• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah manajemen pesisir kelautan. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah manajemen pesisir kelautan. docx"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH MANAJEMEN PESISIR KELAUTAN

‘’ Pembinaan Nelayan Sebagai Ujung Tombak

Pembangunan Perikanan Nasional’’

DI SUSUN OLEH :

Eli Putriani (F1C011021)

Indah Rosalia P (F1C011027)

Partedi (F1C013034)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

2015

(2)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),mencanangkan program agar Indonesia mampu menjadi produsen ikan terbesar di dunia. Pencanangan sebagai produsen terbesar di dunia ini mengharuskan Indonesia untuk segera memacu produksi perikanannya hingga lebih dari 16 juta ton per tahun. Hal ini tentu bukan persoalan yang mudah, mengingat pencapaian produksi perikanan Indonesia saat ini masih sekitar 10,83 juta ton per tahun. Potensi lestari perikanan laut Indonesia terhitung sebesar 6,4 juta ton per tahun, sedangkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah sebesar 5,12 juta ton per tahun (80% dari potensi lestari). Saat ini, Indonesia baru mampu memanfaatkan potensi tangkapan tersebut sebesar 4,3 juta ton atau sekitar 83,98 persen dari jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan. Namun demikian, terdapat potensi penangkapan illegal yang dilakukan oleh nelayan asing serta penangkapan yang tidak dilaporkan kepada lembaga yang berwenang sebesar 1,5 juta ton per tahun, sehingga bilamana ini ditambahkan dengan pemanfaatan aktual, maka sesungguhnya perikanan laut Indonesia telah memasuki kriteria kelebihan penangkapan.

Menilik bahwa target produksi perikanan Indonesia harus melebihi 16 juta ton per tahun, maka ada kecenderungan pemenuhan target produksi perikanan akan menemui kegagalan, kendati saat ini potensi budidaya mampu memberikan peluang produksi yang lebih besar dibandingkan dengan perikanan tangkap. Namun demikian, mengingat bahwa karakteristik masyarakat pesisir cenderung melakukan perburuan (hunting), maka diperlukan sistem pembinaan dan pendanaan yang akomodatif dan bersahabat dengan nelayan.

Adanya sumber daya alam ikan yang begitu melimpah, dapat meningkatkan perekonomian dengan cara meningkatkan ekspor perikanan dan Indonesia dapat mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri. akan tetapi hal tersebut masih jauh dari sasaran, karena kurang optimalnya pengelolaan sumber daya alam ikan dan pelestariannya. Serta masih kurangnya Perhatian masyarakat terhadap upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan.

(3)

yang tidak memperhatikan hal tersebut, masih kita jumpai para nelayan menggunakan bom ikan atau racun untuk menangkap ikan, serta pukat harimaupun digunakan, dan masih banyak yang lainny. Padahal dengan cara itu mereka akan menghabiskan atau membuat punah habitat perikanan. Karena ikan kecil –kecil yang seharusnya tidak tertangkap akan ikut tertangkap bahkan jika menggunakan bom dia akan ikut mati, serta dampak lainnya adalah laut akan ikut tercemar oleh kegiatan tersebut.

Sehingga dengan adanya hal tersebut, masyarakat dapat lebih memperhatikan kembali dalam pengelolaan sumber daya alam perikanan, serta lebih menjaga kelestarian perikanan dan habitatnya sehingga perikanan yang melimpah di perairan Indonesia tidak menjadi punah, dan habitatnya dapat terus terjaga, agar dengan adanya sumber daya alam peikanan dapat mencukupi kebutuhan lokal dan dapat menibgkatkan perekonomian Negara Indonesia.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang di maksud dengan masyarakat pesisir ? 2. Bagaimana karakteristik dari masyarakat pesisir?

3. Faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat pesisir miskin?

4. Me\ngapa masyarakat pesisir tidak dapat mengelola sumberdaya pesisir yang ada?

5. Langkah dan usaha apa saja yang di lakukan dalam pembinaan masyarakat pesisir?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui yang di maksud dengan masyarakat pesisir 2. Mengetahui karakteristik masyarakat pesisir

3. Mengetahui faktor penyebab masyarakat pesisir miskin

4. Mengetahui penyebab masyarakat pesisir tidak mampu mengelola sumberdaya pesisir secara maksimal

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas, sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf), dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002).

2.2. Definisi Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir secara harafiah diartikan sebagai masyarakat yang berdomisili di wilayah pesisir. Namun pemahaman dalam konteks pengembangan masyarakat (community development), “nomenklatur” masyarakat pesisir dipadankan dengan kelompok masyarakat yang berdomisili di wilayah pesisir yang hidupnya masih “tertinggal” (e.g. nelayan, pembudidaya ikan, buruh pelabuhan, dsb) dibandingkan dengan kelompok masyarakat pesisir lainnya (e.g. pedagang, pengusaha perhotelan, dsb) yang lebih sejahtera. Kebijakan sosial ekonomi (pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, kelembagaan) dalam pengembanganmasyarakat pesisir yang “tertinggal” tersebut perlu ditinjau kembali (revisited) dan direkayasa ulang (re-engineering) mengingat perbaikan kehidupannya sangat lambat khususnya nelayan yang sebagian besar masuk kategori miskin dari kelompok yang paling miskin (poor of the poorest) (Kusumastanto, 2010).

2.3. Karakteristik Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir memiliki karakteristik yang plural (merupakan akulturasi budaya perkotaan dan pedesaan dari berbagai wilayah). Ada beberapa karakteristik masyarakat pesisir yaitu :

(1) budaya terbuka

(2) sumber kehidupannya tergantung pada sumberdaya alam

(5)

(4) peran pasar sangat menentukan dalam berkembangnya aktivitas masyarakat.

Sebagai ilustrasi : masyarakat pesisir yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, sangat tergantung dari kondisi lingkungan laut yang sangat rentan dari kerusakan, seperti penghancuran terumbu karang (coral reef), mangrove, serta padang lamun (seagrass), pencemaran, maupun bencana laut. Masyarakat pesisir sering disebut sebagai masyarakat miskin, jika dilihat dari tingkat perekonomian.

2.4. Faktor Penyebab Masyarakat Pesisir Miskin

Kusumastanto (2006), mengemukakan faktor–faktor penyebab kemiskinan masyarakat pesisir dapat diakibatkan oleh tiga hal yaitu :

1. Biaya tinggi yang harus dibayar sedangkan penerimaan rendah, hal ini terjadi karena struktur pasar yang cenderung monopoli/oligopoli - monopsoni/oligopsoni sehingga terjadi ekonomi biaya tinggi, tidak efisien dan eksploitatif (misal: hubungan patron-client).

2. Penerimaan yang rendah disebabkan oleh volume hasil eksploitasi sumberdaya berbanding terbalik dengan harga sehingga peningkatan eksploitasi tidak berdampak pada peningkatan pendapatan.

3. Struktur ekonomi pesisir yang tidak berkembang karena aspek pasar, kebijakan, infrastruktur sosial ekonomi sangat terbatas sehingga penciptaan peluang sosial dan ekonomi untuk memenuhi kehidupan yang layak sulit berkembang.

Beberapa uraian tersebut menunjukkan bahwa implikasi dari faktor-faktor diatas membawa masyarakat pesisir tidak memperoleh pendapatan yang memadai sedangkan kebijakan sosial ekonomi tidak memberikan solusi nyata maka akhirnya berdampak kepada kemiskinan. Alasan utama kemiskinan dapat dibagi ke dalam empat hal, yaitu :

1. kemiskinan karena aspek teknis biologis sumberdaya pesisir dan laut. 2. kemiskinan karena kekurangan prasarana

3. kemiskinan karena kualitas sumber daya manusia yang rendah.

(6)

Charles (2001), mengemukakan bahwa keberlanjutan sistem pesisir ditopang beberapa dimensi, yaitu :

1. Dimensi ekologi (ecological sustainability) yang mencakup kelestarian sumberdaya, kelestarian spesies, serta kelestarian ekosistem.

2. Dimensi sosialekonomi (socio-economic sustainablity), yang berarti kelestarian kesejahteraan sosialekonomi para pelakunya, yang basisnya adalah keberlanjutan keuntungan dan distribusinya kepada seluruh pelaku, serta keberlanjutan sistem sumberdaya pesisir, baik di tingkat ekonomi lokal maupun global.

3. Dimensi masyarakat (community sustainaibility) yang berorientasi pada keberlanjutan masyarakat sebagai sebuah sistem, yang di dalamnya mencakup nilai budaya, aturan lokal, pengetahuan, dan kohesivitas.

4. Dimensi kelembagaan (institutional sustainablity), yakni kesinambungan kapasitas finansial, administrasi, dan organisasi, yang menjaga keberlanjutan tiga dimensi sebelumnya.

Kebijakan sosial ekonomi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat pesisir harus didasarkan kepada kondisi sosial, kearifan dan budaya masyarakat pesisir yang tumbuh dan berkembang di akar rumput. Kebijakan yang diambil harus integratif sehingga tidak bias sektoral, wilayah serta kepentingan dan dapat diimplementasikan dalam rangka pengentasan kemiskinan. Kebijakan tersebut harus diarahkan untuk mengantisipasi kerusakan, daya dukung maupun ketidakseimbangan sumber daya pesisir, yang akhirnya akan berakibat kepada penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir. Keberpihakan kebijakan yang secara adil (fair) memberikan perhatian kepada kelompok masyarakat yang yang lemah,tertindas dan rawan perlu diberikan prioritas khususnya pemenuhan basic need melalui kerja produktif bukan belas kasihan.

(7)

BAB III PEMBAHASAN

A. Pembinaan Nelayan Dengan Pendekatan Social Engineering Yang Tepat, Efektif dan Efisien

Mengingat bahwa nelayan merupakan masyarakat yang unik yang cenderung bersifat subsisten, maka pembinaannya perlu dibangun dan dipersiapkan secara khusus melalui reengineering kebijakan pengembangan sosial ekonomi dalam rangka pengentasan kemiskinan masyarakat pesisir. Terdapat 3 (tiga) kebijakan utama yang perlu dilakukan, yaitu :

1. Perlunya penetapan jumlah pemanfaat (users) dan daya dukung lingkungannya sesuai dengan karakteristik sumberdaya dan pemanfaatannya.

2. Perlu dilakukannya pembinaan dan pembinaan masyarakat pesisir secara kontinu. 3. Perlu dikembangkannya mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir

sebagai social engineering model dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah pesisir dan laut.

B. Penetapan Jumlah Pemanfaat (users) dan Daya Dukung Lingkungannya Sesuai Dengan Karakteristik Sumberdaya dan Pemanfaatannya

Dalam konteks pemanfaatan sumberdaya pesisir, terdapat tiga kategori sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, yaitu :

1. Sumberdaya dapat pulih (renewable resources) terdiri dari berbagai jenis ikan, udang, rumput laut, termasuk kegiatan budidaya pantai dan budidaya laut (mariculture).

2. Sumberdaya tidak dapat pulih (nonrenewable resources) meliputi mineral, bahan tambang/galian, minyak bumi dan gas.

3. Jasa-jasa lingkungan pesisir (environmental services) seperti pariwisata, transportasi laut, perdagangan dan sebagainya.

(8)

hingga hingga 40%, namun kenyataannya di berbagai wilayah perairan telah mengalami overeskploitasi dan berbagai permasalahan pengelolaan lingkungan lainnya.

Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar jumlah nelayan optimum yang dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan di suatu kawasan perairan? Hal ini penting, karena kita menginginkan masyarakat pesisir umumnya dan nelayan khususnya memiliki tingkat kesejahteraan tertentu, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup. Demikian juga, jumlah petani tambak harus mempertimbangkan karakteristik biofisik, teknologi, sosial, ekonomi dan budaya sehingga tidak melampaui daya dukung alami kawasan pesisir. Dengan demikian upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir harus didasarkan pada daya dukung kawasan.

Upaya yang perlu dilakukan adalah melakukan diversifasi pemanfaatan sumberdaya pesisir dan peningkatan nilai tambah melalui pemanfaatan teknologi sehingga beban terhadap sumberdaya dapat memberikan kontribusi langsung kepada peningkatan pendapatan dan bukannya hanya menambah produksi tetapi kondisi kesejahteraan tidak berkembang. Dengan demikian diperlukan kebijakan yang dapat menetapkan berapa jumlah pemanfaat sumberdaya pulih yang optimum sehingga dapat didorong kebijakan pengembangan alternatif pendapatan dari sumberdaya tidak pulih yang diperlukan bagi pengentasan kemiskinan masyarakat pesisir.

C. Penguatan dan Pembinaan Masyarakat Pesisir

Penguatan dan pembinaan sumberdaya manusia pesisir juga menjadi factor yang menentukan dalam upaya meningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sumberdaya pesisir bagi mereka yang kemudian diaktualisasikan dalam upaya-upaya pemanfaatan sehari-hari singga sumberdaya tersebut tetap lestari. Dalam kerangka penguatan dan pembinaan faktor-faktor penentu dalam pembinaan masyarakat meliputi, Pembinaan Manusia, Pembinaan Lingkungan, Pembinaan Sumberdaya dan Pembinaan Usaha. Pembinaan manusia adalah strategi pemberdayaan dan pembinaan masyarakat kecil melalui pengembangan SDM. Strategi ini meliputi :

1. Investasi pada modal manusia dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

2. Peningkatan kapasitas organisasi dan kelompok baik formal maupun informal. 3. Memperluas dan mengintegrasikan mandat organisasi dan kelompok sehingga

(9)

4. Memperbaiki budaya/etos kerja.

5. Menghilangkan sifat dan mental negatif yang memasung produktivitas dan menghambat pembangunan.

Pembinaan lingkungan merupakan strategi pemberdayaan dan pembinaan masyarakat pesisir melalui perbaikan lingkungan tinggal, lingkungan dan prasarana produksi serta meningkatkan peran masyarakat dalam menata dan mengelola lingkungan hidupnya. Strategi ini mencakup hal-hal berikut:

1. Meningkatkan peran masyarakat dalam mengelola dan menata lingkungan hidup, baik tempat tinggal mereka maupun habitat atau kawasan tempat kegiatan ekonomi produktif dijalankan.

2. Membangun infrastruktur terutama yang menyangkut dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan ekonomi.

3. Meningkatkan perencaaan dan pembangunan secara spasial di wilayah pesisir dengan mempertimbangkan kompatabilitas wilayah pesisir dan daya dukungnya. 4. Mengenal sumberdaya serta faktor yang mempengaruhi eksistensinya.

5. Memperkaya sumberdaya melalui kegiatan pengkayaan stok ikan dan habitatnya, rehabilitasi, mitigasi bencana, dan mengendalikan pencemaran.

Pembinaan sumberdaya adalah strategi pemberdayaan dan pembinaan masyarakat pesisir melalui pelibatan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam pesisir. Bina sumberdaya meliputi strategi berikut :

1. Memberikan konsesi pengelolaan dan pemanfaatan laut dan pesisir. 2. Menghidupkan kembali hak ulayat dan hak masyarakat lokal. 3. Menerapkan MCS dengan prinsip partisipasi masyarakat lokal.

4. Menerapkan teknologi ramah lingkungan, mendorong pengembangan teknologi asli (indigenous technology).

5. Membangun kesadaran akan pentingnya nilai strategi sumberdaya bagi generasi kini dan yang akan datang,.

6. Merehabilitasi habitat dan memperkaya sumberdaya pulih (restocking dll).

(10)

jaminan dari pihak ketiga, hubungan antara pengusaha skala kecil secara inividu atau secara kelompok dengan pengusaha skala besar atau BUMN, serta penyatuan kekuatan modal dimiliki rakyat kecil secara individu.

Bina usaha meliputi strategi

1. Meningkatkan ketrampilan usaha, pengelolaan bisnis skala kecil dan penguasaan teknologi.

2. meningkatkan dan mempermudah akses terhadap teknologi, modal, pasar, dan informasi pembangunan.

3. membangun kemitraan mutualistis diantara sesama pelaku ekonomi rakyat dan melalui kerjasama perusahaan skala besar.

4. membangun sistem insentif administrasi serta pendanaan formal dan informal. 5. menyediakan peraturan perundangan yang menjamin berjalannya proses

pengentasan kemiskinan.

D. Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif

Kendala keterbatasan sumberdaya pesisir khsususnya pada kawasan yang telah overeksploitasi menuntut perlunya terobosan-terobosan dalam mencari sumber-sumber mata pencaharian alternatif. Konsep pengembangan mata pencaharian alternatif ini, juga sedang dikembangkan bagi masyarakat pesisir yang selama ini mengembangkan praktek-praktek pemanfaatan sumberdaya perikanan yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom dan zat kimia khususnya dalam perikanan terumbu karang. Ketika mengembangkan mata pencaharian alternatif, hendaknya dilakukan dengan perencanaan yang tepat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan pengembangan mata pencaharian alternatif, yaitu :

1. Keseimbangan antara pasokan (supply based) dan permintaan (demand based) dari barang atau jasa yang dihasilkan dari mata pecaharian alternatif yang akan dikembangkan harus seimbang dan berkelanjutan. Jangan sampai mata pencaharian yang dikembangkan tidak memiliki pasar yang akan menampung, sehingga produk yang dihasilkan menjadi mubazir.

(11)

3. Mata pencaharian alternatif yang dikembangkan harus mempunyai resiko kegagalan kecil, waktu yang cepat dan modal terjangkau.

4. Apabila dalam pengembangan mata pencaharian alternatif dibutuhkan bantuan dana atau subsidi untuk keperluan hidup sebelum mata pencaharian alternatif tersebut menghasilkan, maka bantuan dana tersebut harus memperhatikan: kategori penerima subsidi, besarnya subsidi sama dengan kebutuhan hidup minimum (sesuai pendapatan awal atau lebih kecil dari pendapatan yang akan didapat dari hasil mata pencaharian alternatif yang akan dikembangkan), jangka waktu pemberian subsidi dibatasi sampai dengan hasil mata pencaharian alternatif menghasilkan, kesepakatan bersama dan sebagainya.

5. Mata pencaharian yang akan dikembangkan harus tetap memperhatikan aspek pelestarian lingkungan secara umum (daya dukung, karakterisitk, dsb).

6. Mata pencaharian alternatif yang akan dikembangkan harus dapat berjalan secara berkelanjutan.

Oleh karena itu, menetapkan mata pencaharian alternatif, maka beberapa langkahlangkah yang dapat dilakukan unttuk memperoleh hasil yang optimal diantaranya adalah :

 Mengidentifikasi jenis-jenis/bentuk-bentuk mata pencaharian alternatif yang akan dikembangkan yang disesuaikan dengan syarat syarat di atas.

 Melakukan uji keberhasilan dari mata pencaharian tersebut sebelum diterapkan.  Menyiapkan perangkat baik teknis maupun non teknis dalam perencanaan,

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.

E. Penanganan Penangkapan Ikan Ilegal, Tidak Tercatat dan Tidak Diatur

Penanganan praktik-praktik IUU fishing bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan, diantaranya yaitu hukum dan ekonomi. Untuk hukum, ada beberapa aturan-aturan internasional yang harus Indonesia perhatikan. Adapun beberapa aturan internasional yang terkait dengan pemberantsan IUU fishing, antara lain:

(12)

 Hukum yang tidak mengikat atau not legally binding, yaitu Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) tahun 1995, dan International Plan of Action (IPOA) to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing sebagai panduan dalam menghadapi permasalahan IUU fishing. Untuk itu, negara-negara anggota FAO dihimbau untuk menuangkan IPOA IUU fishing ini kedalam suatu rencana aksi nasional atau National Plan of Action (NPOA) (Adrianto, 2005).

Dalam perspektif negara berkembang yang memiliki sumberdaya ikan melimpah seperti Indonesia, prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang termaktub dalam CCRF dapat dijadikan panduan penting bagi implementasi perikanan yang bertanggung jawab pada level lokal dan nasional. Upaya ini diperlukan dalam konteks bahwa Indonesia berkontribusi dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan perikanan global berkelanjutan, seperti halnya amanat Konvensi Hukum Laut 1982 yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Namun demikian, dalam adopsi CCRF tersebut perlu dilakukan modifikasi atau penyesuaian karena perikanan di negara berkembang adalah multi dan kompleks, tidak hanya melibatkan aspek teknologi, namun juga eksosistem sistem sosial ekonomi masyarakat perikanan.

Secara ekonomi, untuk mengatasi IUU fishing adalah penguatan armada tangkap nasional. Berdasarkan data statistik perikanan DKP tahun 2004, jumlah armada perikanan.

Luky Adrianto, “Implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries dalam Perspektif Negara Berkembang”, Lembaga Pengkajian Hukum Internasional, Jakarta, Jurnal Hukum Internasional, Vol 2, No. 3, April 2005, hlm 481. tangkap Indonesia adalah 549.100 unit, didominasi oleh perahu tanpa motor, yaitu 256.830 unit (46,78%), motor tempel 165.337 unit (30,11%), dan kapal motor 126.933 unit (23,11%). Sementara itu, kapal motor yang berjumlah 126.933 unit didominasi oleh kapal motor yang berukuran di bawah 5 GT, yaitu 90.148 unit (71,02%)2.

(13)

tangkap nasional di perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI), maka perlu dilakukan penguatan armada tangkap nasional.

Dengan demikian, armada tangkap nasional tidak akan menjadi tamu di wilayah negaranya sendiri, sebagaimana yang terjadi sekarang ini. Beberapa hal yang patut diperhatikan dalam penguatan armada tangkap nasional, diantaranya yaitu:

1. Modernisasi armada “semut” nelayan kecil yang biasanya beroperasi di sekitar pesisir pantai. Dengan kuatnya armada tangkap nasional di ZEEI, maka dengan sendirinya menjadi pesaing dan bahkan menjadi informan bila terjadi praktik-praktik IUU fishing.

2. Modernisasi armada tangkap nasional dapat dilakukan dengan cara pemberian kebijakan bantuan modal.

F. Dukungan Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap

Besarnya potensi sumberdaya ikan di Indonesia, seharusnya dapat meningkatkan perekonomian nasional. Namun demikian, yang terjadi adalah sebaliknya, negara dirugikan triliunan rupiah dan sumberdaya ikan mengalami penurunan yang disertai semakin miskinnya masyarakat nelayan. Beberapa kebijakan yang saat ini urgen untuk dilakukan guna menyelamatkan dan mengembangkan perikanan tangkap di Indonesia, adalah:

 Subsidi BBM untuk nelayan.

 Regulasi terhadap permasalahan-permasalahan mendasar seperti Illegal, Unreported and Unregulated Fishing, serta persoalan yang menyangkut perijinan terhadap operasi penangkapan ikan.

 Kebijakan yang terkait dengan dukungan (supporting) pendanaan dan investasi.  Advokasi dan diplomasi perikanan; seperti Peningkatan partisipasi Indonesia

(14)

 Kebijakan pengembangan perikanan terpadu lintas sektoral yang sustainable, hulu-hilir. Dimulai dari fishing ground-Pelabuhan Perikanan-Pasar. Terkait dengan dukungan infrastruktur dan kebijakan.

G. Dukungan Kebijakan Pengembangan Perikanan Budidaya

Keberhasilan pengembagan bisnis budidaya di Indonesia sangat memerlukan empat prasyarat yang harus dilaksanakan secara integral dan simultan (Mahifal dan Wahyudin, 2011).

(15)

Kedua, pengembangan bisnis budidaya di Indonesia memerlukan infrastruktur dan fasilitas pendukung budidaya lainnya, karena infrastruktur dan fasilitas pendukung ini merupakan hal yang sangat krusial bagi pengembangan bisnis budidaya. Pemerintah diharapkan dapat menyediakan prasarana dan sarana jalan, telekomunikasi, energi dan sebagainya. Bahkan pemerintah diharapkan dapat membangun prasarana jalan yang mampu menghubungkan pusat-pusat produksi kelautan dan perikanan dengan kapasitas jalan yang dapat dilalui kontainer. Selain itu, sistem transportasi yang ramah terhadap pengembangan bisnis budidaya juga diperlukan, dimana alat atau sarana dan prasarana transportasi tersebut terbilang efektif dan efisien dalam mengangkut dan mendistribusikan komoditas yang dihasilkan. Pengembangan infrastruktur hatchery udang, pabrik pengolah rumput laut, pabrik pakan, dan sebagainya diharapkan dapat didorong pengembangannya oleh pemerintah, melalui berbagai program pengembangan. Revitalisasi dan peningkatan kapasitas dan kapabilitas balai budidaya yang tersebar di seluruh Indonesia juga penting dilakukan agar supply bahan baku, benih, bibit dan sebagainya terkait dengan pengembangan industri budidaya sangat perlu untuk dilakukan.

Ketiga, pengembangan bisnis budidaya juga memerlukan dukungan penelitian dan pengembangan teknologi. Pengembangan teknologi ini diarahkan untuk menghasilkan teknologi tepat guna terutama bagi upaya pengembangan komoditas yang bernilai jual tinggi (high value) dan mempunyai peluang untuk bersaing di pasar domestik maupun internasional. Pengembangan teknologi dalam hal ini tidak saja berkutat dalam pengembangan teknologi budidaya semata, melainkan juga semua faktor terkait dalam hal teknologi pengolahan, teknologi distribusi atau pengangkutan, dan teknologi-teknologi terkait lainnya. Hal terpenting lainnya adalah adanya teknologi penanggulangan dan pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas produk, baik bagi produk mentah maupun produk olahan agar kualitas produk yang dihasilkan dapat bersaing secara kompetitif di pasar lokal dan internasional.

(16)
(17)

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Masyarakat pesisir diharapkan memperoleh manfaat terbesar dalam pembangunan wilayah pesisir. Dalam rangka mendukung pembangunan pesisir maka kebijakan sosial ekonomi perlu direkayasa-ulang (re-engineering), yakni diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat pesisir dapat dipercepat serta dilakukan secara berkelanjutan.

Berbagai program pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang dikembangkan saat ini, pada intinya harus menjawab dua hal mendasar, yaitu:

1. kebutuhan untuk menjaga dan mempertahankan sumberdaya pesisir yang terancam seperti tanah, air, pemandangan dan nilai-nilai estetika lainnya, serta komponen-komponen alamiah seperti pantai, bukit pasir, daerah estuari, pulau-pulau kecil dan lain sebagainya.

2. kebutuhan untuk mengelola pemanfaatan sumberdaya pesisir secara rasional, mencari resolusi atas konflik pemanfaatan, dan mencapai keseimbangan rasional antara pembangunan dan pelestarian sumberdaya.

Pengembangan masyarakat pesisir harus didasarkan pada pengelolaan wilayah pesisir, daerah aliran sungai dan laut yang komperehensif, sehingga menuntut (1) perhatian yang lebih mendalam dan menyeluruh mengenai sumberdaya alam yang unik; (2) optimalisasi pemanfaatan serbaneka dari ekosistem pesisir dan lautan dengan mengitegrasikan segenap informasi ekologis, ekonomis dan sosial; (3) peningkatan pendekatan multidisipliner dan koordinasi antar sektoral dalam mengatasi permasalahan yang ada di wilayah pesisir dan lautyang kompleks.

Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat memberikan hasil diantaranya, Yaitu : (1) terpeliharanya kualitas lingkungan pesisir dan lautan beserta sumberdaya di dalamnya (2) membaiknya kondisi sosial ekonomi-budaya masyarakat pesisir.

4.2. Saran

(18)

agar kelompok masyarakat yang selama ini kurang diperhatikan dapat segera mengejar ketertinggalan dari kelompok masyarakat lainnnya sehingga tujuan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan yang adil bagi segenap bangsa Indonesia dapat diwujudkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, L. 2005. Implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries dalam Perspektif Negara Berkembang. Lembaga Pengkajian Hukum Internasional, Jakarta, Jurnal Hukum Internasional, Vol 2, No. 3, April 2005, hlm 481.

Clark, J.R. 1992. Integrated Management of Coastal Zones. FAO Fisheries Technical Paper No 327. Rome. Italy.

_______, 1996. Coastal Zone Management Handbook. Lewis/CRC Press, Boca Raton, Florida.

Kusumastanto, T. 2003. Ocean Policy dalam Membangun Negeri di Era Otonomi Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kusumastanto, T. 2005. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Pesisir dan Lautan Terpadu (Integrated River Basin, Coastal and Ocean Management): Studi Kasus Pengelolaan Teluk Jakarta. PKSPL-IPB Bogor.

Kusumastanto, T. 2006. Ekonomi Kelautan (Oceanomics). PKSPL-IPB. Bogor.

Kusumastanto, T. 2007. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dalam rangka Pengembangan Ekonomi Masyarakat Secara Lestari. PKSPL IPB. Bogor.

Krom, M.D. 1986. An Evaluation of the Concept of Assimilative Capacity as Applied to Marine Waters. Ambio 15 (4).

Pernetta , J. C. dan Elder, D. L. 1993. Cross-sectoral; Integrated Coastal Area Planning (CICAP): Guidelines and Principles for Coastal Area Development. IUCN.

Switzerland.

Manuskrip pada Majalah Ilmiah WAWASAN TRIDHARMA, Agustus 2012 | 16 16

Pernetta, J. C., dan J. D. Milliman, 1995. Land-Ocean Interactions in the Coastal Zone: Implementation Plan. The International Geosphere-Biosphere Programme.

Stockholm.

Sorensen, J. C., dan Mc.Creary, 1990. Coast: Institutional Arrangements for Managing Coastal Resources. University of California, Berkeley.

(19)

Referensi

Dokumen terkait

"Saya bersumpah,he4anji, bahwa saya akan melakukan pekeq'aan Ilmu Kedokteran, Ilmu Bedah dan Ilmu Kebidanan dengan pengetahuan dan tenaga saya yang

Turbo Dryer adalah menara pengering dengan resirkulasi internal pemanas gas atau  pengering yang paling umum digunakan untuk produk dengan jumlah yang tidak terlalu

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2014. Tempat penelitian dilakukan di kota Manado. Data yang digunakan yaitu data sekunder yang berisi indikator-indikator dalam

PT Greenspan Packaging System sudah baik, hal ini dapat dilihat dari pembagian tanggung jawab fung- sional diantaranya fungsi penjualan terpisah dengan fungsi gudang untuk

dalam aceton dan perlakuan II (merendam kasa dalam toluen 95%.. PENURUNAN KONSENTRASI GAS KARBON MONOKSIDA DENGAN MEMBRAN ZEOLIT ZSM-5 SECARA COATING MENGGUNAKAN KASA AISI 316-180

1) Produksi hasil tangkapan selama satu dasawarsa (2004-2013) didominasi oleh ikan kelompok jenis TL5 dan terjadi peningkatan produksi ikan tersebut setiap tahunnya, sementara

Dilihat dari diagram pada gambar 4, mikrokontroler arduino uno menerima masukan dari water level float switch sensor dan menghasilkan keluaran kemotor servo. Lalu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pengembangan kompetensi guru produktif dalam meningkatkan sikap kewirausahaan siswa melalui MGMP, (2) Pelaksanaan