• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Hubungan Islam and Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Hubungan Islam and Negara"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(2)

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka saya merumuskan masalah tentang dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa Hubungan Islam dan Negara Dilihat secara ideologis?

2. Bagaimana Kekuatan Politik Islam dengan Negara Era Orde Baru? 3. Dimana Perubahan Posisi dan Ekspresi Kekuatan Politik Islam?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka, tujuan penulisan yang ingin disampaikan dalam tulisan ini adalah :

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. HUBUNGAN ISLAM & NEGARA

Hubungan negara dan agama dilihat secara ideologis harus diletakkan pada proporsinya sebagai pemikiran cabang, bukan pemikiran mendasar tentang kehidupan. Sebab pemikiran mendasar tentang kehidupan adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, serta tentang apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudah kehidupan dunia, dan hubungan antara kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelumnya dan sesudahnya.

Ideologi yang ada di dunia ada tiga, yaitu Sosialisme (Isytirakiyyah), Kapitalisme (Ra`sumaliyyah), dan Islam, maka aqidah atau pemikiran mendasar tentang kehidupan pun ada tiga macam pula, yakni aqidah Sosialisme, aqidah Kapitalisme dan aqidah Islamiyah. Masing-masing aqidah ini merupakan pemikiran mendasar yang di atasnya dibangun berbagai pemikiran cabang tentang kehidupan, termasuk di antaranya hubungan agama-negara.

Aqidah Sosialisme adalah Materialisme yang menyatakan segala sesuatu yang ada hanyalah materi belaka. Tidak ada tuhan, tidak ada ruh, atau aspek-aspek kegaiban lainnya. Ide materialisme ini dibangun oleh dua ide pokok dalam Sosialisme yang mendasari seluruh bangunan ideologi Sosialisme, yaitu Dialektika Materialisme dan Historis Materialisme.

(4)

memang diakui walaupun hanya secara formalitas namun agama tidak boleh mengatur segala aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Agama hanya mengatur hubungan pribadi manusia dengan tuhannya, sedang hubungan manusia satu sama lain diatur oleh manusia itu sendiri.

Agama hanya berlaku dalam hubungan secara individual antara manusia dan tuhannya, atau berlaku secara amat terbatas dalam interaksi sosial sesama manusia. Agama tidak terwujud secara institusional dalam konstitusi atau perundangan negara, namun hanya terwujud dalam etika dan moral individu-individu pelaku politik.

Aqidah Islamiyah adalah iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan qadar (taqdir) Allah. Aqidah ini merupakan dasar ideologi Islam yang darinya terlahir berbagai pemikiran dan hukum Islam yang mengatur kehidupan manusia. Aqidah Islamiyah menetapkan bahwa keimanan harus terwujud dalam keterikatan terhadap hukum syara’, yang cakupannya adalah segala aspek kehidupan, dan bahwa pengingkaran sebahagian saja dari hukum Islam (yang terwujud dalam sekulerisme) adalah suatu kebatilan dan kekafiran yang nyata. Allah SWT berfirman :

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim (pemutus) terhadap perkara yang mereka perselisihkan..” (QS An Nisaa` : 65)“Barangsiapa yang tidak memberi keputusan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (QS Al Maa`idah : 44)

B. KEKUATAN POLITIK ISLAM DENGAN NEGARA (ORDE BARU)

(5)

pelaku paling menentukan dalam grand coalition “Pengganyangan” PKI antara lain terlihat dari hampir keseluruhan kesatuan-kesatuan aksi seperti KAP Gestapu, KAMI dan KAPI yang pucuk pimpinannya dipegang oleh tokoh-tokoh organisasi Islam. Partnership militer dengan kekuatan politik Islam terus berlanjut setelah pembubaran PKI, karena lagi-lagi militer amat membutuhkan kekuatan umat Islam untuk menekan Soekarno turun dari kekuasaannya. Militer tidak bisa berharap banyak untuk bekerja sama dengan kekuatan-kekuatan politik non-Islam, apalagi PNI, untuk meng hadapi Soekarno.

Kekuatan-kekuatan politik non-Islam yang anti komunis umumnya cukup senang melihat PKI lumpuh dan siap mengajak presiden Soekarno ke meja prundingan untuk melakukan kerangka perimbangan kekuasaan politik baru. Namun kekuatan-kekuatan anti Soekarno yang dimotori militer dan unsur-unsur kekuatan politik Islam di partai-partai politik dan kesatuan-kesatuan aksi akhirnya berhasil memaksa Soekarno turun dari kursi kekuasaannya. Besarnya pengaruh dan peranan umat Islam dalam “Pengganyangan “ PKI dan meruntuhkan Orde Lama bersama militer, yang berarti memiliki andil besar dalam proses kelahiran Orde Baru, telah mempengaruhi persepsi para pemimpin politik Islam dalam menentukan strategi selanjutnya.

(6)

yang didominasi oleh kalangan sekuler {abangan} dan primordial Kristen/Katolik secara potensial memiliki benih-benih permusuhan dengan kelompok Islam. Atas dasar itu, tak mengherankan bila partnership yang terbina antara umat Islam dengan militer yang merupakan pilar utama rezim ORBA pada masa transisi Orde Lama mulai berubah menjadi penuh pertentangan dan kecurigaan hingga menjelang penghujung dekade 1980-an. Kedua, kasus-kasus konfrontasi atau pertentangan antara kekuatan politik Islam dan negara Orde Baru. Secara umum, konfrontasi dan pertentangan antara kekuatan pollitik Islam dan negara Orde Baru bisa dikategorikan ke dalam dua kelompok:

{1} Petentangan politik partisan dan;

{2} Pertentangan terkait dengan isu-isu kebijakan publik.

Konfrontasi yang masuk dalam klasifikasi pertama adalah ketegangan soal tidak diizinkan berdirinya partai-partai Islam oleh negara, seperti: rehabilitasi Masyumi, Kongres Umat Islam Indonesia {KUII}, berdirinya Partai Demokrasi Islam Indonesia {PDII}, dan sejenisnya. Termasuk juga, persaingan tajam antara Golkar dengan partai-partai Islam dalam pemilu 1971 sampai 1982, di mana dalam persaingan tersebut selama masa kampanye acapkali diwarnai bentrokan-bentrokan fisik. Sedangkan konfrontasi yang masuk kategori kedua, antra lain: masalah RUU Perkawinan 1973, Aliran Kepercayaan dalam GBHN {SU MPR1978}, masalah perjudian {Porkas, SDSB}, larangan libur sekolah di bulan romadhon, dan sebagainya. Ketiga , upaya negara untuk menciptakan tatanan politik yang bisa menopang mekanisme minimalisasi konflik untuk memaksimalkan produktifitas ekonomi melalui rekayasa penyederhanaan partai-partai politik, terutama partai-partai Islam, serta upaya korporatisasi politik umat Islam melalui Majelis Ulama’ Indonesia {MUI}.

(7)

{1} Mainstream para pemimpin kekuatan Islam yang memasuki dekade 1990-an menerapkan strategi akomodasi dengan pemerintah “menolak” melanjutkan politik akomodasi dengan presiden Soeharto. Menjelang kejatuhan Soeharto, nampak sekali para pemimpin Islam dari “sayap modernis” menerapkan kembali “strategi oposisi” terhadap pemerintah;

{2} Seiring dengan berhembusnya angin kencang reformsi untuk menggulingkan Soeharto, kekuatan-kekuatan Islam terlihat berusaha merevitalisasi perjuangan Islam melalui gelanggang poltik partisan.

Menarik disimak bahwa menjelang lengsernya Soeharto dari puncak piramida politik Indonesia pada Mei 1998, dia sesunggguhnya berusaha mempertahankan gripnya terhadap kekuatan Islam melalui politik akomodasinya. Beberapa indikasi kuat political will Soeharto untuk merangkul kekuatan Islam itu antara lain:

Pertama, masih banyaknya pemimpin Islam yang terepresentasikan dalam fraksi-fraksi yang mewakili kelompok koalisi pemerintah di DPR/MPR-RI dalam Sidang Umum 1998.

Kedua, kelompok koalisi pemerintah di MPR-RI dalam Sidang Umumnya 1998 melakukan terobosan akomodasi baru terhadap tuntutan umat Islam menyangkut status aliran kepercayaan dalam GBHN.

Ketiga, terepresentasikan elite muslim ke dalam struktur kabinet pembangunan VII.

(8)

membuat berang Soeharto yang menemukan bentuknya lebih jelas pada kritikan intelektual itu terhdap skandal tambang emas busang awal tahun 1997. Presiden Soeharto selaku dewan pembina ICMI waktu itu melalui BJ. Habibie menekannya untuk mundur dari jabatan sebagai Ketua Dewan Pakar ICMI pada Maret 1997. Reaksi dari Soeharto semacam itu tidak melunakkan sikap para pemimpin muslim dalam menyerang pemerintahan Soeharto.

Dalam perjalanan selanjutnya malahan Amien Rais nyaris menjadi simbol determinasi dalam gerakan “penggusuran” Soeharto dari panggung kekuasaaan pada Mei 1998. Munculnya radikalisasi beberapa tokoh kunci elite Islam terhadap pemerintah Soeharto menjelang kejatuhannya wktu itu merupakan persoalan yang layak untuk dikaji. Karena rezim ORBA itu hingga hari-hari terakhir turunnya dari papan atas percaturan politik Indonesia terlihat semakin memperjelas identifikasi kedekatannya dengan kekuatan Islam melalui komite reformasi yang hendak dibentuknya. Dalam proses perencanaan pembentukan komite reformasi dan kabinet reformasi Presiden Soeharto pada 19 Mei 1998 mengundang para tokoh-tokoh masyarakat terkemuka.

Menariknya, para pemimpim-pemimpin masyarakat yang diajak berembuk Soeharto itu seluruhnya berasal dari kekuatan-kekuatan besar sayap Islam, dari kelompok radikal hingga yang moderat. Unsur-unsur penting faksi muslim tersebut antara lain, dari unsur NU KH. Abdurrahman Wahid, KH. Ma’aruf Amin, Ahmad Bagja, KH. Ali Yafie. Dari kalangan Masyumi terdapat Anwar Haryono, Yusril Ihza Mahendra. Dari kalangan Muhammadiyah terdapat nama Malik Fajar, Sutrino Muhdam serta dari tokoh muslim populer lain adalah Emha Ainun Nadjib dan Nurcholis Madjid serta beberapa nama lainnya. Dalam team yang diundang Soeharto itu yang kemudian di media massa disebut team “sembilan wali” tak ada satupun dari elemen kekuatan non-islam. Dari sini sebenarnya terlihat sekali Soeharto ingin mempertegas kedekatannya dengan kalangan Islam. Dengan predisposisi politik Soeharto seperti itu lantas mengapa beberapa tokoh sentral Islam tetap mengambil sikap konfrontasi dengan pemerintahan Soeharto? Ada beberapa penjelasan untuk menjawab teka-teki itu:

(9)

pertaruhan prinsip kekuasaan yang demokratis dan hampir tidak lagi masalah perselisihan pure agama.

(10)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Hubungan negara dan agama dilihat secara ideologis harus diletakkan pada proporsinya sebagai pemikiran cabang, bukan pemikiran mendasar tentang kehidupan. Sebab pemikiran mendasar tentang kehidupan adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, serta tentang apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudah kehidupan dunia, dan hubungan antara kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelumnya dan sesudahnya. Agama hanya berlaku dalam hubungan secara individual antara manusia dan tuhannya, atau berlaku secara amat terbatas dalam interaksi sosial sesama manusia. Agama tidak terwujud secara institusional dalam konstitusi atau perundangan negara, namun hanya terwujud dalam etika dan moral individu-individu pelaku politik.

B. Saran

(11)

DAFTAR PUSTAKA https://docs.google.com/document/d/

19m7C_Bw2I2rMHsJiB959SXxk6io_hKmXGv3YzurfWlI/edit?hl=in https://www.google.co.id/webhp?

Referensi

Dokumen terkait

KAP’s products to the Company.. Perseroan membayarkan kepada para pemegang saham PT Agro Pratama sebesar Rp. Dengan demikian, Perseroan mengendalikan PT Agro

16 Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar fisika siswa yang diajarkan strategi scaffolding dalam penyajian problem solving

Biaya input non tradable , labor and landrate pada harga sosial adalah sama dengan privatnya, hal ini karena asumsi yang digunakan untuk suku bunga sosial dan

Penerimaan diri ibu dari anak autis adalah sikap positif yang.. dimiliki oleh seorang ibu dalam menerima keadaan diri

Abstrak-- Penelitian ini mengkaji konflik pertambangan di kawasan Torong Besi, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai konsekuensi dari protes masyarakat

Semua lembaga negara tersebut memiliki tugas dan fungsi yang berbeda beda tetapi memiliki tujuan yang sama,yakni mencapai tujuan nasional,yaitu melindungi segenap banggsa

Hal seperti itu dapat terjadi karena kebiasaan guru dalam menyajikan pembelajaran terlalu mengacu pada target pencapain kurikulum sehingga mengabaikan hal yang nampaknya sepele

Berdasarkan hasil validasi dan uji coba lapangan, mobile pocket book Fisika pada materi Fluida Statik dapat disimpulkan bahwa : Media yang dibuat memenuhi kriteria sangat baik