• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA PARIWISATA YANG TAK TERLUPAKAN SEB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKNA PARIWISATA YANG TAK TERLUPAKAN SEB"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

 

Tema 

“PENINGKATAN KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE DIY” 

Makna “Pariwisata Yang Tak Terlupakan” Sebagai Strategi 

Mendatangkan Wisatawan Ke Jogjakarta 

Oleh: Erda Rindrasih 

ABSTRAK.  

Pengalaman  berwisata  telah  menjadi vocal  point dalam  berbagai  penelitian  pariwisata  dan  manajemen. Ketika para akademisi sibuk menghitung jumlah kunjungan wisatawan dan mencari  cara  supaya  memperbanyak  jumlah  kunjungan  wisatawan,  tulisan  ini  mengupas  tentang  bagaimana  supaya  wisatawan  memiliki  pengalaman  berwisata  yang  tak  terlupakan,  spesial,  spektakuler,  pas,  dan  selalu  terkenang.  Tentu  saja  hal  ini  akan  membuat  mereka  bercerita  kepada orang lain pengalaman mereka yang tak terlupakan tersebut. Tulisan ini didasarkan pada  penelusuran  kepustakaan,  catatan  pribadi,  kliping  dan  hasil  interview  dengan  respondent  yang  terbatas. 

Kata Kunci: tak terlupakan, pengalaman, pariwisata, intimasi   

 

PENDAHULUAN   

Pariwisata  telah  diakui  secara  internasional  sebagai  sektor  penting  dalam  ekonomi,  sosial  dan  politik  sebuah  bangsa.  Keberhasilan  sektor  pariwisata  kerap  kali  diukur  dari  jumlah  kunjungan  wisatawan, lama tinggal wisatawan dan biaya yang dibelanjakan selama mengunjungi destinasi.  Sehingga perencanaan pariwisata selama ini beramai ramai menyoroti tentang target target yang  bersifat  material  dan  terukur  dengan  nominal.  Hal  ini  digunakan  untuk  memenuhi  kepentingan  ekonomi maupun sosial. 

 

Tinjauan  tentang  aspek  kualitas  pelayanan  pariwisata  masih  terbatas.  Berbagai  perencanaan  tentang  pariwisata  selalu  diarahkan  untuk  memberikan  dampak  yang  positif  bagi  lingkungan,  sosial  dan  ekonomi.  Namun  kadang  kala  kita  lupa  tentang  dampak  bagi  wisatawan  yang  mengunjungi  destinasi  wisata  itu  sendiri.  Penelitian  tentang  destinasi,  tentang  pasar,  tentang  industri dan segala elemen pariwisata telah banyak dihasilkan oleh ahli ahli pariwisata di Negara  ini.  Namun,  Indonesia  masih  tertinggal  dalam  pengembangan  pariwisata  dibandingkan  dengan  negara  tetangga.  Peneliti,  praktisi,  pemerintah  biasanya  menjelaskan  ketertinggalan  kepariwisataan  Indonesia  disebabkan  oleh  buruknya  manajemen  destinasi,  rendahnya  kualitas  pemasaran dan promosi, dukungan infrastruktur dan fasilitas yang miskin, kurangnya dukungan  dari pemerintah lokal atau masyarakat. Sehingga tinjauan tentang kualitas pelayanan itu sendiri  masih terbatas. 

 

(2)

 

Yogyakarta  sebagai  salah  satu  destinasi  penting  di  Indonesia  harus  mampu  mengambil  peran  menjadi  destinasi  yang  tak  terlupakan  bagi  wisatawan.  Berdasarkan  uraian  dari  Badan  Statistik  (2012) menunjukkan bahwa Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel bintang di Provinsi DIY secara  rata rata bulan Oktober 2012 sebesar 62,43 persen. Rata rata lama menginap wisatawan di hotel  bintang  di  Provinsi  DIY  pada  bulan  Oktober  2012  sebesar  1,79  malam  atau  mengalami  peningkatan  0,04  malam  dari  rata  rata  lama  menginap  bulan  sebelumnya.  Fakta  ini  dapat  dikategorikan  rendah  dibandingkan  dengan  rata  rata  lama  tinggal  wisatawan  di  Indonesia  yaitu  2,8 hari. Dimana sebagai perbandingan rata rata lama tinggal tertinggi di dunia adalah India yaitu  31,2 hari . 

 

Tulisan  singkat  ini  bermaksud  untuk  mengulas  dengan  pendekatan  essay  bebas  tentang  bagaimana membuat wisatawan merasa nyaman di suatu tempat wisata, dan memiliki kenangan  untuk  kembali  dan  membawa  serta  keluarga dan handai tolannya ke Indonesia pada umumnya  dan  Jogjakarta  pada  khususnya.  Bagaimana  menemukan  cara  supaya  wisatawan  lebih  betah  berlama  lama  di  sebuah  obyek  wisata.  Untuk  memenuhi  data  data  dan  analisis  penulis  melakukan  penelusuran  kepustakaan,  koran,  catatan  pengalaman  pribadi  selama  mengunjungi  negara negara lain dan hasil wawancara tak terstruktur dengan wisatawan asing yang datang ke  Jogjakarta. 

 

TINJAUAN PUSTAKA   

Pengalaman  pariwisata  di  artikan  bermacam  macam  oleh  para  ahli  pariwisata.  Ritchie  (2011)  menuliskan  bahwa  pengalaman  berwisata  adalah  evaluasi  subjektif  dari  individu  terhadap  kejadian yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata pada dirinya mulai dari persiapan untuk  bepergian,  selama  ada  didestinasi  dan  setelah  selesai  perjalanan.  Oleh  karena  itu  maka  perencana  pariwisata  mestinya  memfasilitasi  pengembangan  sebuah  lingkungan  dari  destinasi  yang  meningkatkan  daya  pikat  terhadap  turis  untuk  membuat  pengalaman  berwisata  yang  tak  terlupakan dalam arti positif. 

 

Merencanakan  sebuah  destinasi  dengan  daya  pikat  yang  tinggi  untuk  wisatawan  merupakan  pekerjaan  yang  rumit.  Seorang  manager  atau  pengelola  destinasi  tidak  dapat  sepenuhnya  memberikan pengalaman berwisata yang tak terlupakan bagi wisatawan secara langsung. Hal ini  karena setiap pengalaman itu unik dan sangat subjektif meskipun seorang perencana pariwisata  telah  berusaha  memberikan  pelayanan  yang  baik,  event  yang  menarik  dan  beragam  aktivitas.  Lalu  bagaimana  cara  untuk  memberikan  pengalaman  yang  tak  terlupakan  tersebut?  Kegiatan  wisata  yang  tak  terlupakan  memiliki  keterkaitan  erat  dengan  ilmu  psikologi  dan  antropologi. Oleh karena itu dalam tinjauan pustaka ini, kita perlu menyimak beberapa pendapat  dari  para  pakar  pariwisata  berbasis  psikologi  dan  antropologi  tentang  maksud  dan  makna  pariwisata  yang  tak  terlupakan (Memorable  Experiences  in  hospitality  and  tourism).  Gunter  (1978)  mengidentifikasi  ragam  terminologi  untuk  membahas  tentang  pengalaman  berwisata  berdasarkan  tingkat  mudah  diingat  atau  tidak  diingat.  Selain  itu  Woodside  Caldwell,  &  Albers‐ Miller,  2004  pernah  melakukan  penelitian  tentang  kesan  yang  positif  terhadap  sebuah  obyek  wisata  merupakan  alasan  utama  wisatawan  kembali  mengunjungi  destinasi  dan  melakukan gethok  tular terhadap  orang  lain.  Selaras  dengan  pendapat  sebelumnya,  Ritchie  &  Crouch,  2003  melihat  dari  sisi  manajerial,  pengelola  destinasi  yang  baik  adalah  ketika  mereka  mempertimbangkan  aspek  kenangan  yang  tak  terlupakan  tersebut  dalam  perencanaan  pariwisata.  Inilah  yang  menjadi  keunggulan  bagi  sebuah  destinasi  dibandingkan  destinasi  yang  lain. 

(3)

 

Pengalaman yang memuaskan   

Pengalaman yang memuaskan dapat dimaknai sebagai harmonisasi dari kebutuhan dan keadaan,  sedangkan ketidakpuasan diartikan sebagai jarak antara harapan dan pengalaman (Ryan, 1997).  Oleh  karena  itu  seorang  perencana  pariwisata  mestinya  dapat  menggunakan  pertimbangan  kepuasan wisatawan. Sehingga perencana perlu menetapkan kebijakan untuk mengurangi resiko  resiko berkurangnya kepuasan wisatawan. Kendati demikian, perencana pariwisata kadang kala  mengalami  kesulitan  dalam  mengimplementasikan  kebijakan  pengurangan  ketidakpuasan  wisatawan.  Hal  ini  terjadi  karena  begitu  rumitnya  memahami  kepuasan  wisatawan.  Jika  Noe  (1987)  menganalisis  bahwa  ekspresi  dari  wisatawan  misalnya:  tertawa  bahagia  merupakan  indikator kepuasan wisatawan namun Pearce (2005) mengatakan bahwa kepuasaan merupakan  sebuah atitude dimana menyangkut affective, cognitive dan elemen kebiasaan. Oleh karenanya  setiap  orang  memiliki  indikator  yang  berbeda  untuk  menunjukkan  kepuasan.  Otto  &  Richie,  (1995)  memberikan  pendapat  bahwa  kepuasan  sebuah  pelayanan  pariwisata  merupakan  level  dari  subjektivitas,  emosional  dan  respon  dari  pelayanan  yang  diberikan.  Jadi  sungguh  rumit  memahami kepuasan wisatawan. Hasil penelitian yang lebih mendekati adalah dari Arnould dan  Price (1993) yang meneliti tentang pengalaman melakukan rafting, menuliskan bahwa wisatawan  menyebutkan tiga dimensi kepuasannya yaitu; hubungan dengan alam, interaksi dengan teman,  keluarga atau orang baru, dan pengembangan diri. 

 

  Gambar 1. Wisatawan belajar berselancar 

Mengelola Pengalaman yang tak terlupakan   

(4)

indra. Pendapat mereka banyak digunakan oleh para peneliti pariwisata di berbagai negara yang  telah maju pariwisatanya. 

 

Ingatan dan Pengalaman   

Selanjutnya kita akan mencoba memahami hubungan antara ingatan dan pengalaman. Biasanya  interpretasi  dari  pengalaman  adalah  melalui  konsep  naratif.  Naratif  didefinisikan  sebagai  pengetahuan struktur yang terdiri atas urutan tematik dan sementara yang berhubungan dengan  kejadian  peristiwa.  Pengalaman  kemudian  disampaikan  dalam story‐telling yang  kemudian  menjadi populer untuk menganalisis ingatan dan pengalaman dari wisatawan (Woodside, 2010).  Schank  (1999)  menyebutkan  bahwa  ingatan  manusia  berpola  dasar  seperti  naskah,  dan  tiap  individu  biasanya  menggunakan  interpretasinya  sendiri  berdasarkan  pengalaman  menjadi  sebuah  cerita.  Di  dalam  literatur  pariwisata, storytellingtelah  digunakan  untuk  menganalisis  cerita  dan  tema  di  dalam  setting  interpretative  (Moscardo,  2010).  Contohnya  peneliti  biasanya  meminta  partisipan  untuk  menyebut  tipe  spesifik  dari  pengalaman  misalnya,  backpaking  untuk  mengetahui  dampak  perjalanannya  terhadap  identitas  dirinya  (Desforger,  2000),  atau  dalam  fungsi dari pengembangan pariwisata seperti kualitas pelayanan (Obenour, Patternson, Pederson  & Pearce, 2006). 

 

Pentingnya  storytelling  di  dalam  memahami  pengalaman  berwisata  dapat  dipengaruhi  oleh  beberapa  faktor.  Berdasarkan  pada  Moscardo  (2010),  wisatawan  membuat  cerita  selama  perjalanan  mereka.  Kemudian  cerita  disampaikan  oleh  mereka  menjadi  efek  dari  keseluruhan  brand destinasi. Oleh karena itu menajemen destinasi harus didukung oleh desain dan kreasi dari  konsistensi  antara  pengalaman  dari  apa  yang  didengar  dengan  tema  destinasi  (Pine  &Gilmore,  1998). Kemudian, storytelling tersebut membentuk ingatan impresi terhadap kejadian sepanjang  masa  (McGregor  &  Holmes,  1999).  Cerita  biasanya  akan  tersimpan  di  dalam  ingatan  dan  kapanpun dapat dibuka ketika terdapat klue baik dari individual yang terlibat dalam pengalaman  tersebut maupun lokasi yang dikunjungi. 

 

Cara Kerja Ingatan   

Sejak 1980an, penelitian pariwisata mengalami kebuntuan karena terbatasnya metodologi yang  bisa  digunakan  untuk  penelitian  pariwisata  sehingga  banyak  digunakan  pendekatan  penelitian  tradisional.  Penelitian  tradisional  biasanya  melakukan  studi  survey  lapangan,  diary  perjalanan,  interview baik terstruktur maupun tidak terstruktur, dan mengobservasi tingkat partisipasi (Volo,  2010). Namun saat ini kita mestinya bergerak ke arah penelitian yang berbasis metode sampling  dan cara kerja memori. 

 

Namun  hal  ini  bukan  berarti  tanpa  tantangan  karena  analisis  terhadap  memori  biasanya  merupakan  ekspresi  yang  cepat.  Biasanya,  ada  batasan  generalisasi  ketika  ingatan  partisipan  dibentuk oleh lingkungan sosial dan arahan. Selain itu analisis ingatan harus didukung oleh waktu  yang banyak dan komitmen yang kuat baik dari peneliti maupun dari responden karena analisis  memori memerlukan waktu yang panjang mulai dari analisis memori sebelum kunjungan, ketika  kunjungan dan sesudah kunjungan. 

 

Kepedulian dan Ketidakpedulian   

(5)

sekarang  ada.  Oleh  karenanya  seorang  yang  cuek  cenderung  tidak  perduli  dengan  situasi  yang  ada disekitarnya sebagai sebuah sumber informasi yang baru. Kebalikan dari cuek adalah peduli,  yaitu  ketika  seseorang  mendapatkan  informasi  yang  baru  kemudian  menyusun  perbedaan,  memeriksa  informasi  dari  perspectiv  yang  baru  dan  lebih  sensitif  terhadap  konteks  yang  dipasang dalam informasi baru. Seseorang yang peduli menjalankan fungsi novelty, terkejut atau  lainnya  dan  memberikan  kekuatan  pribadi  untuk  menjalankan  kebiasaannya  khususnya  dalam  situasi  dimana  mereka  merasa  bahwa  mereka  memiliki  kesempatan  untuk  belajar,  mengontrol  dan bahkan mempengaruhi (Langer& Piper, 1988). 

 

Dalam  studi  tentang  pariwisata  banyak  peneliti  yang  menyarankan  menggunakan  tingkat  kepedulian  sebagai  alat  untuk  mengelola  pengalaman  wisatawan  di  destinasi.  Contohnya,  sebuah  emosi  kepedulian  yang  pernah  ada  di  tulisa  oleh  Moscardo  (1988)  yang  mengobservasi  bahwa  seseorang  akan  bertahan  lebih  lama  di  dalam  ruang  pameran  apabila  mereka  memiliki  keterikatan  emosi  terhadap  obyek  yang  didisplay.  Selain  itu  seseorang  yang  peduli  berasosiasi  dengan pembelajaran yang lebih besar dan kepuasan yang lebih besar dalam kegiatan rekreasi.  Misalnya  seorang  wisatawan  akan  lebih  merasa  puas  terhadap  pengalaman  mendidik  jika  mereka dipaparkan pada informasi (Moscardo, 1999). Oleh karena itu maka seluruh objek yang  memberikan  sumber  informasi  kepada  pengunjung/wisatawan  misalnya:  tanda,  brosur,  displai  dan  pamlet  haruslah  di  siapkan  sesuai  dengan  situasi  yang  terintegrasi.  Hal  ini  penting  untuk  meng‐induce pengalaman kepedulian (Langer & Moldoveanu, 2000). Jika situasi lingkungan tidak  menyediakan  pengalaman  tentang  kepedulian,  maka  kemungkinan  besar  pengunjung  tidak  terikat  pada  lokasi  dan  merasa  tidak  perlu  melakukan  sesuatu  terhadap  destinasi  yang  dituju  (Langer, 1989). 

 

Memory Formation and Retention (Pembentukan memori dan penekanan kembali)   

Autobiografi  memori  didefinsikan  sebagai  pengalaman  mengoleksi  kembali  dari  kehidupannya  sendiri  (Piolino,  Desgranges,  Benali  &  Eutache,  2002).  Terdapat  perbedaan  yang  kuat  antara  klasifikasi  umum,  episode  memori  dan  biografi  dari  memori.  Autobiografi  memory  mempertimbangkan sebuah spesialisasi subset dari episode memori tergantung jumlah referensi  personal yang terlibat. Oleh karena itu, episode memori dapat memiliki proporsi yang besar dari  keikutsertaan  hal  lainnya,  ingatan  autobiografi  khususnya  konsen  terhadap  pengetahuan  diri  di  masa lalu (Baumgartner, Sujan & Bettman, 1992). 

 

Autobiografi memori telah banyak diteliti dalam beberapa fungsi area misalnya dalam psikologi  seperti kognitif, sosial, pengembangan dan neuro psikologi. Salah satu dari model yang penting  dideskripsikan  dalam  fitur  memori  autobiografi  di  sarankan  oleh  Conway  dan  Pleydell‐Pearce  (2000). Dalam model ini ingatan autobiografi terdiri atas tiga komponen pokok; periode lifetime,  event  umum  dan  pengetahuan  even  spesifik.  Periode  hidup  membentuk  dasar  dari  waktu  dengan  mengidentifikasi  permulaan  dan  akhir  dari  periode  dari  pada  discrete.  Sebagai  contoh,  seseorang mungkin akan merefleksikan ingatan seperti ini “ketika saya berumur lima tahun” atau  “saat  saya  berada  di  Indonesia”.  Kejadian  yang  umum  memberikan  kesan  baik  sekali  ataupun  berulang  kali.  Hal  ini  akan  membetuk  sebuah  cerita  singkat  dari  kegiatan,  biasanya  satu  cerita  bisa membuat seseorang teringat pada cerita lainnya yang memiliki tema bersentuhan. 

 

PEMBAHASAN 

(6)

Pariwisata bermuara kenangan indah   

Kegiatan  pariwisata  yang  bermuara  pada  kenangan  indah  harus  direncanakan  dengan  komprehensif  process,  yaitu  dimulai  dari  sebelum  berwisata,  ketika  berwisata  dan  sesudah  berwisata. Pertama sebelum berwisata, perencana pariwisata DIY perlu mengelola sebuah basis  perencanaan  dimulai  dari  sebelum  kegiatan  pariwisata  itu  berlangsung  dengan  memahami  apa  sebenarnya yang diperlukan oleh wisatawan. Misalnya, sebelum berangkat diperlukan semacam  survey  awal  untuk  mengetahui  apa  ekspektasi  yang  ingin  dicapai  oleh  wisatawan.  Seorang  perencana  pariwisata  dapat  mempengaruhi  emosi  yang  dirasakan  oleh  wisatawan  selama  berwisata  dan  juga  pengaruh  dari  emosi  tersebut  terhadap  kualtias  pengalaman.  Perencana  dapat  menggunakan  promosi  “branding”  untuk  menyampaikan  janji  dari  tipe  pengalaman  yang  tak  terlupakan  yang  ditawarkan  oleh  destinasi.  Hal  ini  akan  membantu  calon  wisatawan  untuk  menyusun  ekspektasi  mereka  sehingga  pengalaman  berwisata  menjadi  mungkin  lebih  tak  terlupakan. 

 

Kedua  adalah  saat  berwisata.  Nah,  dalam  pariwisata  fungsi  cerita  yang  dibentuk  oleh  seorangtour  guide akan  membentuk  sebuah  bangunan/struktur  cerita  yang  memberikan  keutuhan autobiografi dari seseorang. Bentuk dari ingatan autobiografi biasanya melalui proses  yang  berbeda  yang  dipengaruhi  oleh  latar  belakang  demografi  dari  tiap  orang.  Pillemer,  Wink,  DiDonato dan Sanborn (2003) meneliti dan menyimpulkan bahwa perempuan cenderung mampu  mengingat  episode  hidup  yang  lebih  spesifik  dan  detail  daripada  laki  laki.  Dalam  tataran  usia  (Hamond dan Fivush, 1991) melakukan riset membandingkan antara anak anak dan dewasa yang  mengunjungi  disneyland.  Hasilnya  adalah  anak  anak  lebih  banyak  menyerap  pengalaman  dari  pada  dewasa.  Kemudian  dari  sisi  lifesyle,  Falk  dan  Dierking  (1990)  meneliti  bahwa  remaja  biasanya  mengingat  perjalanan  dari  dimensi  sosial  misalnya  pergi  bersama  siapa,  apa  yang  mereka lakukan bersama, sebagai aspek yang tak terlupakan dalam perjalanan wisata. 

 

Ketiga  adalah  sesudah  berwisata.  Perencana  pariwisata  perlu  didorong  untuk  menyiapkan  destinasi  seperti  harapan  wisatawan.  Saat  ini  wisatawan  selalu  berburu  kejutan  di  destinasi  wisata  yang  mereka  kunjungi.  Sebuah  kejutan  akan  memberikan  kenangan  pada  tiap  pengalaman  berwisata.  Praktisi  industri  mungkin  dapat  menyampaikannya  adanya  kejutan  kejutan tersebut baik di dalam brosur maupun di luar brosur secara lisan. Untuk meningkatkan  memori  seorang  perencana  harus  mempromosikan  kekuatan  kenangan  pada  setiap  saat  pada  destinasi  yang  dikelola,  sebagaimana  mengajak  wisatawan  berfikir  bahwa  Yogyakarta  adalah  destinasi  yang  harus  dikunjungi.  Kenangan  ini  akan  menarik  wisatawan  untuk  membeli  barang  barang  kenangan  seperti  souvenir  atau  hadiah.  Secara  psikologis,  pembelian  barang  barang  souvenir  ini  akan  meningkatkan  ingatan  memori  terhadap  destinasi.  Selain  itu  foto  dan  video  juga menjadi salah satu pengingat memori. 

Tujuan  dari  hal  tersebut  adalah  untuk  mengumpulkan  dan  mengkompilasi  ingatan  melalui  pengalaman  sehingga  wisatawan  dapat  membangun  ingatan  secara  utuh  untuk  disampaikan  pada  keluarga  dan  teman  temannya.  Singkatnya  aspek  pengalaman  dan  memori  yang  tak  terlupakan  perlu  di  tangkap  oleh  praktisi  wisata  dengan  memfokuskan  pada  proses  belanja  di  akhir kegiatan wisata. Melalui teknik branding dan pemasaran yang efektif, perencana pariwisata  dapat  mengirim  semacam  kartupos  baik  online  maupun  langsung  yang  diupdate  secara  rutin  untuk  mengulang  ulang  memori  yang  ada  pada  wisatawan.  Bahkan  akan  lebih  baik  jika  wisatawan diberikan tempat untuk menulis ekspresi mereka terhadap pengalaman berwisata di  tempat tersebut. 

(7)

perencanaan  kegiatan  pariwisata.  Hal  ini  bukanlah  sekedar  tugas  dari  pemerintah,  namun  juga  pengelola sebuah destinasi. Konsistensi dari apa yang ditawarkan dan apa yang ada di lapangan  harus tetap dijaga. Usahakan jangan ada bias yang terlalu besar dari branding yang dibangun dan  apa  yang  dirasakan  oleh  wisatawan.  Karena  wisatawan  itu  mampu  menilai,  dengan  penilaian  yang sangat sensitive. Mereka punya banyak pilihan untuk berwisata dan Jogjakarta bukan satu  satunya  pilihan.  Sehingga  menjaga  konsistensi  antara  brand  yang  dibangun  dan  apa  yang  disajikan menjadi sangat penting. 

 

Kedua  adakan story  telling secara  naratif  yang  komunikatif  dengan  wisatawan.  Seorang  wisatawan  memiliki  subjektivitas  kepuasan  yang  berbeda.  Namun  pada  dasarnya  mereka  memiliki kebutuhan yang sama terhadap informasi yang benar terhadap sebuah destinasi wisata.  Untuk  itu  pengelola  harus  mampu  memenuhi  kebutuhan  akan  informasi  ini.  Informasi  dapat  disajikan  melalui  website,  brosur,  spanduk,  leaflet  maupun  buku.  Informasi  akan  membangun  sebuah pemahaman akan kesan di tiap tiap kepala yang datang di destinasi. Bangunan yang utuh  akan  lebih  baik  dari  pada  bangunan  informasi  yang  setengah  setengah.  Untuk  itu  detail  dari  sebuah informasi harus disajikan. Persoalan apakah informasi tersebut akan dibaca atau tidak hal  tersebut  adalah  sesuai  dengan  level  kebutuhan  dari  setiap  wisatawan.  Namun,  tugas  dari  seorang perencana adalah membuat informasi tersebut lengkap dan mudah untuk diakses.   

Ketiga,  wisatawan  diberikan  ruang  untuk  menuliskan  kesan  terhadap  destinasi  baik  secara  manual  maupun  virtual.  Wisatawan  perlu  diajak  untuk  melakukan  sesuatu  aksi  nyata  di  daerah  wisata.  Ketika  seorang  wisatawan  diberikan value (nilai)  dalam  setiap  kedatangannya  maka  ia  akan terkenang dan akan menyebarkan value tersebut ke tempat asalnya nanti. Misalnya: ketika  wisatawan  mendatangi  Kawasan  Lereng  Merapi  yang  merupakan  bekas  bencana  gunung  meletus,  maka  ajak  wisatawan  untuk  menanam  pohon  perindang  sebagai  bagian  dari  kontribusinya untuk masyarakat. Apa yang mereka lakukan selain memiliki nilai sosial juga akan  membuat wisatawan memiliki ikatan terhadap destinasi yang dikunjungi. 

 

Keempat, wisatawan diajak untuk memiliki barang kenangan atau souvenir. Pengelola pariwisata  dituntut lebik aktif dalam menyasar kunjungan ulang dapat pula dengan menyampaikan bahwa  “kunjungan berikutnya tidak akan sama indahnya dengan kunjungan yang pertama, karena akan  lebih  indah.  DMO  mestinya  terus  meningkatkan  promosi  destinasi  dengan  menawarkan  pengalaman  baru  bagi  wisatawan.  Pembelian  barang  kenangan  dan  souvenir  akan  memberikan  sebentuk  fisik  barang  untuk  dikenang.  Hal  ini  akan  menjadi  ‘clue’  bagi  memori  seorang  wisatawan terhadap suatu tempat dan suatu waktu. 

 

KESIMPULAN   

Melalui uraian tentang pentingnya memberikan penajaman terhadap pariwisata yang tak  terlupakan, penulis menyimpulkan sebagai berikut: 

• Perencana pariwisata Jogjakarta perlu merubah paradigm dari jumlah kunjunga wisata  yang tinggi menjadi kunjunga wisata yang berkualitas yaitu yang tak terlupakan.  • Pariwisata yang tak terlupakan dapat diukur menggunakan pertimbangan kepuasan 

wisatawan. Sehingga perencana perlu menetapkan kebijakan untuk mengurangi resiko  resiko berkurangnya kepuasan wisatawan. 

(8)

“kunjungan berikutnya tidak akan sama indahnya dengan kunjungan yang pertama,  karena akan lebih indah. 

   

DAFTAR PUSTAKA 

Arnould, E., & Price, L. (1993). River magic: Extraordinary experience and the extended service  encounter. Journal of Consumer Research, 20(1), 24–45. 

Baumgartner, H., Sujan, M., & Bettman, J. (1992). Autobiographical memories: Affect and  consumer information processing. Journal of Consumer Psychology, 1(1), 53–82  Cary, S. H. (2004). The tourist moment. Annals of Tourism Research, 31(1), 61–77. 

Conway, M., & Pleydell‐Pearce, C. (2000). The construction of autobiographical memories in the  self‐memory system. Psychological Review, 107(2), 261–288. 

Desforges, L. (2000). Travelling the world: Identity and world biography. Annals of Tourism  Research, 27(4), 926–945. 

Falk, J., & Dierking, L. (1990). The relationship between visitation frequency and long‐term  recollection. In S. Bitgood, A. Benefield, & D. Patterson (Eds.), Visitor studies: Theory,  research and practice (pp. 17–22). Jacksonville, AL: Center for Social Design. 

Gunter, B. G. (1987). The leisure experience. Selected properties. Journal of LeisureResearch,  19(2), 115–130. 

Hamond, N., & Fivush, R. (1991). Memories of Mickey Mouse: Young children recount their trip  to Disneyworld. Cognitive Development, 6(4), 433–448. 

Langer, E. J., & Piper, A. (1988). Television from a mindful/mindless perspective.Applied Social  Psychology Annual, 8, 247–260. 

Langer, E. J., Hatem, M., Joss, J., & Howell, M. (1989). Conditional teaching and mindful learning:  The role of uncertainty in education. Creativity Research Journal, 2, 139–150. 

McGregor, I., & Holmes, J. G. (1999). How storytelling shapes memory and impression of 

relationship events over time. Journal of Personality and Social Psychology, 76(3), 403–419.  Moscardo, G. M., & Pearce, P. L. (1986). Visitor centres and environmental interpretation. 

Journal of Environmental Psychology, 6, 89–108. 

Moscardo, G. M. (1988). Visitor studies at the Gallipoli and Sinai galleries, Australian War  Memorial. Townsville: Department of Behavioural Sciences, James Cook University.  Moscardo, G. M. (1999). Making visitors mindful: Principles for creating sustainable visitor 

experiences through effective communication. Champaign, IL: Sagamore. Langer, E. J., &  Moldoveanu, M. (2000). The construct of mindfulness. Journal of Social Issues, 56(1), 1–9.  Moscardo, G. M. (2010). The shaping of tourist experience. The importance of stories and 

themes. In M. Morgan, P. Lugosi, & J. R. B. Ritchie (Eds.), The tourism and leisure 

experience. Consumer and managerial perspectives (pp. 43–58). Bristol, UK: Channel View  Publications. 

Noe, F. P. (1987). Measurement specification and leisure satisfaction. Leisure Sciences, 9(3), 163– 172. 

Obenour, W., Pattenson, M., Pedersen, P., & Pearson, L. (2006). Conceptualization of a meaning  based research approach for tourism service experiences. Tourism Management, 27, 34–41.  Otto,  J.,  &  Richie,  J.  (1995).  Exploring  the  quality  of  the  service  experience.  A  theoretical  and 

empirical analysis. Advances in Services Marketing and Management, 4, 37–61. 

Pearce,  P.  L.  (2005).  Tourist  behaviour:  Themes  and  conceptual  schemes.  Clevedon:  Channel  View Publications. 

Pillemer, D., Wink, P., DiDonato, T., & Sanborn, R. (2003). Gender differences in autobiographical  memory styles of older adults. Memory, 11(6), 525–532. 

Pine, J., & Gilmore, J. H. (1998). Welcome to the experience economy. Harvard Business Review,  97–107. 

(9)

&  Bettman,  J.  (1992).  Autobiographical  memories:  Affect  and  consumer  information  processing. Journal of Consumer Psychology, 1(1), 53–82. 

Ritchie, J. R. B., & Crouch, G. (2003). The competitive destination: A sustainable tourism  perspective. Cambridge, MA: CABI Publishing. 

Ryan, C. (1997). The tourist experience. A new introduction. London: Cassell. 

Schank, R. C. (1999). Dynamic memory revisited. Cambridge, UK: Cambridge University Press.  Volo, S. (2010). Bloggers’ reported tourist experiences: Their utility as a tourism data source and 

their effect on prospective tourists. Journal of Vacation Marketing, 16(4), 297–311. 

Woodside,  A.,  Caldwell,  M.,  &  Albers‐Miller,  N.  (2004).  Broadening  the  study  of  tourism:  Introduction  to  the  special  issue  on  the  consumer  psychology  of  travel/tourism  behavior.  Journal of Travel and Tourism Marketing, 17(1), 1–7. 

Woodside,  A.  (2010).  Brand‐consumer  storytelling  theory  and  research:  Introduction  to  a  psychology & marketing special issue. Psychology & Marketing, 27(6), 531–540. 

 

Gambar

Gambar 1. Wisatawan belajar berselancar 

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menentukan kandungan masing- masing unsur tanah jarang yang terkandung dalam monasit dan senotim dapat dilakukan dengan menggunakan kurva baku dari hasil

Ambeien stadium IV : Benjolan wasir yang keluar tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam dubur meski sudah dibantu dengan dorongan jari dan biasa cenderung

(5) Mengenal Panca Yama dan Panca Nyama Brata sebagai ajaran susila dengan kompetensi dasar mampu: menguraikan arti Panca Yama dan Panca Niyama Bratha, menyebutkan bagian-bagian

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Persepsi Terhadap Service Delivery

Dalam rangka persiapan pelaksanaan Program Pamsimas II, maka dengan ini kami mohon kehadiran Saudara/i untuk mengikuti Pelatihan Fasilitator Masyarakat dan Fasilitator Senior

Pada kondisi setelah pemberian kemoterapi paliatif, didapatkan hasil EQ-5D-3L 11111, yang mengindikasikan tidak adanya masalah pada 5 dimensi tersebut, yang

Pernyataan ini juga mendukung hasil penelitian ini karena jika investor saham BEI pada tahun 2014 – 2018 hanya membeli saham berdasarkan popularitas saham tersebut

dengan rumus slovin , maka sampel yang diperoleh sebanyak 85 orang. Pengumpulan data penelitian melalui observasi, wawancara, tes, kuesioner, dan