KIDUNG EDA NGADEN AWAK BISA SEBAGAI BAHASA TREN DAN PENGUATAN KARAKTER DI KALANGANREMAJA
Oleh I Komang Sukarma Universitas Udayana
"....Oh, seperti itu. Makanya pakai Eda Ngaden Awak Bisanggih?" Sore itu, bercengkerama dengan anak-anak kelas tujuh, delapan, dan sembilan sebelum latihan Yoga dimulai. Sekilas mata tertuju pada baju bagian belakang dari salah seorang siswa perempuan. Tulisan Sanskerta? Bukan, itu salah satu nama pupuh1terkenal di Bali.
1Pupuh adalah tembang macepat atau geguritan (
Apa yang terlukis di baju putih bercorak hijau pada anak itu adalah hal yang
luar biasa yang dilakukan oleh SMP Negeri 8 Denpasar, Bali. Adalah kebanggaan
menjadikan petikan kidung tertempel di balutan benang yang dipakai siswa-siswinya
selama tiga tahun ke depan. Ya, Eda Ngaden Awak Bisa. Kidung atau nyanyian-nyanyian Bali yang sering dikumandangkan saat upacara keagamaan di Bali. Di Bali
kidung diklasifikasikan menjadi empat jenis kidung yaitu sekar rare, sekar alit, sekar
madya, dan sekar agung2. Lantas, apa hubungan kidung tersebut dengan pelestarian
bahasa daerah dan penguatan karakter budaya pada remaja?
Eda Ngaden Awak Bisa yang dipetik oleh sekolah tersebut memiliki
dikumandangkan tidak hanya pada saat acara keagamaan tetapi juga menjadi motto
dan prinsip orang-orang Bali zaman terdahulu. Seiring perkembangan zaman,
eksistensi dan pemaknaan kidung ini berubah pelan-pelan. Orang-orang Bali
seakan-akan mengabaikan makna yang tersirat pada kidung tersebut. Kidung tidak hanya
2http://juliselatputra.blogspot.co.id/2016/01/makna-bimbingan-yang-terkandung-dalam.html?=1,
memiliki nilai estetik (seni) tetapi juga memiliki pesan moral yang tinggi. Lirik
kidung di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut:
Jangan mengira dirimu sudah pintar
Biarlah orang lain yang menilai diri kita/menyebutnya demikian Ibarat kita menyapu
Sampah akan ada terus-menerus Kalapun sudah habis, masih banyak debu
Biarpun kamu sudah pintar, masih banyak yang harus dipelajari
Saya sendiri diajari dan mengetahui kidung ini saat masih duduk di bangku SD, entah kelas berapa waktu itu, yang saya rasakan hanya menikmati dan menyanyikannya bersama-sama dengan kawan sekelas tanpa mengetahui makna yang terkandung didalamnya.
Ada dua aspek dari kidung ini yang terkandung erat dengan kehidupan orang
Bali terutama pada remaja. Pertama, kidung ini memiliki nilai budaya dan pesan
moral untuk intropeksi diri/keberadaan diri, dan kedua menjadikan lirik Eda Ngaden Awak Bisa sebagai bahasa tren di kalangan remaja.
Menurut J.Piager, remaja adalah peralihan antara masa anak-anak dan masa
dewasa, yaitu antara 12-21 tahun. Pada masa ini dia beralih dari masa yang penuh
dengan ketergantungan kepada orang lain, dimana dia harus melepaskan diri dari
ketergantungan itudan ikut memikul tanggung jawab sendiri. Sejalan dengan hal
tersebut, sifat-sifat remaja pada umumnya (I Gusti Ngurah Gorda, Tata Susila:3)
seperti ketidakmampuan mawas diri, tidak pernah dan tidak mau menghargai orang
lain, sombong, gila hormat dan perilaku sejenisnya. Kecendrungan perilaku yang
bersama atau gotong royong. Dalam hubungan dengan hal tersebut, kidung Eda Ngaden Awak Bisa memberi pandangan normatif tentang cara seseorang mengendalikan diri terhadap sifat individualisme. Hal ini terlihat dalam bagian bait
kidung: "Eda ngaden awak bisa, depang anake ngadanin"(Jangan menganggap diri pintar, biarkan orang lain yang memberi nama). Bait ini kendati diungkapkan dalam
kalimat pendek dan sederhana, namun sebenarnya penuh dengan pesan
etik-moral-spiritual yang relevan sebagai sarana, sebagai alat untuk mengendalikan sifat
individualisme dalam kehidupan seseorang. Pesan lainnya adalah pada bait kidung:
"depang anake ngadanin" yang berati "biarkan orang lain yang memberi nama".
Seseorang akan dikenal oleh orang lain karena prestasi atau hasil nyata sesuai usaha
dan kerja kerasnya, diluar itu jika ada hal-hal yang kurang bersimpati, biarkan mereka
menilai kita.
Lirik Eda Ngaden Awak Bisabisa menjadi bahasa tren di kalangan remaja Bali khususnya, bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti tapi sarat dengan makna.
Bait: "eda ngaden awak bisa, depang anake ngadanin" pernah dijadikan lirik lagu berjudul Eda Ngaden Awak Bisa oleh salah seorang penyanyi Bali, Adi Wisnu, yang dalam liriknya disebutkan:
Biarlah orang lain yang menilai diri kita/menyebutnya demikian Kekayaan tidak ada arti apa-apa
Belajar dari lirik lagu tersebut, generasi muda atau remaja sepatutnya mampu
mengembangkan dan memaknai bait per bait tersebut untuk dijadikan motivasi dan
penguatan karakter berperilaku di kehidupan sosial dan budaya Bali. Menjadikan
kidung Eda Ngaden Awak Bisa sebagai bahasa tren di kalangan remaja dapat membuat mereka ingat dan sadar untuk mencintai bahasa daerahnya sendiri dan
melestarikannya dengan berbagai cara termasuk menghayati kidung Eda Ngaden Awak Bisa ini untuk selanjutnya dihayati dan menumbuhkan penguatan karakter pada remaja tersebut yaitu selalu merendah hati dan intropeksi diri untuk terus belajar
DAFTAR PUSTAKA
Kesenian Bali, Seni Suara,
http://www.babadbali.com/seni/tembang/sekar-alit.htm,diakses pada tanggal 10 Mei 2016 pukul 19.44 WITA
Ngurah Gorda, I Gusti. 2001.Tata Susila Edisi Agustus 2001