• Tidak ada hasil yang ditemukan

GENDER DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GENDER DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

GENDER DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Rita Andri Ani

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri jurai siwo metro E-mail : ritaandriani31@gmail.com

Abstrak

Saat ini isu gender menjadi bahan pembicaraan dalam masyarakat bahkan dikalangan akademisi juga membicarakannya seperti tentang kesetaraan peran,hak dan kesempatan laki-laki maupun wanita. Perempuan masih terlinggal pendidikan dibandingkan laki-laki, dalam pendidikan Gender juga menjadi bahan persoalan dalam masyarakat seperti membeda-bedakan antara pendidikan laki-laki dan perempuan. Orang tua menjadi salah satu faktor utama sekaligus pendidikan pertama untuk mendukung dan menghantarkan anaknya agar mendapat pendidikan yang lebih baik. Pendidikan tidak hanya didapatkan disekolah tetapi juga dapat diperoleh dari orang tua dan dilingkungan sekitar. Adanya sosialisasi dalam masyarakat berperan baik agar dapat menumbuhkan kesadaran tentang kesetaraan gender dan keadilan dalam memperoleh pendidikan tanpa melihat laki-laki ataupun perempuan. Karena pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan dan merupakan suatu proses kehidupan untuk mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupannya. hal tersebut juga dijelaskan dalam pendidikan islam.

Kata kunci: Gender, Pendidikan , Kesetaraan, Keadilan

Abstract

(2)

Key word: Gender, Education, Equivalence, justice

A.Pendahuluan

Gender menjadi bahan perbincangan di koran,jurnal, televisi dan lainya. Saat ini sudah masuk kedalam dunia pendidikan yag berbasis gender. Pendidikan merupakan faktor utama dalam mewujudkan keadilan gender dalam lingkungan sekitar kita. Dalam sebuah pendidikan nantinya akan memberikan tentang artinya sebuah nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.

Keadilan gender saat ini sangat di butuhkan sekali. Kebijakan juga sering muncul dengan kaitanya tradisi dalam masyarakat sekitar. Sepeti halnya masyarakat yang membicarakan bahwasanya pedidikan perempuan sangat minim sekali dibandingkan dengan laki-laki karena para orangtua dari wanita yang tidak mempunyai biaya untuk anaknya sekolah maka dari itu orangtua perempuan menikahkan anaknya agar tidak bergantung pada orangtuanya atau mencari pekerjaan sendiri. Mereka tidak bisa mendapakan pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan.

Kebijakan mengenai gender mainstreaming / pengarusutamaan gender (PUG) diatur melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2000 yang berisi tentang bahwa penyusunan program pembangunan nasional maupun program pembangunan daerah harus disusun dalam perspektif gender. Berarti kaedilan dalam gender menjadi kunci utama dalam hal pembangunan dalm beberapa bidang seperti bidang pendidikan itu sendiri. Pendidikan berperan penting dalam mewujudkan pembangunan, kesetaraan, kedamaian. Pendidikan yang tidak diskiminatif akan mempunyai mamfaat untuk menyetarakn hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Pemberdayaan dalam bidang ekonomi maupun sosial sangat penting dalam penididikan. Pendidikan juga sangat penting untuk merubah status seseorang dalam hidupnya. Pembangunan sumber daya dalam bidang pendidikan sangatlah kurang. Meskipun pemerintah telah menyelenggarakan pemberantasan huruf buta.

Dalam agama islam gender juga dijelaskan namun didalam agama islam gender lebih menekankan antara hak laki-laki maupun perempuan yang sudah dijelaskan dalam Alquran dan Assunah.

(3)

B.Pengertian Gender

Para ahli mengartikan gender berbeda mulai dari segi biologis,sosial maupun perannya. gender sendiri memiliki arti perbedaan antara laki-laki dan perempuan baik dari jenis kelamin maupun peran fungsi sosial.

Istilah gender dalam penelitian ini merujuk pada arti jenis kelamin antara laki laki dan perempuan, serta berbicara mengenai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Adapun istilah dari kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin1. Secara umum, pengertian

gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam women studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa gender adalah peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat2

Dari segi sejarah pengertian gender pertama muncul dibedakan oleh sosiolog berasal dari Inggris, yaitu Ann Oakley yang membedakan pengertian gender dan seks. Seks adalah perbedaan jenis kelamin antara laki dan perempuan yang berhubungan dengan ciri-ciri biologis dari laki-laki dan perempuan3.

Selain itu para ahli seperti Mansour Fakih juga membedakan antara gender dan seks (jenis kelamin). Pengertian seks lebih menekankan pada sifat atau pembagian dua jenis kelamin manusia berdasarkan ciri biologis yang ada, tidak berubah dan tidak dapat diubah. karena dinyatakan sebagai ketetapan Tuhan atau ‘kodrat’. seperti pengertian gender sendiri adalah suatu sifat yang ada pada laki-laki atau perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural dan dapat dipertukarkan. Sehingga semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang disebut dengan gender4. Jadi gender juga diartikan sebagai jenis

kelamin sosial,sedangkan sex adalah jenis kelamin biologis. Maksudnya adalah dalam gender ada perbedaan kedudukan, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial.

Perbedaan pengertian gender secara sosial menumbuhkan perbedaan tugas tanggung jawab, fungsi dan bahkan lokasi dimana tempat manusi melakukan kegiatan. Dengan kata lain gender

1John M. Echols dan Hassan Sadhily, Kamus English-Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1983), hal. 256. Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No.2, Desember 2014.

2 Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Shalehah, ed. Hasan M. Noer (Jakarta: Permadani, 2004), hal. 234. Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No.2, Desember 2014.

3 Ratna Saptari dan Bigritte Holzner, Perempuan Kerja Dan Perubahan Sosial Sebuah Pengantar Studi Perempuan (Jakarta: Kalyana Mitra, 19970, hal. 89, Dlam jurnal Ar-Rairy: International Journal of Islamic Studies Vol. 1,No.2, Desember 2014.

(4)

merupakan perbedaan tugas laki-laki dan perempuan yang dibentuk atau dibuat dan bersifat fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman yang ada.

C.Pendidikan Agama Islam

Ajaran islam juga menjunjung tinggi nilai persamaan dan kesetaraan baik laki-laki maupun perempuan dan semuanya merupakan hamba Allah Swt yang sama-sama baiknya dihadapannya. ajaran islam juga menjelaskan tentang aturan sebagaimana kita hidup dan berperilaku terhadap masyarakat, orang tua, serta aturan tentang kesetaraan laki-laki maupun perempuan dalam Alquran dan Assunah yang akan menjadikan pedoman bagi umat islam. Alquran dan Assunah akan memberikan jawaban dari pertanyaan tentang kedudukan perempuan dan laki-laki, periaku keadilan dan disebutkan dalam Alquran dan Assunah bahwa agama islam tidak berpihak pada perempuan saja.

Pendidikan berasal dari kata “didik”, dengan awalan “pe” dan akhiran “kan”, mempunyai arti “perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Pendidikan pada dasarnya berasal dari bahasa yunani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Dan bahasa Inggris yaitu “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. sedangkan bahasa arab biasa dikenal dengan “Tarbiyah” yang berarti pendidikan5.

Sebuah tahapan pembelajaran pendidikan Akhlak yang sebagian besar menggunakan metode, hafalan, ceramah, dan mencatat sehingga peserta didik merasakan bosan dalam proses pembelajaran. Materi pembelajaran yang sangat banyak dan hanya menyampaikan rangkumannya saja oleh guru, sehingga sering kali peserta didik mengalami kebingungan dalam memahami sebuah materi pembelajaran. Bahkan sering kali guru tidak mempedulikan potensi peserta didik karena untuk memenuhi target kurikulum. Guru menyampaikan materi dengan cepat, banyak, dan seakan mengharuskan peserta didik untuk memahami sendiri materi yang disampaikan. keadaan seperti ini sangat tidak baik sehingga peserta didik kesusahan untuk memenuhi hasil belajar yang diinginkan6.

Kata pendidik bagi masyarakat awam umumnya langsung berkaitan dengan masalah sekolah. padahal pendidikan tidak hanya didapatkan disekolah saja tetapi dilingkungan keluarga dan masyarakat. Pendidikan itu sendiri memiliki arti yaitu sebuah proses pembelajaran dimana peserta didik mampu atau dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Pada dasarnya Pendidikan adalah sebuah proses dengan cara-cara agar seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan, pemahaman, dan bagaimana bersikap baik yang sesuai dengan keperluan. Secara luas pendidikan merupakan sebuah tahapan pengembangan potensi-potensi

5 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal.1.dalam Jurnal Edukasi Muhammad Ichsan: Psikologi Pendidikan dan Ilmu Mengajar ,Vol 2, Nomor 1, Januari 2016.

(5)

dalam diri seseorang dan tingkah laku manusia,dan juga proses yang akan digunakan dalam kehidupan7.

Saat ini dibutuhkan adanya pengarusutamaan kesetaraan gender melalui pembelajaran pendidikan agama Islam karena kebanyakan kehidupan Muslim menunjukkan realitas aktual ketimpangan faktual sebagai berikut pertama, pola relasi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Muslim di Jawa misalnya, merupakan cerminan dari sistem pengetahuan tentang relasi laki-laki dan perempuan yang terserap dari budaya Jawa dan tafsir ajaran agama yang disosialisasikan melalui sentral pendidikan yaitu pesantren, madrasah dan sekolah8. Kedua, beberapa penelitian menunjukkan bahwa lembaga pendidikan pesantren masih banyak diwarnai oleh gaya kepemimpinan paternalistik. Banyak pesantren yang menggunakan kitab ‘Uqûd al-Lujjayn yang mengungkapkan hak dan kewajiban suami istri dengan proporsi yang tidak seimbang9. Didalam Alquran dijelaskan bahwasanya tugas manusia adalah sebagai khalifah dibumi10 dan dijelaskan pula bahwasanya, Tuhan tidak membeda-bedakan perempuan atau laki-laki. Semuanya memiliki tugas yang sama yaitu mempertanggung jawabkan sebagai khalifah dibumi ini.

Salah satu tujuan yang terpenting dari pembangunan gender ialah dengan meningkatkan kwalitas hidup perempuan. Semua itu dapat ditempuh melelui dengan metode meningkatkan pendidikan dan kesehatan. Bagi seorang perempuan pendidikan tinggi dapat memiliki sisi positif. Selain dapat memberdayakan diri pendidikan juga dapat membebaskan dari permasalahan budaya sering menggantungkan laki-laki. Dengan pendidikan yang lebih baik, perempuan diharapkan mampu menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya guna untuk kepentingan dirinya sendiri dan orang lain.

Disamping itu juga, R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, mengatakan bahwa dalam pengertian lebih luas, mengajar mencakup segala kegiatan menciptakan suasana agar para siswa belajar. Pengertian belajar ini cukup luas, mencakup sebuah usaha guru mendorong atau menarahkan siswa agar belajar, menata ruang dan tempat duduk siswa, mengelompokkan siswa, menciptakan berbagai kegiatan kelompok, memberikan berbagai bentuk tugas, membantu siswa-siswa yang lambat, memberikan pengayaan kepada siswa yang pandai, dan lain-lain. Kegiatan belajar-mengajar, memang merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, sebab siswa melakukan kegiatan belajar karena guru mengajar, atau guru mengajar agar siswa belajar11

7 Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi, Cet. XV, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hal.10.dalam Jurnal Edukasi Muhammad Ichsan: Psikologi Pendidikan dan Ilmu Mengajar ,Vol 2, Nomor 1, Januari 2016.

8 Umar, Argumen Kesetaraan Gender, dalam jurnal Tadrîs,Mohammad MuchlisSolichin ,Pendidikan Agama Islam Berbasis Kesetaraan Gender,hal 56,Volume 1. Nomor 1. 2006.

9 Susilaningsih dan Agus M. Najib, ed. Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi Islam, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijogo dan McGill IISEP, 2004), hlm. 4.dalam jurnal Tadrîs,Mohammad MuchlisSolichin ,Pendidikan Agama Islam Berbasis Kesetaraan Gender,Volume 1. Nomor 1. 2006.

10 lihat QS. Al-Baqarah/2: 30, dan QS. Al-an’am/6: 165.

(6)

Gender dalam islam lebih menekankan antara hak laki-laki dan perempuan. Seperti seseorang yang memiliki kewajiban mengurus rumah tangga dan anaknya sebaik-baiknya. Dengan kata lain pekerjaan orang tua atau profesi tidak menghalangi tanggung jawab. Dalam hal rumah tangga dan anak-anak merupakan tanggung jawab utama seorang istri. Suami, istri dan anak-anak sama-sama untuk mendapatkan tempat tinggal yang nyaman. Semua pihak dapat menikmati ketenangan, ketentraman dan kekeluargaan, disamping perhatian dan kasih sayang. Bagi seorang istri, walaupun ikut adil dalam menjalankan kegiatan yang bersifat profesional, rumah tetap menjadi tempat terindah bagi dirinya beserta keluarganya12.

Kaum liberalisme memandang hukum islam telah melakukan kesalahan epistimologi, sehingga bias gender kaum liberalis lebih menganut pembangunan fiqh dan re-interpretasi termasuk metode ijtihad fiqh yang dipandang lebih menuntut kepada historical. Bahkan kelompok fiqh liberal sepeti gambaran progresif menafikan teori ushul fiqh yang dibangun oleh imam Syafi iy dan imam‟ Hanafi sebagai pelopor metode penemuan fiqh yang komprehensif. Pendekatan hermeneutik, antropologi, sosiologi, filsafat sains dan tekhnologi lebih relevan menjawab persoalan gender13

Jika dari analisa dari sudut gender seakan-akan Islam tidak bermuatan gender. Apabila dipikirkan kehadiran Islam ke atas dunia salah satunya adalah untuk mengangkat derajat kaum perempuan. Ada beberapa bukti sejarah yang menunjukan Islam mempunyai tanggapan yang baik pada permaslahan gender. Diantaranya ketika Nabi Muhammad SAW belum diutus sebagai Rasul di tanah Arab kaum perempuan merupakan warganegara tidak berarti, bahkan memiliki anak perempuan menjadi aib, perempuan tidak mendapatkan warisan. Namun tradisi ini langsung dihilangkan setelah Islam datang, menjadikan kaum perempuan yang bermartabat, mendapatkan warisan. Di samping itu Islam mewajibkan perempuan menutup aurat, pembatasan laki-laki menikahi perempuan dan masih banyak lagi14.

Dalam konteks universal, perempuan dan laki-laki dituntut memiliki peran sosial, budaya, negara yang sama. Demikian juga halnya dalam Islam tidak hanya menuntut kaum laki-laki saja yang melakukan perubahan dan tanggung jawab sosial, ekonomi, politik dan kenegaraan, kaum perempuan juga dituntut berpartisipasi. Sebagaimana firman Allah dalam surat at-Taubah dan al-Isra: “OrangOrang yang percaya kepada Tuhan yang Maha Esa, laki-laki dan perempuan saling membantu dalam kerja-kerja mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran” 15.

12 Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 243.dalam jurnal Substantia,Ernita Dewi: Kesetaraan Gender dalam Islam,Volume 16 Nomor 2, Oktober 2014.

13 Hulwati,MEMAHAMI KESETARAAN GENDER DALAM FIQH: Analisis Teori Evolusi Kontinuitas Fiqh,Hulwati / Kafa ah : Jurnal Ilmiah Kajian Gender, hal 27, Vol. V No. 1 Tahun 2015‟ .

14 Hulwati,Memahami Kesetaraan Gender Dalam Fiqh,Hal. 24 , Jurnal Ilmiah Kajian Gender Vol. V No. 1 Tahun 2015.

(7)

B.Ketimpangan Dan Keadilan Gender Dalam Pendidikan

Kesetaraan gender artinya kesamaan antara kondisi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh haknya agar dapat berperan dan ikut hadir dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Kesetaraan gender juga menghapus kejahatan dan ketidakadilan dalam laki-laki maupun perempuan. Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan maupun laki-laki.

Perbedaan identitas berdasarkan gender tersebut sudah ada sebelum seseorang itu lahir. Sehingga ketika dia dilahirkan ke dunia ini, dia sudah langsung masuk ke dalam satu lingkungan yang menyambut dengan serangkaian tuntutan peran gender. Sehingga seseorang terpaksa menerima identitas gender yang sudah disiapkan untuknya dan menerimanya sebagai sesuatu hal yang benar, yang alami dan yang baik. Akibatnya jika terjadi penyimpangan terhadap peran gender yang sudah menjadi bagian dari landasan cultural masyarakat dima adia hidup, maka masyarakat bagaimana menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang negative bahkan mungkin sebagai penentang terhadap budaya

Perbedaan gender pada prinsipnya adalah sesuatu yang wajar dan merupakan sunnatullah sebagai sebuah fenomena kebudayaan. Perbedaan itu tidak akan menjadikan suatu masalah jika tidak menimbulkan ketidakadilan. Namun pada kenyataannya perbedaan tersebut melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi kaum laki-laki terutama kepada kaum perempuan16

Dalam menumbuhkan kesetaraan dan keadilan gender maka harus menghindari terjadinya deskriminasi antara laki-laki dan perempuan supaya mereka memiliki kebebasan, kesempatan untuk ikut serta dalam berbagai bidang serta memperoleh manfaat dalam pembangunan masyarakat.

Ketidaksetaraan gender bidang pendidikan banyak merugikan perempuan, hal tersebut dapat dilihat, anak perempuan cenderung putus sekolah ketika keuangan keluarga tidak mencukupi, perempuan harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangga, selain itu pendidikan yang rendah pada perempuan dapat mengakibatkan banyaknya yang memilih pada pekerjaan informal dengan gaji minim.

Peryataan yang dimukan dikarenakan telah terjadi banyaknya ketimpangan gender di masyarakat yang dipikirkan tumbuh karena terdapat bias gender dalam pendidikan. Diantara aspek yang menunjukkan adanya bias gender dalam pendidikan dapat dilihat pada perumusan kurikulum dan juga rendahnya kualitas pendidikan. Implementasi kurikulum pendidikan sendiri terdapat dalam buku ajar yang digunakan di sekolah-sekolah. Realitas yang ada, dalam kurikulum pendidikan (agama ataupun umum) masih terdapat banyak hal yang menonjolkan laki-laki berada pada sektor

(8)

publik sementara perempuan berada pada sektor domestik. Dengan kata lain, kurikulum yang memuat bahan ajar bagi siswa belum bernuansa neutral gender baik dalam gambar ataupun ilustrasi kalimat yang dipakai dalam penjelasan materi17

Ketimpangan gender dalam pendidikan, antara lain berwujud kesenjangan memperoleh kesempatan yang sesuai pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin luas kesenjangannya. Kesenjangan ini pada pergantianya membawa berbedaan penghasilan rata-rata laki-laki dan perempuan

Tujuan dari Millenium Development Goals (MDG) adalah mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dengan menghapus kesenjangan gender. Untuk memenuhi hal tersebut, yaitu salah satunya dengan cara meningkatkan kemampuan kelembagaan pendidikan dalam mengelola dan menyampaikan pendidikan berwawasan gender sehingga dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kesetaraan gender18.

Kesenjangan fungsi sosial dan tanggung jawab dapat mengakibatkan terjadinya kejahatan atau deskriminasi. Menempatkan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Ketimpangan gender tidak hanya disosialisasikan disekolah saja tetapi orang tua atau lingkungan keluarga juga sangat berperan penting untuk menumbuhkan pemikiran anak tentang gender.

Rendahnya kualitas pendidikan diakibatkan oleh adanya diskriminasi gender dalam dunia pendidikan. Ada empat aspek yang disorot oleh Departemen Pendidikan Nasional mengenai permasalahan gender dalam dunia pendidikan yaitu akses, partisipasi, proses pembelaran dan penguasaan. Yang dimaksud dengan aspek akses adalah fasilitas pendidikan yang sulit dicapai. Di lingkungan masyarakat yang masih tradisional, umumnya orang tua segan mengirimkan anak perempuannya ke sekolah yang jauh karena mengkhawatirkan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu banyak anak perempuan yang ‘terpaksa’ tinggal di rumah. Belum lagi beban tugas rumah tangga yang banyak dibebankan pada anak perempuan membuat mereka sulit meninggalkan rumah. Akumulasi dari faktor faktor ini membuat anak perempuan banyak yang cepat meninggalkan bangku sekolah19.

Sejak diterbitkannya Inpres Nomor 9 tahun 2000, banyak cara-cara yang sudah ditempuh oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk meningkatkan kesadaran dan kepekaan gender dalam program-programnya, khususnya di lingkungan wilayahnya. Kebijakan-kebijakan yang ada telah banyak berorientasi pada Pengarus Utamaan Gender (PUG), sehingga cukup banyak pula penyempurnaan atau perubahan aturan-aturan perundangan di daerah yang tidak bias gender dan

17 Dina Ampera ,Kajian Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan Di Sekolah Dasar Mitra PPL PGSD , Jurnal Tabularasa PPS Unimed Vol.9 No.2, Desember 2012 hal. 232.

18 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), “Laporan Perkembangan Pencapaian Millenium Development Goals Indonesia 2007,” Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, (2007), Dalam jurnal studi gender dan anak,Herien Puspitawati,Vol.5 No.1 Jan-Jun 2010.

(9)

mengandung diskriminasi pada perempuan. Hal ini dilaksanakan guna meningkatkan kedudukan dan peran perempuan diberbagai bidang kehidupan. Ada beberapa indikator diskriminasi gender yang terjadi di suatu negara maupun daerah, yaitu: 1). Marjinalisasi adalah penyingkiran yang terjadi pada perempuan dibidang ekonomi, sosial, budaya, politik maupun hukum. 2). Subordinasi artinya penaklukan atau diposisikan setelah kaum laki-laki. 3). Stereotip negatif yaitu pencitraan negatif terhadap perempuan, seperti cengeng, penggoda, sumber kriminalitas, yang berujung pada berbagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan. 4). Beban ganda yaitu kesempatan perempuan untuk bekerja diluar rumah tidak mengurangi kerjanya sebagai pekerja domesti. 5). Kekerasan terhadap perempuan, dapat berupa kekerasan secara verbal (kekerasan fisik) maupun non-verbal (kekerasan secara psikis)20.

Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan system sosial. Sosialisasi menitikberatkan pada masalah individu dan kelompok. Oleh karena itu, proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang21

Orang tua juga dapat mengarjarkan atau menanamkan pikiran kepada anaknya agar membiasakan pola pikir tentang bahwasanya pekerjaan seperti mencuci, menyapu, dan memasak itu bukan hanya tugas perempuan saja. Tetapi bisa dikerjakan baik laki-laki maupun perempuan.maka dari itu sosialisasi berperan sangat penting. Proses sosialisasi pada peran gender tersebut dilaksanakan melalui berbagai cara, dari mulai perbedaan pemilihan warna pakaian, accessories, permainan, perlakuan dan sebagainya, yang kesemuanya diarahkan untuk mendukung dan memberikan gambaran proses pembentukkan seseorang menjadi seorang laki-laki atau seorang perempuan sesuai dengan ketentuan sosial budaya setempat.

Gambaran objektif tentang perbedaan pendidikan, di satu sisi, dan kesenjangan gender di lain sisi, menjadikan isu penting yang selama ini yang hanya sekedar berakar pada masalah sosial budaya. penataan sosial-budaya merupakan suatu dasar bagi berlangsungnya struktur yang diskriminatif dan bias gender dan perempuan berada pada posisi subordinat. Struktur ini menjadi penyebab timbulnya ketidakadilan gender dan ketimpangan pendidikan bagi kaum perempuan22

Secara luas, mengajar dapat diartikan sebagai suatu kegiatan keorganisasian atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan mengaitkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental.

20 Abdul Hasan, dan Ulfa Matoka, Analisis Kesetaraan Gender Dalam Penguatan Kelembagaan, hal.36, Jurnal Ekonomi (JE) Vol .1(1), April 2016.

21 Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 1998), hal. 109,dalam Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No.2, Desember 2014.

(10)

Pengertian mengajar seperti ini memberikan arah bahwa fungsi pokok dalam mengajar itu adalah menyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang berperan aktif dan banyak melakukan kegiatan adalah siswanya, dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah. Guru dalam hal ini mejadi membimbing. Dalam membimbing dan menyediakan kondisi yang kondusif, itu merupakan tugas seorang guru tidak boleh mengabaikan faktor atau komponen-komponen yang lain dalam lingkungan proses belajar-mengajar, termasuk bagaimana dirinya sendiri, keadaan siswa, alat-alat peraga atau media, metode dan sumber-sumber belajar lainnya.

Pengalaman tugas orang tua kemudian diturunkan kepada seorang anak remaja karena belum memahami tentang gender mereka membedakan tugas antara anak remaja laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis kelamin. Pengetahuan orang tua bahwa pekerjaan anak remaja laki-laki berbeda dengan pekerjaan anak perempuan. Pemahaman tersebut membuat orang tua memberikan pekerjaan yang berada di luar rumah kepada anak remaja laki-laki sedangkan tugas anak perempuan mengerjakan pekerjaan yang ada di dalam rumah. Pembagian tugas kepada anak remaja laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis kelamin tersebut karena orang tua belum mengerti tentang konsep kesetaraan gender dibidang pekerjaan23.

Sedangkan laki laki diperankan sebagai sosok yang pantas dan berkewajiban mencari nafkah (diluar) untuk keluarganya. Kondisi sebaliknya bisa berlaku bisa berlaku pada struktur sosial budaya yang lain, dimana perempuan yang lebih efektif untuk bekerja dan berkewajiban mencari nafkah (uang) diluar rumah. Sedangkan laki laki berkewajiban mengasuh anak. Pada kenyataannya peran sosial yang membedakan peran laki laki dan perempuan.

Munculnya anggapan yang menyudutkan pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) bentuk fisik laki-laki dan fisik perempuan, dimana fisik perempuan dikatakan tidak sekuat tubuh laki-laki yang dimitoskan tidak kuat dalam bekerja; (2) perempuan adalah makhluk yang berperasaan halus, lemah-lembut, suka merapikan, dan melakukan pekerjaan yang sifatnya menata. Faktor-faktor tersebut mengakar dengan sangat kuat, sehingga perempuan selalu diberikan pekerjaan yang ringan atau yang bersifat pekerjaan melayani dan merawat. Meskipun demikian, pekerjaan melayani dan merawat telah mengekang keberadaan kaum perempuan dalam kurungan domestisasi, sedangkan kaum laki-laki bebas lepas menguasai, merancang, mengisi dunia publik yang lebar dengan beragam warna24.

Kurikulum memang harus dibuat, disusun dengan proses tertentu. Negara yang memiliki undangundang pendidikan nasional mempunyai kepentingan untuk menyusun kurikulum tersebut berdasarkan amanat yang ada di dalam undang-undang tersebut. Untuk menyusun kurikulum

23 Uris Udau,Pemahaman Orang Tua Tentang Gender Dalam Menerapkan Pola Asuh Kepada Anak Remaja DI Desa Long Payau,hal 72-73,eJournal Sosiatri, Volume 1, Nomor ,4 ,2013.

(11)

nasional, sudah barang tentu ada lembaga tertentu yang telah diberikan tugas dan tanggung jawab untuk menyusun atau mengembangkan kurikulum yang akan digunakan secara nasional. Ada beberapa pemangku kepentingan yang menurut David G. Amstrong yang biasanya dilibatkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: Curriculum specialist (spesialis kurikulum, ahli kurikulum); Teacher/instructors (guru/instruktur); Learners (peserta didik); Principals/corporate unit supervisors (kepala sekolah/unit pengawas sekolah); Central office administrators/corporeate administrators (administrator kantor pusat/administrator perusahaan; Special experts (ahli special); Lay public representatives (perwakilan masyarakat umum). Yang dimaksud pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Berbagai faktor seperti politik, sosial, budaya, ekonomi, ilmu, teknologi berpengaruh dalam proses pengembangan kurikulum. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam pengembangan kurikulum terarah awal untuk memberi petunjuk jelas apakah kurikulum yang dikembangkan tersebut kurikulum dalam pandangan tradisional atau modern25.

Secara umum, kurikulum pendidikan masih sarat dengan ideologi patriarki. Hal ini dapat dilihat dari beragam aspek, misalnya dari struktur dan kultur atau secara umum dari guru, lingkungan pembelajaran, serta dari buku-buku teks. Komposisi guru di sekolah misalnya, menunjukkan sesungguhnya dunia pendidikan kita masih bias gender. keadaan ini pun semakin diperburuk oleh kenyataan bahwa banyak buku teks pelajaran masih menampilkan teks dan sekaligus gambar-gambar yang bias gender. Peran perempuan di sektor domestik, dan peran laki-laki di sektor publik. Mestinya, guru sebagai agen perubahan mempunyai sikap yang reorientasi pada kesetaraan dan keadilan gender.

Lembaga pendidikan yang memperjuangkan kesetaraan gender akan mencantumkan upaya kesetaraan gender ini sebagai bagian dari visi dan misinya, yang kemudian akan terimplementasi melalui kurikulum beserta komponen-komponennya. Kurikulum merupakan unsur utama terlaksananya pengarusutamaan gender dalam pendidikan

Keadilan dan kesetaraan adalah suatu gagasan utama yang memiliki tujuan yaitu untuk mencapai kesejahteraan, membangun sebuah keharmonisan dalam bermasyarakat, dan bernegara. dalam memenuhi kesetaraan dan keaadilan gender maka pendidikan sangat diperlukan untuk memenuhi dasar pendidikan yaitu menghantarkan setiap individu atau rakyat untuk mendapatkan pendidikan sehingga dapat disebut sebagai pendidikan kerakyatan.

(12)

E.Solusi

Berdasarkan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan menengah yang berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat (Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan, 2010).26

Lingkungan keluarga dapat dikatakan sebagai tempat pertama pembentukan sikap seseorang. Oleh karena itu, orang tua dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengasuh sangat tergantung pada pemahanan mereka terhadap gender. Dalam memberikan pola asuh orang tua sering menyamakan gender dan jenis kelamin, sebenarnya pada hakikatnya kedua kata tersebut mengandung makna yang berbeda seks adalah perbedaan fisik yang secara kodrat membedakan laki-laki dan perempuan, sedangkan konsep gender adalah perbedaan status social yang dibuat oleh manusia dan menjadi darah daging dalam masyarakat.

Tiap individu dalam memandang kesetaraan dan keadilan gender dapat memiliki pemahaman yang berbeda meskipun mempunyai latar belakang budaya yang sama. Pemahaman yang berbeda ini disebabkan karena selain manusia itu merupakan individu yang unik dan individual differences, individu-individu tersebut memiliki faktor-faktor berbeda yang mempengaruhi konsep berpikir dan mempersepsikan suatu pengalaman, termasuk pula pengalaman mengenai budaya Bali dihubungkan dengan pemaknaan terhadap kesetaraan dan keadilan gender27.

Orang tua berperan besar dalam membentuk seseorang menjadi maskulin dan feminim karena gender adalah hasil dari sosialisasi yang diberikan kepada anak remaja laki-laki dan perempuan melalui pola asuh bukan didasari perbedaan jenis kelamin. Oleh karena itu sangat penting orang tua memahami perbedaan konsep gender dengan jenis kelamin supaya tidak terjadi perbedaan perlakuan atau mengistimewakan salah satu jenis kelamin, karena pemahaman orang tua akan terlihat pada perlakuan dan bagaimana cara orang tua memberikan pemahaman nilai kepada anak remaja laki-laki dan perempuan berkaitan dengan tugas dan fungsinya dalam keluarga maupun masyarakat28.

Dengan cara memberikan sosialisasi kepada anak sejak dini oleh orang tua akan lebih efektif karena orag tua yang selalu berada dimana-mana dengan anak. Dan orang tualah yang yang

26 Rahmi Fitrianti & Habibullah,Ketidaksetaraan Gender Dalam Pendidikan, Jurnal Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 01 2012.

27 Widayani dan Hartati, Kesetaraan dan keadilan gender dalam pandangan perempuan Bali, hal 151,Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014.

(13)

seharusnya menjadi peran terpenting selain lingkungan masyarakat dan lembaga-lembaga lainnya. Dan agar tidak terjadinya deskriminasi maka pendidikan berperan sangat penting untuk menumbuhkan kesadarannya mungkin bisa juga melalui sosialisasi yang diberikan oleh orang tua sendiri ataupun dalam lingkungan masyarakat.

Selain didalam keluarga pendidikan juga bisa didapatkan disekolah karena sekolah merupakan suatu lembaga diman adanya proses atau cara bersosialisai selain dengan keluarga sehingga dapat mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Pendidikan dimasyarakat merupakn pendidikan diluar sekolah yaitu dapat memperoleh penetahuan secara langsung beradaptasi dengan lingkunganya sendiri dan dapat bermanfaat untuk kehidupanya didalam masyarakat.

F. Simpulan

bahwa pendidikan merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang dan pendidikan tidak hanya disekolah melainkan dalam lingkungan masyarakat dan keluarga, baik orang terdekat, ataupun lembaga-lembaga yang ada, dengan tujuan untuk merubah atau mengasah potensi yang dimiliki atau kebiasaan-kebiasaan tidak baik menjadi kebiasaan baik yang terjadi dalam hidup seseorang. Sebagai orang tua sebaiknya mengarahkan anaknya untuk menjadi yang lebih baik dan memberikan sosialisasi tentang peran gender dalam anak. Dan tingginya angka diskriminasi rata-rata disebabkan oleh pendidikan yang sangat rendah yang mengakibatkan kejahatan. Tugas seorang manusia merupakan sebagai khalifah dibumi yang harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan. Dan tidak memandang baik itu perempuan maupun laki-laki karena semuanya sama yang membedakan adalah peran dan haknya. Pendidikan juga sangat penting dalam menentukan masa depan seseorang.[.]

REFERENSI

Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 243.dalam jurnal Substantia,Ernita Dewi: Kesetaraan Gender dalam Islam,Volume 16 Nomor 2, Oktober 2014.

Abdul Hasan, dan Ulfa Matoka, Analisis Kesetaraan Gender Dalam Penguatan Kelembagaan, hal.36, Jurnal Ekonomi (JE) Vol .1(1), April 2016.

A.C. Ornstein & F.P. Hunkins, Curriculum: foundations, principles, and issues, Fourth edition, New York: Pearson education Inc, hal. 76, dalam Jurnal MUWÂZÂH, Vol. 5, No. 2, Desember 2013.

(14)

Pembangunan Nasional, (2007), Dalam jurnal studi gender dan anak,Herien Puspitawati,Vol.5 No.1 Jan-Jun 2010.

Dedi Wahyudi , Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak Dengan Program Prezi,hal.2.

Dina Ampera ,Kajian Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan Di Sekolah Dasar Mitra PPL PGSD , Jurnal Tabularasa PPS Unimed Vol.9 No.2, Desember 2012 hal. 232.

Dina Ampera,Kajian Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan Di Sekolah Dasar Mitra PPL PGSD,hal.232-233,Jurnal TABULARASA PPS UNIMED Vol.9 No.2, Desember 2012.

Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Shalehah, ed. Hasan M. Noer (Jakarta: Permadani, 2004), hal. 234. Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No.2, Desember 2014.

Hulwati,Memahami Kesetaraan Gender Dalam Fiqh,Hal. 24 , Jurnal Ilmiah Kajian Gender Vol. V No. 1 Tahun 2015.

Hulwati,MEMAHAMI KESETARAAN GENDER DALAM FIQH: Analisis Teori Evolusi Kontinuitas Fiqh,Hulwati / Kafa ah : Jurnal Ilmiah Kajian Gender, hal 27, Vol. V No. 1‟ Tahun 2015.

John M. Echols dan Hassan Sadhily, Kamus English-Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1983), hal. 256. Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No.2, Desember 2014.

lihat dalam (Q.S. At-Taubah ayat 7).

lihat QS. Al-Baqarah/2: 30, dan QS. Al-an’am/6: 165.

Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal. 8-9.Dalam jurnal MUWAZAH,mursidah,vol.5 no.2,desember 2013.

Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi, Cet. XV, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hal.10.dalam Jurnal Edukasi Muhammad Ichsan: Psikologi Pendidikan dan Ilmu Mengajar ,Vol 2, Nomor 1, Januari 2016.

Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 1998), hal. 109,dalam Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No.2, Desember 2014.

Nurlian Harmona Daulay, Kesetaraan Gender Dalam Pembagian Kerja Pada Keluarga Petani Ladang,hal.77, Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2008, Volume II, No. 2.

Rahmi Fitrianti & Habibullah,Ketidaksetaraan Gender Dalam Pendidikan, Jurnal Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 01 2012.

R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, Cet. II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 42. dalam Jurnal Edukasi Vol 2, Nomor 1, Januari 2016.

(15)

Ratna Saptari dan Bigritte Holzner, Perempuan Kerja Dan Perubahan Sosial Sebuah Pengantar Studi Perempuan (Jakarta: Kalyana Mitra, 19970, hal. 89, Dlam jurnal Ar-Rairy: International Journal of Islamic Studies Vol. 1,No.2, Desember 2014.

Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006, hal. 25, dalam Jurnal MUWÂZÂH,Pendidikan Berbasis Kesetaraan dan Keadilan Gender , Vol. 5, No. 2, Desember 2013.

Susilaningsih dan Agus M. Najib, ed. Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi Islam, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijogo dan McGill IISEP, 2004), hlm. 4.dalam jurnal Tadrîs,Mohammad MuchlisSolichin ,Pendidikan Agama Islam Berbasis Kesetaraan Gender,Volume 1. Nomor 1. 2006.

Umar, Argumen Kesetaraan Gender, dalam jurnal Tadrîs,Mohammad MuchlisSolichin ,Pendidikan Agama Islam Berbasis Kesetaraan Gender,hal 56,Volume 1. Nomor 1. 2006.

Uris Udau,Pemahaman Orang Tua Tentang Gender Dalam Menerapkan Pola Asuh Kepada Anak Remaja DI Desa Long Payau,hal 72-73,eJournal Sosiatri, Volume 1, Nomor ,4 ,2013.

Wahyu Widodo. Analisis Pendidikan Berwawasan Gender Di Propinsi Jawa,hal. 122, Jurnal HUMANITY, Volume 1, Nomor 2, Maret 2006.

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, untuk lebih jauh lagi, kami mencoba dengan tiga sumur agar kita bisa mengetahui tidak hanya tunneling dari suatu vakum ke vakum tetangga, kita juga bisa mencari tahu

Kesiapsiagaan mempunyai empat komponen yang dijadikan parameter dalam megevaluasi kesiapsiagaan bencana gempa bumi, komponen tersebut yaitu : pengetahuan dan sikap tentang

Hasil penelitian menunjukan adanya persaingan inovasi dari kompetitor, tingginya turn over sales serta strategi pemasaran yang kurang tepat sasaran membuat adanya

Untuk mengetahui pengaruh total asset turnover terhadap perubahan laba berbasis fair value pada perusahaan sub sektor property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek

3) Hasil pengujian menunjukkan nilai Cronbach’s alpha dari keseluruhan variabel adalah lebih besar dari 0,600, dapat disimpulkan bahwa semua item pertanyaan adalah reliabel

Dalam hal partisipasi perempuan dalam dunia politik, juga harus diperhatikan kepada perempuan yang berada pada komunitas marginal juga.Kondisi marginal perempuan baik sebagai

BELAJAR BISA FORMAL ATAUPUN INFORMAL BISA SENDIRI ATAUPUN DENGAN GURU BISA FASILITAS LENGKAP ATAUPUN TERBATAS TERBATAS BISA DENGAN DANA KUAT ATAUPUN TERBATAS BISA DI DALAM