• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berani Berkata Tidak pada Televisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Berani Berkata Tidak pada Televisi"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Berani Berkata Tidak pada Televisi

1

Irsanti Widuri Asih | Dosen FISIP UT

PERNAHKAH Anda menghitung berapa jam dalam sehari menonton siaran televisi? Mungkin Anda yang sibuk bekerja agak sulit menemukan durasinya, meski dalam sehari tak pernah selintas pun tidak melihat tayangan televisi. Yang jelas, stasiun televisi di Indonesia, terutama yang memiliki jangkauan siaran nasional, rata-rata beroperasi secara nonstop atau 24 jam sehari.

Televisi benar-benar menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari dan sebagai media informasi favorit sebagian besar masyarakat dunia. Apalagi di era konvergensi sekarang ini, televisi juga dapat dinikmati secara streaming melalui berbagai gagdet, seperti telepon genggam dan komputer jinjing.

Masalahnya, bagaimana fungsi televise sebagai media komunikasi selain menghibur juga mengedukasi serta mengembangkan nilai sosial budaya masyarakat? Di Indonesia saat ini terdapat 11 stasiun televisi yang mengudara secara nasional. Mereka berlomba menyajikan berbagai acara mulai dari berita hingga siaran langsung olahraga.

Pengelola televisi bersaing menyuguhkan acara religi hingga aneka hiburan. Selain stasiun televisi nasional, terdapat 258 televisi lokal yang menyebar dari Sabang hingga Merauke. Belum lagi tentang televisi berlanggan (TV kabel) yang jumlahnya terus bertambah.

Saya mengajak Anda untuk selintas menelaah acara-acara yang ditayangkan televisi nasional. Secara garis besar, kategorikan acaranya meliputi news (berita, talk show), hiburan (infotainment, film, sinetron, musik, talk show, reality show), program anak-anak (film kartun, acara musik anak), siraman rohani, dan acara olahraga.

Dengan analisis kuantitatif sederhana, saya simpulkan acara hiburan (non-edukasi) mendominasi keseluruhan acara di televisi. Ada beberapa televisi yang mengkhususkan acara berita dan program pemerintah, tapi pamornya kalah dengan stasiun televisi kebanyakan.

Wajah pertelevisian kita begitu dipenuhi acara bermutu rendah. Contohnya adalah infotainment yang mengorek hal-hal privat seputar kehidupan selebritas. Sinetron yang menjejali penontonnya dengan kekerasan verbal dan nonverbal. Kemudian acara musik yang lebih menonjolkan kehebohan para pembawa acaranya dan sarat dengan makian dan slapstick kasar.

Bagaimana dengan acara religius? Hampir semua acara siraman rohani tidak maksimal menyentuh kesadaran dalam beragama. Yang muncul justru aneka lelucon tak ubahnya siaran

1 Artikel dimuat di majalah Komunika edisi Februari 2013

(2)

komedi. Acara religious didesain dengan konsep hiburan: harus bisa menjual dan mendatangkan iklan.

Memang acara yang menggugah kepekaan sosial tidak menarik dan bukan primadona pemirsa televisi. Tapi, sebagai penonton, kita seharusnya selektif dalam memilih acara. Penonton tidak boleh pasrah dengan semua acara yang disajikan stasiun televisi.

Ada sederet teori komunikasi massa yang mengekspos konsep audiens aktif. Misalnya, teori uses and gratifi cation dan reception theory. Keduanya menitikberatkan pada kekuatan audiens untuk selektif dan memaknai acara televisi sesuai kebutuhan dan konteksnya sendiri.

Dalam tulisan ini, saya menyajikan informasi mengenai empat kerangka akuntabilitas media yang dikembangkan oleh McQuail (2005: 211-215) yang mendeskripsikan relasi antara media massa dan penonton.

Pertama adalah Kerangka Hukum dan Aturan (The Frame of Law and Regulation) yang mengacu pada semua kebijakan publik, hukum, dan peraturan yang memengaruhi struktur media dan kegiatan operasional media. Tujuan kerangka ini untuk menciptakan dan menjaga kondisi interkomunikasi di masyarakat yang bebas dan luas. Memastikan bahwa apa yang diberitakan oleh media massa tidak ada yang merugikan masyarakat serta individu.

Kedua adalah Kerangka Pasar (The Market Frame). Kerangka pasar selayaknya membawa peningkatan kualitas terhadap kinerja media melalui mekanisme kompetisinya. Memang tidak ada kontrol yang memaksa dalam kerangka ini, namun hukum permintaan dan persediaan harus mampu memastikan bahwa ada keseimbangan antara kepentingan produsen dan konsumen. Sistem pasar ini tidak membutuhkan adanya regulasi atau peraturan dari luar, karena secara alamiah system ini akan mengatur dan mengoreksi penyimpangan yang terjadi.

Ketiga adalah Kerangka Tanggung Jawab Publik (The Frame of Public Responsibility). Kerangka ini mengacu pada fakta bahwa organisasi media adalah juga institusi sosial yang memiliki kewajiban moral untuk melakukan kewajiban publik. Walaupun realitasnya terkadang berada di luar target organisasi (profit making) dan menyediakan lapangan pekerjaan.

Publik memiliki harapan besar bahwa media akan memberi mereka informasi, publisitas, dan budaya yang positif. Jika media dianggap gagal dalam mengemban tugas sosial ini, media dapat dimintai pertanggungjawabannya oleh opini publik, atau ”polisi” kepentingan publik lainnya, termasuk para politisi. Mekanisme dan prosedur dalam kerangka ini terwujud dalam aktivitas kelompok penekan (pressure groups), termasuk di antaranya adalah organisasi konsumen media dan survey opini publik.

Sedangkan keempat adalah Kerangka Tanggung Jawab Profesi (The Frame of Professional Responsibility). Kerangka ini mengacu pada akuntabilitas yang muncul dari adanya rasa menghormati dan pengembangan etika professional dari para pekerja media, seperti jurnalis, yang menentukan sendiri standar kinerja yang baik (standards of good performance). Kerangka

(3)

ini juga berlaku di berbagai asosiasi pemilik media, editor, produser, dan sebagainya yang bertujuan untuk melindungi kepentingan industri media melalui peraturan internal.

Mengacu pada kerangka akuntabilitas McQuail di atas, jika kapitalisme sudah demikian kuat mencengkeram pengelola televisi, maka Anda sebagai audiens memiliki kuasa untuk melakukan kerangka akuntabilitas kedua (kerangka pasar), bahkan kerangka akuntabilitas ketiga (kerangka tanggung jawab publik).

Kerangka pasar sangat bergantung pada hukum demand and supply. Jika sebuah acara bermutu rendah tidak ada peminatnya, toh acara tersebut akan gugur dengan sendirinya. Namun ingat, hal sebaliknya juga bisa terjadi, rating acara akan semakin melambung jika kita terus-menerus memantengnya. Sedangkan melalui kerangka ketiga, kita bisa menggalang kekuatan yang lebih luas lagi untuk mengendalikan acara-acara yang tidak bermutu. Kita bisa memaksimalkan kritikan. Misalnya melalui Komisi Penyiaran Indonesia.

Pertanyaannya, bisakah kita menjadi audiens yang cerdas, selektif, dan leluasa mengganti channel untuk acara sampah. Bahkan, mematikan pesawat televisi ketika acara yang ditayangkan tidak memuat nilai-nilai pendidikan yang bisa kita ambil manfaatnya.

TUTORIAL 56

Referensi:

 Karlinah, Siti., Soemirat, Betty., dan Komala, Lukiati. 2006. Komunikasi Massa. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.

 McQuail, Dennis. 2005. McQuail’s Mass Communication Theory. London: Sage Publications Ltd.

 Steinberg, Sheila. 2007. An Introduction to Communication Studies. Cape Town: Juta & Co.MUNIKA #11

FISIP

Referensi

Dokumen terkait

[r]

 STRATEGI KOMUNIKASI CUSTOMER RELATIONS DALAM MENINGKATKAN KEPUASAN TAMU HOTEL NOVOTEL SOLO (Studi Deskriptif Kualitatif tentang kegiatan Customer Relations dalam

Biji besi hasil penambangandimasukkan ke dalam tanur tinggi tersebut dan di dalam tanur tinggi dilakukan proses reduksi tidak langsung yang cara kerjanya yaitubahan

Melalui dasar pemikiran tersebut, peneliti mencoba mengangkat penelitian dengan tema etika komunikasi dalam perspektif al-Qur’an dengan memperbandingkan dua tafsir

2 Orang-orang yang penting bagi saya berpikir bahwa saya seharusnya menggunakan E- Learning.. 3 Dosen saya sangat membantu dalam pengunaan

Hasil penelitian secara empiris mengenai hubungan dan pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar metematika yang dilakukan terhadap siswa-siswa di kelas IX SMP

Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan – bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang

Jika anda mencurigai bahwa Windows XP anda tidak bisa melakukan boot karena master boot record yang rusak, maka anda bisa menggunakan sebuah tool Recovery Console yang disebut