• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPEKTASI MAHASISWA PAI FIAI UII TERHAD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EKSPEKTASI MAHASISWA PAI FIAI UII TERHAD"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Abstract

The purpose of this research is to examine the expectation of the students of Islamic Education Program of the Faculty of Islamic Studies of Islamic University of Indonesia concerning the relevance of the curriculum of the program with the challenges of Islamic education in the era of free trade in ASEAN and Asia Pacific as well as their views on the future challenges of the graduates of the program. The research was conducted using the descriptive-qualitative research method. The data was obtained from a sample of population totalling 158 students of the Islamic Education Program. The data were then analysed using a qualitative-descriptive method. The research found that the expectation of the students of Islamic Education Program concerning the relevance of the curriculum of the program with the challenges of Islamic education in the era of free-trade in ASEAN and Asia Pacific can be placed in the category of Desired Expectation. This shows that the Islamic Education Program of the Faculty of Islamic Studies of Islamic University of Indonesia has provided them with a curriculum that is relevant with the challenges of Islamic education in the era of ASEAN and Asia Pacific free trade.

Key words: expectation, curriculum, Islamic education

EKSPEKTASI MAHASISWA PAI FIAI UII

TERHADAP RELEVANSI KURIKULUM

PRODI PAI FIAI UII

DENGAN TANTANGAN PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM DI ERA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN

2015 DAN ASIA PASIFIK TAHUN 2020

Lukman

Dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Junanah

(3)

Pendahuluan

Indonesia pada saat ini menghadapi tantangan besar dalam upaya pembangunan sumber daya manusia, yaitu pasar bebas di akhir tahun 2015 dan 2020 nanti. Tahun 2015 adalah pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan pasar bebesar Asia-Pasifik (APEC). Indonesia harus menyiapkan pembagunan sumber daya manusianya, di antaranya menyiapkan menghadapi tantangan tersebut. Bukan hanya persiapan untuk bertahan menghadapi tantangan namun kalau mampu menyeimbangkan persaingan, atau bahkan memenangkan persaingan antara SDM bangsa Indonesia dengan SDM negara lainnya.

Upaya menyiapkan SDM dalam menghadapi tantangan tentu akan melalui peningkatan kualitas pendidikan yang ada. Karena memang sesungguhnya pendidikan adalah upaya terencana, sistematis, dalam proses penyiapan generasi muda untuk menjalani kehidupan di masa depan. Urgensi pendidikan dalam penyiapan SDM ini sesungguhnya telah menjadi perhatian bangsa dan pemerintah Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan semakin membaiknya pendidikan di Indonesia dari sisi anggaran dan sistem yang dibangun. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 4 disebutkan bahwa penyelenggaraaan pendidikan di Indonesia, di antaranya, harus berprinsip:

“Meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri, bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan.”

(4)

2013 dan rencana penerapan KKNI, namun pada masa berikutnya, saat pemerintahan berganti kebijakan pemberlakuan Kurikulum 2013 dan KKNI untuk sementara ditunda. Terlepas dari pro dan kontra tersebut, semuanya sepakat bahwa kebijakan dan operasionalisasinya harus bertumpu pada prinsip sebagaimana dalam UU Sistem Pendidikan Nasional.

Menurut Rochmat Wahab (2009), ada beberapa alternatif upaya bimbingan dan pendidikan yang diyakini mampu menghasilkan anak-anak yang kreatif, inovatif, dan unggul, sehingga mampu mengantarkan bangsa yang siap menghadapi tantangan masa depan. Pertama, mendidik anak dengan kasih sayang. Apapun bentuk bimbingan dan didikan orangtua dan guru seharusnya didasari rasa kasih sayang. Kedua, mengajar, membimbing dan mendidik anak dengan cara berpikir divergen, di samping cara berfikir konvergen. Memang anak-anak perlu diajar dan dididik berpikir konvergen yang diwujudkan dengan berpikir logis, linier, sistematis, dan rasional, jika anak-anak diharapkan dapat memiliki common sense dan nalar yang baik, namun yang juga tidak kalah pentingnya, anak-anak perlu didik dengan berpikir divergen, yang diwujudkan dengan berpikir, lateral, holistik, intuititif, dan kritis. Ketiga, membiasakan anak untuk belajar dengan menggunakan metode eksperimen, discovery learning, dan problem solving. Dengan terbiasa menggunakan metode-metode tersebut dalam pembelajarannya, diharapkan sekali anak-anak mampu meningkatkan kemampuan inovatifnya, sehingga mereka akan produktif dalam memecahkan masalah dalam kehidupannya di tengah-tengah masyarakat, di manapun dan kapanpun mereka berada.

Keempat, mendorong anak-anak untuk berprestasi optimal, sesuai dengan potensinya. Untuk itu apresiasi dan encouraging perlu terus dilakukan, serta insentif psikologis perlu diberikan, sehingga anak-anak bisa self-actualized dan fully functioning yang pada akhirnya mereka mampu menampilkan prestasi yang unggul, terlebih-lebih mereka mampu mengangkat keunggulan lokal (local genious).

(5)

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Hal ini adalah domain utama pendidikan agama untuk mewujudkannya. Pendidikan agama yang berhasil akan mengantarkan pribadi yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Iman dan akhlak mulia berlandaskan agama inilah yang pada gilirannya, sebagaimana kata H.A.R. Tilaar (2004: 146), akan mewujudkan:

“Agama yang menjadi penyejuk hati, yang menjadi penengah pertentangan etis, atau dalam perayaan momen-momen ketika suatu hubungan antar orang-orang yang tak saling kenal, justeru kaum agamawan mengisinya dengan nilai-nilai kemanusiaan.” Karakter inilah yang dibutuhkan untuk melandasi pribadi Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas. Melandasi pribadi yang mandiri, bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan. Sebuah pribadi yang utuh, seimbang, dan selaras, yang tidak ada sekat antara kehidupan ‘dunia’ dan kehidupan ‘akhirat’nya, yaitu pribadi yang antara di wilayah publik dan wilayah privatnya sama. Bukan pribadi yang yang menjadi domba di kala siang, dan menjadi srigala di malam hari, beriman di hadapan orang lain, munafik di kala sepi.

Para pakar pendidikan Islam dalam upaya meningkatkan efektivitas pendidikan Islam menggagas bentuk pendidikan yang kritis dan menghidupkan (Mochtar Buchori dalam Tim Direktorat Pendidikan Madrasah, 2010), yaitu pendidikan yang mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi umat manusia. Salah satu gagasan pendidikan yang kritis dan menghidupkan ini adalah dengan Pendidikan Islam Transformatif, yaitu pendidikan yang memadukan secara sinergis dan dialektis antara ilmu Bayani, Ilmu ‘Irfani, dan Ilmu Burhani, baik sebagai perspektif maupun metodologi (Mahmud Arif, 2008).

Menghadapi tantangan ini, Program Studi (Prodi) Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) sejak tahun 2010 mengembangkan kurikulum yang didesain untuk menghasilkan lulusan yang mempunyai kriteria: (1)

(6)

dan keterampilan keguruan yang profesional; (3) Confidence, yang berarti lulusan memiliki rasa percaya diri dan mampu mengaktualkan potensinya; (4) Communicative, yang berarti lulusan mampu berkomunikasi secara efektif, persuatif dan responsif; (5) Uswah, yang berarti lulusan berkepribadian, berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan yang baik.

Desain kurikulum ini diyakini mampu menghasilkan output pribadi yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mandiri, bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan. Sebagai guru, lulusan PAI FIAI UII berkompeten mengajar, membimbing, dan mendidik dengan: (1) kasih sayang; (2) cara berpikir divergen; (3) membiasakan anak untuk belajar dengan menggunakan metode eksperimen, discovery learning, dan problem solving; serta (4) mendorong anak-anak untuk berprestasi optimal, sesuai dengan potensinya. Output dengan kompetensi ini diyakini mampu untuk mengantisipasi tantangan masa depan, terutama tantangan terdekat, yaitu persaingan SDM pada perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan Asia-Pasifik.

Terkait dengan kurikulum dan kompetensi yang ingin dicapai di atas, PAI FIAI UII telah melakukan penelitian untuk melihat ekspektasi mahasiswa terhadap relevansi dan roadmap kurikulum PAI FIAI UII, terutama dalam hubungannya dengan tantangan terdekat, yaitu persaingan SDM di era Perdagangan Bebas Asean dan Perdagangan Bebas Asia Pasifik. Fokus penelitian adalah “Bagaimanakah ekspektasi mahasiswa PAI FIAI UII terhadap relevansi kurikulum Prodi PAI FIAI UII dengan tantangan pendidikan Agama Islam di era perdagangan be-bas ASEAN 2015 dan Asia Pasifik Tahun 2020?

(7)

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Ekspektasi

Secara etimologis, kata ekspektasi berasal dari kata “expectation” dalam bahasa Inggris yang berarti harapan. Berdasarkan wikipedi.com, ekspektasi adalah:

“what is considered the most likely to happen. An expectation, which is a  belief  that is centred on the  future, may or may not be realistic. A less advantageous result gives rise to the emotion of disappointment. If something happens that is not at all expected it is a surprise. An expectation about the behavior or performance of another person, expressed to that person, may have the nature of a strong request, or an order.” wikipedi.com

Definisi di atas menunjukkan bahwa ekspektasi  adalah apa yang dianggap paling mungkin terjadi, yang merupakan kepercayaan yang berpusat pada masa depan, realistis atau mungkin tidak realistis tentang perilaku atau kinerja seseorang yang sifatnya tuntutan, atau suatu perintah.

Padanan dalam bahasa Indonesia untuk kata ini adalah harapan. Ekspektasi menurut istilah  adalah harapan besar yang dibebankan pada sesuatu yang dianggap akan mampu membawa dampak yang baik atau lebih baik. Semakin besar ekspektasi kita terhadap sesuatu namun realitasnya berbanding terbalik dengan ekspektasi kita maka nilai dari rasa kecewa akan semakin bertambah besar. Hill (dalam Nia 2009: 35) mengatakan bahwa harapan adalah apa saja yang pengguna pikirkan harus disajikan oleh penyedia jasa. Harapan sendiri tidak muncul dengan begitu saja, atau juga bukan merupakan prediksi dari apa yang akan disediakan oleh penyedia jasa.

Santos & Boote (2003 dalam Tjiptono dan Chandra: 181-185) mengelompokkan hirarki (ekspektasi) dari yang tertinggi hingga yang terendah menjadi:

a. Ideal Expectation: tingkat harapan optimum atau terbaik yang diharapkan oleh pengguna yang dapat diterima.

b. Normative (Should) Expectation (Persuasion-Based Standart): tingkat kinerja (kesesuain) yang dirasa oleh pengguna yang seharusnya mereka dapatkan.

(8)

dapat diberikan produk/jasa tertentu. Santos dan Boote (2003) menyatakan bahwa desired performance merupakan perpaduan antara apa yang diyakini pelanggan dapat (can be) dan seharusnya (should be) diterima.

d. Predicted (will) Expectation (Experience-Based Norms): tingkat kinerja yang diantisipasi atau diperkirakan pengguna akan diterimanya, berdasarkan informasi yang diketahuinya.

e. Deserved (want) Expectation (Equitable Expectation): evaluasi subyektif pengguna terhadap investasi produknya Tipe ekspektasi ini berkenaan dengan apa yang setidaknya harus terjadi pada interaksi atau service encounter berikutnya, yakni layanan yang dinilai sudah selayaknya didapatkan pelanggan.

f. Adequate Expectation: tingkat ekspektasi batas bawah (lower level) dalam ambang batas kinerja produk atau jasa yang diterima pelanggan.

g. Minimum Tolerable Expectation: tingkat kinerja terendah yang bisa diterima atau ditolerir oleh pengguna.

h. Intorable Expectation: menyangkut tingkat kinerja yang tidak akan ditolerir atau diterima pelanggan. Standart ini bisa terbentuk sebagai hasil komunikasi gethok tular atau pengalaman pribadi yang tidak memuaskan, dimana pengguna berharap bahwa memori buruk tidak akan terulang lagi.

i. Worst Imaginable Expectation: scenario terburuk mengenai kinerja produk yang diketahui dan/atau terbentuk melalui kontak dengan media seperti TV, Radio, Koran, atau Internet. Melalui eksposur media (misalnya, liputan berita dan surat pembaca), pengguna mungkin saja mengetahui pengalaman-pengalaman buruk orang lain berkenaan dengan kinerja jasa. Pengguna ataupun keluarga dan kolega mungkin belum pernah mengalami langsung pengalaman buruk seperti ini, namun mereka tahu bahwa kasus-kasus buruk semacam itu memang ada dan bisa saja terjadi kepada mereka.

(9)

Tingkatan ekspektasi ini akan digunakan dalam penelitian ini untuk mengkategorikan hasil penelitian ini. Berada di kategori manakah relevansi kurikulum PAI FIAI UII dengan tantangan pasar bebas 2015 dan 2020.

2. Relevansi kurikulum

Relevansi kurikulum dalam penelitian ini diartikan sebagai hubungan atau kaitan sebagaiman contoh setiap mata pelajaran harus ada relevansinya dengan keseluruhan tujuan pendidikan. Relevansi termasuk dalah satu dari prinsip kurikulum. Nana Syaodih Sukmadinata (1997) berpendapat bahwa prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: (1) prinsip-prinsip umum, seperti relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; dan (2) prinsip-prinsip khusus, meliputi prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Pendapat Nana Syaodih Sukmadinata tidak berbeda dengan pendapat Wina Sanjaya (2008: 39) yang mengemukakan relevansi sebagai salah satu dari lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu: relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas. Prinsip relevansi merupakan prinsip paling dasar dalam sebuah kurikulum. Artinya apabila prinsip ini tidak terpenuhi dalam sebuah kurikulum, maka kurikulum tersebut tidak ada lagi artinya; kurikulum menjadi tidak bermakna.

(10)

di sekolah harus mampu memenuhi kebutuhan dunia kerja. Untuk memenuhi prinsip relevansi ini, maka dalam proses pengembangannya sebelum ditentukan apa yang menjadi isi dan model kurikulum yang bagaimana yang akan digunakan, perlu dilakukan studi pendahuluan dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan seperti melakukan survei kebutuhan dan tuntutan masyarakat; atau melakukan studi tentang jenis-jenis pekerjaan yang dibutuhkan oleh setiap lembaga atau instansi.

Tahun 2015 Indonesia akan memasuki pasar bebas yang disebut  economic borderless country, ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Berikutnya, Indonesia juga akan memasuki pasar bebas Asia Pasifik pada tahun 2020. Menurut Journal Human Capital (2015), setidaknya ada empat hal penting terkait pelaksanaan MEA 2015. Pertama, ASEAN sebagai pasar dan produksi tunggal. Kedua, pembangunan ekonomi bersama (ASEAN Economic development)Ketiga, pemerataan ekonomi, dan keempat perkuatan daya saing. Pada poin keempat perlu dicermati, dimana pentingnya penguatan infrastruktur kompetensi SDM yang ada di Indonesia untuk menjadi perhatian, sehingga Bangsa Indonesia dapat bersaing di kancah ekonomi tingkat ASEAN dengan memperbanyak kelembagaan sertifikasi profesi yang diakui secara nasional maupun internasional.

Menghadapi tantangan pasar bebas 2015 maupun tahun 2020 peneliti sepakat dengan M. Fathoni Hakim (2013) yang mengemukakan:

(11)

dan berdasarkan karakteristik masyarakat yang dinamis. Posisi pendidikan Islam di Indonesia idealnya adalah tetap menjaga nilai-nilai keagamaan yang dipeganginya selama ini, namun tidak meninggalkan perkembangan sains dan teknologi yang berkembang dewasa ini.

Pendapat di atas lebih menekankan tantangan pergeseran paradigma saat terjadi interaksi manusia dengan kebutuhan material menjadi materialistik sekuler.

Prodi PAI FIAI UII pada dasarnya sudah mengantisipasi hal ini sejak tahun 2009 dengan menenkankan local genius C4U, yaitu orientasi capaian lulusan yang capable, credible, confidence, communicative, uswah. Orientasi lulusan ini sudah disebar ke semua matakuliah di PAI sebagaimana dijelaskan pada subbab sebelumnya. Selain pergeseran paradigma, tantangan yang muncul dengan adanya pasar bebas adalah toleransi, keterampilan berkomunikasi, dan inferioritas.

a. Credible

Credible secara operasional dalam penelitian ini berarti mahasiswa berpotensi memiliki sikap amanah, intergritas, dan tanggungjawab dalam pendidikan Islam. Indikator potensi aspek credible ini adalah: (1) Memahami misi pendidikan Islam; (2) Mempertahankan pencapaian misi pendidikan Islam; (3) Meyakini mengajar PAI adalah misi mulia; (4) Bersungguh-sungguh dalam mengajar; (5) Mengajar PAI tidak hanya di sekolah; (6) Selalu mencari terobosan saat ada halangan mengajar PAI; (7) Berbuat yang terbaik untuk PAI; (8) Ingin memajukan PAI; (9) Tidak lupa mendoakan murid/santri/jamaahnya.

(12)

b. Capable

Capable secara operasional dalam penelitian ini lulusan memiliki kecakapan dan keterampilan keguruan yang profesional. Indikator potensi aspek capble ini adalah: (1) Mau Mengajar; (2) mampu menyusun RPP; (3) Mampu menerapkan model; (4) Mampu mendesain media; (5) Mampu membuat soal; (6) Berinteraski dengan guru lain; (7) Mampu beradaptasi; (8) Mampu berkomunikasi; (9) Mampu menerapkan PTK; (10) Mampu mengaplikasikan penelitian.

Secara umum, aspek Credible mendapatkan rata-rata sebesar 9,003. Nilai 9,003 termasuk pada kategori Normative (Should) Expectation (Persuasion-Based Standart), yaitu tingkat kinerja (kesesuain) yang dirasa oleh pengguna yang seharusnya mereka dapatkan. Hal ini memberikan pengertian bahwa kinerja Prodi PAI pada pengembangan aspek CAPABLE Sangat Sesuai dengan yang diinginkan oleh mahasiswa. Pada konteks penelitian ini mempunyai makna bahwa ekspektasi mahasiswa PAI terhadap Relevansi Kurikulum Prodi PAI FIAI UII dengan Tantangan Pendidikan Agama Islam di Era Perdagangan Bebas Asean 2015 dan Asia Pasifik Tahun 2020 pada aspek Capable adalah sudah Sangat Sesuai.

Hal ini memberikan pengertian bahwa kinerja Prodi PAI sesuai dengan yang diinginkan oleh mahasiwa dalam membangun aspek CREDIBLE. Pada konteks penelitian ini mempunyai makna bahwa ekspektasi mahasiswa PAI terhadap Relevansi Kurikulum Prodi PAI FIAI UII untuk Aspek CREDIBLE dengan Tantangan Pendidikan Agama Islam di Era Perdagangan Bebas Asean 2015 dan Asia Pasifik Tahun 2020 adalah sudah Sesuai.

c. Confidence

(13)

Hasil penelitian terhadap mahasiswa PAI FIAI UII setiap indikator mendapatkan rata-rata sebesar 8,21. Nilai 8,21 termasuk pada kategori

Desired Expectation, yaitu tingkat kinerja yang diinginkan pelanggan dapat diberikan produk/jasa tertentu. Hal ini memberikan pengertian bahwa kinerja Prodi PAI sesuai dengan yang diinginkan oleh mahasiwa dalam membangun aspek Confidence. Pada konteks penelitian ini mempunyai makna bahwa ekspektasi mahasiswa PAI terhadap Relevansi Kurikulum Prodi PAI FIAI UII untuk Aspek Confidence dengan Tantangan Pendidikan Agama Islam di Era Perdagangan Bebas Asean 2015 dan Asia Pasifik Tahun 2020 adalah sudah Sesuai.

d. Communicative

Communicative, secara operasional dalam penelitian ini berarti mahasiswa mampu berkomunikasi secara efektif, persuatif dan responsif. Indikator potensi aspek Communicative

ini adalah: (1) Mampu berkomunikasi dengan siapapun; (2) Mampu berkomunikasi dengan orang baru dikenal; (3) Mampu mengkomunikasikan ide; (4) Mampu meminta maaf; (5) Mampu menolak dengan baik; (6) Mampu menerima ide dari orang lain; (7) Mampu mempertahankan ide dengan baik

Secara umum, aspek Communicative mendapatkan rata-rata sebesar 8,36. Nilai 8,36 termasuk pada kategori Desired Expectation, yaitu tingkat kinerja yang diinginkan pelanggan dapat diberikan produk/jasa tertentu. Hal ini memberikan pengertian bahwa kinerja Prodi PAI sesuai dengan yang diinginkan oleh mahasiwa dalam mengembangkan aspek Communicative. Pada konteks penelitian ini mempunyai makna bahwa ekspektasi mahasiswa PAI terhadap Relevansi Kurikulum Prodi PAI FIAI UII untuk Aspek Communicative dengan Tantangan Pendidikan Agama Islam di Era Perdagangan Bebas Asean 2015 dan Asia Pasifik Tahun 2020 adalah sudah Sesuai.

e. Uswah

(14)

guru berkepribadian, tidak mudah larut; (4) Tidak cuek dengan kondisi sosial.

Hasil penelitian terhadap mahasiswa PAI FIAI UII setiap indikator di atas adalah Secara umum, aspek Uswah mendapatkan rata-rata sebesar 8,86. Nilai 8,86 termasuk pada kategori Normative (Should) Expectation (Persuasion-Based Standart), yaitu tingkat kinerja (kesesuain) yang dirasa oleh pengguna yang seharusnya mereka dapatkan. Hal ini memberikan pengertian bahwa kinerja Prodi PAI pada pengembangan aspek Uswah Sangat Sesuai dengan yang diinginkan oleh mahasiswa. Pada konteks penelitian ini mempunyai makna bahwa ekspektasi mahasiswa PAI terhadap Relevansi Kurikulum Prodi PAI FIAI UII dengan Tantangan Pendidikan Agama Islam di Era Perdagangan Bebas Asean 2015 dan Asia Pasifik Tahun 2020 pada aspek Uswah adalah sudah Sangat Sesuai.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian di atas, didapatkan bahwa seluruh aspek C4U yang merupakan operasionalisasi dari Kurikulum PAI FIAI UII yang relevan dengan pasar bebas Asean dan Asia Pasifik masing-masing sebagai berikut:

Tabel Hasil Penelitian C4U dan Kategori ekspektasi Mahasiswa

NO ASPEK KATEGORI EKSPEKTASI

1 Credible Desired Expectation

2 Capable Normative (Should) Expectation (Persuasion-Based Standart)

3 Confidence Desired Expectation 4 Communicative Desired Expectation

5 Uswah Normative (Should) Expectation (Persuasion-Based Standart)

(15)

PAI FIAI UII dapat meningkatkan ekpektasi mahasiswa pada tingkat Normative (Should) Expectation (Persuasion-Based Standart) dan

(16)

Daftar Pustaka

Aceng Kosasih dkk. 2009. Realita dan Ekspektasi Terhadap Subtansi Materi PAI, Metode Perkuliahan PAI dan Pembinaan IMTAQ bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi Umum di Jawa Barat. Jurusan Mata Kuliah Dasar Umum Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasonal.

Ahmad bin Muhammad bin Hambal. 1995. Al-Musnad. Darul Hadis Al-Qohiroh.

Arif, Mahmud. 2008. Pendidikan Islam transformatif. Yogyakarta: Penerbit LkiS.

Azra, Azyumardi. 2014. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Millenium III. Jakarta: Kencana dan UIN Jakarta Press.

Dahlan, Zaini dkk. 1995. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Gayatri Sukmaningtyas. 2010. Sikap dan Ekspektasi Mahasiswa Non Kependidikan Program Transfer IKIP PGRI Semarang Terhadap Profesi Guru. Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNNES.

Hakim, M. Fathoni. 2013. Asean Community 2015 dan Tantangannya Pada Pendidikan Islam di Indonesia. Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Human Capital Journal. 2015. Tingkatkan Kompetensi SDM dalam Menghadapi MEA 2015. Diakses melalui http:// humancapitaljournal.com/tingkatkan-kompetensi-sdm-dalam-menghadapi-mea-2015/ pada tanggal 17 Desember 2015.

Mattthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Qualitatif Data Analysis, (New York Sage Publication. 1984. Terj. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru, ( Jakarta: UI Press, 1992).

(17)

Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Remaja Rosda Karya: Bandung.

Rochmat Wahab. 2009. Anak dan Masa Depan Bangsa. Dikutip dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/rochmat-wahab-mpd-ma-dr-prof/anak-dan-masa-depan-bangsa0.pdf pada tanggal 7 November 2015.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tilaar, H.A.R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Direktorat Pendidikan Madrasah. 2010. Wawasan Pendidikan Karakter dalam Islam. Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah Kementerian Agama RI

Tjiptono, F., dan Chandra, Gregorious. 2011. Service, Quality, and Satisfaction. Ed 3. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Trianasari Angkawijaya & Yenny Sugiarti. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 20, Nomor 1, Juni 2014, hlm. 1-8. Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya.

(18)

Gambar

Tabel Hasil Penelitian C4U dan Kategori ekspektasi Mahasiswa

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, Malaysia mempedenalkan Dasar Pertanian Negara Ketiga DPN 3 ada menyatakan bahawa dalam usaha meningkatkan pengeluaran padi, ianya perlu meliputi rancangan meluaskan

Untuk itu, guru- guru MGMP Geografi Kota Depok meminta Program Studi Pendidikan Geografi untuk melatih keterampilan mereka dalam materi praktikum khususnya bidang

Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan pemeliharaan mesin yang dapat menentukan perencanaan

Terakhir Fandi Ramadhan Wiratama [8] dengan meneliti tentang analisis kepuasan pelanggan Bank Danamon Kantor Cabang Utama Semarang kepada nasabah menggunakan Algoritma

Penelitian ini akan menggunakan Skeletonema costatum dengan variasi perbedaan kepadatan sel inokulasi awal untuk diaplikasikan pada limbah batik dalam upaya

Kualitas air laut juga dapat ditinjau dari kandungan zat hara yang merupakan indikator dari kesuburan perairan dimana perairan Selat Bali memiliki kesuburan tinggi

Dari permasalahan di atas, ternyata ditemui seorang mahasiswa yang kemudian mengajukan pertanyaan lebih lanjut, ”Bagaimana bila sebuah segitiga akan dibagi menjadi dua bagian