• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEKSIKON PENGOBATAN TRADISIONAL DALAM BA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LEKSIKON PENGOBATAN TRADISIONAL DALAM BA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

LEKSIKON PENGOBATAN TRADISIONAL DALAM BAHASA SUNDA: KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK

Eneng Reni Nuraisyah Jamil; Junne T. H. Saragih Universitas Pendidikan Indonesia

reni.erenj@yahoo.com; juneunemanihuruk@yahoo.com

PENDAHULUAN

Nama merupakan kata yang menjadi label bagi setiap makhluk, benda, aktivitas, dan peristiwa di dunia ini dan nama muncul dalam kehidupan manusia yang kompleks dan beragam (Darheni, 2010: 57; dalam Sudana, dkk., 2012). Penamaan yang diberikan dalam wujud bunyi bahasa menjadi penanda bahwa manusia tertarik dan berupaya untuk memahami dan menggali sesuatu yang dirasa kompleks dari keberagaman realitas yang ada di sekitarnya. Kemampuan manusia tentang penamaan menyiratkan adanya konsep ilmu pengetahuan yang dimiliki dan dikuasai manusia sehingga dapat menjadi ukuran bahwa penguasaan nama-nama tertentu berbanding lurus dengan kemampuan manusia dalam menguasai konsep ilmu pengetahuan tertentu.

Seiring dengan konteksnya dalam bahasa Sunda, terdapat nama-nama alat, bahan, dan proses yang berhubungan dengan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan pengobatan tradisional dalam masyarakat Sunda. Fakta bahasa tersebut menjadi salah satu bukti bahwa dalam bahasa Sunda terdapat warisan budaya dalam bentuk kearifan lokal tentang leksikon-leksikon kesehatan khususnya pengobatan tradisional. Namun, upaya pewarisan nilai-nilai kearifan lokal tentang kesehatan tersebut memang telah dianggap menentang arus perkembangan global dan kehadiraannya dianggap tidak populer karena hanya dapat ditemukan pada beberapa komunitas kecil yang terbatas. Salah satu komunitas tersebut adalah masyarakat adat Kampung Dukuh di Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut.

Dalam komunitasnya, masyarakat adat Kampung Dukuh dinilai berhasil dalam menjaga harmoni dengan lingkungan sekitarnya karena selalu mengandalkan alam sebagai penyedia kebutuhan hidup sehari-hari yang salah satunya sebagai media pengobatan. Namun, muncul kekhawatiran tentang eksistensi dari situasi harmoni tersebut akan memudar jika tidak ada dukungan dan upaya pemertahanan dari komunitas dengan skala yang lebih besar dan luas. Oleh sebab itu, kajian tentang leksikon pengobatan tradisional bahasa Sunda sangat relevan untuk dilakukan, terutama dalam kajian ranah antropolinguistik.

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

Disiplin antropolinguistik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etika bahasa, adat-istiadat, dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa (Sibarani, 2004: 50). Antropolinguistik menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan budaya di dalam suatu masyarakat. Penelitian antropolinguistik ini menggunakan kacamata emik dalam mengungkap leksikon-leksikon pengobatan tradisional. Dalam pendekatan emik, peneliti hanya mengungkap apa yang masyarakat ketahui tentang leksikon pengobatan tradisional. Sebagai contoh, studi yang dilakukan Murni, dkk. (2012) menungkap bagaimana persepsi, sikap, dan perilaku masyarakat suku Serawai terhadap pengobatan tradisional yang kini beralih ke pengobatan modern. Selanjutnya, studi Rahayu, dkk. (2006) mengungkap pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di Pulau Wawonii dan mendeskripsikan leksikon-leksikon etnobotani yang didasarkan pada cara pandang masyarakat penutur bahasa di Pulau Wawonii terhadap realitas dunia tumbuhan. Namun, dalam penelitian ini makna leksikon lebih ditekankan karena didasarkan pada penelitian studi kebahasaan itu sendiri.

Istilah leksikon berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu lexikonyang berarti ‘kata’, ‘ucapan’, atau ‘cara berbicara’. Istilah leksikon lazim digunakan untuk mewadahi konsep “kumpulan leksem” dari suatu bahasa, baik kumpulan secara keseluruhan maupun secara sebagian (Chaer, 2007: 2-6). Sementara itu, dalam KBBIOffline1.5 leksikon adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa leksikon adalah kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa.

(2)

tradisional masyarakat adat Kampung Dukuh. Selain itu, leksikon tersebut juga dapat menunjukkan pandangan-pandangan hidup orang Sunda seperti manusia harus senantiasa sadar bahwa dirinya hanyalah sebagian kecil dari alam semesta. Dalam lingkungan keluarga, orang Sunda berpandangan bahwa anak harus menghormati kedua orang tua. Dalam lingkungan masyarakat luas, orang Sunda berpandangan bahwa hubungan masyarakat harus dilandasi sikap silih asih, silih asah, dan silih asuh, yaitu saling mengasihi, saling meningkatkan keterampilan dalam mengejar kebaikan, dan saling mendidik antarsesama. Sementara itu, dalam lingkungan kekuasaan negara, orang Sunda berpandangan bahwa keabsahan formal pemerintahan didasarkan atas kepercayaan penguasa negara. Dalam menghadapi lingkungan alam, orang Sunda harus memelihara dan memanfaatkan alam dengan baik dan digunakan secukupnya. Orang Sunda memandang Tuhan sebagai penguasa tunggal maka mereka takwa dan percaya kepada-Nya. Garna (2008: 66) mengungkapkanmulih ka jati mulang ka asalartinya ‘berasal dari Tuhan dan kembali kepadaTuhan’.

Menurut pandangan Humboldt, relativitas bahasa berarti determinisme bahasa: suatu bahasa secara mutlak menentukan pola pikir penuturnya. Bapak linguistik modern secara tersirat menungkap pula kerelatifan bahasa. Saussure menyatakan kerelatifan bahasa tersebut terlihat dari leksikalisasi dan gramatisasi yang berbeda di setiap bahasa. Begitu pun, bagi Safir dan Whorf. Hipotesis relativitas bahasa mereka sendiri mempunyai dua versi, yaitu ekstrem dan moderat. Versi ekstrem menyatakan bahwa bahasa menentukan pola pikir manusia. Bahasa mendeterminasi pola pikir manusia. Pendapat ini banyak didebat karena pada realitanya justru budaya-budaya bisa dikonvensi ke budaya lain lewat bahasa. Versi kedua berbunyi lebih lunak, yaitu bahasa memengaruhi pola pikir manusia. Artinya leksikon adalah jelmaan dari pola-pikir, budaya, atau pandangan akan dunia yang dimiliki masyarakat. Nama yang berupa kata kerja diartikan sebagai proses budaya, sedangkan nama yang berarti kata benda diartikan sebagai produk budaya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini memanfaatkan metode kualitatif. Metode ini menerapkan teknik elisitasi (observasi dan wawancara) yang diharapkan akan lebih efektif dalam penelitian antropolinguistik. Maksudnya, metode ini dapat membantu mendapatkan data sebanyak mungkin dari proses wawancara, merekam, pengamatan, dan pencatatan yang melibatkan langsung peneliti dalam berinteraksi bebas dengan masyarakat. Secara keseluruhan, penelitian ini dilakukan di Kampung Dukuh, Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Lokasi ini cocok untuk penelitian karena masyarakat minoritas di lokasi tersebut masih mempertahankan kebudayaan dan nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan dari leluhurnya khususnya dalam pengobatan tradisional dengan memanfaatkan alam.

Data penelitian ini merupakan data lisan yang dikumpulkan melalui wawancara tak terstruktur sekaligus direkam ketika berinteraksi dengan masyarakat Kampung Dukuh. Data diperoleh dari empat orang informan dengan bahasa ibu yaitu bahasa Sunda; dua orang berjenis kelamin laki-laki dan dua orang berjenis kelamin perempuan berusia 50 s.d. 90 tahun. Pengumpulan data dilakukan selama tiga hari (11-13 November 2013).

Data yang telah diperoleh sebanyak 87 leksikon: 52 leksikon bahan pengobatan tradisional, 13 leksikon alat pengolah atau pembuatan obat tradisional, dan 22 leksikon proses pengobatan tradisional. Kemudian, data diolah dengan langkah-langkah berikut: (1) pentranskripsian data hasil rekaman, (2) pengelompokan atau ketegorisasi data, (3) penafsiran fungsi dari setiap leksikon, (4) penafsiran nilai-nilai kearifan lokal, dan (4) penyimpulan konsep ilmu pengetahuan tentang kesehatan yang tercermin dalam leksikon pengobatan tradisional tersebut. Selanjutnya, hasil analisis data akan disajikan dengan menggunakan metode informal, yakni pemaparan hasil analisis data yang berupa kata-kata atau uraian biasa tanpa lambang-lambang yang sifatnya teknis seperti fonologi, sintaksis, dan semantik.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Klasifikasi dan Deskripsi Leksikon

(3)

mengacu pada bahan yang terbuat dari batang ada 3, yaitu lamé hideung, panglai, dan patrawali. Leksikon bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada bahan yang terbuat dari kulit tumbuhan ada 2, yaitulamé hideungdandaluang. Leksikon bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada bahan yang terbuat dari daun ada 19, yaitu daun rinu, daun kumis ucing, daun sembung, daun jarong, daun tisuk/waru, daun nangka, daun sirsak/manalika, daun papacaran (pacar cai), daun nangka walanda, babadotan, seureuh, bako, daun dadap héjo, daun minahong, daun afrika, daun alpuket, daun katuk, daun jambu, dan daun hui. Leksikon bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada bahan yang terbuat dari bunga ada 2, yaitu kembang kingkilaban dan kembang ros. Leksikon bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada bahan yang terbuat dari buah ada 8, yaitu buah rinu, buah haréndong, cengkéh, buah papacaran (pacar cai), cabé, minyak kalapa, buah sawo,danuap sangu. Leksikon bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada bahan yang terbuat dari seluruh bagian tumbuhan ada 4, yaitu jajamu, jukut bintinung, sambel dahu, danbatok. Leksikon bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada bahan yang terbuat dari bahan kimia ada 4, yaitubétadine, alkohol, rhéumasyl,danbaby oil.

Kedua, leksikon berdasarkan alat pengobatan tradisional. Klasifikasi dan deskripsi dari leksikon alat ini dikelompokkan menjadi 3, yaitu (1) leksikon alat pengobatan yang terbuat dari logam, (2) leksikon alat pengobatan yang terbuat dari bagian tumbuhan atau alam (batu dan tanah liat), dan (3) leksikon alat pengobatan yang terbuat dari bahan tekstil. Pengklasifikasian dan pendeskripsian leksikon alat ini didasarkan pada keumuman penggunaan leksikon-leksikon alat dalam kegiatan pengobatan tradisional masyarakat adat Kampung Dukuh. Leksikon alat pengobatan yang terbuat dari logam ada 5, yaitugunting, silét, kastrol, téko,danpanci.Leksikon alat pengobatan yang terbuat dari bagian tumbuhan atau alam (batu dan tanah liat) ada 5, yaitudaluang, bako, halu lumpang, hawu,danbatok. Leksikon alat pengobatan yang terbuat dari bahan tekstil ada 3, yaitutali,sarung tangan,dangelas.

Ketiga, leksikon berdasarkan proses pengobatan tradisional. Klasifikasi dan deskripsi dari leksikon proses ini dikelompokkan menjadi 2, yaitu (1) leksikon proses pengobatan yang dapat dilakukan oleh diri sendiri (pribadi) dan (2) leksikon proses pengobatan yang dapat dilakukan dengan bantuan ahli persalinan/pengobatan (paraji). Pengklasifikasian dan pendeskripsian leksikon proses ini didasarkan pada keumuman penggunaan leksikon-leksikon proses pengobatan tradisional masyarakat adat Kampung Dukuh. Leksikon pengobatan yang dapat dilakukan oleh diri sendiri (pribadi) ada 13, yaitu digodog, dipékprékan, dibulen, dilulur, diparud, digeurus, dipoékeun, ditipung, diwadahan, didéangkeun, diléob, diréndos, dan diasakan. Leksikon pengobatan yang dapat dilakukan dengan bantuan ahli persalinan (paraji) ada 9, yaitu dijiad, dikedengkeun, dipungkilkeun, diparangsang, gulinggasahan, negel santen, ditegel, santen & ngalindih, digedogkeun, diparangsod,dandileles.

Fungsi Leksikon

Leksikon pengobatan tradisional di Kampung Dukuh memiliki lima fungsi. Pertama, fungsi individual karena berkaitan dengan kegiatan atau sesuatu yang dikerjakan secara individual. Kaitan dengan fungsi individual ini tidak lepas dari hubungan leksikon pengobatan tersebut dengan aktivitasnya, misalnya leksikonsambel dahudancocobékdengan bentuk alat yang digunakannya, yaitubatokdanhalu serta dengan langkah-langkah aktivitas proses pembuatanya seperti diréndos atau digeurus, kemudian dipoékeun, ditipung, dan terakhir diwadahan merupakan cerminan gambaran dari proses pengobatan tradisional yang dapat dilakukan secara individual atau pribadi.

Kedua, fungsi sosial karena berkaitan dengan kegiatan atau sesuatu yang dikerjakan secara bersama atau melibatkan pihak luar. Fungsi sosial ini tidak lepas dari hubungan leksikon pengobatan tradisional tersebut dengan aktivitas atau proses pengobatannya, misalnya leksikon dijiad, dikedengkeun, dipungkilkeun, diparangsang, guling gasahan, negel santen, ditegel, santen, dan ngalindih, serta digedogkeunyang muncul karena adanya upaya dari pihak luar yang membantu proses pengobatan, yaitu paraji (dukun beranak). Leksikon-leksikon tersebut memberikan ruang gerak dalam pengobatan tradisional untuk dikerjakan secara bersama, yaitu antara pihak yang sedang diobati dengan pihak yang sedang mengobati.

(4)

tempat tinggal masyarakat. Kegiatan kerja sama simbiosis mutualisme antara manusia dengan alam dan tumbuhan dalam pengobatan tradisional dapat terjalin dengan baik apabila manusia mampu merawat dan melestarikan keberadaan hidup dari tumbuhan dan alam. Apabila keberadaan alam dan tumbuhan hilang, kegiatan pengobatan tradisional di Kampung Dukuh pun akan ikut hilang, dan kepunahan kegiatan pengobatan tradisional tersebut akan mengakibatkan kepunahan pula pada perbendaharaan leksikon pengobatan tradisional.

Keempat, fungsi ketuhanan dengan lingkungan sekitar karena berkaitan dengan keberadaan alam yang merupakan hasil penciptaan Tuhan. Hampir semua leksikon bahan dan alat merupakan lesikon-leksikon yang berasal dari penamaan dan jenis bahan yang diambil dari alam. Penggunaan lesikon- leksikon-leksikon pengobatan tradisional yang diambil, baik dari nama dan bagian tumbuhan, batu, atau pun tanah liat (lempung) merupakan bukti penghargaan masyarakat terhadap nikmat alam yang mereka dapatkan dari Tuhan sehingga dengan cara pemanfaatan, penjagaan, pelestarian, dan penggunaan alam dengan bijak tersebut dapat menunjukkan bukti rasa syukur masyarakat terhadap keberadaan dan kekuasan Tuhan. Kelima, fungsi ekonomi karena berkaitan dengan kegiatan pemenuhan dan penghematan kebutuhan sehari-hari (bersifat ekonomis). Kaitan dengan fungsi ekonomi ini tidak lepas dari hubungan leksikon pengobatan tradisional dengan penggunaan bahan, alat, dan proses pengobatan. Penggunaan bahan dan alat dalam pengobatan tradisional masyarakat adat Kampung Dukuh mengacu pada seluruh benda dan alat yang bisa didapatkan di lingkungan sekitar tempat tinggal atau pun hasil budidaya tanaman. Adapun bahan atau alat yang digunakan selain dari bahan alam mereka dapatkan dari pasar atau pun warung-warung kecil di sekitar kampung sehingga biaya pengeluaran yang digunakan lebih ringan. Begitu pun, pada leksikon proses pengobatan yang dapat dilakukan oleh pribadi atau diri sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari pihak luar (paraji,mantri,atau dokter). Keekonomisan tersebut bisa terlihat ketika aktivitas proses pengobatan tradisional dilakukan secara individual dan tidak membutuhkan bantuan dari ahli pengobatan sehingga biaya pengobatan yang dikeluarkan tidak mencapai nilai rupiah yang tinggi atau dapat menekan biaya pengobatan.

Nilai Kearifan Lokal dalam Leksikon

Senada dengan fungsi leksikon, dalam konteks leksikon pengobatan tradisional bahasa Sunda di masyarakat adat Kampung Dukuh, nilai-nilai kearifan lokal dalam leksikon pengobatan tradisional ini pun memiliki prinsip harmoni, yaitu prinsip harmoni antarmanusia, dengan alam dan tumbuhan, dan dengan Tuhan. Masyarakat Kampung Dukuh adalah masyarakat yang masih memegang teguh dan menjaga nilai-nilai budaya Sunda yang leluhurnya ajarkan. Sebagai contoh dalam perilaku berbahasa, penjagaan tersebut terlihat dari kesantunan bahasa yang mereka lakukan, baik kepada masyarakat pribumi Kampung Dukuh atau pun kepada pendatang. Dalam berperilaku, penjagaan tersebut terlihat dari perilaku saling menolong yang mereka tonjolkan.

Prinsip menjaga keharmonisan tersebut tercermin pula dalam leksikon pengobatan tradisional, melalui leksikon bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada sejumlah tanaman obat yang dibudidayakan di pekarangan rumah dan hasil dari budidaya tanaman obat tersebut mereka kerap saling membantu dengan saling memberikan bibit tanaman untuk dibudidayakan kembali atau langsung memberi hasil budidaya tanaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Meskipun masyarakat Kampung Dukuh kerap melakukan proses bertani atau bercocok tanam, tetapi dalam pembudidayaan tanaman obat tidak semua masyarakat melakukannya. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan pengobatan tradisional, mereka akan saling berbagi dengan memberikan hasil budidaya tanaman obat tersebut. Proses saling membantu ini berlangsung lancar. Artinya, apabila memang ada masyarakat yang membutuhkan, pengobatan akan diberikan secara sukarela. Tidak ada sifat pemaksaan dari yang meminta bantuan dan tidak ada pula sifat menahan dari yang memberi. Semua perilaku tersebut mereka landasi dengan sifat kekeluargaan dan saling tolong-menolong antarmasyarakat.

(5)

manusia, tetapi pasti oleh Tuhan. Hal tersebut mencerminkan kepercayaan mereka akan pahala/balasan baik yang diberikan oleh Tuhan.

Masyarakat adat Kampung Dukuh memiliki lima patok penjagaan terhadap tanah leluhur yang mereka diami, yaitututupan, titipan, garapan, cadangan, danlarangan.Papagon(nasihat) tersebut yang membuat masyarakat sangat menjaga dan memerhatikan keharmonisan mereka dengan alam dan keberadaan lingkungan alam sekitar. Prinsip keharmonisan dengan alam, dalam kasus ini dengan hutan dan lingkungan sekitar, tercermin dalam leksikon pengobatan tradisional bahasa Sunda di masyarakat adat Kampung Dukuh. Hal tersebut ditunjukan oleh leksikon bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada sejenis tanaman-tanaman obat yang diperoleh masyarakat dari hutan sekitar atau pun dari hasil budidaya tanaman obat di pekarangan rumah (apotek hidup). Ketika ingin membuat bahan pengobatan tradisional mereka tidak membeli obat jadi dari pasar, tetapi membuat dan meraciknya sendiri. Bahan-bahan pembuatannya itu diambil dari hutan ataupun apotek hidup yang mereka miliki di pekarangan rumah. Mereka mengambil bahan-bahan pengobatan lalu diolah, diracik, dan digunakan sesuai kebutuhan pengobatan yang akan dilakukan.

Begitu pun, pada penggunaan leksikon alat pengobatan tradisional yang mengacu pada bagian tumbuhan atau alam yang dijadikan alat dalam proses pengobatan tradisional yang diperoleh masyarakat dari hutan dan lingkungan sekitar seperti daluang, bako, halu lumpang, hawudan batok. Nilai kearifan yang tercermin dari leksikon pengobatan tradisional ini adalah prinsip keharmonisan dengan tumbuhan. Tumbuhan dalam konteks ini adalah pada penggunaan bagian akar, batang, kulit, daun, bunga, buah, dan keseluruhan bagian tumbuhan. Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa leksikon pengobatan tradisional tersebut baru dapat berfungsi dan dipakai ketika adanya penggunaan leksikon bahan, alat, dan proses pengobatan tradisional yang mengacu pada pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan dan alat pengobatan, khususnya dalam penggunaan dan pemakaian leksikon proses pengobatan tradisional. Leksikon-leksikon pengobatan tradisional tersebut baru dapat digunakan apabila manusia memiliki keharmonisan dengan alam dan tumbuhan, artinya manusia tidak sewenang-wenang terhadap keberadaan tumbuhan dan alam sekitar, manusia harus menjaga, dan melestarikan eksistensi pertumbuhan alam agar tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan tradisional selalu tersedia bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Apabila tidak ada penjagaan dan pelestarian terhadap keberadaan tumbuhan dan alam, segala pemenuhan kebutuhan manusia termasuk pemenuhan bahan bagi proses pengobatan tradisional akan berkurang, atau bahkan hilang, dan hal tersebut akan berakibat pula terhadap kekayaan perbendaharaan leksikon pengobatan tradisional bahasa Sunda khusunya pada masyarakat adat Kampung Dukuh.

SIMPULAN

Simpulan dari penelitian ini meliputi beberapa hal berikut. Leksikon pengobatan tradisional yang digunakan dan dipakai dalam aktivitas pengobatan tradisional merupakan sebuah cerminan dari hasil pola pikir dan pandangan masyarakat tentang konsep ilmu kesehatan serta cerminan karakteristik cara hidup dan cara berpikir masyarakat tentang konsep ilmu kesehatan. Keberadaan konsep ilmu pengetahuan tentang kesehatan dalam leksikon pengobatan tradisional merupakan upaya pemeliharaan dan penjagaan lahiriah terhadap kondisi kesehatan dari penggunaan tumbuhan dan tanaman obat, serta upaya penguatan batiniah terhadap kepercayaan masyarakat tentang keberadaan dan kuasa Tuhan.

BIBLIOGRAFI

Sibarani, Robert. 2004.Antropolinguistik. Medan: Poda.

Sudana, dkk. 2012. “Eksplorasi Nilai Pendidikan Lingkungan Hidup dalam Leksikon Etnobotani: Kajian Etnopedagogi di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya”. Laporan Penelitian Hibah Penelitian Etnopedagogi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.

Juita, Eka, dkk. 2013. “Nama Perkakas Pertanian di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya (Sebuah Kajian Linguistik Antropologis)”. Laporan Praktikum Mata Kuliah Antropolinguistik, Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan. Wierzbicka, Anna. 1997. Understanding Cultures through Their Key Words: English, Russian, Polish,

German, and Japanese.New York: Oxford University Press.

Referensi

Dokumen terkait

ulama ini dapat dirumuskan tiga aturan teknis pokok dan utama, yaitu: (1) mengantarkan zakat kepada mustahik oleh badan pengelola atau muzaki perorangan (ةاكزلا

Warna yang akan diterapakan pada perancangan Perpustakaan Kota Yogyakarta ini putih, light brown, dark brown, beige, kuning, hijau, dan abu-abu. Skema warna

menyandarkan pentafsiran itu kepada Qatadah. Walau bagaimanapun, Imam al-Qurtubi melihat maksud ayat 1 surah al-nisa’ ini merujuk kepada penciptaan yang sama dan

Plasa Telkom Lembong Bandung diharapkan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang dimiliki dari segi responsiveness dan reliability dengan terus berupaya untuk

19 Sekolah memiliki Perpustakaan sekolah memenuhi ketentuan unsur-unsur: (1) Tersedia ruangan sebagai tempat siswa dan guru memperoleh informasi dari

[r]

Pada hari ini Senin tanggal tujuh belas bulan Desember tahun dua ribu dua belas, melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kementerian Sekretariat Negara, Panitia

Penelitian yang akan datang juga dapat menganalisis pengaruh gambaran maskulinitas pada iklan produk perawatan laki-laki pada keseharian laki- laki sebenarnya dan