• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELUANG KACANG HIJAU Phaseolus radiatus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELUANG KACANG HIJAU Phaseolus radiatus"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PELUANG KACANG HIJAU

(Phaseolus radiatus)

SEBAGAI DIET MANULA

MOHD. HARISUDIN1

Abstrak

Semakin meningkatnya jumlah angka harapan hidup di Indonesia membawa implikasi pada meningkatnya biaya perawatan manusia. Umur panjang dipandang sebagai sesuatu yang menggembirakan bagi manusia, karena saat itulah saatnya menuai hasil dari kerja keras sebelumnya (saat masih produktif). Kenyataan yang sering terjadi adalah dengan bertambahnya usia, seseorang tidak selalu linier dengan kebahagiaan. Usia lanjut seringkali membawa berbagai macam gangguan kesehatan. Umumnya disebabkan kurang berfungsinya organ tubuh untuk menunjang aktifitas fisik. Kehadiran pangan fungsional yang dimaksudkan sebagai alternatif pemecahan masalah-masalah tersebut mendapatkan apresiasi. Namun demikian, pangan fungsional apa yang akan dipilih masih menjadi pertanyaan mendasar bagi sebagian besar orang. Kacang hijau (Phaseolus radiatus) yang sudah sejak lama menjadi bahan baku produk makanan olahan di banyak daerah Indonesia ternyata memiliki potensi sebagai alternatif yang baik bagi manula. Kacang hijau (Phaseolus radiatus) memiliki berbagai unsur vitamin (A, thiamin, riboflavin, niasin, piridoksin, biotin, alfa-tokoferol) dan mineral (besi, belerang, kalsium, mangaan, magnesium). Kelompok vitamin B (B1, B6 dan B12) merupakan bahan baku untuk memproduksi asetilkolin, yaitu neurotransmitter yang berfungsi dalam fungsi mengingat. Selain itu, Phaseolus radiatus juga memiliki kandungan zat non-gizi yang sangat bermanfaat bagi manula, yaitu isoflavon. Isoflavon adalah suatu metabolit sekunder yang banyak disintesa oleh tanaman.

Kata kunci: kacang hijau; antioksidan; isoflavon

PENDAHULUAN

Gerakan Indonesia sehat 2010 yang dicanangkan oleh Presiden sejak 1999 merupakan suatu strategi perencanaan pembangunan yang mempertimbangkan dampak terhadap kesehatan individu, keluarga dan masyarakat (Sujudi, 2004). Perwujudan Indonesia sehat 2010 difokuskan untuk membentuk sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yang mampu hidup lebih lama, menikmati hidup sehat, mempunyai kesempatan meningkatkan ilmu pengetahuan dan hidup sejahtera dengan tingkat pendapatan yang cukup memadai.

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan sektor kesehatan adalah meningkatnya angka harapan hidup (AHH) penduduk Indonesia. Adanya peningkatan AHH ini juga membawa konsekuensi pada semakin banyaknya masalah kesehatan yang dibawa oleh manusia usia lanjut (Manula) tersebut. Peningkatan jumlah obesitas dan angka kejadian berbagai penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus dan kanker telah meningkat seiring meningkatnya AHH penduduk Indonesia.

Paradigma hidup sehat manusia modern adalah “mencegah lebih baik dari pada mengobati” menjadi alternatif solusi dari banyaknya permasalahan kesehatan manula. Hidup sehat tanpa obat membawa implikasi pada perubahan pola hidup manusianya, seperti perubahan gaya hidup serta pola konsumsi yang mengarah pada konsumsi makanan yang menyehatkan (mengacu pedoman umum gizi

(2)

seimbang-PUGS) dengan minimal lemak, melakukan aktivitas fisik, mengurangi tingkat stress dan hidup secara ikhlas. Akhir tahun 1980-an terjadi paradigma baru tentang pangan yang terkait dengan kesehatan. Pangan telah diyakini tidak saja berfungsi untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi tubuh yang sesuai dengan kebutuhan (jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh) saja. Sekarang ini, filosofi orang makan telah mengalami pergeseran, dari sekedar untuk kenyang berubah kepada harapan untuk mencapai tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal (Astawan, 2003).

Harapan tersebut menuntut bahan pangan yang dikonsumsi tidak lagi sekadar memenuhi kebutuhan dasar tubuh (yaitu bergizi dan lezat), tetapi juga dapat bersifat fungsional. Dari sinilah lahir konsep dasar pangan fungsional (functional foods), yang akhir-akhir ini sangat populer di kalangan masyarakat dunia. Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih komponen, yang berdasar kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh (Muchtadi, 2003).

Produk-produk pangan fungsional memiliki prospek menguntungkan dan mempunyai nilai jual tinggi dan sangat prospektif. Secara umum, sediaan produk-produk pangan fungsional di dunia terbagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok produk-produk bakery dan snack, kelompok susu, kelompok minuman (Anonim, 2004a). Meskipun konsep pangan fungsional baru muncul dalam dua dekade terakhir, akan tetapi sesungguhnya sudah banyak jenis makanan tradisional yang memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai pangan fungsional, salah satunya adalah bubur kacang hijau. Bubur yang berbahan baku utama kacang hijau ini telah menjadi makanan umum penduduk Indonesia. Di berapa daerah banyak ditemui warung makan yang menyediakan bubur kacang hijau. Dalam industri makanan minuman, kacang hijau sudah diproduksi dalam sediaan sari buah yang terkemas dengan tetra pak, bubur instan untuk ibu hamil, ibu menyusui, bahkan balita.

Selain sebagai sumber lemak, vitamin dan protein, kacang hijau juga merupakan sumber mineral dan serat pangan (dietary fiber). Kadar serat dalam kacang-kacangan mempunyai peran yang sangat penting dalam pola makan. Namun demikian, penelitian mengenai atribut gizi kacang polong pada umumnya masih relatif sedikit, kecuali kedelai (Afriansyah, 2000). Protein kacang-kacangan (termasuk kacang hijau) umumnya kaya akan lisin, leusin, dan isoleusin, tapi terbatas dalam hal kandungan metionin dan sistin. Hal ini menyebabkan kacang-kacangan sering dikombinasikan dengan serealia. Sebab, serealia kaya akan metionin dan sistin, tapi miskin lisin (Anonim, 2004b)

(3)

MASALAH MANULA

Dalam masalah pangan, dua dasawarsa terakhir Indonesia mengalami berbagai aspek masalah transisi, antara lain pola konsumsi yang mengarah kepada transformasi pola makan ala barat, yang berarti konsumsi lemak, garam dan gula cenderung berlebihan, sedangkan serat dan karbohidrat kompleks cenderung berkurang. Perubahan tersebut sudah dirasakan berdampak kurang baik, turunan dari perubahan tersebut berakibat pada prevalensi penyakit degeneratif yang drastis meningkat, seperti penyakit jantung koroner, ginjal, diabetes mellitus dan kanker (Karyadi, 1996; Muchtadi, 1999).

Gangguan-gangguan tersebut diantaranya dimulai adanya radikal bebas dalam tubuh, yaitu sebuah molekul atau atom yang mempunyai elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya (Nabet, 1996). Molekul ini sangat labil dan mudah membentuk senyawa baru. Dalam keadaan normal-pun, tubuh membentuk radikal bebas atau bisa disebut prooksidan (Sapari, 1996). Menurut Raharjo (1996), radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel, karena dapat menimbulkan kerusakan pada protein (aktivitas enzim terganggu), asam nukleat (kerusakan DNA, mutasi sel), dan kerusakan pada lipida (fluiditas membran terganggu). Sebagai akibat itu semua adalah pertumbuhan dan perkembangan sel menjadi tidak wajar, bahkan dapat menyebabkan kematian (Muchtadi, 1999). Pada keadaan normal, dalam tubuh terdapat keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan, akan tetapi pada keadaan tertentu keseimbangan dapat terganggu. Akibatnya bisa berlanjut pada timbulnya berbagai penyakit degeneratif.

KANDUNGAN KACANG HIJAU

Diantara pangan fungsional yang berpotensi untuk dikembangkan di bumi Indonesia adalah pangan berbahan kacang hijau. Kacang hijau (Phaseolus radiatus) yang juga biasa disebut mungbean merupakan tanaman yang dapat tumbuh hampir di semua tempat di Indonesia. Berbagai jenis makanan (olahan) asal kacang hijau seperti bubur kacang hijau, minuman kacang hijau, kue/penganan tradisional, dan kecambah kacang hijau telah sejak lama dikenal oleh masyarakat Indonesia (Anonim, 2004b).

Kacang hijau mengandung berbagai zat gizi dan non-gizi penting yang diperlukan untuk mencegah sakit, menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh agar optimal. Diantara zat gizi yang banyak terkandung di dalam kacang hijau adalah vitamin B1 dan B2 (Anonim, 2004b), berbagai asam amino penting, protein, serat, zat gizi mikro, mineral dan vitamin B6. Kandungan protein kacang hijau sekitar 24%. Dalam menu masyarakat sehari-hari, kacang-kacangan merupakan alternatif sumber protein nabati terbaik. Telah disadari bahwa daya cerna protein kacang-kacangan tidak setinggi protein hewani. Protein kacang-kacangan (nabati) umumnya memiliki asam amino pembatas lebih banyak, sehingga pemanfaatannya oleh tubuh tidak dapat menandingi protein hewani. Protein kacang hijau kaya akan asam amino lisin.

(4)

Lemak

Kandungan lemak dalam kacang hijau adalah 1,3%, dibawah kedelai (18%), dari data tersebut kacang hijau memiliki kelebihan tidak mudah tengik dibanding kedelai. Dari kandungan lemak tersebut, 73% nya merupakan asam lemak tak jenuh dan 27% tersusun atas lemak jenuh. Dengan rendahnya kandungan asam lemak jenuh tersebut, maka kacang hijau aman dikonsumsi oleh orang yang memiliki masalah dengan kelebihan berat badan dan pasien penderita penyakit jantung (Anonim, 2004d).

Vitamin B1

Vitamin B1 (tiamin) mulai dibicarakan sebagai hormon makanan sejak tahun 1911. Pada awalnya vitamin B1 dikenal sebagai anti beri-beri. Selanjutnya dibuktikan dalam hewan percobaan bahwa vitamin B1 juga bermanfaat untuk membantu proses pertumbuhan. Eykman seorang dokter Belanda di Indonesia pada tahun 1897 menemukan penyakit beri pada ayam yang diberi beras sosoh. Kejadian beri-beri ini dapat dicegah apabila ransum diganti dengan beras merah, barley, atau kacang-kacangan. Temuan Eykman dan peneliti-peneliti lain di Filipina merupakan sejarah terungkapnya peran penting dari vitamin B1 (Anonim, 2004b).

Vitamin B1 adalah bagian dari koenzim yang berperan penting dalam oksidasi karbohidrat untuk diubah menjadi energi. Tanpa kehadiran vitamin B1 tubuh akan mengalami kesulitan dalam memecah karbohidrat. Vitamin B1 konon juga dikenal sebagai vitamin semangat. Tanda-tanda pertama orang yang kekurangan vitamin B1 adalah penurunan kerja syaraf. Kegiatan syaraf terganggu karena oksidasi karbohidrat terhambat. Penelitian pada sekelompok orang yang makanannya kurang cukup mengandung vitamin B1 dalam waktu singkat muncul gejala-gejala mudah tersinggung, tidak mampu memusatkan pikiran, dan kurang bersemangat. Hal ini mirip dengan tanda-tanda orang stress. Dampak jangka panjang yang terjadi adalah mudah capai, kurang nafsu makan, berat badan turun, konstipasi (sulit buang air besar) dan nyeri syaraf (Agung, 2004).

Kebutuhan vitamin B1 seseorang akan meningkat apabila bekerja lebih banyak menggunakan tenaga (energi). Mereka yang rajin berolahraga berarti juga memerlukan vitamin B1 lebih banyak. Kandungan vitamin B1 dalam air susu ibu (ASI) sangat tergantung pada ada tidaknya vitamin tersebut dalam makanan yang dikonsumsi ibu. Vitamin B1 bersama-sama dengan vitamin B6 dan B12 merupakan bahan baku untuk memproduksi asetilkolin, yaitu neurotransmitter yang berperan dalam fungsi mengingat (Anonim, 2004e).

Vitamin B2

Kandungan vitamin B2 (riboflavin) yang cukup tinggi dalam kacang hijau sangat bermanfaat bagi kesehatan. Vitamin B2 mempunyai fungsi kesehatan yang lebih beragam. Hewan-hewan percobaan yang kekurangan vitamin B2 mengalami gangguan pertumbuhan. Sebaliknya hewan yang diberi cukup vitamin B2 menampakkan kegiatan yang aktif, mempunyai kesanggupan mengandung dan menyusui yang lebih baik, dapat mencapai umur yang lebih panjang, dan memperlambat kesenilan (pikun).

(5)

baik (tidak abnormal). Pada manusia kekurangan vitamin B2 memunculkan gejala seperti bibir dan sudut mulut retak-retak atau kemerahan, dan radang pada kornea mata (Anonim, 2004b).

Meskipun kebutuhan vitamin B2 manusia rendah, dan dapat hidup tanpa menunjukkan gejala-gejala defisiensi yang berarti, namun kebanyakan ahli sependapat bahwa kecukupan vitamin B2 akan menjamin kesehatan yang baik. Vitamin B2 dapat membantu penyerapan protein di dalam tubuh. Kehadiran vitamin B2 akan meningkatkan pemanfaatan protein sehingga penyerapannya menjadi lebih efisien. Ini barangkali menjelaskan mengapa vitamin B2 termasuk komponen penting dalam proses pertumbuhan (Anonim, 2004b).

Vitamin B2 juga berkemampuan sebagai antioksidan, disamping perannya sebagai kofaktor dalam reaksi oksido-reduksi, vitamin B2 tampak mempunyai aksi antioksidan langsung. Hal ini bisa dilihat dengan adanya hidroperoksida lipidik, secara invitro, vitamin B2 diubah menjadi bentuk teroksidasi (Nabet, 1996).

Isoflavon

Senyawa isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak disintesa oleh tanaman (Pawiroharsono, 2004). Namun tidak layaknya senyawa metabolit sekunder yang lain, karena senyawa ini tidak disintesis oleh mikroorganisme. Dengan demikian, mikroorganisme tidak mempunyai kandungan senyawa ini. Isoflavon termasuk dalam subkelas dari flavonoid, yakni kelompok besar antioksidan polifenol yang banyak dijumpai secara alami dalam buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan dan minuman, seperti teh dan minuman anggur, produk fermentasi buah anggur.

Antioksidan ialah zat pencegah oksigen bergabung dengan zat lain untuk menimbulkan kerusakan pada sel-sel; antioksidan mampu melindungi tubuh terhadap timbulnya sel kanker sebab menetralkan radikal bebas (molekul tak stabil), biasanya mengandung oksigen, hasil proses kimia normal tubuh dan pengaruh lingkungan, seperti radiasi, asap knalpot, asap rokok (Afriansyah, 2000).

Jenis isoflavon utama yang ditemukan dalam kacang hijau adalah genistein dan daidzein (Afriansyah, 2000). Isoflavon juga mampu menurunkan kolesterol darah, baik dikonsumsi bagi pasien yang mengalami gangguan jantung, baik bagi pembentukan struktur massa tulang dan berbagai masalah yang terkait dengan pasca menopaus pada wanita (Setchell, 2000). Peran isoflavon mirip dengan estrogen pada sel-sel manusia, sehingga lazim disebut dengan phytoestrogen (Schmidl and Labuza, 2000). Pada wanita menjelang menopaus, produksi estrogen menurun sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan seperti osteoporosis dan pencegahan kanker. Pada wacana ini, isoflavon bisa dijadikan sebagai substitusi turunnya produksi estrogen (Pawiroharsono, 2004). Dengan mengkonsumsi 50 mg/hari atau lebih secara klinis memperbaiki siklus mentruasi pada wanita menjelang menopaus (Cassidy et al., 1994).

(6)

Berbagai riset menunjukkan bahwa isoflavon mempunyai peran potensial dalam mencegah sejumlah penyakit kronis, diantaranya kanker prostat, salah satu momok besar bagi laki-laki di atas 50 tahun. Insiden kanker prostat klinis di antara orang kulit putih Amerika Serikat 10-15 kali lebih tinggi daripada insiden pada orang Jepang, sedangkan insiden kanker prostat laten/tersembunyi secara keseluruhan hanya sekitar 50% lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada beberapa populasi, seperti orang Jepang, pertumbuhan tumor prostat lebih lambat, proses awal kemunculan tumor prostat atau keduanya terjadi lebih lambat dalam kehidupan. Penundaan munculnya tumor prostat klinis beberapa tahun-pun dapat memiliki dampak nyata terhadap penurunan kematian akibat kanker prostat. Konsumsi kedelai dan hasil olahannya diduga dapat menjadi faktor yang berkontribusi terhadap kemungkinan kejadian kematian karena kanker prostat yang rendah pada orang Jepang (Afriansyah, 2000).

Dalam penelitian yang menggunakan media tikus, isoflavon secara signifikan mengurangi metastasis sel kanker (melanoma), mekanisme aksinya adalah menghambat proliferasi sel-sel kanker meskipun dalam kondisi yang tidak mendukung dengan berbagai perlakuan (Anderson et al., 1999). Selain itu, isoflavon juga memiliki peran sebagai antiinflammatin agent. Mekanisme isoflavon sebagai antiinflammasi dapat terjadi melalui efek penghambatan pada jalur metabolisme asam arakhidonat, pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin atau aktivitas “radical scavenging” suatu molekul. Melalui mekanisme tersebut, sel lebih terlindung dari pengaruh negatif, sehingga dapat meningkatkan viabilitas sel (Loggia et al., 1986)

Genistein

Jenis isoflavon utama yang ditemukan adalah genistein dan daidzein. Senyawa isoflavonoid yang mampu menghambat aktivitas senyawa promotor terbentuknya tumor (Pawiroharsono, 2004). Dari sejumlah senyawa isoflavonoid yang banyak disebut-sebut berpotensi sebagai antitumor/antikanker adalah genistein, yang merupakan isoflavon aglikon (bebas). Potensi tersebut antara lain menghambat perkembangan sel kanker payudara (Lamastiniere et al., 1997), sel kanker liver (Hendrich et al., 1997). Penghambatan sel kanker oleh senyawa isoflavon ini terjadi khususnya pada fase promosi (Fujiki et al., 1986).

(7)

Rata-rata orang Asia mengkonsumsi genistein kira-kira 50-75 mg tiap hari lebih kurang setara dengan jumlah yang terdapat dalam tempe sekitar 100 g. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Texas, AS, mengungkapkan bahwa genistein dan daidzein tetap tinggal dalam tubuh selama 24-36 jam. Dengan demikian, untuk menjamin agar sel-sel tubuh terus menerus memperoleh pasokan isoflavon dan terhindar dari kanker prostat, kedelai dan hasil olahannya perlu dikonsumsi tiap hari (Afriansyah, 2000).

Tauge kacang hijau

Tauge mempunyai kandungan vitamin B dan E lebih banyak dibandingkan dengan bentuk bijinya. Selama berkecambah, kadar vitamin B meningkat 2,5 sampai 3 kali lipat. Peningkatan vitamin B1 (thiamin), B2 (riboflavin), B3 (niasin), B6 (piridoksin), biotin juga terjadi selama proses berkecambah. Demikian juga dengan vitamin E (tocopherol), mengalami peningkatan dari 24-230 mg per 100 gram biji kering menjadi 117-662 mg per 100 gram kecambah. Proses berkecambah juga meningkatkan kandungan vitamin E (tocopherol) secara nyata (Anonim, 2004c).

Defisiensi vitamin E pada tikus percobaan menunjukkan terjadinya gangguan pada reproduksi, seperti keguguran pada betina hamil dan pembengkakan gonad pada tikus jantan. Vitamin E adalah antioksidan yang sangat penting bagi tubuh, antara lain untuk menghambat proses penuaan (antiaging). Hingga saat ini tauge (sumber vitamin E) dipercaya sebagai bahan pangan untuk meningkatkan kesuburan (antimandul). Hal tersebut sebenarnya terjadi karena vitamin E mampu melindungi sel-sel telur atau spermatozoa dari berbagai kerusakan akibat oksidasi (radikal bebas). Oksidasi pada spermatozoa kemungkinan dapat menyebabkan sel tersebut cacat. Misalnya terjadi abnormalitas pada bagian ekor atau kepala, sehingga mempengaruhi mobilitasnya (daya gerak) dalam mencapai dan membuahi sel telur. Akibatnya, sulit terjadi proses kehamilan. Sebaliknya, oksidasi pada sel telur wanita juga akan berdampak buruk, sehingga proses pembuahan tidak dapat berlangsung dengan baik.

Antioksidan larut lemak utama ini terdapat pada membran selular dimana vitamin ini mereduksi radikal bebas lipidik lebih cepat daripada oksigen (Nabet, 1996). Tauge kacang hijau juga mengalami peningkatan jumlah asam folat sampai umur perkecambahan 36 jam, kemudian menurun setelahnya. Fungsi asam folat adalah untuk mencegah anemia, diare, serta luka pada lambung dan usus (Anonim, 2004c).

Protein kacang hijau juga meningkat jumlahnya dalam bentuk tauge, peningkatannya dapat mencapai 119% dibanding kandungan awal pada biji (Anonim, 2004c). Hal ini disebabkan terjadinya sintesis protein selama germinasi. Selama proses berkecambah, terjadi hidrolisis protein yang menyebabkan kenaikan kadar asam amino di dalam kecambah.

Menghilangkan Penyebab Perut Kembung

(8)

mukosa usus mamalia tidak mempunyai enzim pencernanya, yaitu alfa-galaktosidase, sehingga tidak dapat diserap oleh tubuh (Anonim, 2004c).

Bakteri-bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan (terutama pada bagian usus halus) akan memfermentasi rafinosa menghasilkan berbagai macam gas, seperti karbondioksida, hidrogen, dan sejumlah kecil metan. Gas-gas tersebutlah yang menyebabkan flatulensi. Meskipun tidak bersifat toksik, flatulensi dapat berakibat serius. Peningkatan tekanan gas dalam rektum dapat menyebabkan tanda-tanda patologis, seperti sakit kepala, pusing, penurunan daya konsentrasi, atau sedikit perubahan mental dan odema. Flatulensi juga dapat berakibat pada timbulnya dipepsi dan konstipasi usus serta diare. Beberapa tindakan seperti perendaman kacang-kacangan dalam air, proses berkecambah, serta fermentasi menjadi berbagai produk olahan, dapat mencegah timbulnya flatulensi yang disebabkan oleh oligosakarida. Melalui perkecambahan, kandungan oligosakarida penyebab flatulen, yaitu rafinosa dan stakhiosa, dapat dikurangi. Dengan demikian, mengonsumsi tauge tidak akan menyebabkan gejala perut kembung (Anonim, 2004c).

Studi tentang konsumsi kacang-kacangan pada anak menunjukkan bahwa kacang hijau adalah yang paling rendah dalam hal menimbulkan flatulensi (gas) dalam perut. Flatulensi disebabkan adanya oligosakarida yang tidak dapat dicerna dan kemudian difermentasikan oleh bakteri usus. Oligosakarida ini jumlahnya relatif sedikit dalam kacang hijau. Kacang hijau juga mengandung kalsium (124 miligram (mg)/100 gram) dan fosfor (326 mg/100 g). Ini berarti kacang hijau bermanfaat untuk memperkuat kerangka tulang yang sebagian besar tersusun dari kalsium dan fosfor (Anonim, 2004b).

Liver

Ekstrak kacang hijau diteliti dengan konsentrasi (100, 500 dan 1000 mg/kg bb) dan silymarin (25 mg/kg bb) diberikan pada liver tikus yang telah di induced acetaminophen. Hasilnya menunjukkan serum glutamate-oxalate-transaminase (SGOT) dan serum glutamate pyruvate-transaminase (SGPT) mengalami penirunan. Hasil tes patologinyapun menunjukkan adanya perbaikan pada semua dosis dibanding pemberian tunggal silymarin. Dengan demikian kacang hijau berpotensi sebagai hepatoprotektor (Wu et al.,2001).

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Afriansyah, N. 2000. Tempe Dapat Hambat Kanker Prostat.Kompas, Minggu, 2 April 2000. http://kompas.com/kompas-cetak/0004/02/iptek/temp21.htm. Agung. 2004. Meningkatkan Produktivitas Kerja dengan Kacang Ijo. Down load

tanggal 31 Agustus 2004. http://www.untag-sby.ac.id/kacang%20ijo.html. Anderson, J.J.B., M. Anthony, M, Messina, S.C. Garner. 1999. Effect of

Phyto-estrogens on Tissues. Nur Res Rev; 12; 75-116.

Anonim. 2004b. Manfaat Kacang Hijau untuk Kesehatan. Down load tanggal 31 Agustus 2004. http://www.glorianet.org/keluarga/kesehatan/kesemanf. html.

Anonim. 2004c Mari, Ramai-Ramai Makan Tauge. Down load tanggal 31 Agustus 2004. http://www.glorianet.org/keluarga/kesehatan/kesemari.html. Anonim. 2004a. Functional Food and Beverages in France. Down load tanggal 12

Agustus

2004.http://www.euromonitor.com/Functional_Food_and_Beverages_in_ France .

Anonim. 2004d. Kacang Hijau untuk Kesehatan dan Kecantikan. Down load tanggal 12 Agustus 2004. http://www.anandamarga.or.id/contents.asp?cntn=607.

Anonim. 2004e. TIPS: Agar Saraf Tetap Bugar !. Down load tanggal 31 Agustus 2004.

http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&arti d=69&Itemid=3.

Anthony, M.S., T.B. Clarkson and J.K. Willian. 1998. Effect of Soy Isoflavones on Atherosclerosis: Potential Mechanisms. Am J Clin Nutr; 68: 1390S-a393S

Astawan, M. 2003. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal, Kompas 22 Maret 2003

Cassidy, A., S. Bingham, K.D.R. Setchell. 1994. Biological Effects of Isoflavones Present in Soy Inpremenopausal Woman: Implications for the Preventation of Breast Cancer. Am. J. Clin. Nutr. 60: 333-340

Fujiki, H., T. Horiuci, K. Yamashita, H. Haki, M. Suganuma, H. Nishino, A. Iwashima, Y. Hirata, and T. Sugimura. 1986. Inhibition of Tumor Promotion by Flavonoids. Plant Flavonoids in Biology and Medicine: Biochemical, Pharmaceutical and Structure Activity Relationship, Alan R. Liss, Inc p: 429-440.

Gabor, M. 1986. Anti-inflammatory and Anti-allergic Properties of Flavonoids. Plant Flavonoids in Biology and Medicine: Biochemical, Pharmaceutical and Structure Activity Relationship, Alan R. Liss, Inc p: 471-480

Harisudin, M. 2004. Strategi dan Prospek Kelayakan Pengembangan Produk Suplemen Makanan dari Bahan Nabati. Disertasi Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor, Tidak dipublikasikan.

(10)

Karyadi, D. Pidato Pengarahan pada Seminar Sehari Senyawa Radikal Bebas dan Sistem Pangan. Kerjasama PSPG-IPB dan Kedutaan Besar Perancis, Bogor.

Lamastimere, C.A., B.W. Murril, and N.M. Brown. 1996. Genistein Supresses Chemically-Induced Mammary Cancer. Second International Symposium on the Role of Soybean in Preventing and Treating Chronic Diseases, September 15-18, 1996, Brussel, Belgique.

Loggia, R.D., A. Tubaro, P. Dri, C. Zilli, and P. Del Negro. 1986. The Role of Falvonoids in the Antiinflammatory Activity of Chamolia Recutita. Plant Flavonoids in Biology and Medicine: Biochemical, Pharmaceutical and Structure-Activity Relationship. Alan R. Liss, Inc. 77-85

Muchtadi, D. 1999. Radikal Bebas dan Penyakit Kronis. Makalah disampaikan pada Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan bagi Staf Pengajar, Bogor, 2-14 Agustus 1999.

Muchtadi, D. 2003. Masyarakat Butuh Pangan yang Meningkatkan Kesehatan, Pikiran Rakyat 9 Maret 2003

Nabet, F.B. 1996. Zat Gizi Antioksidan Pangan Penangkal Senyawa Radikal dalam Sistem Biologis. Seminar sehari Senyawa Radikal Bebas dan Sistem Pangan. Kerjasama PSPG-IPB dan Kedutaan Besar Perancis, Bogor. Nagata, C., N. Takatsuka, Y. Kurisu, and H. Shimizu. 1998. Decreased Serum Total

Cholesterol Concentration is Associated with High Intake of Soy Products in Japanese Men and Women. J. Nutr; 128; 209-213

Pawiroharsono, S. 2004. Prospek dan Manfaat Isoflavon untuk Kesehatan. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-2.htm

Raharjo, S. 1996. Antioksidan dalam Makanan dan Minuman Fungsional, Kursus Singkat Makanan Fungsional, PAU Pangan dan Gizi-UGM, Yogyakarta 8-9 Juli 1996.

Sapari, F. 1996. Radikal Bebas dan Patofisiologi Beberapa Penyakit. Seminar sehari Senyawa Radikal Bebas dan Sistem Pangan. Kerjasama PSPG-IPB dan Kedutaan Besar Perancis, Bogor.

Schmidl, M.K. and T.P. Labuza. 2000. Essentials of Functional Foods, an Aspen Publication, Aspen Publishers, Inc, Gaithersburg, Maryland.

Setchell, K.D.R. 2000. Isoflavon Absorption/Metabolism and Effects of Processing. Paper on Third International Symposium on the Role of Soy in Preventing and Treating Chronic Dosease. Omni Shoreham Hotel Washington, DC USA. Oct 31-Nov 3, 1999.

Sujudi, A. 2004. Misi Pembangunan Kesehatan. Down load tgl 13 Sept 2004.

http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3 0

Referensi

Dokumen terkait

This study aimed to determine the effect of Integrated Reading and Writing Task-based Problem Based Learning to Students at the Science Literacy Concept of

4. Bagaimana pengaruh perubahan tegangan dan sudut phasa serta jumlah iterasi jika terdapat perbandingan R/X saluran yang kecil dan R/X saluran yang besar dari suatu sistem

Dari segi tekstur, semakin tinggi kadar garam yang ditambahkan akan membuat tempe kurang padat dan kompak sehingga panelis memberikan nilai yang paling rendah pada tempe

Maksud dari penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan konsep, teori, dan pendekatan yang berhubungan dengan kompetensi dosen, interaksi sosial

[r]

suatu produk atau jasa, maka orang tersebut tidak akan ada niat sedikitpun untuk.. beralih ketempat

[r]

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji independent sample t-test terhadap gain score untuk mengetahui perbedaan intensi melakukan hubungan seksual pranikah