• Tidak ada hasil yang ditemukan

With the Adolescent Person in Secondary School)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "With the Adolescent Person in Secondary School)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

54 HUBUNGAN PERSEPSI ANAK TENTANG POLA ASUH ORANG TUA

DENGAN KENAKALAN REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (Relationship of Children’s Perception About Nurturing Parent Patterns

With the Adolescent Person in Secondary School)

Rani Fitriani Arifin

Email : ranifitrianiarifin@gmail.com

ABSTRACT

Adolescence is the transition period between childhoods to adolescence, and also the transition period with potential of antisocial behavior. There are some influence factors to happening of adolescent delinquency; one of them is care pattern of parent.

Care pattern applied will influence of the physical, emotional, and intellectual growth of child. The objective of this research is to find out the relationship between child perceptions about care pattern of parent with adolescent mischief delinquency at senior high school of Pasundan 3 Bandung. This research uses descriptive method with cross sectional approach. The purposive sampling was taken within 243 students from class X and XI, while the data was collected using by questioner and then analyzed using by chi square test.

The result of this research explained that there is a relationship between child perception and permissive care pattern with adolescent delinquency (p = 0.045 < α = 0.05), and child perception and neglectful care with adolescent delinquency (p = 0.001 < α = 0.05). Expected to school so that can be activate of communication between student parents with instructor especially with teacher of counseling so that parents and teachers can be know of child development in school and at home.

(2)

55

PENDAHULUAN

Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak intrauterine dan terus berlangsung sampai dewasa. Dalam proses mencapai dewasa inilah anak harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang, termasuk tahap remaja (Soetjiningsih, 2004:1). Menurut Sarwono (2006:14), batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia. Batasan remaja awal berada dalam usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun, dan remaja akhir dalam rentangan usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun (Al-Mghwar, 2006:62). Secara umum masa remaja dianggap ada dalam satu periode transisi dengan tingkah laku antisosial yang potensial, disertai dengan banyak pergolakan hati atau kekisruhan batin pada fase-fase remaja (Kartono, 2008:8)

Beberapa faktor yang turut mempengaruhi terjadinya tingkah laku pada remaja adalah identitas, pengendalian diri, usia, jenis kelamin, harapan-harapan bagi pendidikan, nilai rapor sekolah, pengaruh teman sebaya, status sosial ekonomi, peran orang tua dan kualitas lingkungan (Santrock, 2002:23).

Keluarga seharusnya merupakan lingkungan pertama yang paling mempengaruhi segala aspek kehidupan seorang anak. Dalam lingkungan keluarga, peran orang tua mempunyai pengaruh yang besar dibangdingkan dengan anggota keluarga lain. Tingkah laku orang tua khususnya, akan mempengaruhi cara pengasuhan atau pola asuh yang diberikan kepada anaknya. Perkembangan fisik, emosional, dan

intelektual anak selanjutnya merupakan hasil dari pola asuh orang tua tersebut.

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu kewaktu. Pola asuh ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negatif maupun positif. Terdapat empat macam pola asuh orang tua : pola asuh demokratis, otoriter, permisif dan neglectful.

Sebagai hasil penelitian Santosa dapat dikemukakan disini bahwa remaja yang pernah mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi di Jawa Barat-urban 22,4%, sementara di rural 10,6%. Pengalaman pernah absen tidak mengikuti pelajaran di sekolah tanpa izin guru (menbolos) di Jawa Barat-urban 51,9%, rural 33,7% dan meninggalkan rumah tanpa izin orang tua di Jawa Barat-urban 54,4%, rural 42,3% (Santoso, 2000, ¶ 3, http://digilib.unicom.ac.id, diperoleh tanggal 23 Maret 2008).

(3)

56 12,5% remaja melakukan perusakan

gedung, di rural Jawa Barat 5,7%

(Santoso, 2000, ¶ 4,

http://digilib.unicom.ac.id, diperoleh tanggal 23 Maret 2008).

Hasil studi pendahuluan tahun ajaran 2007/2008 didapat data jumlah siswa secara keseluruhan 1055 siswa. Peneliti melakukan wawancara dengan guru Bimbingan Konseling di sekolah tersebut, didapat bahwa tidak sedikit anak yang mengalami masalah di sekolah. Sedikitnya 100 anak yang bolos sekolah tanpa alasan yang jelas, 6 anak yang suka memperlakukan temannya dengan kekerasan atau berkelahi ,6 anak yang suka melakukan keributan di dalam kelas. Selain wawancara dengan guru Bimbingan Konseling, peneliti melakukan wawancara dengan guru kesiswaan pada tanggal 25 Maret 2008. Dari hasil wawancara tersebut terdapat 10 anak kedapatan merokok, 2 anak memiliki vidio porno di ponselnya, 5 anak kesekolah dalam keadaan mabuk dan 32 anak suka kesiangan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi anak tentang pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di Sekolah Menengah Atas Pasundan 3 Bandung.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di SMU Pasundan 3 Bandung dimulai pada bulan Maret sampai dengan Juni 2008. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional, metodologi penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang menggambarkan masing-masing variabel. Kemudian dengan studi

korelasi, variabel-variabel tersebut di hubungkan dan dicari hubungannya. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali, pada satu saat. Tentunya tidak semua subyek penelitian harus di observasi pada hari atau waktu yang sama (Nursalam, 2003:85).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kenakalan remaja, sedangkan variabel independennya adalah persepsi anak tentang pola asuh orang tua. Dengan demikian, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian ini pada skema di bawah ini.

Adapun hipotesis yang dibuktikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. H0 = Tidak terdapat hubungan antara persepsi anak tentang pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja.

2. H1 = Terdapat hubungan antara persepsi anak tentang pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja.

Kerangka Konsep Penelitian

Pola asuh orang tua: 1. Demokratis 2. Otoriter 3. Permisif 4. Penelantar

Kenakalan Remaja

Ada Perkembangan Remaja

(4)

57 Populasi disini adalah siswa

SMU Pasundan 3 Bandung yang berjumlah 618 orang terdiri dari kelas X dan XI. Dalam penelitian ini untuk menentukan sampel digunakan teknik purposive sampling. Dengan jumlah kelas yang akan diteliti sebanyak 15 kelas, sehingga didapat sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan karakteristik yaitu remaja kelas X dan kelas XI sebanyak 243 orang.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Alat ukur ini digunakan bila responden jumlahnya besar dan tidak buta huruf (Hidayat, 2007:86). Untuk masing-masing variabel dependen dan independent diukur menggunakan kuesioner dengan pernyataan yaitu dengan 2 jawaban alternatif. Kuesioner yang digunakan untuk pola asuh dibuat dari pengembangan teori Baumrind, sedangkan kuesioner untuk kenakalan remaja dibuat dari pengembangan teori Santrock yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Bentuk kuesioner menggunakan pola skala likert. Kuesioner dalam penelitian ini merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dalam penelitian.

Uji validitas ini dilakukna di SMA Pasundan 7 Bandung, dengan alasan bahwa sekolah ini memiliki krarakteristik yang sama dengan SMA Pasundan 3 Bandung dan berlokasi sama. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 20 orang. Teknik pengujian dalam penelitian ini menggunakan teknik Alfa Cronbach

Analisa ini dilakukan untuk mendeskripsikan variabel persepsi anak tentang pola asuh orang tua dan

variabel kenakalan remaja, karena data masing-masing variabel berskala kategorik maka menggunakan distribusi frekuensi dengan pengukuran prosentase. Analisis ini dilakukan untuk menerangkan keeratan hubungan antara dua variabel, dalam penelitian ini untuk membuktikan hubungan antara persepsi anak tentang pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja dapat dilakukan uji statistik dengan metoda Chi square (X2).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dalam penelitian ini adalah remaja siswa kelas X dan XI yang bersekolah di SMA Pasundan 3 Bandung yang berjumlah 243 orang. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 4 dan 5 Juni 2008 di SMA Pasundan 3 Bandung.

Tabel 1 menunjukkan bahwa prosentase terbanyak dari responden adalah yang mempersepsikan pola asuh permisif, yaitu sebanyak 132 (54,3%).

Tabel 2 menunjukkan dari hasil penelitian dilapangan diketahui bahwa siswa-siswa SMA Pasundan 3 Bandung yang terlibat kenakalan remaja sebanyak 206 (84,8%).

(5)

58 yang mempersepsikan bahwa pola asuh

neglectful mengakibatkan kenakalan remaja sebanyak 16 dari 26 anak (61,5%).

Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi Square nilai p value untuk subvariabel pola asuh permisif adalah 0,045 < α (0,05) sehingga Tabel 1. Distribusi Frekuensi Persepsi Anak Tentang Pola Asuh Orang

Tua Pola Asuh

Kategori

Total

Ya Bukan

N % N % N %

1. Demokratis 72 29,6 171 70,4 243 100,0

2. Otoriter 13 5,3 230 94,7 243 100,0

3. Permisif 132 54,3 111 45,7 243 100,0 4. Neglectful 26 10,7 217 89,3 243 100,0 Sumber : Data primer hasil penelitian 2008

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kenakalan Remaja

Kenakalan Remaja Jumlah Prosentase

1. Ada 206 84,8

2. Tidak Ada 37 15,2

Total 243 100,0

Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2008

Tabel 3. Hubungan Persepsi Anak Tentang Pola Asuh Orang Tua Dengan Kenakalan Remaja Di SMA Pasundan 3 Bandung Pola Asuh

Orang Tua

Kenakalan Remaja

Jumlah p-value Ada Tidak Ada

Demokratis 61

(84,7%)

11 (15,3%)

72

1,000

Bukan 145

(84,8%)

26 (15,2%)

171

Otoriter 11

(84,6%)

2 (15,4%)

13

1,000

Bukan 195

(84,8%)

35 (15,2%)

230

Permisif 118

(89,4%)

14 (10,6%)

132

0,045

Bukan 88

(79,3%)

23 (20,7%)

111 Neglectful 16

(61,5%)

10 (38,5%)

26

0,002

Bukan 190

(87,6%)

27 (12,4%)

(6)

59 menpunyai makna H0 ditolak yang

artinya ada hubungan antara Persepsi Anak Tentang Pola Asuh Permisif yang mempengaruhi dengan Kenakalan Remaja di SMA Pasundan 3 Bandung dan nilai p value untuk subvariabel pola asuh neglectful adalah 0,002 < α (0,05) sehingga menpunyai makna H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara Persepsi Anak Tentang Pola Asuh Neglectful yang mempengaruhi dengan Kenakalan Remaja di SMA Pasundan 3 Bandung.

PEMBAHASAN

1. Persepsi Anak Tentang Pola Asuh Orang Tua

Berdasarkan hasil penelitian seperti yang tertulis pada tabel 4.1 mengenai persepsi anak tentang pola asuh orang tua menunjukkan bahwa prosentase terbanyak dari responden adalah yang mempersepsikan pola asuh permisif, yaitu sebanyak 132 (54,3%).

Menurut Baumrind (1967, dalam Petranto 2006, ¶ 16, dwpptrijenewa.isuisse.com, diperoleh tanggal 26 Februati 2008), pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakterstik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakterstik anak-anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau

menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial. Pola asuh neglectful menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, self esteem (harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.

Pada umumnya pola asuh dikatakan terbaik bagi anak jika diberikan dalam satu rumah, dengan satu orang yang berperan sebagai ibu, dalam satu keluarga utuh yang terdiri dari ayah dan ibu, ada kesinambungan pendidikan anak, dalam suasana yang damai dan dilandasi kasih sayang serta penerimaan (Markum, 1999:49). Orang tua memberikan pengasuhan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak dimulai sejak dalam kandungan bahkan sampai usia remaja. Pemberian pola asuh meliputi kebutuhan anak baik mental, emosional dan sosial. Hasil penelitian telah sesuai dengan teori bahwa pola asuh permisif dan neglectful akan menghasilkan karakteristik anak yang nakal.

2. Kenakalan Remaja

(7)

60 mereka secara tidak efektif. Sedangkan

menurut Turner & Helms (1995, dalam Dariyo, 2004:110) faktor terjadinya kenakalan remaja adalah kondisi keluarga yang berantakan, kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua, status sosial ekonomi orang tua yang rendah dan penerapan disiplin yang tidak tepat.

Sikap orang tua mempengaruhi cara orang tua memperlakukan anak, dan perlakuan orang tua terhadap anak sebaliknya mempengaruhi sikap anak terhadap orang tuanya. Menurut Friedman (1998:371) mengutarakan bahwa figur dan perilaku orang tua akan diidentifikasi oleh anak yang kemudian secara positif maupun negatif akan mengembangkan suatu sistem nilai dan moral.

Menurut Yusuf (2008:193-204) menjelaskan bahwa masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Pada usia remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai perstiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan

temperamental (mudah

tersinggung/marah, atau mudah sedih/murung); sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya. Mencapai kematangn emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.

Melalui pengalaman atau berinteraksi sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa

lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Hasil penelitian telah sesuai dengan teori bahwa masa remaja merupakan fase dimana emosi yang tinggi dikarenakan perhatian orang tua yang kurang yang mengakibatkan terjadinya kenakalan remaja

3. Hubungan Persepsi Anak Tentang Pola Asuh Orang Tua dengan Kenakalan Remaja di SMA Pasundan 3 Bandung

(8)

61 Sedangkan hasil penelitian

hubungan antara persepsi anak tentang pola asuh neglectful dengan kenakalan remaja di SMA Pasundan 3 Bandung ada hubungan (p value 0,02 < α 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh neglectful mempengaruhi terhadap perkembangan anak khususnya dalam perilaku yaitu kenakalan remaja. Hasil penelitian yang diuraikan di atas sesuai dengan teori dari Baumrind (1967, dalam Petranto 2006, ¶ 16, dwpptrijenewa.isuisse.com, diperoleh tanggal 26 Februati 2008), bahwa pola asuh neglectful anak menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, Self Esteem (harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman. Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan perilaku kurang perhatian secara fisik dan psikis pada anaknya.

Hasil penelitian yang diuraikan diatas sesuai dengan penelitian Baumrind (dalam Yusuf, 2008;51). Dari hasil penelitiannya gaya pola asuh orang tua terhadap kompetensi sosial, emosional dan intelektual didapat hasil terdapat dampak antara gaya pola asuh orang tua yang diterapkan terhadap perilaku anak (kompetensi sosial, emosional dan intelektual). Hasil penelitian Peck (dalam Yusuf, 2008:50) menuturkan tentang hubungan karakteristik emosional dan pola asuh keluarga dengan elemen-elemen struktur kepribadian remaja. Salah satu hasil penelitiannya tersebut yaitu pada remaja yang ego strength (kematangan emosional, bertingkah laku rasional, persepsi dan sosial akurat, dan keinginan untuk menyesuaikan diri dengan

harapan-harapan masyarakat) secara konsisten berkaitan erat dengan pengalamannya di lingkungan keluarganya.

Dari keempat pola asuh tersebut tidak ada satu metode pola asuh yang paling efektif yang diterapkan pada anak, karena pada dasarnya anak dilahirkan dengan membawa tempramen dan pola perilaku tersendiri (Markum, 1999:49). Terbukti dari hasil penelitian penulis bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh permisif yang biasanya disukai oleh anak pun tidak menjamin membuat anak menjadi baik. Sebagai orang tua tetap harus menerapkan salah satu pola asuh kepada anak, berdasarkan teori Baumrind dan hasil penelitian penulis bahwa pola asuh yang baik digunakan adalah pola asuh demokratis. Karena dalam pola asuh ini orang tua dan anak dapat melakukan komunikasi dan interaksi sehingga dengan ini dapat meminimalkan terjadinya kenakalan yang dilakukan anak remaja khususnya.

IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada BAB IV mengenai hubungan persepsi remaja tentang pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Pasundan 3 Bandung yang dilakukan kepada 243 responden pada bulan Maret sampai dengan Juni 2008, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : a. Persepsi anak tentang pola asuh

(9)

62 b. Di SMA Pasundan 3 Bandung

terdapat siswa yang terlibat dalam kenakalan remaja, yaitu sebanyak 206 orang (84,8%).

c. Terdapat hubungan antara persepsi anak tentang pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja yaitu pola asuh permisif dengan kenakalan remaja (p value 0,0045 < α 0,05) dan neglectful dengan kenakalan remaja (p value 0,002< α 0,05).

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka saran yang dapat penulis berikan untuk kemudian dapat menjadi masukan dan bermanfaat bagi berbagai pihak : a. Bagi sekolah dapat mengefektifkan

program pertemuan antara para orang tua murid dengan pengajar dan berkoordinasi dengan tim Bimbingan Konseling sehingga orang tua dan guru dapat mengetahui perkembangan anak di sekolah dan di rumah. Selain itu, tim Bimbimgan Konseling harus bersifat hubungan yang stimulatif yaitu : 1) menerima, mengklarifikasi dan mendorong gagasan dan perasaan siswa, 2) memberikan pujian atau penghargaan dan mendorong keberanian siswa, dan 3) mengajukan pertanyaan untuk merangsang siswa berprestasi dalam pengambilan keputusan. Sehingga siswa merasa nyaman bila berada dengan Bimbingan Konseling. b. Perlakuan orang tua yang efektif

dalam memberikan bimbingan dan disiplin kepada anak yaitu dengan menyusun atau membuat aturan yang jelas dan tegas, memberikan perhatian terhadap perilaku anak

dan memberikan reward, menjelaskan alasan (tujuannya) ketika meminta anak untuk melakukan sesuatu, mendorong anak untuk memikirkan dampak perilakunya dan menegakkan aturan secara konsisten. Dalan hal ini, anak diharapkan untuk berperilaku dengan cara yang tepat sesuai dengan usianya.

c. Untuk remaja harus selalu melakukan komunikasi atau berdiskusi bila sedang ada masalah apapun dengan orang tua, guru atau orang terdekat.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mighwar, M. (2006). Psikologi Remaja Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua. Bandung: Pustaka Setia

Amna, M. (2006). Perilaku Remaja.http:/joksarsmagna.blo gspot.com, diperoleh tanggal 24 Maret 2008

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta

Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia Friedman, M. (1998). Keperawatan

Keluarga Teori dan Praktek. Jakarta: EGC

Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika

(10)

63 Kartono, K. (2008). Patologi Sosial 2

Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers

Markum, A. H. (1999). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI

Maryani, E. (2007). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak Usia Sekolah (9-12 Tahun) Di Sekolah Dasar Negeri Sukaraja III Kecamatan Rawamerta Karawang. Cimahi: Prodi S-1 Keperawatan STIKES A. Yani Masngudin. (2004). Kenakalan Remaja sebagai Perilaku Menyimpang.

http:/www.depsos.go.id, diperoleh tanggal 23 Februari 2008

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam. (2003). Konsep &

Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan). Jakarta: Salemba Medika

Panuju, P. dan Ida, U. (2005). Psikologi Remaja. Yogyakarta: Triara Wacana Yogya

Petranto, I. (2006). Rasa Percaya Diri Anak Adalah pentulan Pola Asuh Orang Tuanya. http:/dwpptrijenewa.isuisse.co m, diperoleh tanggal 26 Februari2008

Santoso, S. S. (2000). Kenakalan Remaja Di Propinsi Jawa Barat dan Bali.

http:/digilib.unikom.ac.id, diperoleh tanggal 24 Maret 2008

Santrock, (2002). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup Jilid 2 Edisi V. Jakarta: Erlangga

Sarwono, S. W. (2006). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto

Sugiyono. (2007). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Elfabeta Wahyuningsih, S. (2007). Pengaruh

Keluarga terhadap Kenakalan Remaja. http:/www.uny.ac.id, diperoleh tanggal 23 Februari 2008

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Persepsi Anak Tentang Pola Asuh Orang     Tua

Referensi

Dokumen terkait

Profil kromatogram KLT ekstrak eter dari kultur kalus, tunas dan akar, rimpang asli.. dan tunas asli Curcuma, zedoaria pada

Sebagai radio publik lokal yang cukup dikenal masyarakat kabupaten Sinjai, Radio Suara Bersatu harus selalu meningkatkan kualitas program acara khususnya pada

07/03/18 DEPDIKNAS RI, 2007 DEPDIKNAS RI, 2007 3 3  Emosi menggambarkam perasaan manusia Emosi menggambarkam perasaan manusia.. menghadapi berbagai situasi

Dari nilai AFER yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa Feedforward Neural Network yang dilatih dengan PSO dapat digunakan untuk prediksi jumlah pengangguran terbuka di

Kajian ini telah berjaya menghasilkan satu set IPPI yang boleh digunakan sebagai alat pengukuran personaliti Muslim dalam aspek yang berkaitan dengan gelagat

[r]

Fungsi dari aplikasi ini adalah untuk memasukan data barang masuk dan data barang keluar , pada aplikasi ini proses penginputan data barang dilakukan dengan cara memasukan