BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kota merupakan wahana bagi penduduknya untuk beraktifitas, berinovasi, dan berkreasi. Iklim kondusif dalam suatu kota sangat penting untuk mendukung munculnya kreasi dan daya inovasi serta mendukung munculnya talenta-talenta unggul dalam menciptakan lapangan kerja baru baik bagi diri sendiri maupun orang lain,meningkatkan pendapatan dan kemakmuran, menciptakan pasar bagi usaha lain, dan menciptakan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Peciptaan kota kreatif akan merangsang tumbuhnya industri kreatif sera keberlanjutannya.
Idustri kreatif merupakan hal yang relative baru bagi masyarakat Indonesia. Industri kreatif merupakan industri yang tidak terbatas pada suatu jenis produk tertentu, ruang lingkupnya sangat luas dan beragam. Industri ini juga dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi negara yang mengembangkannya. Industri kreatif ini bersumber dari ide, seni dan teknologi yang dikelola sedemikian rupa untuk menciptakan kemakmuran. Sedangkan ekonomi yang bersumber dari industri kreatif disebut ekonomi kreatif. Industri kreatif dalam perkembangannya memerlukan 3T yaitu teknologi, talenta, dan toleransi (Florida,2003).
Kota sebagai basis daya saing dalam bidang industri dipengaruhi oleh daya tarik wilayah dan campur tangan pemerintah local dalam memberdayakan potensi SDM maupun potensi wilayah tersebut. Suatu wilayah dapat meningkatkan daya saingnya melalui tindakan inovasi yang diciptakan melalui ide-ide kratif masyarakatnya. Oleh karena itu tanpa perencanaan yang memadai, industri kreatif tidak akan dapat bertahan karena talenta akan pergi dan dapat terjadi eksploitasi yang tidak adil terhadap pemberi inovasi.
kota kreatif di Indonesia. Peran pemerintah dalam mendukung berkembangnya industri ini juga cukup penting dengan cara mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung berkembangnya industri kreatif untuk meningkatkan penghasilan daerah.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan critical review ini adalah:
1. Me-review dan mengkritisi jurnal penelitian yang telah ada dengan cara membandingkan studi kasus yang serupa.
2. Mengambil pelajaran atau lesson learned yang didapat dari me-review dan mengkritisi jurnal penelitian.
1.3 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari critical review ini adalah:
Bab I Pendahuluan
Bab I berisi latar belakang, tujuan, serta sistematika penulisan critical review.
Bab II Metode Penelitian
Bab II berisi metode penelitian yang dilakukan dalam jurnal penelitian disertai diagram yang menjelaskan tahapan-tahapan melakukan penelitian atau research design.
Bab III Pembahasan
Bab III berisi review isi jurnal dan kritisi terhadap jurnal tersebut dengan cara membandingkannya dengan studi kasus serupa.
Bab IV Penutup
BAB II
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, merupakan metode exporatory yang didasarkan pada sampel kecil, untuk memahami masalah yang ada secara mendalam dari data yang bersifat deskriptif untuk mengetahui tingkah laku dan keinginan dari pihak-pihak yang terlibat dan tidak dapat digambarkan dengan metode kuantitatif. Data yang diambil berupa opini yang didapat dari hasil wawancara mendalam dengan sampel. Untuk masalah penentuan kebijakan pendukung industri kreatif ini, ditentukan dahulu pihak yang akan dilibatkan dalam penelitian ini. Dalam hal penentuan kebijakan ini, diperlukan tiga komponen penting yaitu pelaku industri kreatif, pemerintah Kota Bandung, dan akademisi.
Metode memperoleh data dalam penelitian ini menggunakan wawancara semi-structured interview, dimana wawancara dilakukan kepada narasumber dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya sebagai pedoman untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari narasumber. Apabila informasi yang didapat dari narasumber dirasa kurang, maka dapat digali lebih dalam dengan pertanyaan-pertanyaan baru diluar daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan. Wawancara dilakukan untuk menelaah latar belakang dan meneliti sesuatu dari segi prosesnya, mengikutsertakan analisis deskriptif dan penjelasan yang berhubungan dengan keyakinan, pengharapan, tingkah laku dari pihak yang berbeda dan memerlukan berbagai pandangan yang berbeda-beda.
Dalam melakukan penelitian ini, telah disusun tahapan-tahapan penelitian yang dapat dilihat pada gambar 1. Berdasarkan research design tersebut, proses penelitian adalah sebagai berikut:
Penentuan Topik Penelitian
Studi Literatur Awal
Mempelajari model, konsep, dan teori mengenai ekonomi kreatif dan industri kreatif.
Menentukan dan Mengembangkan Model Penelitian
Menentukan model penelitian yang digunakan, disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Pada penelitian ini digunakan model kualitatif untuk mengetahui informasi secara mendalam serta ide dan keinginan masing-masing pihak
Studi Awal
Studi awal dilakukan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menyusun kembali pertanyaan wawancara dengan melakukan wawancara percobaan.
Konfirmasi Pertanyaan Penelitian
Hasil studi awal dapat ditinjau lagi untuk disesuaikan lagi pertanyaan penelitian dengan kondisi di lapangan.
Menyusun Pertanyaan dan Panduan Wawancara
Pertanyaan dan panduan wawancara disusun setelah didapatkan pertanyaan penelitian.
Pengumpulan Data Primer dan Sekunder
Data primer diperoleh dari wawancara, survei lapangan, dan FGD. Pemilihan narasumber dalam wawancara dilakukan dengan cara purposive sampling. Sedangkan data sekunder berasal dari dinas UMKM dan Perindustrian Perdagangan, Perguruan Tinggi/Sekolah Tinggi Desain Kota Bandung, Sanggar Seni Kota Bandung, media cetak serta internet.
Temuan
Penyusunan kategori dan model hasil coding dan wawancara informan. Hasilnya kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan konsep awal serta dilakukan triangulasi dengan data sekunder.
Pembahasan dan Kesimpulan
Membahas dan menyimpulkan hasil penelitian yang dapat menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Simpulan Isi Jurnal
Penelitian ini bertujuan mencari usulan kebijakan untuk kota kreatif yang dibandingkan dengan kebijakan yang telah ada saat ini. Usulan yang diberikan terdiri dari usulan secara umum dan usulan yang dapat dikategorikan dalam subsektor industri kreatif. Kota Bandung saat ini telah memiliki beberapa kebijakan pendukung kegiatan kreatif. Salah satunya adalah agenda triwulan III Pemerintah provinsi Jabar 2008 di bidang perekonomian dan penggunaan ruang public oleh pemkot Bandung pada kegiatan yang bisa diakses oleh komunitas-komunitas di kota tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pelaku industri kreatif di Bandung memberikan beberapa usulan kebijakan yang dapat diakomodir oleh pemerintah kota maupun daerah Bandung untuk mereson kebutuhan mereka, seperti:
A. Media Sosialisasi
Tersedianya media sosialisasi sangat penting bagi sebuah komuntias untuk mensosisalisasikan kegiatan pada khalayak ramai. Bentuk media sosialisasi yang dimaksud disini adalah media elektronik, cetak, maupun digital yang disediakan pemerintah. Menurut pengalaman dalam mengadakan kegiatan, mereka kesulitan dalam persoalan perijinan tempat dan publikasi kegiatan seperti pemasangan spanduk dan penempelan poster.
B. Bantuan Dana dan Permodalan
Birokrasi yang sulit menjadi kendala tersendiri untuk menjalin kerjasama dengan pemerintah. Keluhan tentang sulitnya mencari pinjaman modal usaha dari Bank diungkapkan oleh pelaku industri kreatif kaos Khansa T Shirt di Jalan Surapati Bandung. Syarat seperti sertifikat tanah, BPKB, dan surat berharga lainnya sulit dipenuhi oleh pemilik industri karena pengusaha kecil umumnya tidak memiliki harta benda untuk dijadikan jaminan.
C. Hak Paten
D. Beasiswa
Menurut pembuat game Menara Games, bentuk dukungan pemerintah melalui Depdiknas telah dilakukan dengan memberikan beasiswa jurusan game.
E. Tempat dan Infrastruktur
Bentuk dukungan yang telah dilakukan pemerintah adalah tempat expo melalui organisasi AINAKI kepada Gamedev Indonesia. Pemerintah juga perlu membuat tempat pertunjukan yang representatif. Selain itu, faktor transportasi umum perlu ditata agar memudahkan segala aktivitas di Kota Bandung. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemasangan signage, billboard, dan pedestrian yang perlu diatur agar sesuai dengan estetika kota dan menunjukkan ciri kreativitasnya. F. Pelatihan (Edukasi) dan Networking
Pembuat perangkat lunak memerlukan dukungan pemerintah dalam peningkatan kualitas saat memulai usaha, bekerja sama dengan pihak luar dalam mendapatkan proyek dan pembedaan spesifikasi yang jelas dalam pendirian PT. perlu diadakan berbagai pelatihan serta pemberian wawasan guna meningkatkan kualitas SDM.
G. Upah
Hal yang perlu disoroti dalam hal pembagian upah untuk para pekerja kreatif saat ini adalah upah yang cukup rendah, bahkan seringkali dibawah UMR. Hal ini dibenarkan oleh Kepala Penelitian dan Pengembangan Bappeda Kota Bandung
H. Undang-Undang Ketenagakerjaan
Seringkali para pekerja kreatif tidak dilindungi oleh undang-undang ketenagakerjaan sehingga mudah dikenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)tanpa alasan yang jelas.
I. Penyediaan Ruang Publik
Penyediaan ruang public untuk menjadi tempat masyarakat berekspresi dan berinovasi masih dirasa kurang di Kota Bandung. Bandung memerlukan kawasan yang menjadi pusat aktivitas warga. Seperti contoh, dibuatnya taman untuk menjadi tempat beraktivitas serta menjadi wadah untuk mengadakan aktivitas kreatif.
J. Program Jangka Panjang
di Bandung ini, salah satu caranya yaitu dengan memudahkan perijinan yang berhubungan dengan apresiasi musik.
Kendala utama yang sering dihadapi oleh para pelaku industri kreatif adalah pembajakan. Pembajakan banyak dirasakan oleh pelaku industri musik dengan maraknya pembajakan artis-artis lokal Bandung. Pada industri software-pun terjadi hal yang serupa. Mayoritas masyarakat masih lebih memilih software bajakan daripada yang asli. Masyarakat masih beranggapan bahwa software merupakan barang murah, sehingga pembuat software banyak beralih ke pemerintah sebagai pengguna dan pemesan utama mereka.
Komunikasi antara pelaku dan pemerintah juga belum berjalan dengan baik karena tidak dibangun berdasarkan rasa percaya satu sama lain. kurangnya staf ahli di pemerintahan yang berkonsentrasi pada pengembangan industri kreatif juga menyebabkan ketimpangan pengetahuan antara pihak pemerintah dan pelaku industri kreatif sehingga pemerintah kurang memberikan sosialisasi mengenai industri kreatif. Hasil wawancara dengan pelaku industri kreatif di sektor kerajinan menunjukkan bahwa belum ada kejelasan tentang posisi kerajinan dalam industri kreatif. Seperti contoh, keberadaan Jabar Craft Center tidak dipahami sebagai bagian dari industri kreatif.
Tingkat persaingan yang ketat serta permasalahan SDM juga terjadi pada industri media di Bandung. Persaingan ketat dalam menarik iklan dalam program acara, jumlah media yang sangat banyak, dan upah media yang lebih kecil membuat SDM handal Bandung mulai berpindah ke tempat lain. Regulasi yang berlaku saat ini, usulan regulasi serta usulan kebijakan dirangkum dalam tabel 1, tabel 2, dan tabel 3 berikut.
Subsektor Regulasi per Subsektor Regulasi Secara Umum
Arsitek UU No.5/1992 tentang Benda Cagar Budaya PP No.28/2008 tentang Kebijakan Industri Nasional
PP No.26/2008 tentang Tata Ruang Perda Kota Bandung No.2/2004 tentang
Rencana Detail Tata Ruang Kota Perda Kota Bandung No.92/2000 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Usaha Industri, Usaha
Perdagangan, Wajib Daftar
Perusahaan dan Tanda Daftar Gudang UU No.30/2000 tentang Rahasia Dagang UU No.15/2001 tentang Merek
UU No.14/2001 tentang Paten UU No.19/2002 tentang Hak Cipta UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
UU No.8/1999 tentang Perlindungan Layanan
Komputer dan Software
UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Desain UU No.31/2000 tentang Desain Industri Film, Video,
Fotografi UU No.8/1992 tentang Perfilman Permainan
Konsumen
UU No.36/1999 tentang Telekomunikasi UU No.44/2008 tentang Pornografi