Indonesia dalam
Perdagangan Bebas
\
Disusun Oleh:
Usha Adelina Batari R
XII Sosial 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya tulis
“Indonesia dalam Perdagangan Bebas” ini dengan tepat waktu waktu.
Karya tulis ini berisikan tentang informasi kinerja Indonesia di dalam perdagangan bebas, penjelasan secara luas mengenai perdagangan bebas, serta
kebijakan-kebijakan yang selayaknya diambil pemerintah dalam menghadapi perdagangan bebas. Diharapkan Karya tulis ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang perdagangan bebas.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada Nurul, Maya, Hilda, Giscka, Tika, Nanda, Nabila, Defa, dan Tata yang telah menginspirasi penulis dalam penyusunan karya tulis ini, Ibu Tati Hayati selaku guru bahasa Indonesia penulis yang telah
membantu saya dalam banyak hal, dan semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Karya tulis ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Jakarta, 20 Februari 2012
Usha Adelina
Latar Belakang Masalah
Dari seluruh masalah ekonomi yang ada, masalah ekonomi yang paling umum ditemui adalah keterbatasan alat pemuas kebutuhan dibandingkan dengan kebutuhan manusia sendiri yang tidak terbatas jumlahnya. Sejak zaman purbakala hingga sekarang
manusia telah melakukan perubahan demi perubahan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dimulai dari proses food gathering dimana manusia pada saat itu hanya bisa hidup dengan bergantung pada alam sampai dengan proses food producing
yang menunjukan bahwa manusia telah berhasil menghasilkan makanannya sendiri tanpa harus bergantung pada apa yang telah disediakan oleh alam.
Manusia yang pada hakikatnya adalah mahluk sosial, dalam usaha-usaha pemenuhan kebutuhannya pun membutuhkan manusia lainnya, baik dari daerah yang sama
maupun dari daerah yang berbeda. Pada abad ke-19 sebelum masehi, ditemukan catatan yang membuktikan keberadaan koloni pedagang Assyria di Kanesh,
Cappadocia. Memasuki abad ke-16, terlihat dengan jelas telah terjadi perdagangan komoditas-komoditas dengan skala besar antara Negara-negara di eropa. Hal ini disebut dengan Perdagangan Internasional.
Namun, mengapa tetap terjadi kelangkaan barang dimana-mana meskipun penerapan Perdagangan Internasional telah berlangsung selama berabad-abad? Hal ini
disebabkan oleh kebijakan proteksionisme yang bersifat menghambat kelancaran jalannya perdagangan internasional yang dikenal dengan teori merkantilisme. Oleh karena itu, muncul pemikiran-pemikiran yang mendukung liberalisme dalam
perdagangan di dunia. Pemikiran-pemikiran tersebut antara lain dicetuskan oleh Adam Smith dan muridnya, David Ricardo.
Indonesia sebagai Negara berkembang yang terletak sangat strategis untuk melakukan perdagangan internasional telah melakukan perdagangan skala besar dengan banyak Negara seperti Cina dan Arab sejak datangnya bangsa-bangsa eropa yang berupaya mencari rempah-rempah untuk dijadikan komoditas perdagangannya. Di abad ke-21 ini, melalui AFTA dan ACFTA Indonesia terjun ke dalam kancah perdagangan bebas.
Para ahli ekonomi di Indonesia banyak yang menyatakan pro atau kontra terhadap sistem perdagangan bebas berdasarkan analisis dampaknya terhadap perekonomian di Indonesia. Dalam karya tulis ini, penulis mencoba menjelaskan perdagangan bebas secara lebih detail, dampaknya bagi Indonesia serta fakta-fakta mengenai persaingan Indonesia dengan Negara-negara lain dalam kompetisi ketat perdagangan bebas.
Dampak perdagangan bebas banyak menimbulkan reaksi dari ekonom-ekonom di Indonesia, baik yang pro maupun yang kontra terhadap sistem perdagangan bebas itu sendiri. Berikut adalah berbagai pertanyaan-pertanyaan yang sering timbul seputar perdagangan bebas:
Apakah itu perdagangan bebas?
Bagaimana dampak perdagangan bebas terhadap Indonesia sebagai Negara berkembang?
Apakah perdangan bebas dapat menyebabkan keterpurukan bagi perekonomian Indonesia?
Apakah Indonesia sudah siap untuk turut berpartisipasi dalam perdagangan bebas?
Apakah yang dapat dilakukan Indonesia agar dapat bersaing dalam perdagangan bebas?
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk menjelaskan lebih dalam
mengenai dampak dari sistem perdagangan bebas bagi Indonesia sebagai Negara berkembang sehingga masyarakat dapat memilih untuk bersikap pro atau kontra terhadap hal tersebut dan juga untuk memperluas pengetahuan masyarakat mengenai perdagangan bebas.
1.1 Perdagangan Bebas
Konsep dari perdagangan bebas timbul dari reaksi terhadap kebijakan-kebijakan proteksionisme yang dilakukan beberapa Negara yang mengakibatkan
ketidaklancarannya proses perdagangan antara Negara. Pencetus pertama dari konsep perdagangan bebas adalah Adam Smith dalam bukunya yang berjudul
“Wealth of Nations”. Melalui bukunya, Adam Smith sebagai bapak perekonomian liberal berpendapat bahwa teori-teori merkantilis sangat membatasi kuantitas perdagangan.
Perdagangan bebas sendiri adalah perdagangan tanpa kerumitan birokrasi atau hambatan-hambatan buatan dari suatu Negara yang bermaksud untuk
melindungi produksi dalam negeri seperti tariff, bea impor, kuota impor, dan lain-lain. Perdagangan bebas mengacu pada sistem liberalisme dalam
perekonomian, dimana perdagangan dilepas dalam suatu zona tanpa hambatan dan perdagangan tersebut berjalan sesuai dengan mekanisme pasar tanpa campur tangan pihak lain. Dapat dikatakan di dalam perdagangan bebas
terdapat hukum rimba yang seperti kita telah ketahui, berbunyi “Yang kuat yang bertahan”.
Konsep perdagangan bebas diterapkan dengan pengadaan kawasan
perdagangan bebas. Beberapa contoh perjanjian kawasan perdagangan bebas antara lain adalah:
AFTA (Asean Free Trade Area) yakni kawasan perdagangan bebas antara Negara-negara anggota ASEAN
NAFTA (North American Free Trade Area) yakni kawasan perdagangan bebas di Amerika Utara meliputi Amerika Serikat, Meksiko dan Kanada.
ACFTA (Asean-China Free Trade Area) yakni kebijakan perdagangan bebas tanpa hambatan antara Negara-negara anggota ASEAN dengan Republik Rakyat Cina dan baru saja mulai diterapkan Januari 2010.
CEFTA (Central Europian Free Trade Agreement) yakni perjanjian perdagangan bebas antara Negara-negara bukan anggota Uni Eropa yang terletak di Eropa Tenggara.
Sedangkan dari sisi negatifnya, perdagangan bebas dapat mengakibatkan dominasi dari negara yang kuat dalam perdagangan terhadap Negara-negara yang lemah, ketidaksiapan nsuatu Negara dalam menghadapi
perdagangan bebas mengakibatkan resesi ekonomi dari Negara tersebut, ketergantungan terhadap impor barang Negara lain, eksploitasi sumber daya alam dari suatu Negara, berkurangnya tenaga kerja professional karena banyak yang bekerja di luar negeri, serta matinya produk-produk lokal yang tidak mampu bersaing dengan produk-produk Negara lain.
1.2 Indonesia dalam Perdagangan Bebas
Partisipasi Indonesia di kancah perdagangan bebas masih merupakan berita hangat yang kerap dibicarakan di kalangan masyarakat. Januari 2010 merupakan langkah awal Indonesia untuk membuktikan kemampuannya dalam sistem perdagangan bebas melalui ACFTA yakni kawasan perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dengan Republik Rakyat Cina.
Melalui ACFTA, Indonesia mendapatkan tambahan suntikan dana dari para investor asing dan dana tersebut dapat diputar kembali untuk meningkatkan ekspor negara. ACFTA juga dapat meningkatkan volume perdagangan dan menambah cadangan devisa negara. Dan yang terakhir, ACFTA akan berpengaruh positif apda proyeksi laba BUMN secara agregat. Namun disamping itu, faktor laba bersih, presentase pay-out ratio atas laba juga menentukan besarnya deviden atas laba
BUMN. Keoptimisan tersebut timbul karena dengan adanya ACFTA, BUMN akan dapat memanfaatkan barang modal yang lebih murah dan dapat menjual produk ke Cina dengan tarif yang lebih rendah pula.
Namun, sejak berlakunya kebijakan dari ACFTA pada bulan Januari 2010, yang lebih menjadi perhatian dari masyarakat adalah kegagalan Indonesia dalam bersaing dengan negara lain. Hal ini membuat kita bertanya-tanya sudah siapkah Indonesia untuk bersaing dalam kawasan perdagangan bebas, tidak hanya dengan negara-negara satu benua, tapi juga dengan negara-negara-negara-negara Eropa yang notabenenya telah mengenal istilah perdagangan bebas sejak puluhan tahun yang lalu?
Absennya strategi yang kuat dari Indonesia dalam menghadapi ACFTA menjadi salah satu alasan yang dominan mengakibatkan gagalnya Indonesia dalam bersaing dengan negara lain. Indonesia lebih memilih mengeskpor barang mentah dengan harga murah yang semestinya dapat diolah menjadi barang jadi dan memiliki harga jual lebih tinggi. Akibatnya Indonesia malah harus mengimpor barang jadi dari negara lain yang sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri.
Berikut adalah dampak negatif yang Indonesia peroleh sejak berlakunya ACFTA:
Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, peran industri pengolahan mengalami penurunan dari 28,1% pada 2004 menjadi 27,9% pada 2008. Diproyeksikan 5 tahun kedepan penanaman modal di sektor industri pengolahan akan mengalami penutunan US$ 5 miliat yang sebagian besar dipicu oleh penutupan sentra-sentra usaha strategis IKM (Industri Kecil Menengah).
Pasar dalam negeri kalah bersaing dengan produk dari luar negeri yang kualitasnya yang bersaing dan dijual dengan harga murah. Sesuai dengan prinsip ekonomi manusia pada umumnya, masyarakat Indonesia sendiri pun akan membeli produk dengan harga yang lebih rendah meskipun produk tersebut merupakan produk impor dari negara lain. Karena tingginya jumlah produksi yang kalah bersaing, banyak usaha yang beralih menjadi pedagang atau importir dari produk-produk luar negeri saja karena menurut mereka menjadi importir lebih banyak membawa keuntungan. Hal ini sangat memperburuk keadaan karena bisa
mengakibatkan semakin merajalelanya produk luar negeri di pasar Indonesia.
Data menunjukkan bahwa tren pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke Cina sejak 2004hingga 2008 hanya 24,95%, sedangkan tren
pertumbuhan ekspor Cina ke Indonesiamencapai 35,09%. Kalaupun ekspor Indonesia bisa dikembangkan, yang sangat mungkin berkembang adalah ekspor bahan mentah, bukannya hasil olahan yang memiliki nilai tambah seperti ekspor hasil industri. Pola ini malah sangat digemari oleh Cina yang memang sedang “haus” bahan mentah dan sumber energi untuk menggerakkan ekonominya.
Terpangkasnya industri kecil menengah masyarakat yang tidak mampu bersaing dengan produk impor dari negara lain.
Kalau dibiarkan seperti ini secara terus menerus, tidak hanya di bidang ekonomi saja Indonesia harus mengalami keterpurukan tetapi juga kehidupan sosial masyarakat pada umumnya. Banyaknya usaha yang tutup dapat mengakibatkan meningkatnya pengangguran secara tidak langsung memicu peningkatan tingkat kerawanan sosial. Kejadian seperti tragedi di tahun 1998 sebagai dampak dari resesi ekonomi pemerintahan Soeharto dapat kembali terjadi.
PENUTUPAN
Ketidakterbatasan kebutuhan manusia dan hakikatnya sebagai mahluk sosial membuat manusia melakukan berbagai macam usaha untuk memenuhi kebutuhannya, salah satunya adalah dengan melakukan perdagangan internasional. Pengembangan selanjutnya dari perdagangan internasional adalah pengadaan perdagangan bebas yakni perdagangan antar-negara tanpa adanya pemberlakuan kebijakan proteksi yang dapat menghambat jalannya perdagangan itu sendiri. Indonesia telah terjun ke kancah perdagangan bebas sejak berlakunya ACFTA pada bulan Januari 2010. Namun, yang lebih banyak dirasakan adalah dampak negatif dari pemberlakuan ACFTA tersebut. Hal ini disebabkan oleh ketidaksiapan Indonesia dalam menghadapi kompetisi
perdagangan bebas dan kurangnya strategi dari perekonomian Indonesia.
Saran-Saran
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, absennya strategi kuat dari Indonesia mengakibatan gagalnya Indonesia dalam perdagangan bebas. Penguatan dari sisi internal lah yang patutnya dilaksanakan oleh Indonesia, bukan memberlakukan kembali kebijakan-kebijakan proteksi. Penguatan dari sisi internal yang dimaksud adalah seperti pemberian subsidi bagi usaha kecil menengah Indonesia sehingga mereka bisa
memproduksi barang-barang dengan biaya yang lebih rendah dan tentunya menekan harga jual produk tersebut dalam pasar internasional.
Selain itu, Indonesia harus meningkatkan intensitas pengolahan sumber daya alam yang dimiliki daripada hanya mengekspor barang mentah yang malah
mengakibatkan negara lain dapat menjual produk olahan dari bahan mentah yang mereka impor dari Indonesia dengan harga yang lebih bersaing, padahal seharusnya produk-produk tersebut dapat diproduksi di dalam negeri.
Kebijakan pemerintah dalam bidang moneter seperti devaluasi (menurunkan nilai kurs rupiah) juga dapat meningkatkan ekspor dan mengurangi impor Indonesia. Hal ini disebabkan karena masyarakat luar negeri menganggap produk Indonesia memiliki harga yang lebih rendah daripada produk lainnya. (e.g. Pada awalnya seseorang dengan uang US$10 hanya dapat membeli 2 spidol dari Indonesia. Ketika Indonesia memberlakukan kebijakan devaluasi, dengan uang US$10 seseorang tersebut jadi bisa membeli 5 spidol.)
Dan yang terakhir dan yang paling penting adalah standarisasi produk-produk dari Indonesia agar dapat bersaing dengan produk-produk luar negeri. Dengan adanya standarisasi, kualitas produk pun dapat tetap terjaga meskipun harus berproduksi dengan biaya yang rendah karena para pengusaha tersebut telah dibantu dengan pemberian subsidi produksi dari pemerintah.
http://en.wikipedia.org/wiki/Free_trade_area
http://www.scribd.com/doc/25830743/dampak-ACFTA-terhadap-perekonomian-Indonesia
http://perdaganganinternasionalfaperta.blogspot.com/2009/02/pengantar-perdagangan-internasional.html
http://www.anneahira.com/pengertian-perdagangan-bebas.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_bebas
http://id.wikipedia.org/wiki/Hambatan_perdagangan
http://www.antaranews.com/berita/1328597414/ilo-perdagangan-bebas-sangat-pengaruhi-lapangan-pekerjaan
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/01/30/perdagangan-bebas-di-indonesia/