Sistem Peradilan Pidana
Manusia dan Sistem
Manusia terlahir berada dalam lingkaran sistem, bahkan manusia itu sendiri adalah sistem bagi subsistem dalam dirinya.
Perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh sistem yang dia kenal dalam dirinya dan
lingkungannya, bahkan manusia telah memilih sistem yang sesuai dengan dirinya.
Pendekatan Sistem dalam Sistem Peradilan
Pidana
Pendekatan sistem dalam dunia ilmu pengetahuan bukanlah pendekatan baru. Merenius Agrippa,
pada masa kejayan Romawi, telah menggunakan pendekatan itu untuk menjelaskan esensi suatu Negara. Menurut Agrippa, Negara, seperti tubuh manusia, adalah keseluruhan dan hanya bagian dari tubuh yang saling berubungan dan
membutuhkan satu dengan yang lainnya, dengan berbagai macam lapisan sosial.
Hakikat Pembangunan Sistem
Hal terpenting bagi suatu proses sistem adalah keseimbangan potensi dan fungsi masing-masing komponennya. Kerusakan salah satu komponen dapat merusak keseimbangan global dan
Komponen dalam Sistem Hukum
Lawrence Friedman yang mengemukakan, bahwa komponen dalam sistem hukum adalah: substansi hukum; struktur hukum dan budaya hukum
Di dalam konteks sistem hukum, Menurut Lili
Rasjidi, komponen-komponen tersebut antara lain adalah masyarakat hukum; budaya hukum; filsafat hukum; ilmu/ pendidikan hukum; konsep hukum; pembentukan hukum; bentuk hukum; penerapan hukum dan evaluasi hukum.
Sistem Peradilan Pidana adalah Komponen
dalam Sistem Hukum
Baik menurut Friedman maupun menurut Lili
Rasjidi, sistem peradilan pidana merupakan salah satu komponen dalam sistem, yaitu komponen
struktur hukum atau dalam kata lain komponen penerapan hukum.
Peradilan adalah lembaga untuk menguji
Sistem Peradilan Pidana adalah Komponen
dalam Sistem Hukum
Di dalam pendekatan sistem, semua
komponen adalah satu kesatuan. Salah satu
subsistem dalam sebuah sistem bisa
menjadi sistem utuh bagi subsistem lainnya.
Sistem peradilan pidana merupakan
subsistem dalam sistem hukum, namun di
sisi lain, sistem peradilan pidana
Ilmu Sistem Peradilan Pidana dan
perkembangannya
Ilmu tentang administrasi peradilan pidana meminjam banyak sekali dari disiplin ilmu seperti hukum,
sosiologi, ilmu politik, psikologi, antropologi dan
sejarah. Sistem peradilan pidana untuk kali pertama diperkenalkan oleh pakar hukum pidana dan para ahli dalam sistem peradilan pidana Amerika Serikat
Ilmu Sistem Peradilan Pidana dan
perkembangannya (Lanjutan)
Frank Remington adalah orang pertama di Amerika Serikat yang memperkenalkan rekayasa administrasi peradilan
pidana melalui pendekatan sistem (system approach) dan gagasan mengenai sistem ini terdapat pada laporan pilot proyek tahun 1958. Gagasan ini kemudian diletakkan pada mekanisme administrasi peradilan pidana dan diberi nama
Criminal Justice System dan istilah ini kemudian
diperkenalkan secara luas oleh The President’s Crime
Menurut Black Law Dictionary
Criminal Justice System is the collective institutions through which an accused offender passes until the accusations have been disposed of or the assessed punishment concluded. The system typically has have three components: law enforcement (police, sheriffs, marshals), the judicial process (judges,
prosecutors, defense lawyers) and corrections (prison officials, probation officers and parole officers
(sistem peradilan pidana adalah institusi kolektif, dimana seorang pelaku tindak pidana melalui suatu proses sampai tuntutan ditetapkan atau penjatuhan hukuman telah
diputuskan. Sistem ini memiliki tiga komponen, penegak hukum (kepolisian), proses persidangan (hakim, jaksa dan advokat) dan lembaga pemasyarakatan (petugas pemasyarakatan, dan
Menurut Mardjono Reksodiputro
Sistem peradilan pidana adalah sistem
pengendalian kejahatan yang terdiri atas
lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan pemasayarakatan terpidana.
Menurut Romli Atmasasmita
Sistem peradilan pidana sebagai suatu istilah yang
menunjukkan mekanisme kerja dalam penanggulangan
kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan sistem. Pendapat Romli Atmasasmita ini senada dengan pendapat
Remington dan Ohlin yang mengemukakan sebagai berikut:
Criminal Justice System dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi
peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan
perundang-undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial.
Criminal Justice System
dan
Criminal Justice
Process
Hagan mengemukakan, bahwa dibedakan antara sistem peradilan pidana dan proses peradilan pidana.
Sistem peradilan pidana berbicara tentang interkoneksi antar keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam proses peradilan pidana, sedangkan proses peradilan
pidana adalah setiap tahap dari suatu putusan yang
menghadapkan seorang tersangka ke dalam proses yang membawanya pada penentuan pidana.
Tujuan Sistem Peradilan Pidana
Sistem peradilan pidana memiliki dua tujuan besar, yaitu melindungi masyarakat dan menegakkan hukum.
Fungsi lain dari sistem peradilan pidana adalah:
• Mencegah kejahatan;
• Menindak pelaku tindak pidana dengan memberikan pengertian terhadap pelaku tindak pidana dimana pencegahan tidak efektif;
• Peninjauan ulang terhadap legalitas ukuran pencegahan dan penindakan;
• Putusan pengadilan untuk menentukan bersalah atau tidak bersalah terhadap orang yang ditahan;
• Disposisi yang sesuai terhadap seseorang yang dinyatakan bersalah;
• Lembaga koreksi oleh alat-alat negara yang disetujui oleh
masyarakat terhadap perilaku mereka yang telah melanggar hukum pidana
Daftar Bacaan
1. Anthon F. Susanto, Wajah Peradilan Kita: Konstruksi Sosial tentang
Penyimpangan, Mekanisme Kontrol dan Akuntabilitas Peradilan Pidana, 2004
2. J.W. LaPatra, Analizing the Criminal Justice System, 1978
3. Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, 1975
4. Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum sebagai Suatu Sistem, 2003 5. Mardjono Reksodiputro, “Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat
kepada Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi”, 1993
6. Robert D. Pursley, Introduction to Criminal Justice: Second Edition, 1977
7. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana: Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionalisme, 1996