• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris - Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris - Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor "

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris

Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum

terdiri dari :

1. Bukti tulisan;

2. Bukti dengan saksi-saksi;

3. Persangkaan-persangkaan;

4. Pengakuan;

5. Sumpah;

Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan

tulisan-tulisan di bawah tangan. Tulisan-tulisan otentik berupa akta otentik, yang dibuat

dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang, dibuat di hadapan

pejabat-pejabat (pegawai umum) yang diberi wewenang dan di tempat dimana akta tersebut dibuat.

Akta otentik tidak saja dapat dibuat oleh Notaris, tapi juga oleh Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT), Pejabat Lelang dan Pegawai Kantor Catatan Sipil. Tulisan di bawah tangan

atau disebut juga akta di bawah tangan dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh

undang-undang, tanpa perantara atau tidak di hadapan pejabat umum yang berwenang.

Baik akta otentik maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan untuk dipergunakan

sebagai alat bukti. Dalam kenyataan ada tulisan yang dibuat tidak dengan tujuan sebagai

(2)

mempunyai nilai pembuktian harus dikaitkan atau didukung dengan alat bukti lainnya.

Perbedaan yang penting antara kedua jenis akta tersebut, yaitu dalam nilai pembuktian,

akta otentik mempunyai pembuktian yang sempurna. Kesempurnaan akta Notaris sebagai

alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan

lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut.27 Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan

pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah

satu pihak, jika para pihak mengakuinya, maka akta di bawah tangan tersebut mempunyai

kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana akta otentik, jika salah satu pihak tidak

mengakuinya, beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal akta tersebut,

dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada Hakim. Baik alat bukti

akta di bawah tangan maupun akta otentik keduanya harus memenuhi rumusan mengenai

sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, dan secara materil mengikat

para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata) sebagai suatu perjanjian yang

harus ditepati oleh para pihak (pacta sunt servanda).

Akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris bentuknya sudah ditentukan dalam

Pasal 38 UUJN. Sebagai bahan perbandingan kerangka atau susunan akta yang tersebut

dalam Pasal 38 UUJN berbeda dengan yang dipakai dalam Peraturan Jabatan Notaris

(PJN). Dalam PJN kerangka akta atau anatomi akta terdiri dari :28

27

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris). (Bandung : Refika Aditama, 2009), hal. 121.

28

(3)

1. Kepala (hoofd) Akta : yang memuat keterangan-keterangan dari Notaris mengenai

dirinya dan orang-orang yang datang menghadap kepadanya atau atas permintaan siapa

dibuat berita acara ;

2. Badan Akta : yang memuat keterangan-keterangan yang diberikan oleh pihak-pihak

dalam akta atau keterangan-keterangan dari Notaris mengenai hal-hal yang

disaksikannya atas permintaan yang bersangkutan ;

3. Penutup Akta : yang memuat keterangan dari Notaris mengenai waktu dan tempat akta

dibuat, selanjutnya keterangan mengenai saksi-saksi, dihadapan siapa akta dibuat dan

akhirnya tentang pembacaan dan penandatanganan dari akta itu.

Perbedaan antara Pasal 38 dengan PJN mengenai kerangka akta terutama dalam

Pasal 38 ayat (1) huruf a dan b mengenai awal atau kepala akta dan badan akta. Dalam PJN

kepala akta hanya memuat keterangan-keterangan atau yang menyebutkan tempat

kedudukan Notaris dan nama-nama para pihak yang datang atau menghadap Notaris, dan

dalam Pasal 38 ayat (2) UUJN kepala akta memuat judul akta, nomor akta, jam, hari,

tanggal, bulan dan tahun; dan nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. Satu

perbedaan yang perlu untuk diperhatikan, yaitu mengenai identitas para pihak atau para

penghadap. Dalam PJN identitas para pihak atau para penghadap merupakan bagian dari

kepala akta, sedangkan menurut Pasal 38 ayat (2) UUJN, identitas para pihak atau para

penghadap bukan bagian dari kepala akta, tapi merupakan bagian dari badan akta (Pasal 38

ayat (3) huruf a, dan dalam PJN bahwa badan akta memuat isi akta yang sesuai dengan

(4)

Adanya perubahan mengenai pencantuman identitas para pihak atau para penghadap

yang semula dalam PJN yang merupakan bagian dari kepala atau, kemudian dalam Pasal

38 ayat (3) huruf b UUJN identitas para pihak atau para penghadap diubah menjadi bagian

dari badan akta menimbulkan kerancuan dalam menentukan isi akta, sehingga muncul

penafsiran bahwa identitas para pihak dalam akta merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dengan isi akta. Pencantuman identitas para pihak merupakan bagian dari

formalitas akta Notaris, bukan bagian dari materi atau isi akta. Dalam hal ini Pasal 38 ayat

(2) dan (3) telah mencampuradukkan antara komparisi dan isi akta.29

Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka membuatnya,

oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi.

Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, ada syarat

subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat

perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu

perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu

sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak, yang

terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.30

Dalam hukum perjanjian ada akibat hukum tertentu jika syarat subjektif dan syarat

objektif tidak dipenuhi. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat

dibatalkan sepanjang ada permintaan oleh orang-orang tertentu atau yang berkepentingan.

29

Habib Adjie, Op. Cit. Hal. 122-123. 30

(5)

Syarat subjektif ini senantiasa dibayangi ancaman untuk dibatalkan oleh para pihak yang

berkepentingan dari orang tua, wali atau pengampu. Agar ancaman seperti itu tidak terjadi,

maka dapat dimintakan penegasan dari mereka yang berkepentingan, bahwa perjanjian

tersebut akan tetap berlaku dan mengikat para pihak. Jika syarat objektif tidak dipenuhi,

maka perjanjian batal demi hukum, tanpa perlu ada permintaan dari para pihak, dengan

demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat siapapun. Perjanjian

yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian yang dibuat tidak dipenuhi,

padahal aturan hukum sudah menentukan untuk perbuatan hukum tersebut harus dibuat

dengan cara yang sudah ditentukan atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban

umum,31 karena perjanjian sudah dianggap tidak ada, maka sudah tidak ada dasar lagi bagi

para pihak untuk saling menuntut atau menggugat dengan cara dan bentuk apapun.

Misalnya jika suatu perjanjian wajib dibuat dengan akta (Notaris atau Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT)), tapi ternyata tidak dilakukan, maka perbuatan hukum atau perjanjian

tersebut batal demi hukum.

Syarat sahnya perjanjian tersebut diwujudkan dalam akta Notaris. Syarat subjektif

dicantumkan dalam awal akta, dan syarat objektif dicantumkan dalam badan akta sebagai

isi akta. Isi akta merupakan perwujudan dari Pasal 1338 KUHPerdata mengenai kebebasan

berkontrak dan memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak

mengenai perjanjian yang dibuatnya. Dengan demikian jika dalam awal akta, terutama

31

(6)

syarat-syarat para pihak yang menghadap Notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka

atas permintaan orang tertentu akta tersebut dapat dibatalkan. Jika dalam isi akta tidak

memenuhi syarat objektif, maka akta tersebut batal demi hukum. Oleh karena Pasal 38 ayat

(3) huruf a UUJN telah menentukan bahwa syarat subjektif dan syarat objektif bagian dari

badan akta, maka timbul kerancuan, antara akta yang dapat dibatalkan dengan akta yang

batal demi hukum, sehingga jika diajukan untuk membatalkan akta Notaris karena tidak

memenuhi syarat subjektif, maka dianggap membatalkan seluruh badan akta, termasuk

membatalkan syarat objektif. Syarat subjektif ditempatkan sebagai bagian dari awal akta,

dengan alasan meskipun syarat subjektif tidak dipenuhi sepanjang tidak ada pengajuan

pembatalan dengan cara gugatan dari orang-orang tertentu, maka isi akta yang berisi syarat

objektif tetap mengikat para pihak, hal ini berbeda jika syarat objektif tidak dipenuhi, maka

akta dianggap tidak pernah ada.32

Akta Notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi. Jika ada

prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan,

maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Jika sudah berkedudukan

seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada Hakim.

Selain diatur dalam UUJN , dalam teknik pembuatan akta otentik juga tidak terlepas

dari Aturan Bea Materai 1921 Pasal 29 (ABM’21). ABM’21 sudah tidak berlaku lagi

karena sudah ada Undang-undang No. 13 ditahun 1985 tentang Bea Materai tapi menurut

32

(7)

Mahkamah Agung, akta Notaris yang dulunya tunduk kepada aturan bea materai luas,

artinya setiap halaman akta dikenakan bea materai, diminta untuk dipertahankan walaupun

bea materai luas tersebut sudah tidak ada lagi. Dalam Pasal 29 ABM’21, akta Notaris harus

dibuat menurut ukuran luas kertas 12.4740 mm², jumlah suku kata dalam satu baris sudah

ditentukan sebanyak 15 suku kata, pada sisi kiri akta masih ada ruangan kosong sekitar ⅓

bagian dan ruang kosong ini dipergunakan untuk mengisi renvoi bila ada. Satu halaman

hanya boleh mengandung 30 baris.33

Akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris berkedudukan sebagai akta otentik

menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN, hal ini sejalan dengan

pendapat Philipus M. Hadjon, bahwa syarat akta otentik yaitu :34

1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang (bentuknya baku),

2. Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum.

Pasal 1868 KUHPerdata merupakan sumber untuk otensitas akta Notaris juga

merupakan dasar legalitas eksistensi akta Notaris, dengan syarat-syarat sebagai berikut :

1. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) seorang pejabat

umum,

2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,

3. Pejabat umum oleh – atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai

wewenang untuk membuat akta tersebut.

33

Sutrisno, Komentar UU Jabatan Notaris Buku II, Medan, 2007, hal. 2. 34

(8)

Menurut C.A.Kraan akta otentik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti

dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh

pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya

ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja.

2. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang

berwenang.

3. Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi, ketentuan tersebut mengatur tata

cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan mengenai

tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukan/jabatan pejabat yang

membuatnya dan data dimana dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut).

4. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang

mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan jabatannya.

5. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat adalah hubungan

hukum di dalam bidang hukum privat.

Syarat-syarat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan seorang Pejabat Umum.

Pasal 1 angka 7 UUJN menentukan bahwa akta Notaris adalah akta otentik yang

dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam

UUJN, dan secara tersirat dalam Pasal 58 ayat (2) UUJN disebutkan bahwa Notaris wajib

(9)

Akta yang dibuat oleh Notaris dalam praktek Notaris disebut akta relaas atau akta

berita acara yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat dan disaksikan Notaris sendiri

atas permintaan para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan

dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris. Akta yang dibuat di hadapan Notaris, dalam

praktek Notaris disebut akta pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para

pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan Notaris. Para pihak berkeinginan

agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris.35

Pembuatan akta Notaris baik akta relaas maupun akta pihak, yang menjadi dasar

utama atau inti dalam pembuatan akta Notaris, yaitu harus ada keinginan atau kehendak

(wilsvorming) dan permintaan dari para pihak, jika keinginan dan permintaan para pihak

tidak ada, maka Notaris tidak akan membuat akta yang dimaksud. Untuk memenuhi

keinginan dan permintaan para pihak Notaris dapat memberikan saran dengan tetap

berpijak pada aturan hukum. Ketika saran Notaris diikuti oleh para pihak dan dituangkan

dalam akta Notaris, meskipun demikian tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan

keinginan dan permintaan para pihak, bukan saran atau pendapat Notaris atau isi akta

merupakan perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan Notaris.36

Dalam tataran hukum (kenotariatan) yang benar mengenai akta Notaris dan Notaris,

jika suatu akta Notaris dipermasalahkan oleh para pihak, maka :

35

G.H.S.Lumban Tobing, Op Cit, hal. 51.

36

(10)

1. Para pihak datang kembali ke Notaris untuk membuat akta pembatalan atas akta

tersebut, dan dengan demikian akta yang dibatalkan sudah tidak mengikat lagi para

pihak, dan para pihak menanggung segala akibat dari pembatalan tersebut.

2. Jika para pihak tidak sepakat akta yang bersangkutan untuk dibatalkan, salah satu pihak

dapat menggugat pihak lainnya, dengan gugatan untuk mendegradasikan akta Notaris

menjadi akta di bawah tangan. Setelah didegradasikan, maka Hakim yang memeriksa

gugatan dapat memberikan penafsiran tersendiri atas akta Notaris yang sudah

didegradasikan, apakah tetap mengikat para pihak atau dibatalkan. Hal ini tergantung

pembuktian dan penilaian hukum.

Jika dalam posisi yang lain, yaitu salah satu pihak merasa dirugikan dari akta yang

dibuat Notaris, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan berupa

tuntutan ganti rugi kepada Notaris yang bersangkutan, dengan kewajiban Penggugat, yaitu

dalam gugatan harus dapat dibuktikan bahwa kerugian tersebut merupakan akibat langsung

dari akta Notaris. Dalam kedua posisi tersebut, Penggugat harus dapat membuktikan apa

saja yang dilanggar oleh Notaris, dari aspek lahiriah, aspek formal dan aspek materil atas

akta Notaris.

b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.

Pengaturan pertama kali Notaris Indonesia berdasarkan Instruktie Voor De

Notarissen Residerende In Nederlands Indie dengan Stbl No. 11, tanggal 7 Maret 1822,

kemudian dengan Reglement Op Het Notaris Ambt In Indonesie (Stb.1860 : 3), dan

(11)

diterjemahkan menjadi PJN.37 Meskipun Notaris di Indonesia diatur dalam bentuk

Reglement, hal tersebut tidak dimasalahkan karena sejak lembaga Notaris lahir di

Indonesia, pengaturannya tidak lebih dari bentuk Reglement, dan secara kelembagaan

dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954, yang tidak mengatur mengenai bentuk

akta. Setelah lahirnya UUJN keberadaan akta notaris mendapat pengukuhan karena

bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dalam hal ini ditentukan dalam Pasal 38

UUJN.38

c. Pejabat umum oleh – atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang

untuk membuat akta itu.

Wewenang Notaris meliputi 4 (empat) hal, yaitu :

1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang harus dibuat itu.

Wewenang Notaris dalam pembuatan akta otentik sepanjang tidak dikecualikan

kepada pihak atau pejabat lain, atau Notaris juga berwenang membuatnya di

samping dapat dibuat oleh pihak atau pejabat lain, mengandung makna bahwa

wewenang Notaris dalam membuat akta otentik mempunyai wewenang yang

umum, sedangkan pihak lainnya mempunyai wewenang terbatas. Pasal 15 UUJN

telah menentukan wewenang Notaris.39 Wewenang ini merupakan suatu batasan,

37

Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba Serbi Praktek Notaris, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hal. 362.

38

Habib Adjie, Op Cit, hal. 54. 39

Kewenangan Notaris yang lainnya yaitu : (2) Notaris berwenang pula :

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;

(12)

bahwa Notaris tidak boleh melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang

tersebut.

2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang (orang) untuk kepentingan

siapa akta itu dibuat.

Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang (-orang) untuk kepentingan

siapa akta itu dibuat. Meskipun Notaris dapat membuat akta untuk setiap orang,

tapi agar menjaga netralitas Notaris dalam pembuatan akta, ada batasan bahwa

menurut Pasal 52 UUJN Notaris tidak diperkenankan untuk membuat akta untuk

diri sendiri, isteri/suami atau orang lain yang mempunyai hubungan

kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah

dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat,

serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak

untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan

kuasa.

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat.

Pasal 18 ayat (1) UUJN menentukan bahwa Notaris harus berkedudukan di

daerah kabupaten atau kota. Setiap Notaris sesuai dengan keinginannya

mempunyai tempat kedudukan dan berkantor di daerah kabupaten atau kota

sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. Membuat akta risalah lelang;

(13)

(Pasal 19 ayat (1) UUJN). Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh

wilayah propinsi dari tempat kedudukannya (Pasal 19 ayat (2) UUJN).

Pengertian pasal-pasal tersebut bahwa Notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya tidak hanya harus berada di tempat kedudukannya, karena Notaris

mempunyai wilayah jabatan seluruh propinsi. Hal ini dapat dijalankan dengan

ketentuan :

a. Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya (membuat akta) di luar tempat

kedudukannya, maka Notaris tersebut harus berada di tempat akta akan

dibuat.

b. Pada akhir akta harus disebutkan tempat (kota atau kabupaten) pembuatan

dan penyelesaian akta.

c. Menjalankan tugas jabatan di luar tempat kedudukan Notaris dalam wilayah

jabatan satu propinsi tidak merupakan suatu keteraturan atau tidak terus

menerus (Pasal 19 ayat (2) UUJN).

4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus dalam keadaan aktif, artinya

tidak dalam keadaan cuti atau diberhentikan sementara waktu. Notaris yang

sedang cuti, sakit atau sementara berhalangan untuk menjalankan tugas

jabatannya. Agar tidak terjadi kekosongan, maka Notaris yang bersangkutan

dapat menunjuk Notaris Pengganti (Pasal 1 angka 3 UUJN).

(14)

Karakter yuridis akta Notaris, yaitu :

1. Akta Notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh

undang-undang (UUJN).

2. Akta Notaris dibuat karena ada permintaan para pihak, dan bukan keinginan

Notaris.

3. Meskipun dalam akta Notaris tercantum nama Notaris, tapi dalam hal ini Notaris

tidak berkedudukan sebagai pihak bersama-sama para pihak atau penghadap yang

namanya tercantum dalam akta.

4. Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Siapa pun terikat dengan akta

Notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain, selain yang tercantum dalam akta tersebut.

5. Pembatalan daya ikat akta Notaris hanya dapat dilakukan atas kesepakatan para

pihak yang namanya tercantum dalam akta. Jika ada yang tidak setuju, maka pihak

yang tidak setuju harus mengajukan permohonan ke Pengadilan Umum agar akta

yang bersangkutan tidak mengikat lagi dengan alasan-alasan tertentu yang dapat

dibuktikan.

Berdasarkan Pasal 1888 KUHPerdata, kekuatan pembukian suatu bukti tulisan

adalah pada akta aslinya, apabila akta yang asli itu ada, maka salinan-salinan serta

ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya sekadar salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar-ikhtisar-ikhtisar itu sesuai

dengan aslinya, yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukkannya.

Kekuatan pembuktian akta otentik akan ada selama minuta akta aslinya masih menjadi

bagian prokol Notaris. Apabila Notaris tersebut pensiun maka protokol Notaris pensiun

(15)

B. Nilai Pembuktian Akta Notaris

Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian :

1. Lahiriah

Kemampuan lahiriah akta Notaris merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk

membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat dari luar (lahirnya)

sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan

mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik,

sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta

tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada

pada pihak yang menyangkal keotentikan akta Notaris. Parameter untuk

menentukan akta Notaris sebagai akta otentik, yaitu tanda tangan dari Notaris yang

bersangkutan, baik yang ada pada minuta dan salinan serta adanya awal akta (mulai

dari judul) sampai dengan akhir akta.

Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta Notaris sebagai akta

otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan kepada

syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Pembuktian semacam ini harus dilakukan

melalui upaya gugatan ke Pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara

lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta Notaris.40

2. Formal

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut

dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang

40

(16)

menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah

ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan

kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak

yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak / penghadap, saksi dan Notaris, serta

membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta pejabat / berita

acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak / penghadap (pada akta

pihak).

Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan

formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan,

tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap,

membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan, dan didengar oleh Notaris.

Selain itu juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para

pihak yang diberikan / disampaikan di hadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan

para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan.

Dengan kata lain, pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan

pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu

membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapapun.41

3. Materil

Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut dalam

akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau

41Ibid,

(17)

mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya

(tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/ dimuat dalam akta pejabat

(atau berita acara), atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan

Notaris dan para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang kemudian dituangkan / dimuat

dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris

yang kemudian/keterangannya dituangkan/dimuat dalam akta harus dinilai telah benar

berkata demikian. Jika ternyata pernyataan / keterangan para penghadap tersebut menjadi

tidak benar, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal

semacam itu. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang

sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk/diantara para pihak dan para ahli waris serta

para penerima hak mereka.

Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan harus dapat

membuktikan bahwa Notaris tidak menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam

akta, atau para pihak yang telah benar berkata (di hadapan Notaris) menjadi tidak benar

berkata, dan harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari

akta Notaris.42

Dalam praktik pembuatan akta Notaris, ketiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan

satu dengan lainnya. Namun aspek-aspek tersebut harus dilihat secara keseluruhan sebagai

bentuk penilaian pembuktian atas keotentikan akta Notaris. Nilai pembuktian tersebut

dapat dikaji dari beberapa putusan perkara pidana dan perkara perdata yang sesuai dengan

ketiga aspek tersebut.

42

(18)

Perkara pidana dan perdata akta Notaris senantiasa dipermasalahkan dari aspek

formal, terutama mengenai :43

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap.

b. Pihak (siapa) yang menghadap Notaris.

c. Tanda tangan yang menghadap.

d. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta.

e. Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta.

f. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi salinan akta dikeluarkan.

Perkara pidana yang berkaitan dengan aspek formal akta Notaris, pihak Penyidik,

Penuntut Umum, dan Hakim akan memasukkan Notaris telah melakukan tindakan hukum :

1. Membuat surat palsu/yang dipalsukan dan menggunakan surat palsu/yang dipalsukan

(Pasal 263 ayat (1), (2) KUHP).

2. Melakukan pemalsuan (Pasal 264 KUHP).

3. Menyuruh mencantumkan keterangan palsu dalam akta otentik (Pasal 266 KUHP).

4. Melakukan, menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan (Pasal 55 jo. Pasal 263

ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 KUHP).

5. Membantu membuat surat palsu/atau yang dipalsukan dan menggunakan surat

palsu/yang dipalsukan (Pasal 56 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 263 ayat (1) dan (2) atau 264

atau 266 KUHP).

43

(19)

Dalam pembuatan akta pihak ataupun akta relaas harus sesuai dengan tata cara yang

sudah ditentukan. Akta pihak Notaris hanya mencatat, dan membuatkan akta atas

kehendak, keterangan atau pernyataan para pihak yang kemudian ditandatangani oleh para

pihak tersebut, dan dalam akta relaas, berisi pernyataan atau keterangan Notaris sendiri

atas apa yang dilihat atau didengarnya, dengan tetap berlandaskan bahwa pembuatan akta

relaas harus ada permintaan dari para pihak.

Pemeriksaan terhadap Notaris selaku tersangka atau terdakwa harus didasarkan

kepada tatacara pembuatan akta Notaris, yaitu :

1. Melakukan pengenalan terhadap penghadap berdasarkan identitasnya yang

diperlihatkan kepada Notaris.

2. Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau kehendak para

pihak tersebut (tanya-jawab).

3. Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para pihak

tersebut.

4. Memberikan saran dan membuat kerangka akta untuk memenuhi keinginan atau

kehendak para pihak tersebut.

5. Memenuhi segala teknik administratif pembuatan akta Notaris, seperti pembacaan,

penandatanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan untuk minuta.

6. Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris.

Memidanakan Notaris dengan alasan-alasan aspek formal akta tidak akan

membatalkan akta Notaris yang dijadikan objek perkara pidana tersebut dan akta yang

(20)

aspek formal dinilai sebagai suatu tindakan melanggar hukum dan hal ini dilakukan dengan

mengajukan gugatan terhadap Notaris tersebut. Pengingkaran terhadap aspek formal ini

harus dilakukan oleh penghadap sendiri, bukan oleh Notaris atau pihak lainnya.

Aspek materil dari akta Notaris, segala hal yang tertuang harus dinilai benar sebagai

pernyataan atau keterangan Notaris dalam akta relaas dan harus dinilai sebagai pernyataan

atau keterangan para pihak dalam akta partij (pihak). Hal apa saja yang harus ada secara

materil dalam akta harus mempunyai batasan tertentu. Menentukan batasan seperti itu

tergantung dari apa yang dilihat dan didengar oleh Notaris atau yang dinyatakan,

diterangkan oleh para pihak di hadapan Notaris.

Dengan demikian, secara materil akta Notaris tidak mempunyai kekuatan eksekusi

dan batal demi hukum dengan putusan pengadilan, jika dalam akta Notaris:44

1. Memuat lebih dari 1 (satu) perbuatan atau tindakan hukum.

2. Materi akta bertentangan dengan hukum yang mengatur perbuatan atau tindakan hukum

tersebut.

C. Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014

Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai di bawah tangan dan

akta Notaris menjadi batal demi hukum adalah dua istilah yang berbeda. Untuk

menentukan akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah

tangan dapat dilihat dan ditentukan dari :

44

(21)

1. Isi (dalam) pasal-pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika Notaris

melakukan pelanggaran, maka akta yang bersangkutan termasuk akta yang mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

2. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan sebagai akta yang

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, maka pasal lainnya

yang dikategorikan melanggar menurut Pasal 84 UUJN, termasuk ke dalam akta batal

demi hukum.

Pasal 1869 BW menentukan batasan akta Notaris yang mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat terjadi jika tidak memenuhi ketentuan

karena :

1. Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan, atau

2. Tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan, atau

3. Cacat dalam bentuknya.

Ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini dicantumkan secara tegas dalam

pasal-pasal tertentu dalam UUJN yang menyebutkan jika dilanggar oleh Notaris, sehingga akta

Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, yaitu :

1. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m, yaitu tidak membacakan akta di

hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4

(empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta Wasiat di bawah tangan, dan

(22)

2. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (7) dan ayat (8), yaitu jika Notaris pada akhir akta

tidak mencantumkan kalimat bahwa para penghadap menghendaki agar akta tidak

dibacakan karena penghadap membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isi akta.

3. Melanggar ketentuan Pasal 41 dengan menunjuk kepada Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal

(2) Awal akta atau kepala akta memuat : a. judul akta;

b. nomor akta;

c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. (3) Badan akta memuat :

a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;

c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan

d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

(4) Akhir atau penutup akta memuat:

dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan

d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.

(5) Akta Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang

(23)

Pasal 39 bahwa :

(1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah

b. cakap melakukan perbuatan hukum.

(2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2

(dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.

(3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam

akta.

d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan

e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis

lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.

(3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas

dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.

(4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam akta

4. Melanggar ketentuan Pasal 44, bahwa :

(1) Segera setelah Akta dibacakan, Akta tersebut ditandatangani oleh setiap

penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat

(4) Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan sebagaimana

(24)

(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti

rugi, dan bunga kepada Notaris.”

6. Melanggar ketentuan Pasal 49, bahwa :

(1) Setiap perubahan atas Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dibuat

di sisi kiri Akta.

(2) Dalam hal suatu perubahan tidak dapat dibuat di sisi kiri Akta, perubahan tersebut

dibuat pada akhir Akta, sebelum penutup Akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan.

(3) Perubahan yang dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan

perubahan tersebut batal.

(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk

menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.”

7. Melanggar ketentuan Pasal 50, bahwa :

(1) Jika dalam Akta perlu dilakukan pencoretan kata, huruf, atau angka, pencoretan

(25)

(2) Pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

(3) Dalam hal terjadi perubahan lain terhadap pencoretan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), perubahan itu dilakukan pada sisi kiri Akta sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2).

(4) Pada penutup setiap Akta dinyatakan tentang ada atau tidak adanya perubahan atas

pencoretan.

(5) (5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),

dan ayat (4), serta dalam Pasal 38 ayat (4) huruf d tidak dipenuhi, Akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian

biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.”

8. Melanggar ketentuan Pasal 51, bahwa :

(1) Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik

yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani.

(2) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan penghadap,

saksi, dan Notaris yang dituangkan dalam berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor Akta berita acara pembetulan.

(3) Salinan Akta berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan

kepada para pihak.

(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk

menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.”

9. Melanggar ketentuan Pasal 52, bahwa :

(1) Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau

orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu . kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, apabila orang

tersebut pada ayat (1) kecuali Notaris sendiri, menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan di hadapan Notaris, persewaan umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya dibuat oleh Notaris.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat

(26)

membuat akta itu untuk membayar biaya, ganti rugi, dan Bunga kepada yang bersangkutan.

Dalam pasal-pasal tersebut tidak ditegaskan akta yang dikualifikasikan sebagai akta

yang mempunyai kekuatan pembuktian di bawah tangan dan akta yang batal demi hukum

dapat diminta ganti kerugian kepada Notaris berupa penggantian biaya, ganti rugi dan

bunga. Hal ini dapat ditafsirkan akta Notaris yang terdegradasinya mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan akta Notaris yang batal demi hukum

keduanya dapat dituntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga, hanya ada satu pasal,

yaitu Pasal 52 ayat (3) UUJN yang menegaskan, bahwa akibat akta yang mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, Notaris wajib membayar biaya, ganti

rugi dan bunga.

Sanksi akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan

dan akta menjadi batal demi hukum merupakan sanksi eksternal, yaitu sanksi terhadap

Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya tidak melakukan serangkaian tindakan yang

wajib dilakukan terhadap (atau untuk kepentingan) para pihak yang menghadap Notaris

dan pihak lainnya yang mengakibatkan kepentingan para pihak tidak terlindungi.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata bahwa suatu perjanjian harus

memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu :

1. Adanya kata sepakat di antara dua pihak atau lebih;

2. Cakap dalam bertindak;

3. Adanya suatu hal tertentu;

(27)

Apabila perjanjian tersebut melanggar syarat objektif yaitu suatu hal tertentu dan

suatu sebab yang halal maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Sedangkan apabila

perjanjian tersebut melanggar syarat subjektif yaitu kata sepakat dan cakap dalam

bertindak maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan suatu akta menjadi batal atau dapat

dibatalkan adalah sebagai berikut :

1. Ketidakcakapan dan Ketidakwenangan Dalam Bertindak.

Secara umum dibedakan antara kewenangan bertindak dan kecakapan bertindak.

Sejak seorang anak lahir, malahan anak dalam kandungan dianggap sebagai telah

dilahirkan berkedudukan sebagai subjek hukum dan sebab itu pula memiliki kewenangan

hukum (Pasal 1 ayat (2) KUHPerdata). Kewenangan bertindak dari subjek hukum untuk

melakukan tindakan hukum dapat dibatasi oleh atau melalui hukum. Setiap orang dianggap

cakap melakukan tindakan hukum, tetapi kebebasan ini dibatasi pula oleh daya kerja

hukum objektif.

Dikatakan mereka yang tidak mempunyai kecakapan bertindak atau tidak cakap

adalah orang yang secara umum tidak dapat melakukan tindakan hukum. Bagi mereka

yang di bawah umur batasan tertentu dikaitkan dengan ukuran kuantitas, yaitu usia.

Sebagai penghadap untuk pembuatan akta Notaris harus memenuhi syarat paling sedikit

berumur 18 tahun (Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014).45

Mereka yang tidak mempunyai kewenangan bertindak atau tidak berwenang adalah

orang yang tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan hukum tertentu.

45

(28)

Notaris (termasuk para saksi) yang dengan perantaraannya telah dibuat akta wasiat

dari pewaris tidak boleh menikmati sedikit pun dari apa yang pada mereka dengan wasiat

itu telah dihibahkannya (Pasal 907 KUHPerdata). Ini berarti bahwa Notaris tersebut boleh

saja mendapat hibah wasiat dari orang lain asal bukan dari klien yang membuat wasiat di

hadapannya tersebut.46

2. Cacat Dalam Kehendak

KUHPerdata (Pasal 1322 – Pasal 1328 KUHPerdata) menetapkan secara limitatif

adanya cacat kehendak, yakni kekhilafan/kesesatan (dwaling), penipuan

(bedrog), dan paksaan (dwang).47

a. Kekeliruan dan Penipuan

Dikatakan penipuan apabila seseorang dengan sengaja dengan kehendak dan

pengetahuan memunculkan kesesatan pada orang lain. Penipuan dikatakan terjadi tidak

saja bilamana suatu fakta tertentu dengan sengaja tidak diungkapkan atau disembunyikan,

tetapi juga suatu informasi keliru dengan sengaja diberikan ataupun terjadi dengan tipu

daya lain. Di dalam praktik penipuan dan kekhilafan menunjukkan perkaitan yang erat,

tetapi ada pula sejumlah perbedaan.

b. Ancaman

Ancaman terjadi bilamana seseorang menggerakkan orang lain untuk melakukan

suatu tindakan hukum, yakni dengan melawan hukum, mengancam, dan menimbulkan

kerugian pada diri orang tersebut atau kebendaan miliknya atau terhadap pihak ketiga.

46Ibid.

hal. 370. 47

(29)

Ancaman tersebut sedemikian menimbulkan ketakutan sehingga kehendak seseorang

terbentuk secara cacat. Kehendak betul telah dinyatakan, tetapi kehendak tersebut muncul

sebagai akibat adanya ancaman.

c. Penyalahgunaan Keadaan

Penyalahgunaan keadaan adalah keadaan tergeraknya seseorang karena suatu

keadaan khusus untuk melakukan tindakan hukum dan pihak lawan menyalahgunakan hal

ini. Keadaan khusus ini terjadi karena keadaan memaksa/darurat, keadaan kejiwaan tidak

normal, atau kurang pengalaman.

3. Bertentangan dengan Undang-Undang

Larangan yang ditetapkan undang-undang berkenaan dengan perjanjian akan

berkaitan dengan tiga aspek dari perbuatan hukum yang dimaksud, yakni :

a) Pelaksanaan dari tindakan hukum.

b) Substansi dari tindakan hukum.

c) Maksud dan tujuan tindakan hukum tersebut.

Suatu perjanjian yang dibuat pada saat tidak adanya larangan mengenai perbuatan

hukum tersebut, tetapi ternyata di kemudian hari ada ketentuan undang-undang yang

melarangnya, maka perjanjian tersebut tidak batal demi hukum, tetapi menjadi dapat

dibatalkan atau mungkin masih dapat dilaksanakan setelah adanya izin tertentu. Penentuan

apakah suatu perjanjian adalah batal demi hukum karena bertentangan dengan

(30)

4. Bertentangan dengan Ketertiban Umum dan Kesusilaan Baik

Pada umumnya perbuatan hukum dianggap bertentangan dengan ketertiban umum

jika perbuatan tersebut melanggar atau bertentangan dengan asas-asas pokok

(fundamental) dari tatanan masyarakat, sedangkan perbuatan hukum dianggap

bertentangan dengan kesusilaan baik jika perbuatan tersebut melanggar atau bertentangan

Referensi

Dokumen terkait

Seorang pakar ekonomi Rusia (Rostow), juga mengatakan bahwa tahap tinggal landas dalam pembangunan ekonomi ditandai oleh pertumbuhan yang pesat pada satu atau beberapa

Belajar dari alam bukan berarti kita hanya memperhatikan gejala- gejala dan hasil yang ditimbulkan oleh alam saja, tetapi alam dapat digunakan sebagai tempat untuk melakukan

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan pengaruh penggunaan media internal berbasis aplikasi PJB mOffice terhadap kinerja karyawan PT PJB kantor

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwakemampuan pemecahan masalah mahasiswa PGSD FKIP Universitas Riau pada pecahan melalui pendekatan model

melalui penerapan metode pengeringan menggunakan bambu, mengembangkan diversifikasi produk olahan serta memanfaatkan limbah rumput laut sebagai pupuk organik cair

Dosis tinggi akan menyebabkan banyak ikan yang mati sedangkan dosis rendah membutuhkan waktu yang sangat lama pada saat pembiusan menjelang pingsan, dan lama waktu

memperhatikan semesta pembicaraan (universal); f. konsisten dalam sistemnya. 3) Seorang guru atau calon guru diharapkan mengetahui dan memahami karakteristik matematika

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa terdapat satu faktor yang kuat dan berpengaruh signifikan dalam meningkatkan produktivitas kerja anggota kelompok UPPKS di