• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISLAM DAN KESALEHAN MULTIKULTURAL TRANSF (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ISLAM DAN KESALEHAN MULTIKULTURAL TRANSF (1)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ISLAM DAN KESALEHAN MULTIKULTURAL:

TRANSFORMASI NILAI-NILAI ISLAM UPAYA MEWUJUDKAN TOLERANSI BERAGAMA PADA MASYARAKAT MULTIKULTURAL

NOMOR : MKIQ 0311 Pendahuluan

With population of approximately 206 milion and more than 1000 ethnic and sub

ethnic groups, Indonesia is undoubtedly one of the most ethnically and culturally

diverse caountries in the world. 2 “Dengan penduduk sekitar 206 juta dan lebih dari 1000 etnis dan sub kelompok etnis, Indonesia tidak diragukan lagi merupakan

salah satu negara yang paling beragam etnis dan budaya di dunia”. Sehingga,

semboyan bangsa kita “Bhineka Tunggal Ika” cukup memberikan gambaran

kepada siapapun akan pluralismenya bangsa ini.

Pluralisme yang dikemas dalam bingkai persatuan (tauhidul ummat) dalam

naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beragam budaya, agama,

suku, dan pemahaman menghiasi bumi pertiwi ini. Bahkan, menurut Karrel

Stenbrink sejarahwan berkebangsaan belanda menyatakan dunia memujinya akan

persatuan dalam keragaman ini, hidup dalam keramahtamahan yang dibingkai

dalam Bhineka Tunggal Ika.3

Pada tahun 1979, di kota Vatikan Roma, diadakan konferensi internasional

yang dihadiri oleh seluruh tokoh dan pembesar agama dunia. Dalam konferensi

tersebut terungkap, Indonesia merupakan negara percontohan dalam kehidupan

toleransi antar umat beragama. Bahkan Paus Paulus II pun mengatakan “Indonesia

1

Wahyu Saripudin jur. M anajem en Pendidikan Islam Fakult as Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung. M enulis kandungan ilm iah al-Qur’an Tk.PTAIN Se- Indonesia Pada Pekan Ilmiah Olahraga Seni dan Riset (PIONIR VI) di IAIN SM H Banten 22 Agust us 2013

2

Chang yau hoon “ asian et nhnicity” volum e 7, num ber2, june 2006 3

(2)

2

meskipun terdiri dari beragam suku bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama

namun hidup dalam kerukunan dan keramahtamahan.4

Keragaman beragama dapat dilihat dari presentasi penduduk yang

menyatakan diri sebgai pemeluk salah satu agama, sebagai berikut : Islam (88%),

kristen (6,11%), katolik (3,18%), hindu (1,79%), budha (0,61%) konghucu

(0,10%), dan lain-lain (0,11%).5 Dilihat dari keragaman suku, sebagai berikut:

Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai

(41,7%) dari total populasi, suku sunda (15,41%) dari total populasi, suku

Tionghoa Indonesia berjumlah sekitar (3,7%) dari total populasi, suku melayu

(3,4%), suku Madura (3,3%), suku Batak (3,0%), suku Minagkbau (2,7%), suku

betwi (2,5%), suku Bugis (2,5%), suku Arab-Indonesia (2,4%), suku Banten

(2,1%), suku Banjar (1,7%), suku Bali (1,5%), suku Sasak (1,3%), suku Makasar

(1,0%), suku Cirebon (0,9%). 6

Kemajemukan bangsa ini, disatu sisi merupakan aset kekayaan khasanah

budaya bangsa, namun disisi lain dapat menjadi potensi konflik tatkala tidak dapat

dikelola dengan baik dan tidak memiliki sikap yang proposional terhadap

kemajemukan ini. Kemajemukan yang memiliki potensi konflik tinggi dan sentral

yaitu isu yang berkenaan dengan kemajemukan beragama. Agama merupakan isu

yang sangat sentral dan cepat menimbulkan konflik dikalangan masyarakat.7

Kekaguman dunia internasional kini hanya tinggal kenangan, sebab

perbedaan suku bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama kini seringkali menjadi

pemicu dan pemacu lahirnya fanatisme buta, persaingan tidak sehat, perselisihan,

perpecahan bahkan gontok-gontokan yang meluluhlantahkan nilai-nilai persatuan

dan kesatuan yang selama ini para pendahulu kita bina. Sikap proposional dan

Proporsi populasi jumlah suku bangsa di Indonesia m enurut sensus 2000 (Surya dinat a 2007) 7

(3)

3

saling menghargai terhadap kemajemukan kini telah luntur serta kesalehan sosial

dalam kemajemukan bangsa pun telah memudar.

Kerusuhan demi kerusuhan muncul di berbagai daerah, kerusuhan atas

nama perbedaan ras/suku, perbedaan agama, perbedaan paham keagamaan,terus

bermunculan laksana cendawan dimusim hujan. Seperti yang terjadi di Sambas,

Sampit, Ambon, Poso, yang paling hangat kasus pengeboman Vihara di Jakarta

Barat. Menurut Setara Institut di Jakarta,terdapat berbagai kasus tiap tahunnya

yang berkenaan dengan masalah SARA terutama agama, terdapat 216 serangan

terhadap minoritas beragama pada tahun 2010, 244 kasus pada tahun 2011, 264

kasus pada tahun 2012. Di jarakarta menurut Wahid Institute,

mendokumentasikan 92 pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan 184

intoleransi pada tahun 2011.8 Padahal pelaku-pelaku kerusuhan tersebut adalah

orang-orang yang menyatakan diri sebagai pemeluk agama tertentu.

Ini merupakan gejala sosial yang harus dicari akar permasalahannya dan

harus dicarikan solusinya dengan berbagai pendekatan. Jika kita lihat kembali ke

atas, masalah yang paling sensitif dan sentral yaitu masalah/isu yang berkenaan

dengan keragaman agama. Sehingga muncul pertanyaan, apakah agama-agama

yang ada di dunia ini khususnya di Indonesia mengajarkan untuk selalu

memerangi atau memusuhi agama selain dari pada agama yang di anutnya?

Apakah agama (khususnya agama Islam) tidak mengakui adanya perbedaan dan

kemajemukan? Lalu,bagaimana konsep yang di bangun oleh agama dalam

membina umatnya dalam kemajemukan? Pertanyaan-pertanyaan ini hanya

sederhana namun cukup mendasar, dengan pertanyaan ini akan diketahui

penyebab dari gejala sosial sekaligus solusi alternatifnya.

Keragaman budaya dan agama ini harus menjadi kemaslahatan bukan

menjadi laknat bagi bangsa Indonesia. Islam adalah agama yang rahmatan lil

‘alaminn. Sehingga islam merasa perlu mendefinisikan kehadirannya dalam

konteks keragaman budaya dan agama, sekaligus menawarkan suatau harapan dan

8

(4)

4

perspektif keagamaan yang baru bahwa islam adalah seraut wajah yang tersenyum

smiling face of indonesian muslim, damai nir kekerasan.9 Tidak hanya konsep

agama yang rahmatan lil ‘alamin namun harus terimplementasikan oleh

pemeluknya (muslim) dalam hidup bernegara dengan keragaman kultur ini.

Nilai-nilai islam harus di transformasikan pada masyarakat multikultural sehingga

kesalehan sosial terwujud.

Kerangka Konseptual dan Ideal : Agama dan Budaya

Religion in welcher form sie auftritt bleibet das ideale bedurfnis der menschheit.10 “Agama dalam bentuk apa pun dia muncul,Tetap merupakan kebutuhan ideal

umat manusia”. Manusia, tanpa agama, tidak dapat hidup sempurna. Manusia

memerlukan agama bahkan merupakan fitrah dari kemanusian. Rasulullah

bersabda:

نﻮﺴﺤﺗ ﻞھ ءﺎﻌﺟ ﺔﻤﯿﮭﺒﻟا ﺞﺘﻨﺗ ﺎﻤﻛ ﮫﻧﺎﺴﺠﻤﯾ و ﮫﻧاﺮﺼﻨﯾ و ﮫﻧادﻮﮭﯾ هاﻮﺑﺎﻓ ةﺮﻄﻔﻟا ﻰﻠﻋ ﺪﻟﻮﯾ ﻻا دﻮﻟﻮﻣ ﻦﻣ ﺎﻣ ءﺎﻋ ﺪﺟ ﻦﻣ ﺎﮭﯿﻓ

...

“Seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian

(fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yg akan membuatnya menjadi Yahudi,

Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan yg dilahirkan dalam keadaan

selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat? ...” 11

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah12. Manusia memerlukan

bentuk kepercaan. Semua manusia mengakui adanya Tuhan. Pengakuan tersebut

itu sebagai bentuk dari kepercayaan. Disebabkan kepercayaan itu diperlukan,

9

Roni t abroni, dkk. M enggagas kesalehan M ult ikult ural di Jaw a Barat, Bandung, 2006 hal. 6

10

Anselm Von Feuerbach dikutif oleh Jalaludin Rahm at dalam islam alternatif,cet akan IV1991, hal. 36

11

HR. M uslim No 4803 12

(5)

5

maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan/agama yang

beraneka ragam dikalangan masyarakat.13

Secara hakikat/ transenden agama-agama samawi memiliki kesamaan,

yakni sama-sama lahir dari kebutuhan manusia akan bentuk kepercayaan.

Kenaeka ragaman bentuk kepercayaan itu merupakan suatu sunnatullah yang

tidak bisa dihindari. Firman allah dalam sural al-Maa’idah: 48

“...Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),

tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka

berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu

semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan

itu,”

Dalam kaitannya dengan manusia, agama seyogyanya tidak dipahami

sebagai seperangkat doktrin dan sistem moral ansich, yang terpisah dari manusia.

Agama, sebagaimana dipahami Zamakhsyari Dhofier dan Abdurarahman Wahid,

tidak mengandung nilai-nilai dalam dirinya, tetapi mengandung ajaran-ajaran

yang menanamkan nilai-nilai sosial pada penganutnya, sehingga ajaran-ajaran

agama tersebut merupakan salah satu elemen yang membentuk sistem nilai

budaya.14 Dalam kerangka ini, agama memberikan sumbangsih yang signifikan

dalam sistem moral maupun sosial masyarakat. Nilai-nilai agama dijadikan

pedoman hidup dalam kehidupnya way of life.15 Sehingga, agama secara

konseptual dan ideal bukannya membuat ketidak teraturan tetapi membuat

keteraturan bagi manusia. Nilai-nilai agama dikonstruk oleh penganutnya menjadi

nilai-nilai budaya, yang dipakai dan dipraktikan dalam kehidupan masyarakat

13

Nilai Dasar Perjuangan HM I BAB I 14

Dhofier, dkk. Penafsiran kembali ajaran agama; dua kasus dari jombang. 1978.Jakart a: LP3ES hal. 27

15

(6)

6

yang dimaksud.16 Intinya nilai-nilai agama jangan hanya sebatas ada dalam alam

idea saja (konsep), namun harus terimplementasikan dengan baik.

Kemanusiaan Yang Satu: Manusia Sebagai Spesies Surga

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Spesies merupakan satuan dasar

klasifikasi biologis; jenis. Meminjam istilah Habudin, Manusia diciptakan

olehAllah SWT sebagai spesies surga. Setan diciptakan sebagai spesies neraka.

Manusia pertama Nabi adam a.s. diciptakan dari tanah dan ditempatkan disurga.17

Dalam ajaran islam tentang awal kemanusiaan, dinyatakan bahwa

kemanusiaan dimulai dengan sosok Adam a.s. yang diciptakan Allah SWT dengan

sebaik-baiknya dan didalamnya ditiupkan dari ruh-Nya. Manusia kemudian

berkembang biak dari asal Adam a.s. dan istrinya Hawa.Maka,

perkembangbiakkan manusia datang dari sosok manusia yang satu (an-Nisa ayat

1).

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah

menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanyaAllah menciptakan

isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan

perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan

(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama laindan

(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan

mengawasi kamu”.

Anggota suatu keluarga adalah bentuk pluralitas dalam kerangka kesatuan

keluarga dan sebagai antitesis darinya. Pria dan wanita adalah bentuk puralitas

dari kerangka kesatuan jiwa manusia. Dalam kerangka kesatuan ini, terjadi

pluralitas dan perbedaan antara ras, warna kulit, umat, bangsa, kabilah, lidah,

bahasa, nasionalisme, dan perdaban. Seterusnya terdapat bermacam dan bergam

16

Dhofier, opcit . 17

(7)

7

pluralitas dalam kerangka kemanusiaan yang satu, yang seluruhnya kembali dan

menisbatkan diri kepada- Nya.18

Pluralitas dalam kerangka yang satu ini, dalam pandangan islam, adalah

satu “ayat (tanda kekuasaan)” dari ayat-ayat Allah SWT dalam penciptaan yang

tidak akan tergantikan dan juga tidak berubah. Kemanusian merupakan faktor

penyatu dan perbedaan adalah kemajemukan dalam kerangka kesatuansama- sama

dari sumber yang satu yakni Adam a.s. dan Hawa (spesies surga).

Inilah yang penulis makasud manusia sebagai spesies surga. Bukannya

mengutuk perbedeaan namun mencari kesamaan dan menjadikan perbedaan

sebagai motivasi untuk berlomba-lomba dalam melaksanakan amal saleh.

Manusia diciptakan Allah SWT sebagai spesies surga, namun amal perbuatan

yang dipengaruhi hawa nafsunya yang akan membedakan dan memisahkan nanti.

Iman dan amal salehnya yang akan allah perhitungkan kelak. Firman allah dalam

(Q.S. al-Baqarah: 62)

“ Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani

dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman

kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala

dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula)

mereka bersedih hati.”

Simpulan penulis terhadap ayat di atas adalah bukan agamanya/ identitas

keagamaannya yang di kedepankan, namun nilai dalam agama tersebut yang harus

dipegang dan dijalankan. Agama apapun, baik islam, yahudi (dizaman nabi Musa

sebelum datang nabi Isa), nasrani (di zaman sebelum datang Nabi Muhammad dan

shabiin (orang yang mengikuti syari'at nabi-nabi zaman dahulu atau

orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa) dalam kerangka pluralitas

syariat-syariat di bawah “kesatuan agama yang satu” perbedaan itu akan tetap

selamat dan mendapat pahala dari tuhan selama mereka berada dalam koridor

pokok yaitu: Pertama, Keimanan kepada tuhan yang maha satu, kedua. Keimanan

18

(8)

8

akan akhirat, pembangkitan, hisab dan pembalasan amal baik dan buruk,

Ketiga.Beramal saleh dalam kehidupan dunia.

Namun, bukan berarti untuk konteks hari ini semua agama sama. Ada

kesamaan secara hakikat yakni agama samawi. Jika dalam segi syari’at jelas ada

perbedaan. Syariat agama Yahudi itu benar pada zaman nabi Musa a.s., namun

menjadi tidak berlaku mansukh atau disempurnakan dengan datangnya nabi Isa a.s

dengan membawa syairatnya (Nasrani), pun demikian syariat nabi Isa (nasrani)

menjadi tidak berlaku mansukh dan disempurnakan dengan syariat yang dibawa

oleh Rasulullah saw. Yakni syariat islam.

Sebagai umat islam kita harus memegang teguh syari’at yang dibawa oleh

Rasulullah. Syari’at yang telah menyempurnakan syariat-syariat sebelumnya.

Keberadaan agama lain yang masih memegang syariat-syariatnya yang dahulu

harus dijadikan motivasi dalam melakukan amal shaleh memberikan kemanfaatan

kepada sesama manusia tanpa melihat agama atau budayanya.

Konflik antar umat beragama yang terjadi dimasyarakat biasanya terjadi

karena adanya fanatisme buta. Menjustifikasi bahwa yang benar hanyalah dia dan

kelompoknya, menafikan bahkan menjustifikasi agama/ paham keagamaan

selainnya adalah salah (finnar). Sesama penganut agama Islam pun justifikasi

benar/salah, surga dan neraka sering kali terlontar yang nota bene itu merupakan

awal dari perpecahan. Bahkan, mereka berani menghancurkan, membakar dan

memeranginya dengan landasan bahwa dia yang paling benar. Memaksakan

kehendak untuk sama dengannya.

Jika kita mengacu kepada ayat diatas tadi justru yang harus dikedepankan

adalah amal saleh yang di landasi keimanan. Pendekatan ini menggunakan

pendekatan teologi multikultural. Dengan pendekatan ini masyarakat akan

memiliki kesalehan secara kultural melihat perbedaan sebagai rahmat. Bahkan,

kita harus membuktikan bahwa agama islam adalah agama rahmatan lilalamin.

Umat muslim harus memberikan teladan dalam berakhlak menjadi pelopor dalam

(9)

9

Menurut Jalaudin rahmat, Agama terbagi dua yakni secara konseptual dan

secara aktual. Secara konseptual semua agama mengajarkan tentang kebaikan

nilai-nilai kebenaran yang diakui secara universal. Prinsipnya tidak ada agama

manapun terutama agama samawi yang mengajarkan ketidak baikan,

penghancuran, penistaan. konsepnya semua agama adalah membuat keteraturan

dalam kehidupan. Sedangkan agma secara aktual yakni implementasi

keberagamaan seseorang di dalam kehidupannya.

Jelas, implementasi keberagamaan seseorang sangat dipengaruhi oleh latar

belakangnya. Dipengaruhi oleh pendidikannya, ilmu pengetahuannya,

lingkungannya, juga oleh hawa nafsunya. Inilah yang nanti akan merubah

manusia dari asalnya spesies surga berubah menjadi spesies neraka bersama

syaitan (laknatullah ‘alaih) dengan mengikuti hawa nafsunya melanggar syariat/

ajaran agamanya.

Multikulturalisme Perspektif Islam

Menurut Abraham Maslow dalam teori of human motivation bahwa

kebutuhan dasar manusia (basic needs) yang keempat adalah pengakuan/

penghargaan. Pengingkaran masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui

merupakan akar dari ketimpangan diberbagai bidang kehidupan). Islam adalah

agama yang mengakui dan menghargai perbedaan, bahkan perbedaan di dalam

islam adalah sebuah rahmat. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan

sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan

kemanusiaannya.19 Maka, konsep multikulturalisme itu sesuai dengan ajaran islam

dalam memandang keragaman. Konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif

fungsinya bagi kehidupan manusia.

Kaum muslimin adalah umat yang bersatu utuh mereka hidup

berdampingan dengan kelompok-kelompok masyarakat yang lain.(piagam

madinah 1)20. Demikian Rasulullah telah memberikan contoh hidup

19

Choirul M ahfud. Pendidikan M ultikult ural. Pust aka pelajar cet akan VI 2013

20

(10)

10

bernegaradalam keragaman kultur. Sehingga sampai hari ini dunia mengakui akan

keberhasilan konsep negara yang dibangun oleh Rasulullah saw yang kita kenal

dengan masyarakat madani (civil sosiety).

Pun demikian multikulturalisme yang dibangun bangsa kita ini harus

mengacu pada konsep yang dibangun Rasulullah SAW. Mengakomodir

kesetaraan budaya dan umat lain sehingga meredam konflik vertikal dan

horizontal dalam masyarakat yang heterogen dimana tuntutan akan pengakuan

atas eksistensi dan keunikan budaya, kelompok, etnis sangat lumrah terjadi.

Muaranya adalah tercipta suatu sistem budaya (culters system) dan tatanan sosial

yang mapan dalam kehidupan masyarakat yang akan menjadi pilar kedamaian

sebuah bangsa.

Dalam syariat-syariat dan manhaj-manhaj, dan selanjutnya

peradaban-peradaban (terutama umat-umat yang menerima risalah-risalah agama) terdapat

pluralitas yang dipandang oleh Al-Qur’an sebagai pokok yang konstan, kaidah

yang abadi, dan sunnah ilahiah , yang berfungsi sebagai pendorong untuk saling

berkompetisi dalam melakukan kebaikan, berlomba menciptakan prestasi yang

baik dan sebagai motivator yang mengevaluasi dan memeberikan tuntunan bagi

perjalanan bangsa-bangsa pemilik peradaban-peradaban dalam menggapai

kemajuan dan ketinggian mereka. Ia adalah sumber dan motivator terwujudnya

vividitas kreativitas (penggambaran yang hidup) yang terancam keberadaanya jika

tidak terdapat perbedaan dan kekhasan masing-masing peradaban itu21. (Hud:

118-119)

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat

yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat, Kecuali orang-orang

yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka.

kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan

memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.”

21

(11)

11

Dalam menafsirkan ayat ini, Al-Qurtubi dalam al-jam’i li ahkamil qura’an

mengatakan bahwa perbedaan, kemajemukan, serta pluralitas dalam

syariat-syariat dan manhaj-manhaj itu sebagai conditio qua non (keadaan atau syarat yang

sangat diperlukan) dalam penciptaan makhluk. Mereka berkata, “makna ‘dan

untuk itulah Allah menciptakan mereka’ seakan-akan pluralitas itu sebagai

illatsebab keberadaannya wujud ini.22

Atas dasar adanya pengakuan mengenai pluralisme budaya dan agama,

maka dalam kedua ayat (Qs. 2:148 dan Qs. 5: 48) dimunculkan konsep

perlombaan dalam kebaikan, “maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat

kebaikan”. Dalam kedua ayat itu, perlombaan bersifat umum namun ditujukan

bagi manusia yang secara alamiah ditakdirkan mengalami perbedaan agama

maupun suku bangsa.

Ayat ini sesuai dengan konsep multikulturalisme yang tidak

mempersoalkan perbedaan, tetapi mementingkan berbuat kebaikan. Karena itu,

kata-kata “kullin” (2:148) dan “likullin ja’alna (5: 48)” diatas sebagai

“masing-masing umat beragama”. Rasyid ridha, sebagaimana dikutip Roni, mengatakan.

“... jadi, syariat yang berbeda-beda itu harus dipertimbangkan sebagai alasan

untuk berlomba-lomba dalam amal saleh, dan bukan alasan untuk permusuhan

dan persaingan dalam berbuat yang tidak baik”. Bahkan dalam konteks teologis,

allah (Qs. 60: 6) tidak melarang umat islam melakukan aktivitas sosial dengan

umat lain, selama mereka tidak berbuat jahat23.

Dalam hal kebangsaan dan suku yang plural, islam memerintahkan agar

hal ini dipergunakan dalam membangun hubungan ta’aruf (saling mengenal)

diantara masing-masing pihak yang berbeda-beda itu. Bahkan al-Qur’an

menegaskan, keragaman etnis, agama, dan budaya adalah sebuah keniscayaan

yang merupakan kehendak tuhan sendiri sebagai sunnatullah. Allah tidak melihat

perbedaan dari etnis manapun bahkan pengakuan dari agama manapun tapi yang

allah lihat adalah ketakwaanya. Firman allah (QS. Al- Hujarat:13).

22

Al-Qurt ubi, al-jam ’i liahkam Al-Qur’an. Kairo: Darul kut ub, juz 9, hlm 114-115. 23

(12)

12

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan

bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang

paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara

kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Saling mengenal merupakan bentuk dari kesalehan multikultural. Dari

saling mengenal itulah toleransi antar umat, toleransi antar agama akan tercipta.

Satu sama lain saling memahami dan memaklumi perbedaan yang ada.

Namun, toleransi bukan berarti menghilangkan batas-batas yang telah

ditentukan. Islam mempunyai konsep yang jelas dan tegas dalam membedakan

antara toleransi muamalah (sosial) dengan toleransi akidah. Dalam masalah

muamalah kita harus memiliki sikap tasamuh (toleransi), tapi dalam masalah

akidah dan ibadah, islam dengan tegas mengatakan lailaha illallah Muhammad

rasulullah sampai tetes darah penghabisan kita harus tetap istiqomah. Firman

allah (Q.S. Al- Kafirun 1-6) :

“Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa

yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.Dan

aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,Dan kamu tidak

pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.Untukmu agamamu,

dan untukkulah, agamaku.”

Jika kita kaji sababun nuzul ayat di atas, menurut Imam as-Suyuti dalam

lubabun nuqul fi asba al-nuzul adalah berkenaan dengan ajakan kafir quraisy

kepada rasul untuk bergantian menyembah tuhan masing-masing. Satu tahun

menyembag Allah, satu tahun menyembah berhala. Dijelaskan juga oleh Imam

Ali As- Shabuni dalam shafwat at-Tafasir, Tatkala itu, turun ayat tadi yang

(13)

13

"ﺪھﻮﺗ ﻲﻟو ﻢﻜﻛﺮﺷ ﻢﻜﻟ يا ﻦﯾﺪﻟا ﻲﻟو ﻢﻜﻨﯾد ﻢﻜﻟ “bagi kamu kemusyrikanmu dan bagi aku keyakinanku "24 . Namun demikian islam melarang kita untuk mengganggu

aqidah agama lain.

Sejarah membuktikan, agama Alkhaton masuk ke Mesir dengan

menghancurkan tempat-tempat ibadah “amon”, agama Kristen masuk ke Mesir

dengan membunuh penganut agama mesir kuno, agama romawi paganis masuk ke

Mesir dengan membunuh penganut kristen koptik, islam masuk ke Mesir tidak

satu pun rumah ibadah yang dibakar, tidak seorang pun pendeta yang dibantai.25

Bahkan rasulullah dengan tegas bersabda : ﻰﻧاذا ﺪﻘﻓ ﺎﯿﻣذ ىذا ﻦﻣ “siapa saja yang

menyakiti kafir dzimi sungguh telah menyakitiku”

Sejarah tersebut menunjukan bahwa islam bukan agama sadis, islam bukan

agama bengis, bahkan islam bukan agama teroris, sebagaimana dituduhkan

orang-orang kafir dan barat saat ini. Tapi islam adalah agama rahmatan lilalamin.

Dengan demikian jika akhir-akhir ini terjadi pengeboman seperti di legian kuta

bali, hotel mariot, kedubes australia dan Vihara di jakarta barat yang diselidiki

dilakukan oleh orang-orang yang beragama islam. Jelas, penulis tegaskan itu

bukan ajaran islam, tapi itu hanya sekelompok orang yang memiliki kepentingan

tertentu danipengaruhi faktor-faktor yang menuntut mereka berbuat demikian.

sebagai bentuk perlawanan imperialisme politik barat dan adanya ketidak adilan.

Islam Membentuk Kesalehan Multikultural Ummat

Menurut Abdul Munir Mulkhan, Kesalehan merupakan suatu tindakan

yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain, serta dilakukan atas kesadaran

ketundukan pada ajaran Tuhan. Amal saleh merupakan implementasi/aplikasi dari

keimanan seseorang yang dilakukan secara sadar dan ikhlas26. Sedangkan

kesalehan dalam multikultural merupakan penegasan bahwa kegunaan tindakan

24

M uhamm ad ‘Ali Ash-Shabuni, Shafw at at -t afasir, M ekah: dar al-Fikr, 1976 25

Amirullah Syarbini, opcit , 145. 26

(14)

14

saleh itu berdimensi terbuka melampaui batas-batas etnis, kebangsaan, paham

keagamaan, dan kepemelukan suatu agama tertentu. 27

Isu global yang terus didengungkan oleh PBB adalah perdamaian

diseluruh dunia. Di timur maupun di Barat harus mematuhi Resolusi Dewan

Keamanan PBB yang mengamanatkan kepada seluruh negara di dunia untuk

tunduk dan patuh demi menciptakan perdamaian abadi. Tetapi kenyataannya,

perang adalah perang.

Perang merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari akibat

konflik antar negara, bahkan antar etnis seringkali dipicu oleh masalah-masalah

sepele. Namun terdapat nuansa kemanusiaan yang dijatuhkan atau seringkali

disalah fahami, sehingga muncul istilah genocide (permusuhan etnis).28 Resolusi

PBB belum dapat berhasil dalam membentuk kesalehan bangsa-bangsa dalam

keragaman. Karena bukan atas landasan keimanan resolusi tersebut dibuat namun

atas dasar kepentingan politik.

Dalam hal ini Islam mempunyai dasar-dasar pemikiran dalam menciptakan

kesalehan multikultural. Kesalehan tanpa batas teritorial, tanpa batas etnis dan

tanpa batas apapun. Sesuai dengan namanya islam berarti damai, sama sekali

tidak diperbolehkan menebar kebencian kepada siapapun. Akar dari permusuhan

dan konflik dilatarbelakangi dengan kebencian. Firman allah (Q.S. al-An’am ayat

108 :

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah

selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas

tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik

pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia

memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Khalid Abdurrahman al-Aki dalam shofwat al-Bayan Lima’an al-Qur’an

menjelaskan : ﻢﮭﻣ ﺎﻨﺻا و ﻦﯿﻛﺮﺸﻤﻟا ﺔﮭﻟا اﻮﺒﺴﺗ ﻻ يا "janganlah kamu menghina

27

Roni, dkk. Opcit , hal. 16 28

(15)

15

sembahan kaum musyrik dan berhala-berhala mereka".29 Dengan demikian firman

allah tadi mengajarkan kepada ummat agar tidak menghina, melecehkan dan

memerangi ajaran agama lain. Biarkanlah kaum kristiani mengamalkan ajaran

cinta kasih, Isa almasih. Umat hindu mengamalkan Veda-vadenta, Resi Agatya.

Demikian juga umat budha menjalankan ajaran Dharma Shidarma Gautama.

Selama mereka tidak mengganggu dan memerangi kaum muslim.

Dalam membentuk kesalehan multikultural ummat islam menanamkan

nilai toleransi yang tinggi terhadap agama dan budaya lain, menanamkan nilai

supaya menghargai agama lain.Dimulai dari menghargai sikap dan prilaku yang

lainnya akan mengikutinya. Kesalehan sosial yang dikedepankan oleh kaum

muslim. Perbedaan dan kemajemukan dijadikan sebagai motivator untuk

menghadapi ujian, cobaan, kesulitan, berkompetisi, dan berlomba-lomba dalam

berkarya dan berkreasi di antara masing-masing pihak yang berbeda dalam

syariat, manhaj, dan peradabannya. Dalam kesalehan Multikultural ini pula amal

saleh seorang muslim tidak dibatasi oleh etnis, suku, budaya bahkan agama.

Namun, berbuat saleh (konteks sosial) kepada siapapun.

PENUTUP

29

(16)

16

Inti dari konflik yang bersumber dari masalah agama disebabkan karena

fanatisme buta. Menjustifikasi orang/ agama selain dari padanya adalah salah.

Sehingga tidak akan ada titik temu jika semua agama/ semua budaya

menjustifikasi hanya agama dan budayanya lah yang paling benar.

Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin hadir memberikan

perspektif keberagaman yang moderat melihat perbedaan agama/ budaya lain

sebagai sebuah keniscayaan dan ujian bagi pemeluknya. Tidak menjustifikasi

bahkan menghina agama / budaya lain tetapi duduk bersama dan memberikan

sikap yang terbuka (inklusif).

Transformasi nilai-nilai islam merupakan langkah untuk menciptakan

suasana dan sikap keberagaman yang moderat (pertengahan) yang tidak

memaksakan kehendak atas nilai-nilai yang lain. Transformasi bukan berarti

merubah nilai agama yang ada tetapi berusaha berdialek dengan nilai-nilai budaya

lain. Sehingga kesalehan individu tidak terbatasi oleh etsnis, agama, budaya tetapi

saleh tanpa batas.

Saling mengenal merupakan salah satu bentuk dari kesalehan seorang

individu terhadap keragaman yang ada. Dengan mengenal maka akan timbul

konsekeunsi selanjutnya yakni saling memahami dan menghargai. Ketika sikap

saling memahami dan menghargai telah tumbuh dalam diri bangsa ini niscaya

kesalah pahaman dan konflik relatif tidak akan ada. Keragaman budaya dan

agama tidak akan menjadi permasalahan namun menjadi indah laksana harmoni

perbedaan nada gitar yang dipetik dengan baik. Cita-cita bangsa ini serta

semboyan bangsa ini kembali kita gapai dan kita rasakan.

Perbedaan harus dijadikan sebagai motivasi untuk berlomba-lomba dalam

melaksanakan amal saleh (kebajikan) dengan landasan keimanan.Masalah surga

dan neraka Tuhan yang menentukan. Masuknya seseorang ke surga bukan

pernyataan dirinya sebagai orang yang rajin beribadah atau pernyataan diri

sebagai pemeluk islam “Islam KTP” namun, karena rahmat Allahlah yang akan

(17)

17

identitas yang mengakukan dirinya sebagai pemeluk agama tertentu harus

mempertimbangkan kembali apakah yang dilakukannya sudah sesuai dengan

aturan agamanya, Atau hanya mengatasnamakan agama.

(18)

18

Agus Pahrudin,dkk. 2009. Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia. Jakarta:

Balai Penelitian dan pengembangan Agama.

Al-Qurtubi, al-jam’i liahkam Al-Qur’an. Kairo: Darul kutub, juz 9

Chang Yau Hoon.2006. Assinilation, multicultiralism, Hybridity: The Dilemmas

of the Etnich Chinise in Post-Suharto Indonesia. Jurnal Asian Ethnicity. Volume

7, number 2.

Dhofier, dkk.1978. Penafsiran kembali ajaran agama; dua kasus dari jombang.

Jakarta : LP3ES

Imarah, Muhammad. 1999. Islam dan Pluralitas: perbedaan dan kemajemukan

dalam bingkai persatuan. Terjemahan. Jakarta: Gema insani press.

Hamid, Salahudin. 2003. HAM Dalam Perspektif Islam. Cetakan II Jakarta:

Amisco.

Khalid ‘Abdurrahman al-‘Aqi. 1978. Shafwat al-bayan li ma’ani al-Qur’an.

Kairo: Dar al-Salam.

Mahfud, Choirul. 2013. Pendidikan Multikultural. cetakan VI. Yogyakarta:

Pustaka pelajar.

Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni. 1976. Shafwat at-tafasir. Mekah: dar al-Fikr.

Mulkhan, Abdul Munir.2005. Kesalehan Multikultural,jakarta. Jakarta: PSAP.

Rahmat, Jalaludin. 1991. Islam Alternatif: ceramah-ceramah di Kampus. Cet

IV.Bandung: Mizan.

Roni tabroni, dkk.2006. Menggagas kesalehan Multikultural di Jawa Barat,

Bandung: LPTQ JABAR.

Paisun.2010. Dinamika Islam Kultural: dialektika islam dan budaya lokal

madural. jurnal el-Harakah, vol. 12 no. 2.

Syarbini, Amirullah. 2007. Membudyakan Toleransi Antar Umat Beragama”.

Banten: LPTQ BANTEN.

Referensi

Dokumen terkait

Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktu untuk

Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim tuntutan agar Putusan ini dapat dijalankan terlebih dulu meskipun ada upaya hukum verzet, banding maupun upaya hukum lainnya atau

Koefisien-koefisien yang dihasilkan ini selanjutnya akan menjadi nilai-nilai dari variabel bebas yang akan digunakan untuk membentuk model regresi bersama dengan variabel respon

Dari ekspresi utama dapat di turunkan menjadi berbagai macam ekspresi yang disebut sebagai ekspresi kompleks Ekspresi wajah pada sebuah karakter membuat karakter tersebut

Eusebius A.Y.S Arvidy Universitas Sanata Dharma 2019 Penelitian ini bertujuan untuk: 1 menganalisis desain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP yang dibuat oleh guru akuntansi di

Maka kami (penulis) membuat aplikasi buku tamu berbasis web, dengan Aplikasi Buku Tamu Berbasis Web yang telah kami buat kembali diharapkan dapat membantu Dinas

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur didorong utamanya oleh komponen Konsumsi yang pada triwulan III-2008 ini mampu tumbuh lebih tinggi.. Di sisi lain,

Perkembangan jiwa keagamaan anak dipengaruhi oleh citra anak terhadap bapaknya (Jalaludin & Said Usman, 1994: 209). Jika seorang bapak menunjukkan sikap dan tingkah