasi pembelajaran dan masih menempatkan siswa sebagai objek

pembelajaran sehingga kurangnya kebebasan siswa untuk berinteraksi dan mengungkapkan pendapatnya dalam belajar di kelas. Dengan demikian,

aktivitas siswa dalam belajar menjadi rendah. Maka, untuk mengatasi masalah tersebut, guru harus memiliki inisiatif dan kreativitas untuk menerapkan pembelajaran yang dapat merangsang siswa mengembangkan kemampuannya.

Berdasarkan masalah tersebut, model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) dapat menjawab beberapa masalah di atas. Model

TGT merupakan salah satu dari berbagai model pembelajaran yang relevan untuk diterapkan. Menurut Slavin (2005: 163) TGT adalah model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan turnamen akademik dan

menggunakan kuis-kuis serta sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang

(7)

permainan dalam pelaksanaan pembelajaran. Melalui permainan, iklim

pembelajaran di kelas menjadi lebih menyenangkan bagi siswa. Permainan ini dengan melakukan turnamen yang fair, karena siswa bertanding dengan teman

yang memiliki kemampuan yang setara. Turnamen dalam TGT bukanlah sebuah bentuk persaingan, yang paling penting adalah mereka saling mendukung untuk berhasil, bukan untuk gagal.

Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Team Game Tournament dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas VA SDN 04 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2012/2013”.

1.2Identifikasi Masalah

a. Siswa kesulitan mengerjakan soal-soal matematika dan memahami konsep matematika menyebabkan siswa tidak berani untuk menjawab pertanyaan

guru dan merasa takut menghadapi soal-soal matematika.

b. Siswa tidak bersemangat dalam pembelajaran matematika; siswa lebih

sering mengganggu siswa lain.

c. Guru belum menggunakan model pembelajaran yang bervariasi, antara lain model pembelajaran TGT.

d. Siswa ditempatkan sebagai objek pembelajaran sehingga kurangnya kebebasan siswa untuk berinteraksi dan mengungkapkan pendapatnya

dalam belajar di kelas.

(8)

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian identifikasi masalah, dirumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk meningkatkan aktivitas pembelajaran matematika pada siswa kelas VA SDN 04 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2012/2013?

b. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VA SDN 04

Metro Pusat Tahun Pelajaran 2012/2013?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan aktivitas pembelajaran matematika pada siswa kelas VA SDN 04 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

b. Meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VA SDN 04

Metro Pusat Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

(9)

a. Bagi Siswa

1) Siswa dapat memahami konsep materi matematika sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika.

2) Siswa dapat menghilangkan rasa jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran dengan melakukan hal baru yang tidak seperti biasanya, yaitu melakukan game turnamen dalam pembelajaran. Dengan

demikian, siswa menjadi tertantang untuk belajar matematika dan tercipta suasana baru yang dapat meningkatkan gairah belajar siswa.

b. Bagi guru

1) Guru dapat memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya.

2) Guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kinerjanya

melalui proses pemecahan masalah yang dihadapi ketika guru melakukan pembelajaran.

3) Melalui perbaikan dan peningkatan kinerja, maka akan tumbuh kepuasaan dan rasa percaya diri yang dapat dijadikan sebagai modal untuk terus-menerus meningkatkan kemampuan dan kinerjanya.

4) Guru dapat berkembang secara profesional karena dapat menunjukkan bahwa ia mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran yang

dikelolanya.

5) Keberhasilan PTK dapat berpengaruh terhadap guru lain. Guru-guru lain dapat mencoba hasil PTK atau mencoba ide-ide baru untuk

(10)

c. Bagi Sekolah

Melalui PTK dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga akan meningkatkan kualitas pendidikan SDN 04 Metro Pusat.

d. Bagi Peneliti

Peneliti dapat menambah wawasan dan pengalaman tentang penelitian tindakan kelas, sehingga kelak jika menjadi seorang guru mampu

(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT 2.1.1 Model pembelajaran

Model pembelajaran terdiri dari dua kata yaitu, “model” dan

“pembelajaran”. Istilah “model” diartikan oleh Suprijono (2010: 45) merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang

diperoleh dari berbagai sistem. Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis

terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas.

Arends (dalam Suprijono, 2010: 46) mengemukakan model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan pembelajaran, tahap kegiatan

pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran mencakup penerapan dari suatu pendekatan,

(12)

Gambar 1. Bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran dalam model pembelajaran diadopsi dari Sanjaya (dalam Komalasari 2010: 57).

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, teknik dan

taktik pembelajaran dirangkai menjadi satu kesatuan yang utuh akan membentuk apa yang disebut dengan model pembelajaran. Model

pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru (Komalasari, 2010: 57).

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang dirancang dan

melukiskan prosedur secara sistematis dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik tersendiri dan prosedural pelaksanaannya. Sebelum

M ode l P em be la ja ra n M ode l P em be la ja ra n Model Pembelajaran Pendekatan Pembelajaran (Student or Teacher Centered)

Strategi Pembelajaran (Exposition-discovery learning)

Metode Pembelajaran (ceramah, diskusi, simulasi, dsb)

Teknik dan Taktik Pembelajaran (spesifik, individual, unik)

(13)

memutuskan menggunakan model pembelajaran yang dipilih, guru

harus benar-benar telah memahami secara teoritis dan teknis model pembelajaran yang dipilih. Hal ini agar guru dapat melaksanakan

pembelajaran secara efektif dan efisien.

2.1.2 Model pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode

pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran (Slavin, 2005: 4). Dalam kelas kooperatif, para siswa

diharapakan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan menyampaikan pendapat untuk memahami materi pembelajaran.

Dengan demikian, dapat menutup kesenjangan dalam prestasi belajar siswa.

Menurut Isjoni (2011: 20) pembelajaran kooperatif dapat

didefinisikan sebagai suatu pendekatan mengajar di mana murid bekerja sama di antara satu sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk

menyelesaikan tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru. Taniredja juga mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian pembelajaran kooperatif yang tidak jauh berbeda dengan yang

diungkapkan Isjoni. Menurut Taniredja (2012: 55) pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan

(14)

Pembelajaran kooperatif jelas berbeda dengan pembelajaran

konvensional. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional seperti pada

tabel berikut menurut Lundgren (dalam Asma, 2006: 22):

Tabel 1. Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional.

Kelompok belajar pada belajar konvensional

Kelompok belajar pada belajar kooperatif

a. Satu pemimpin

b. Tidak saling tergantung c. Keanggotaan yang homogen d. Asumsi adanya keterampilan

sosial

e. Tanggung jawab terhadap hasil belajar sendiri f. Hanya menekankan pada

tugas

g. Diarahkan oleh guru h. Beberapa hasil individual i. Evaluasi individual

a. Kepemimpinan bersama b. Saling ketergantungan yang

positif

c. Keanggotaan yang heterogen d. Mempelajari keterampilan-

keterampilan kooperatif e. Tanggung jawab terhadap

hasil belajar seluruh anggota kelompok

f. Menekankan pada tugas dan hubungan kooperatif

g. Ditunjang oleh guru h. Satu hasil kelompok Evaluasi kelompok

Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok. Menurut pendapat Lie (dalam Taniredja, 2012: 56) bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar

dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan

asal-asalan. Ada lima unsur dasar pembelajaran kooperatif yang dapat membedakannya dengan kerja kelompok, yaitu:

a. Positive Interdepedence, yakni hubungan timbal balik yang didasari

(15)

keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau

sebaliknya.

b. Interaction Face to face adalah interaksi yang langsung secara tatap

muka.

c. Adanya tanggung jawab individual mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok.

d. Membutuhkan keluwesan, yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara

hubungan kerja yang efektif.

e. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok) (Bennet dalam Isjoni, 2011: 60).

Selain terlihat dari unsur-unsurnya, perbedaan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok juga dapat dilihat dari ciri-ciri

pembelajaran kooperatif. Stahl (dalam Taniredja, 2012: 59) mengemukakan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah:

a. belajar bersama dengan teman,

b. selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman, c. saling mendengarkan pendapat diantara anggota kelompok, d. belajar dari teman sendiri dalam kelompok,

e. belajar dalam kelompok kecil,

f. produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, g. keputusan tergantung pada siswa sendiri,

h. siswa aktif.

Secara teoritis, langkah-langkah umum penerapan pembelajaran kooperatif di ruang kelas adalah sebagai berikut: (a) memilih metode,

(16)

jumlah kelompok; (e) membentuk kelompok-kelompok; (f) merancang

team building untuk setiap kelompok; (g) mempresentasikan materi

pembelajaran; (h) membagikan lembar kerja siswa; (i) menugaskan

siswa mengerjakan kuis secara mandiri; (j) menilai dan menskor kuis siswa; (k) memberi penghargaan pada kelompok; (l) mengevaluasi perilaku-perilaku (anggota) kelompok (Huda, 2011: 163 – 197).

Menciptakan lingkungan belajar yang positif adalah tugas guru sebagai pengelola kelas. Dengan menciptakan lingkungan belajar yang

positif akan menumbuhkan motivasi dan minat siswa mengikuti pembelajaran. Apalagi dalam pembelajaran kooperatif lingkungan belajar sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar. Menurut

Suprijono (2010: 66) lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran kooperatif harus:

a. memberikan kesempatan terjadinya belajar berdemokrasi; b. meningkatkan penghargaan peserta didik pada pembelajaran

akademik dan mengubah norma-norma yang terkait dengan prestasi;

c. mempersiapkan peserta didik belajar mengenai kolaborasi dan berbagai keterampilan sosial melalui peran aktif peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil;

d. memberi peluang terjadinya proses partisipasi aktif peserta didik dalam belajar dan terjadinya dialog interaktif;

e. menciptakan iklim sosio emosional yang positif; f. memfasilitasi terjadinya learning to live together; g. menumbuhkan produktivitas dalam kelompok;

h. mengubah peran guru dari center stage performance menjadi koreografer kegiatan kelompok;

i. menumbuhkan kesadaran pada peserta didik arti penting aspek sosial dalam individunya.

(17)

satu sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan

tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru.

2.1.3 Pengertian model pembelajaran TGT

Model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan

kerja kelompok. Kelompok yang dimaksud di sini bukanlah semata-mata sekumpulan orang, namun kelompok yang berinteraksi, memiliki

tujuan, dan berstruktur. Model pembelajaran TGT merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif. Slavin (2005: 163) mengemukakan TGT adalah model pembelajaran kooperatif menggunakan turnamen

akademik dan menggunakan kuis-kuis, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja

akademik sebelumnya setara seperti mereka. Menurut Asma (2006: 54) model TGT adalah suatu model pembelajaran oleh guru dan diakhiri dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa. Setelah itu

siswa pindah ke kelompok masing-masing untuk mendiskusikan dan menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang

diberikan guru. Sebagai ganti tes tertulis siswa akan bertemu di meja turnamen.

Lebih lanjut Huda (2011: 116) mengemukakan bahwa penerapan

TGT mirip dengan STAD dalam hal komposisi kelompok, format instruksional, dan lembar kerjanya. Bedanya jika STAD fokus pada

(18)

beberapa kelompok yang terdiri dari 3 – 5 orang untuk memainkan

permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.

Model TGT pada mulanya dikembangkan oleh David De Vries dan Keith Edwards, merupakan metode pembelajaran pertama dari John Hopkins (Slavin, 2005: 13). Metode ini memiliki banyak kesamaan

dengan STAD, tetapi TGT menambahkan dimensi kegembiraan dengan mengganti kuis pada STAD menjadi permainan atau tournament.

Menurut Huda (2011: 117) dengan TGT siswa akan menikmati bagaimana suasana turnamen, dan karena mereka berkompetisi dengan kelompok yang memiliki kemampuan setara, membuat TGT terasa

lebih fair dibandingkan kompetisi dalam pembelajaran tradisional pada umumnya.

Penulis menyimpulkan model TGT merupakan model pembelajaran dengan belajar tim yang menerapkan unsur permainan turnamen untuk memperoleh poin bagi skor tim mereka. Berbeda

dengan kelompok kooperatif lainnya, pembagian tim dalam TGT berdasarkan tingkat kemampuan siswa.

2.1.4 Komponen-komponen model TGT

Model TGT terdiri atas lima komponen utama. Deskripsi dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut:

(19)

kelas berbeda dengan pengajaran biasa, presentasi kelas harus

benar-benar terfokus pada unit TGT. Sehingga siswa harus dapat benar-benar memperhatikan selama presentasi kelas, karena akan dapat membantu mereka dalam melakukan game turnamen.

b. Tim. Tim terdiri dari tiga sampai lima siswa yang memiliki komposisi kelompok berdasarkan kemampuan akademik, ras, etnik,

dan gender. Siswa belajar bersama dalam tim untuk memastikan bahwa setiap anggota kelompoknya telah benar-benar siap

melakukan pertandingan di meja turnamen. Skor turnamen yang diperoleh tiap individu akan mempengaruhi skor kelompok. Artinya, keberhasilan kelompok sangat dipengaruhi oleh

keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok. Belajar dalam tim biasanya berupa pembahasan permasalahan bersama,

membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan. c. Permainan (Game). Pertanyaan dalam game dirancang dari materi

yang relevan dengan materi yang telah disampaikan guru pada presentasi kelas untuk menguji pengetahuan siswa yang telah

diperoleh. Game dimainkan di atas meja dengan tiga atau empat orang siswa (sesuai jumlah kelompok), perwakilan setiap kelompok. Setiap siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan menjawab

pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu.

(20)

guru memberikan presentasi kelas dan kelompok melaksanakan

kerja kelompok, biasanya dilaksanakan pada akhir minggu atau akhir unit. Pada turnamen pertama, guru menempatkan beberapa

siswa berkemampuan tinggi dari setiap kelompok pada meja turnamen 1, siswa berkemampuan sedang di meja turnamen 2 atau 3, dan siswa berkemampuan rendah pada meja turnamen 4. Setelah

turnamaen pertama, siswa bertukar meja sesuai kinerja mereka pada turnamen terakhir. Pemenang pada tiap meja “naik tingkat” ke meja

berikutnya yang lebih tinggi dan yang skornya paling rendah “diturunkan”. Penempatan meja turnamen dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini:

Gambar 2. Penempatan pada meja turnamen. B-1 B-2 B-3 B-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

C-1 C-2 C-3 C-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah A-1 A-2 A-3 A-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

Meja turnamen

1

Meja turnamen

2

Meja turnamen

3

Meja turnamen

(21)

e. Rekognisi Tim. Tim yang mencapai skor rata-rata berdasarkan kriteria tertentu akan mendapatkan penghargaan khusus, seperti sertifikat yang menarik atau menempatkan foto anggota tim mereka

di ruang kelas.

(Slavin, 2005: 166 – 168)

Tabel 2. Kriteria penghargaan.

Kriteria (rata-rata tim) Penghargaan

30 – 40 Good Team

40 – 45 Great Team

45 – ke atas Super Team

(Sumber: Trianto, 2010: 87)

2.1.5 Langkah-langkah penggunaan model pembelajaran TGT

Ada beberapa langkah dalam penggunaan model pembelajaran TGT yang perlu diperhatikan. Langkah-langkah penggunaan model

pembelajaran TGT menurut Slavin (2005: 170) sebagai berikut: a. Presentasi di kelas.

b. Belajar tim. Para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.

c. Turnamen. Para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen.

d. Rekognisi tim. Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Trianto (2010: 84) langkah-langkah pembelajaran TGT secara runtut, yaitu:

a. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.

b. Guru menyiapkan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasi pelajaran tersebut.

(22)

Berlandaskan pada kedua teori di atas, penulis menyimpulkan ada

lima langkah pembelajaran TGT, yaitu:

a. Membentuk kelompok yang heterogen beranggotakan 3 – 5 siswa.

b. Guru menyiapkan pelajaran, dan kemudian kelompok belajar dalam tim mengerjakan lembar kegiatan untuk menguasai materi. c. Para siswa memainkan game turnamen dalam kemampuan yang

homogen.

d. Memberi penghargaan kepada kelompok yang mencapai skor

dengan kriteria tertentu.

e. Siswa mengerjakan kuis individual untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa.

2.1.6 Kelebihan dan kekurangan model TGT

Sebelum menerapkan model TGT dalam pembelajaran di kelas, ada baiknya untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan model TGT

agar setidaknya dapat diminimalisir sebelum pembelajaran menggunakan model TGT dilakukan. Berikut ini beberapa kelebihan

dan kekurangan TGT menurut Taniredja (2012: 72 – 73).

Kelebihan:

a. Dalam kelas kooperatif siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya.

b. Rasa percaya diri siswa menjadi tinggi.

c. Perilaku mengganggu terhadap siswa lain menjadi lebih kecil. d. Motivasi belajar siswa bertambah.

e. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap materi pelajaran. f. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi antara siswa

dengan siswa dan antara siswa dengan guru.

(23)

Kekurangan:

a. Sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran tidak semua siswa ikut serta menyumbangkan pendapatnya.

b. Kekurangan waktu untuk proses pembelajaran.

c. Kemungkinan terjadinya kegaduhan kalau guru tidak dapat mengelola kelas.

Berdasarkan kajian teori model pembelajaran TGT yang diungkapkan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

pembelajaran model TGT adalah pembelajaran kooperatif secara berkelompok dan menyenangkan yang beranggotakan 3 – 5 orang per kelompok untuk saling mendukung satu dengan lainnya sehingga berhasil dalam pembelajaran

yang dilakukan secara turnamen atau permainan dalam pembelajaran dengan langkah-langkah pembelajaran: (a) melibatkan siswa mencari informasi

mengenai materi belajar; (b) memfasilitasi siswa belajar dalam kelompok dengan pemberian tugas LKS dan membimbing kelompok bekerja dan belajar; (c) memfasilitasi siswa menyajikan hasil kerja kelompok; (d) memfasilitasi

siswa melakukan game turnamen; dan (e) memberi penghargaan kepada kelompok yang mencapai skor dengan kriteria tertentu.

2.2Aktivitas dan Hasil Belajar 2.2.1 Belajar

Definisi belajar secara awam adalah perubahan tingkah laku yang asalnya tidak tahu menjadi tahu. Mengacu pada definisi tersebut,

belajar menjadi salah satu faktor penting untuk mengubah perilaku seseorang dalam upaya pembentukan kepribadian sesuai

(24)

mengidentifikasikan ciri-ciri kegiatan belajar yang dapat menjadi

acuan seseorang dikatakan belajar, yaitu:

a. Belajar adalah aktivitas yang dapat menghasilkan perubahan dalam

diri seseorang, baik secara aktual maupun potensial.

b. Perubahan yang didapat sesungguhnya adalah kemampuan yang baru dan ditempuh dalam jangka waktu yang lama.

c. Perubahan terjadi karena ada usaha dari dalam diri individu.

Berdasarkan pada ciri-ciri kegiatan belajar yang diungkapkan

Komalasari dapat dipahami bahwa belajar bukan hanya sekedar terjadi perubahan perilaku tapi lebih dari itu, belajar merupakan aktivitas yang menghasilkan perubahan dalam diri seseorang baik secara aktual

maupun potensial dengan kesungguhan dan usaha dari dalam diri individu. Seorang bayi yang tadinya tidak dapat berjalan lalu dapat

berjalan bukan merupakan hasil belajar, karena perubahan tersebut terjadi karena kematangan. Fauzia yang tadinya tidak mengerti konsep matematika sekarang menguasai matematika merupakan contoh hasil

proses belajar.

Makmun (2010: 157) menyatakan bahwa belajar adalah suatu

proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Secara visual perubahan tingkah laku atau pribadi tersebut menurut Vesta dan Tompson (dalam Makmun, 2010:

(25)

Gambar 3. Perubahan tingkah laku dalam belajar.

Gambar di atas menggambarkan perubahan-perubahan yang mungkin

terjadi dalam belajar. Perubahan-perubahan yang mungkin:

Perubahan X : suatu penemuan informasi atau penguasaan suatu keterampilan yang telah ada.

Perubahan Y : perubahan yang terjadi akibat penambahan atau perkayaan informasi, pengetahuan, atau keterampilan yang telah ada.

Perubahan Z : terjadinya penghilangan kepribadian tertentu atau sikap tertentu yang tidak diharapkan, misalnya kebiasaan merokok (Word dan Mawquis dalam Makmun, 2010: 158).

Menurut Syah (2011: 68) belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil

pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Pengertian ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Gagne & Berliner (dalam Rusman, 2011: 7) bahwa belajar adalah suatu proses

perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman. Kedua ahli tersebut mendefinisikan belajar sebagai perubahan tingkah laku sebagai

hasil pengalaman. Perubahan perilaku yang timbul akibat kematangan Perilaku/pribadi

sebelum belajar (pre-learning)

X = 0 Y = 1 Z = 1

Perilaku/pribadi sesudah belajar (post-learning)

X1 = (X + 1) = 0 Y1 = (Y + 1) = 1 Z1 = (Z – 1) = 0 Pengalaman,

(26)

fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai

proses belajar

Dari berbagai pengertian belajar di atas, kata kunci dari belajar

adalah perubahan tingkah laku. Maka penulis menyimpulkan belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman yang bersifat permanen, positif, dan berkesinambungan. Intinya seseorang dikatakan

belajar jika terdapat perubahan perilaku sesuai dengan ciri-ciri belajar.

2.2.2 Aktivitas Belajar

Sebelum meninjau lebih jauh tentang aktivitas belajar, terlebih dahulu kita harus mengetahui tentang pengertian dari aktivitas. Makna aktivitas dalam KBBI (2005: 23) adalah kegiatan. Secara leksikal

aktivitas belajar adalah segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi untuk mencapai tujuan belajar.

Kunandar (2010: 277) menyatakan bahwa aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas

dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Pendapat ini berasumsi aspek fisik dan psikis mempengaruhi aktivitas

belajar siswa. Sama halnya dengan yang diungkapkan Rohani sebagai berikut:

(27)

Aktivitas psikis adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran.

Merleviandra (2009) merumuskan aktivitas belajar dalam sembilan indikator. Indikator tersebut, yaitu (a) memperhatikan apa

yang disampaikan guru, (b) menjawab pertanyaan guru,

(c) mengerjakan LKS yang diberikan guru, (d) bekerja sama dengan teman satu kelompok, (e) mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam

kegiatan pembelajaran, (f) bertukar pendapat antar teman dalam kelompok, (g) mengambil keputusan dari semua jawaban yang dianggap paling benar, (h) mempresentasikan jawaban di depan kelas,

dan (i) merespon jawaban teman.

Pusat dari aktivitas belajar tersebut adalah siswa, karena dengan

aktivitas siswa dalam pembelajaran akan menciptakan situasi belajar aktif. Hal ini sesuai dengan empat pilar pendidikan, yang salah satunya adalah learning to do, bahwa pendidikan seharusnya memberdayakan

siswa agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman belajarnya dengan meningkatkan interaksi dengan

lingkungannya baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia sekitarnya (UNESCO dalam Asma, 2006: 36).

Penulis menyimpulkan aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam bentuk aktivitas fisik dan psikis pada pembelajaran

(28)

teman satu kelompok, saling membantu dan mendukung teman satu

kelompok untuk menguasai materi, mengerjakan tugas matematika, sikap menerima (reseptif) terhadap pembelajaran matematika,

merespon jawaban teman, dan semangat serta antusias.

2.2.3 Hasil Belajar

Hasil belajar siswa merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Menurut Hamalik (2008: 33) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari

tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Sedangkan Suprijono (2010: 5) menyatakan hasil belajar adalah

pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.

Menurut Bloom (dalam Rusman, 2011: 12) perubahan yang terjadi dalam belajar merupakan hasil belajar yang meliputi perubahan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan evaluasi. Domain afektif adalah sikap menerima, menanggapi, menilai, mengelola, dan menghayati. Domain psikomotor meliputi keterampilan bergerak dan bertindak, dan kecakapan ekspresi verbal dan non-verbal.

Leighbody (dalam Muliya, 2012) berpendapat bahwa psikomotor siswa mencakup (a) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (b) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan

menyusun urut-urutan pekerjaan, (c) kecepatan mengerjakan tugas, (d) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (e) keserasian bentuk

(29)

dan Mudjiono (2006: 3) memiliki pendapat yang hampir mirip dengan

Bloom bahwa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat

perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan Munawar (2009) menyatakan hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan

pengenalan yang dilakukan berulang-ulang serta akan tersimpan dalam waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka penulis menyimpulkan hasil belajar adalah suatu perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa melalui proses yang dilakukan

berulang-ulang dan bersifat permanen. Indikator ketercapaian hasil belajar pada penelitian ini adalah adanya perubahan kemampuan pada ranah

kognitif dan psikomotor. Hasil belajar ranah kognitif diperoleh melalui tes formatif dengan indikator ketercapaian siswa berupa pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Sedangkan hasil belajar ranah psikomotor

diperoleh melalui observasi dengan indikatornya adalah kemampuan membaca gambar dan simbol serta kemampuan membuat gambar

sesuai bentuk dan ukuran yang telah ditentukan.

2.3Pembelajaran Matematika di SD 2.3.1 Hakikat Matematika

(30)

berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike

berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi,

berdasarkan asal katanya, perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Dengan kata lain kata matematika berarti ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan

daya berpikir (bernalar).

Istilah matematika dalam KBBI (2005: 723) didefinisikan ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Menurut Russeffendi (dalam Suwangsih, 2006: 4) matematika

terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil dimana dalil-dalil setelah

dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Pada dasarnya, matematika adalah ilmu pengetahuan yang menyangkut bilangan dan penalaran

(logika) merupakan aktivitasnya.

Matematika muncul pada saat dihadapinya masalah-masalah yang rumit yang melibatkan kuantitas, struktur, ruang, atau perubahan. Mulanya masalah-masalah itu dijumpai di dalam perdagangan, pengukuran tanah, dan kemudian astronomi. Kini semua ilmu

pengetahuan menganjurkan masalah-masalah yang dikaji oleh para matematikawan, dan banyak masalah yang muncul di dalam

(31)

Matematika terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu aljabar, analisis, dan geometri (James dan James dalam Suwangsih, 2006: 4). Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika terbagi

menjadi empat bagian, yaitu aritmatika, aljabar, geometris, dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika. Meskipun ada perbedaan pendapat tentang pembagian matematika, ilmu

matematika tetaplah ilmu yang membutuhkan pemikiran cepat dan kemampuan memecahkan masalah secara individu dan kemampuan

untuk memecahkan masalah secara bersama-sama.

Kegunaan matematika menurut Suwangsih (2006: 10), yaitu: a. Matematika sebagai pelayan ilmu yang lain.

b. Matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika. Misalnya, dengan matematika, Einstein membuat rumus yang dapat digunakan untuk menaksir jumlah energi

yang dapat diperoleh dari ledakan atom. Ilmu pendidikan dan psikologi, khususnya dalam teori belajar, menggunakan matematika

selain dalam statistik juga digunakan persamaan matematis untuk menyajikan teori atau model dari penelitian. Matematika dalam ilmu kependudukan digunakan untuk memprediksi jumlah. Masih banyak

contoh-contoh ilmu lainnya yang bergantung pada ilmu matematika. Pemecahan persoalan kehidupan sehari-hari yang membutuhkan

(32)

ditempuh dari suatu tempat ke tempat yang lain; menggunakan

perhitungan matematika baik dalam pertanian, perikanan, perdagangan, dan perindustrian; dan masih banyak lagi contoh lainnya.

Mengacu pada teori matematika menurut para ahli, penulis menyimpulkan matematika merupakan ilmu pengetahuan yang menyangkut bilangan dan logika. Ilmu matematika juga berguna bagi

ilmu-ilmu lainnya sehingga ilmu matematika merupakan ilmu yang sangat penting dalam menunjung kehidupan.

2.3.2 Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan matematika sekolah yang terdiri dari bagian-bagian matematika yang

dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi anak serta berpedoman kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika sebagai studi tentang objek

abstrak tentu saja sangat sulit untuk dapat dipahami oleh siswa-siswa SD yang belum mampu berpikir formal, sebab orientasinya masih

terkait dengan benda-benda konkret. Ini tidak berarti bahwa matematika tidak mungkin tidak diajarkan di jenjang pendidikan dasar, bahkan pada hakekatnya matematika lebih baik diajarkan sejak usia

dini. Secara umum terdapat empat tahapan aktivitas dalam rangka penguasaan materi pembelajaran matematika berdasarkan Direktorat

(33)

Anak-anak perlu ditanamkan keyakinan terhadap matematika.

Mereka yakin bahwa mereka akan sangat membutuhkan matematika dalam kehidupan sehari-harinya dan merasa mampu untuk belajar:

a. menggunakan matematika dengan menyenangkan;

b. memecahkan masalah dan bekerja sama dengan yang lain; c. menunjukkan kemampuan berunding yang kuat;

d. melihat lebih dari satu jalan dalam pendekatan sebuah masalah; e. menerapkan matematika dalam setiap kesempatan; dan

f. menggunakan teknologi. (Nungki, 2008: 18 – 19).

Mengingat pentingnya matematika untuk siswa-siswa usia dini di SD, perlu dicari suatu cara mengelola proses belajar-mengajar di SD

sehingga matematika dapat dicerna oleh siswa-siswa SD. Di samping itu, matematika juga harus bermanfaat dan relevan dengan

kehidupannya, karena itu pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar harus ditekankan pada penguasaan keterampilan dasar dari matematika itu sendiri.

Pembelajaran matematika di SD harus sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sehingga siswa dapat mencapai standar kompetensi

lulusan yang ditetapkan dalam Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk SD/MI

dalam Permendiknas tersebut adalah sebagai berikut:

(34)

b. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

c. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

d. Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

e. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung, modus serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

f. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan.

g. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif. Berdasarkan SKL di atas ruang lingkup pembelajaran matematika di SD mencakup bilangan, geometri, dan pengukuran serta

pengolahan data. Setiap materi memiliki kompetensi dasar dan standar kompetensi yang harus dikuasai siswa setelah melakukan

pembelajaran.

Guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika.

Nungki (2008: 103 – 104) memberikan berbagai cara mengajarkan matematika kepada anak-anak antara lain sebagai berikut:

a. Anak harus dilibatkan dalam penemuan matematika, bukan hanya mengerjakan soal-soal dalam buku.

b. Berikan kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi, investigasi, memperkirakan, bertanya, memproduksi dan menguji gagasan mereka.

c. Guru membimbing siswa belajar, bukan mendikte apa yang harus dilakukan.

(35)

e. Libatkan anak secara aktif dalam penggunaan teknologi (kalkulator dan komputer) untuk menyelesaikan berbagai soal.

Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara

pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Siswa harus dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki dalam struktur berpikirnya yang berupa konsep matematika, dengan

permasalahan yang ia hadapi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suparno (dalam Heruman, 2008: 5) tentang belajar bermakna, yaitu

kegiatan siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan berupa konsep-konsep yang telah dimilikinya.

Menurut Aisyah (2007: 9.20) konsep matematika tidak dipandang sebagai barang jadi yang hanya menjadi bahan informasi untuk siswa. Dengan demikian, guru perlu merancang pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk berperan aktif dalam membangun konsep secara mandiri atau bersama-sama. Pembelajaran matematika yang demikian, akan dapat menimbulkan rasa bangga pada diri siswa, menumbuhkan minat, rasa percaya diri, memupuk dan mengembangkan imajinasi dan daya cipta (kreativitas) siswa. Matematika merupakan kemampuan penting, satu yang pasti

bahwa matematika dibutuhkan di masa mendatang untuk menghadapi dunia teknologi. Dunia realita saat ini sangat berorientasi pada

teknologi. Sehingga cara mengajarkan matematika kepada anak harus menjadi perhatian para orang tua di rumah dan para guru di sekolah. Dari beberapa pendapat ahli di atas, penulis menarik kesimpulan

bahwa pembelajaran matematika di SD yang terpenting adalah membuat siswa merasa nyaman dan butuh belajar matematika

(36)

memahami konsep matematika. Pembelajaran matematika di SD bukan

hanya menghafal rumus, tetapi siswa dapat mengeksplorasi konsep matematika sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan

berpikir logis, kritis, dan kreatif, serta dapat menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

2.4Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas adalah “Apabila dalam pembelajaran Matematika di kelas VA SDN 04 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2012/2013 guru menerapkan model

pembelajaraan kooperatif tipe TGT dengan melaksanakan langkah-langkahnya secara tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Prosedur Penelitian

Upaya yang dilakukan untuk memecahkan masalah seperti yang telah diungkapkan pada latar belakang, yaitu peneliti melakukan penelitian dengan

metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri untuk memecahkan

masalah tersebut dengan melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut (Sanjaya, 2010: 26). Dengan demikian, suatu rencana PTK diawali dengan

adanya masalah yang dirasakan atau disadari oleh guru.

Pada dasarnya prosedur PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian

berdaur siklus yang terdiri dari empat tahapan dasar yang saling terkait dan

berkesinambungan. Tahap prosedur PTK yang dilaksanakan, yaitu (a) perencanaan (planning), (b) pelaksanaan (acting), (c) pengamatan

(observing), dan (d) refleksi (reflecting).

Prosedur penelitian sesuai dengan metode peneltian tindakan kelas dapat

(38)
[image:38.595.136.509.83.356.2]

Gambar 4. Prosedur PTK modifikasi dari Arikunto (2011: 16).

3.2Setting Penelitian

3.2.1 Subjek penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa dan guru kelas VA SDN 04 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2012/2013. Jumlah siswa adalah

20 siswa, terdiri dari 6 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. 3.2.2 Tempat penelitian

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas VA SDN 04 Metro

Pusat.

3.2.3 Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) bulan pada Tahun Pelajaran 2012/2013, yaitu terhitung dari bulan Desember sampai dengan bulan Mei.

Bagan Pelaksanaan PTK

SIKLUS 1 Perencanaan I

Refleksi I

Pengamatan I

Pelaksanaan I

SIKLUS 2 Perencanaan II

Refleksi II

Pengamatan II

Pelaksanaan II

(39)

3.3Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan selama kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Penelitian menggunakan teknik tes dan non tes yang kemudian

oleh peneliti akan dianalisis dan diinterpretasi terhadap keseluruhan data sesuai dengan tujuan penelitian.

a. Teknik tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan

untuk mengukur pengetahuan, intelegensi, dan keterampilan yang dimiliki individu/kelompok. Pada penelitian ini, teknik tes yang digunakan adalah

untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa berupa nilai-nilai siswa. Teknik tes dilakukan dengan memberikan soal berbentuk isian dan uraian. b. Teknik non tes dilakukan melalui observasi dan dokumentasi. Observasi

dilakukan oleh observer terhadap aktivitas belajar siswa, psikomotor siswa sebagai hasil belajar, dan kinerja guru selama proses pembelajaran

berlangsung. Observer mengamati perilaku atau tindakan yang terjadi sesuai dengan aspek-aspek yang tertera pada lembar observasi dan memberikan skor dengan rentang 1 – 4 pada kolom skor sesuai dengan

aspek yang nampak untuk aktivitas siswa. Hasil belajar ranah psikomotor siswa diamati sesuai dengan indikator yang telah dibuat kemudian diberi

skor dengan rentang 0 – 4. Sedangkan pada lembar kinerja guru dengan melingkari skor yang sesuai dengan yang ditampilkan guru dengan rentang skor 1 – 5. Dokumentasi dilakukan dengan memotret kegiatan selama

proses pembelajaran menggunakan kamera digital.

3.4Alat Pengumpulan Data

(40)

a. Lembar observasi. Alat ini dirancang untuk mengumpulkan data aktivitas belajar siswa, hasil belajar ranah psikomotor, dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. Kisi-kisi instrument aktivitas siswa

[image:40.595.149.514.221.353.2]

sebagai berikut.

Tabel 3. Kisi-kisi instrumen aktivitas.

No. Indikator Skor

1 Memperhatikan apa yang disampaikan guru 1 – 4 2 Menjawab pertanyaan guru/mengajukan pertanyaan 1 – 4 3 Bekerjasama dengan teman satu kelompok 1 – 4 4 Saling membantu dan mendukung teman satu kelompok 1 – 4

5 Mengerjakan tugas matematika 1 – 4

6 Sikap reseptif 1 – 4

7 Merespon jawaban teman 1 – 4

8 Semangat dan antusias 1 – 4

Sedangkan observasi pada pembelajaran menggunakan model TGT meliputi indikator berikut ini.

Tabel 4. Kisi-kisi pelaksanaan pembelajaran TGT.

No. Indikator Skor

1 Melibatkan siswa mencari informasi materi belajar 1 – 5 2 Memfasilitasi siswa belajar dalam tim 1 – 5 3 Memfasilitasi siswa menyajikan hasil kerja kelompok 1 – 5 4 Memfasilitasi siswa dalam turnamen 1 – 5

5 Memberikan penghargaan 1 – 5

b. Tes hasil belajar berupa tes formatif. Alat ini digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa melalui penerapan model TGT. Instrument

tes ranah kognitif mencakup domain pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Jumlah soal pada siklus 1 ada 6 soal, siklus 2 ada 9 soal, dan siklus 3 sebanyak 7 soal. Kisi-kisi instrument terlampir.

c. Dokumentasi dengan menggunakan kamera digital untuk mendokumentasikan kegiatan selama pembelajaran model TGT

[image:40.595.135.514.441.536.2]
(41)

3.5Teknik Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan oleh guru yang berperan sebagai peneliti untuk merangkum secara akurat data yang telah dikumpulkan

dalam bentuk yang dapat dipercaya dan benar. Analisis data dilakukan dengan menyeleksi dan mengelompokkan data, memaparkan atau mendeskripsikan data dalam bentuk narasi, tabel, dan/atau grafik, serta menyimpulkan dalam

bentuk pernyataan. Dalam penelitian ini data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif. Di bawah ini

merupakan teknik analisis data yang dilakukan: a. Analisis data kualitatif

Digunakan untuk menganalisis data aktivitas belajar siswa dan kinerja

guru selama proses pembelajaran berlangsung. 1) Rumus analisis aktivitas belajar siswa

NA = x 100%

Keterangan:

NA = Nilai akhir

R = Jumlah skor yang diperoleh siswa

N = Skor maksimum

(sumber: Adaptasi Purwanto, 2006: 112)

Setelah diperoleh persentase hasil aktivitas belajar siswa, kemudian

(42)
[image:42.595.173.510.112.198.2]

Tabel 5. Kategori keaktifan dalam satuan persen (%).

No. Nilai (%) Kategori

1 > 80 Sangat aktif

2 61 – 80 Aktif

3 41 – 60 Cukup aktif

4 ≤ 40 Kurang aktif

(Sumber: modifikasi Poerwanti, 2009: 7.6)

2) Rumus analisis kinerja guru selama proses pembelajaran

NK = x 100%

Keterangan:

NK = Nilai kerja

R = Jumlah skor yang diperoleh

N = Skor maksimum

(sumber: adaptasi Purwanto, 2006: 112)

Setelah diperoleh persentase kinerja guru dalam melaksanakan

pembelajaran, kemudian dikategorikan sesuai dengan kualifikasi hasil observasi.

Tabel 6. Kategori kinerja guru mengajar dalam satuan persen (%)

No. Rentang nilai (%) Kategori

1 N > 80 Sangat baik

2 60 < N ≤ 80 Baik

3 40 < N ≤ 60 Cukup baik

4 20 < N ≤ 40 Kurang baik

5 N ≤ 20 Sangat kurang

(sumber: adopsi Poerwanti, 2009: 7.6)

b. Analisis data kuantitatif

(43)

1) Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal

digunakan rumus:

P = ∑

∑ x 100%

(sumber: adopsi Aqib, 2009: 41)

2) Nilai rata-rata hasil belajar siswa dihitung dengan menggunakan rumus rata-rata hitung sebagai berikut:

X= ∑

Keterangan:

X = Nilai rata-rata

∑x = Jumlah semua nilai siswa

n = Jumlah siswa

(sumber: adopsi Muncarno, 2010: 15)

3) Uji hipotesis untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan nilai hasil

belajar siklus 1 dengan nilai hasil belajar siklus 2 dan nilai hasil belajar siklus 2 dengan nilai hasil belajar siklus 3, menggunakan rumus:

t =

( )

Keterangan:

Md = Mean dari perbedaan nilai akhir tiap siklus

xd = Devisiasi masing-masing subjek (d – Md)

∑x d = Jumlah kuadrat deviasi

N = Jumlah siswa

(44)

Pengambilan keputusan menggunakan angka pembanding t tabel dengan

kriteria sebagai berikut:

a) Jika t hitung≥ t tabel, Ho ditolak; Ha diterima

b) Jika t hitung≤ t tabel, Ho diterima; Ha ditolak. (sumber: adopsi Muncarno, 2008: 26 – 32)

3.6Urutan Tindakan Penelitian 3.6.1 Siklus 1

a. Perencanaan

1) Menganalisis dan menetapkan Standar Kompetensi (SK) dan

Kompetensi Dasar (KD), yaitu menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan.

2) Menyiapkan perangkat pembelajaran, yaitu pemetaan SK dan KD, silabus pembelajaran, dan Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP). 3) Menyiapkan bahan ajar dan media pembelajaran.

4) Menyiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari lembar observasi aktivitas siswa dan kinerja guru.

5) Menyiapkan lembar soal turnamen, lembar kunci jawaban, dan kartu-kartu bernomor untuk setiap unit yang diajarkan.

6) Menyusun alat evaluasi siklus 1.

b. Pelaksanaan

1) Kegiatan Pendahuluan

a) Salam pembuka, do’a, mengisi daftar hadir kelas, mengkondisikan

(45)

b) Memberi motivasi bahwa setiap siswa pasti berhasil dalam

pembelajaran ini jika mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh.

c) Guru menginformasikan bahwa selama beberapa minggu pembelajaran menggunakan model pembelajaran TGT.

d) Guru menginformasikan pembentukan kelompok siswa yang

heterogen beranggotakan 3 – 5 siswa.

e) Membagikan topi bernomor untuk memudahkan dalam mengamati

aktivitas siswa.

f) Guru menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran.

Apersepsi: “menceritakan kegiatan sehari-hari yang berkaitan

dengan penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan”. g) Guru memberikan tes awal untuk mengetahui pengetahuan awal

siswa secara individu.

2) Kegiatan Inti

a) Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

(1) Melibatkan siswa mencari informasi mengenai materi ”Penjumlahan dan Pengurangan Berbagai Bentuk Pecahan”

melalui diskusi.

(2) Meminta beberapa siswa untuk menjawab pertanyaan yang

diajukan guru. b) Elaborasi

(46)

(1) Memfasilitasi siswa dengan pemberian tugas melalui LKS.

(2) Memberi kesempatan siswa belajar dalam kelompok untuk berpikir, menganalisis, dan menyelesaikan masalah melalui

mengerjakan LKS.

(3) Membimbing siswa bekerja dalam kelompok.

(4) Memfasilitasi siswa menyajikan hasil kerja kelompok.

(5) Memfasilitasi siswa melakukan game turnamen. (a) Menempatkan siswa pada meja turnamen.

(b) Guru menjelaskan aturan dan langkah-langkah permainan dalam turnamen.

(c) Setiap pemain dalam tiap meja menentukan pembaca,

penantang I, dan penantang II dengan cara menarik kartu. Siswa yang menarik nomor tertinggi menjadi pembaca

pertama. Siswa yang berada di sebelah kirinya sebagai penantang I, dan seterusnya berputar searah jarum jam. (d) Pembaca mengambil kartu bernomor dan mencari soal yang

berhubungan dengan nomor tersebut pada lembar pertanyaan. Kemudian membaca pertanyaannya dengan

keras dan mencoba untuk menjawab.

(e) Penantang I dapat menantang jika memang dia mau (dan memberikan jawaban berbeda) atau boleh melewatinya.

(47)

(g) Apabila semua penantang sudah menantang atau melewati,

penantang II memeriksa lembar jawaban. Siapapun yang jawabannya benar berhak menyimpan kartunya. Jika si

pembaca salah, tidak ada sanksi, tetapi jika keduanya penantangnya yang salah, maka dia harus mengembalikan kartu yang telah dimenangkannya ke dalam kotak, jika ada.

(h) Untuk putaran berikutnya, semuanya bergerak sesuai arah jarum jam: penantang pertama menjadi pembaca, penantang

kedua menjadi penantang pertama, dan pembaca menjadi penantang kedua. Permainan berlanjut seperti demikian sampai waktu habis atau kartu soal telah habis.

c) Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

(1) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang mencapai skor dengan kriteria tertentu untuk menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri siswa.

(2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya materi yang belum dipahami.

(3) Memfasilitasi siswa melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

(4) Guru memberi penguatan kepada siswa agar senantiasa rajin

dan giat belajar dan motivasi kepada siswa yang belum/kurang berpartisipasi aktif untuk lebih bersemangat mengikuti

(48)

3) Kegiatan Penutup

a) Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan materi pelajaran yang telah dipelajari.

b) Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan tes formatif untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar individual.

c) Memberi tindak lanjut berupa PR.

d) Menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya. e) Menutup pelajaran dengan doa dan salam penutup.

c. Observasi

Observasi dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran. Fokus observasi ditekankan pada penerapan model TGT terhadap proses

pembelajaran yang meliputi: aktivitas belajar siswa, kinerja guru, suasana belajar, dan alur pembelajaran.

d. Refleksi

Setelah proses pembelajaran siklus 1 berakhir, maka diadakan

analisis terhadap semua data yang diperoleh dari observasi, hasil tes akhir siswa dan evaluasi dilapangan berupa aktivitas siswa, kinerja guru, dan

hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran TGT selama proses pembelajaran. Pada tahap siklus 1 dilakukan analisis terhadap data-data tersebut kemudian direfleksikan

untuk mengetahui kekurangan yang ada pada siklus 1 sebagai pijakan dalam merencanakan pembelajaran pada siklus berikutnya. Kelebihan

(49)

3.6.2 Siklus 2 a. Perencanaan

1) Menganalisis dan menetapkan SK dan KD, yaitu mengalikan dan

membagi berbagai bentuk pecahan.

2) Menyiapkan perangkat pembelajaran, yaitu pemetaan SK dan KD, silabus pembelajaran, dan RPP.

3) Menyiapkan bahan ajar dan media pembelajaran.

4) Menyiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari lembar observasi

aktivitas siswa dan kinerja guru.

5) Menyiapkan lembar soal turnamen, lembar kunci jawaban, dan kartu-kartu bernomor untuk setiap unit yang diajarkan.

6) Menyusun alat evaluasi siklus 2.

b. Pelaksanaan

1) Kegiatan Pendahuluan

a) Salam pembuka, do’a, mengisi daftar hadir kelas, mengkondisikan siswa, mempersiapkan materi ajar dan media pembelajaran.

b) Memberi motivasi bahwa setiap siswa pasti berhasil dalam

pembelajaran ini jika mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh.

c) Membagikan topi bernomor untuk memudahkan dalam mengamati aktivitas siswa.

d) Guru menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran.

(50)

e) Guru memberikan tes awal untuk mengetahui pengetahuan awal

siswa secara individu.

2) Kegiatan Inti

a) Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

(1) Melibatkan siswa mencari informasi mengenai materi

”Perkalian dan Pembagian Berbagai Bentuk Pecahan” melalui diskusi.

(2) Meminta beberapa siswa untuk menjawab pertanyaan yang

diajukan guru.

b) Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

(1) Memfasilitasi siswa dengan pemberian tugas melalui LKS. (2) Memberi kesempatan siswa belajar dalam kelompok untuk

berpikir, menganalisis, dan menyelesaikan masalah melalui mengerjakan LKS.

(3) Membimbing siswa bekerja dalam kelompok.

(4) Memfasilitasi siswa menyajikan hasil kerja kelompok. (5) Memfasilitasi siswa melakukan game turnamen.

(a) Menempatkan siswa pada meja turnamen.

(b) Guru menjelaskan aturan dan langkah-langkah permainan

(51)

(c) Setiap pemain dalam tiap meja menentukan pembaca,

penantang I, dan penantang II dengan cara menarik kartu. Siswa yang menarik nomor tertinggi menjadi pembaca

pertama. Siswa yang berada di sebelah kirinya sebagai penantang I, dan seterusnya berputar searah jarum jam. (d) Pembaca mengambil kartu bernomor dan mencari soal yang

berhubungan dengan nomor tersebut pada lembar pertanyaan. Kemudian membaca pertanyaannya dengan

keras dan mencoba untuk menjawab.

(e) Penantang I dapat menantang jika memang dia mau (dan memberikan jawaban berbeda) atau boleh melewatinya.

(f) Penantang II boleh menantang jika penantang I melewati, dan jika dia memang mau.

(g) Apabila semua penantang sudah menantang atau melewati, penantang II memeriksa lembar jawaban. Siapapun yang jawabannya benar berhak menyimpan kartunya. Jika si

pembaca salah, tidak ada sanksi, tetapi jika keduanya penantangnya yang salah, maka dia harus mengembalikan

kartu yang telah dimenangkannya ke dalam kotak, jika ada. (h) Untuk putaran berikutnya, semuanya bergerak sesuai arah jarum jam: penantang pertama menjadi pembaca, penantang

kedua menjadi penantang pertama, dan pembaca menjadi penantang kedua. Permainan berlanjut seperti demikian

(52)

c) Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

(1) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang mencapai

skor dengan kriteria tertentu untuk menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri siswa.

(2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya materi yang

belum dipahami.

(3) Memfasilitasi siswa melakukan refleksi untuk memperoleh

pengalaman belajar yang telah dilakukan.

(4) Guru memberi penguatan kepada siswa agar senantiasa rajin dan giat belajar dan motivasi kepada siswa yang belum/kurang

berpartisipasi aktif untuk lebih bersemangat mengikuti pembelajaran.

3) Kegiatan Penutup

a) Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan materi pelajaran yang telah dipelajari.

b) Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan tes formatif untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar individual.

c) Memberi tindak lanjut berupa PR.

(53)

c. Observasi

Observasi dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran. Fokus observasi ditekankan pada penerapan model TGT terhadap proses

pembelajaran yang meliputi: aktivitas belajar siswa, kinerja guru, suasana belajar, dan alur pembelajaran.

d. Refleksi

Setelah proses pembelajaran siklus 2 berakhir, maka diadakan analisis terhadap semua data yang diperoleh dari observasi, hasil tes akhir siswa dan evaluasi dilapangan berupa aktivitas siswa, kinerja guru, dan

hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran TGT. Pada tahap refleksi siklus 2 dilakukan analisis

terhadap data-data tersebut kemudian direfleksikan untuk mengetahui kekurangan yang ada pada siklus 2 sebagai pijakan dalam merencanakan pembelajaran pada siklus berikutnya. Kelebihan yang ada pada siklus 2

tetap dipertahankan dan lebih ditingkatkan.

3.6.3 Siklus 3 a. Perencanaan

1) Menganalisis dan menetapkan SK dan KD, yaitu menggunakan peca

Gambar

Gambar 1. Bingkai  dari  penerapan  suatu  pendekatan, metode,  dan teknik pembelajaran dalam model pembelajaran diadopsi dari Sanjaya (dalam Komalasari 2010: 57)
Tabel 1. Perbedaan kelompok belajar
Gambar 2. Penempatan pada meja turnamen.
Tabel 2. Kriteria penghargaan.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Diduga melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament dapat Meningkatkan Minat Belajar Siswa

Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif pada pembelajaran matematika siswa mudah memahami materi yang disampaikan. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran

Integrasi Physics Game dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan sehingga siswa tidak merasa jenuh,

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Apakah dengan menggunakan model kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan aktivitas dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas V

1) Manfaat bagi Siswa. Memberikan motivasi dan aktivitas dalam kegiatan belajar mengajar, dapat membantu siswa dalam menggali konsep-konsep matematika dan memudah siswa

Dari uraian di atas pemahaman konsep merupakan kemampuan menerima dan memahami konsep dasar matematika serta menangkap makna yaitu translasi, interpretasi,

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournament Dengan Alat.. Bantu