• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Faktor Koordinasi dan Motivasi Kerja Petugas Penanggulangan Bencana terhadap Kesiapsiagaan Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Faktor Koordinasi dan Motivasi Kerja Petugas Penanggulangan Bencana terhadap Kesiapsiagaan Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesiapsiagaan sumber daya manusia di Negara maju dan berkembang menjadi

prioritas utama pada saat sekarang ini. Peristiwa bencana seperti longsor, banjir,

gempa bumi, kebakaran dan lain-lain adalah bencana yang sewaktu-waktu dapat

terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa pernah diduga sebelumnya. Kesiapsiagaan

sumber daya manusia menjadi modal agar kerugian yang terjadinya pada saat

bencana dapat diminimalisir. Salah satu Negara yang sangat rentan terhadap

terjadinya bencana alam adalah indonesia.

Indonesia yang memiliki wilayah yang luas dan terletak di garis khatulistiwa

pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera, serta berada dalam wilayah

yang memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang rawan

terhadap terjadinya resiko bencana. Berdasarkan Data kejadian bencana selama tahun

2007-2011, bencana hidreometeorologi menempati urutan terbesar (67%) dari total

kejadian bencana di Indonesia. Dari Total bencana hidrometeorologi tersebut,

(2)

Indonesia. yaitu mencapai 55% sebagian kota-kota besar, di daerah industri penting

serta di daerah pertanian yang subur di Indonesia berada didataran tinggi

tanah longsor seperti Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat Sumatra

Utara dan Papua. (Ishak, 2011).

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,

bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau

keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat disebabkan karena air yang

meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus

sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi

licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar

lereng (Ramli, 2010). Penyebab bencana karena hutan di perbukitan terjal dan

pinggiran gunung habis digunduli secara sistematis demi memenuhi ruang hidup

penduduk yang tinggal di kaki bukit. (Kepmenkes RI No. 829, 1999). Tinggal di area

lereng dan perbukitan kerap menawarkan resiko yang mematikan seperti kasus tanah

longsor yang terjadi di Jawa Barat tahun 2003-2005 yang dikutip oleh Ishak (2011),

jumlah kejadian mencapai 77 kali dengan korban meninggal mencapai 166 orang,

korban luka 108 orang, rumah rusak berat 198 rumah. fenomena ini disebabkan

karena masyarakat pindah dari kota ke desa menebang hutan dan membuka lahan

dan tinggal untuk menetap dilahan tersebut akibatnya ketika musim penghujan tanah

tidak mampu menahan air sehingga tanah menimpa rumah-rumah penduduk, merusak

(3)

Menurut catatan United Nations International Strategy for Disaster Reduction

Provinsi Aceh merupakan daerah yang sebagian besar tidak luput dari

bencana tanah longsor. Menurut laporan Koran republika, Aceh sebagai salah satu

provinsi yang rawan longsor, pada bulan Januari 2007 sampai dengan 2011 longsor

melanda ruas jalan Banda Aceh Calang (Aceh Jaya), sebanyak 55 titik di jalan

Meulaboh, Sungai Mas (Aceh Barat). Selanjutnya lebih 29 titik sepanjang jalan di

Aceh Selatan, tercatat 81 titik di jalan Aceh Barat Daya (Abdya), Terangon (Gayo

Lues), dan 442 titik jalan Aceh Tengah-Kutacane (Aceh Tenggara).

(UNISDR) dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 melaporkan dari 162 negara,

Indonesia menduduki peringkat pertama yang sering dilanda kejadian bencana tanah

longsor. Dalam jangka waktu lama, bencana tanah longsor menyebabkan lebih

banyak kerugian dibandingkan bencana lain. Jumlah kejadian tanah longsor semakin

meningkat memasuki musim penghujan terutama di daerah-daerah perbukitan terjal.

Berdasarkan statistik yang dikutip oleh Arifianti (2011), dalam kurun waktu tahun

2005 – 2011 tercatat kejadian tanah longsor pada 809 lokasi yang tersebar diseluruh

wilayah Indonesia dan mengakibatkan korban jiwa mencapai 2484 orang tewas.

Pusat penanggulang krisis departemen kesehatan mencatat bahwa pada tahun

2010 dan 2011 menunjukkan sepanjang tahun tersebut telah terjadi bencana tanah

longsor yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan pengungsi, longsor juga

(4)

Aceh. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh tahun 2010 dan 2011

menunjukkan bahwa sepanjang tahun tersebut telah terjadi bencana tanah longsor

yang mengakibatkan jatuhnya korban dan pengungsi. Korban meninggal tercatat 38

orang pada tahun 2010 dan 6 orang pada tahun 2011. Korban luka berat dan ringan

tercatat 1500 orang pada tahun 2010 dan 60 orang pada tahun 2011. Tercatat pula

bahwa pada tahun 2010 longsor telah mengakibatkan rusaknya 32 unit puskesmas 5

puskesmas pembantu sedangkan pada tahun 2011 telah terjadi kerusakan 4 unit

puskesmas (BNPB, 2012).

Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu Kabupaten yang berada dalam

Provinsi Aceh yang merupakan daerah dataran tinggi, perbukitan dan pesisir pantai

yang merupakan daerah perkebunan dan pertanian. Kabupaten Aceh Tengah memiliki

14 Kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 295 desa dengan jumlah titik longsor

hampir mencapai 1240 titik longsor. Salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten

Aceh Tengah adalah Kecamatan Linge.

Kecamatan Linge dengan luas wilayah 2078,28 Km2 dan jumlah penduduk

9775 jiwa merupakan wilayah perbukitan yang menghubungkan Kabupaten Aceh

Tengah dengan Kabupaten Gayo Lues (Blangkejeren). Kebanyakan penduduk di

Kecamatan Linge rata-rata tinggal di daerah lereng dan perbukitan. Jarak tempuh

Kabupaten dengan kecamatan linge sekitar 45 km atau sekitar 1 jam 30 menit dengan

(5)

Hasil observasi sementara yang dilakukan peneliti di BPBD menemukan dari

14 Kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Tengah, Kecamatan Linge mengalami

angka kejadian tanah longsor yang cukup tinggi. Secara umum longsor yang

melanda Kecamatan Linge tahun 2011 terjadi, sekitar 70% dari wilayah pemukiman

penduduk dan terjadi hampir di seluruh desa, dari 26 Desa yang ada hanya 7 Desa

yang tidak terkena longsor. Potensi utama bencana yang ada di Kecamatan Linge

adalah bencana longsor yang terjadi hampir setiap tahunnya pada musim penghujan.

Daerah rawan longsor di Kecamatan Linge adalah pada daerah pemukiman penduduk

di sepanjang perbukitan yang melewati 19 Desa dari 26 Desa yang ada.

Undang-undang No. 24 Tahun 2007 menurut pasal 33 tentang

penanggulangan bencana telah mengatur penyelenggaraan penanggulangan bencana

yang meliputi pra-bencana, tanggap darurat (saat terjadi bencana); dan pasca bencana.

Selanjutnya untuk situasi disuatu daerah yang memiliki potensi terjadinya bencana

(tingkat kerentanan bencana tinggi) maka pada tahap saat bencana, penyelenggaraan

penanggulangan bencana yang perlu dilakukan antara lain kesiapsiagaan.

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat

guna dan berdaya guna (UU RI No. 24 Tahun 2007). Menurut Federasi Internasional

Palang Merah dalam Keeney (2006), ruang lingkup kesiapsiagaan meliputi pertama

(6)

internasional untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Hal ini mencakup:

pengembangan sistem peringatan dini dan rencana evakuasi untuk mengurangi

potensi korban jiwa dan kerusakan fisik, pendidikan dan pelatihan yang ditunjuki

oleh pejabat di sektor publik dan swasta, pelatihan personil tanggap darurat, dan

pembentukan kebijakan tanggap bencana, dengan prosedur operasional, perjanjian

organisasi yang saling berkolaborasi, dan adanya sebuah standart pelayanan. Ruang

lingkup kesiapsiagaan kedua adalah memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana

lokal dengan mendukung kegiatan berbasis masyarakat. Selain itu Tindakan

Kesiapsiagaan yang perlu dilakukan (a) memahami bahaya yang timbul oleh bencana.

(b) Pemerintah setempat menyiapkan peta daerah rawan bencana. Di dalam peta perlu

dilampirkan keterangan seperti : tingkat resiko, jumlah penduduk, jumlah lahan,

ternak dan sebagainya serta sangat penting mencantumkan tempat aman dan jalur

aman yang dapat dilalui untuk evakuasi.

Kesiapsiagaan pada saat bencana merupakan salah satu faktor yang sangat

penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit. Salah

satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya penanggulangan masalah bencana di

daerah yang sering terkena bencana tanah longsor adalah keterbatasan sumber daya

manusia (petugas penanggulangan bencana) yang difungsikan dalam penanggulangan

akibat bencana. Pada hal peraturan pemerintah yang tertuang dalam

PP No. 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan

(7)

terlibat dibeberapa sektor terkait untuk dapat siap dan tanggap pada daerah-daerah

yang rawan bencana dan bertindak secara cepat, tepat, terpadu, efisien dan

terkoordinasi untuk menghindari jatuhnya korban jiwa, sakit, kehilangan harta benda.

Kerangka aksi hyogo 2005-2015 yang dikutip oleh Astuti dan Sudaryanto (2010),

menyatakan salah satu prioritas dalam upaya mencegah kematian dan kerugian harta

benda adalah pentingnya kesiapsiagaan petugas melalui peningkatan pengetahuan,

inovasi, dan pendidikan/pelatihan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan

ketangguhan di semua tingkat dari kecamatan sampai kepada kabupaten kota.

Kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana merupakan petugas dari

instansi terkait dalam penanggulangan bencana tanah longsor seperti TNI, POLRI,

Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan (Puskesmas Kecamatan), Dinas sosial

(Petugas kantor camat bagian kesejahtraan sosial), Ormas dan Sar (Undang-Undang

No 21 Tahun 2008). Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) sering dirasakan

ketika bencana tanah longsor dialami oleh masyarakat dan merasakan kesulitan

mencari pertolongan, apalagi petugas penanggulangan bencana belum berdomisili di

daerah rawan bencana. Kurangnya minat petugas untuk berdomisili di daerah bencana

menggambarkan kesiapan pada saat datang bencana menjadi kurang optimal.

Sebagai ilustrasi sederhana, missal ketika tanah longsor terjadi ditengah

malam, secara mendadak, ketika seluruh keluarga masih tertidur pulas, terlebih-lebih

(8)

sampai keesokan harinya juga masih belum datang. Hal ini menyebabkan setiap orang

tidak jelas aktivitasnya dan instruksi siapa yang harus didengar juga tidak jelas.

Kondisi ini menyebabkan masyarakat bingung untuk memohon bantuan dan kemana

arah berlari dan tujuan evakuasi juga tidak jelas, yang terjadi adalah bencana dan

malapetaka. Kejadian bencana adalah saat yang sangat menentukan tinggi rendahnya

tingkat resiko yang terjadi. Menurut sejumlah catatan, banyak angka kematian dalam

kejadian bencana justru terjadi pada saat kepanikan pada masyarakat.

Kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana merupakan bentuk gambaran

efektifitas organisasi sumber daya manusia untuk mencapai kinerja yang baik dan

sikap mental sumber daya manusia petugas penanggulangan bencana dalam

mengantisifasi kejadian bencana (tahap saat bencana). Seperti yang dikembangkan

dan dimodifikasi oleh pemikiran yang disampaikan oleh Gilmore dan Erich Froom

yang dikutip oleh Sedarmayanti (2009), mengungkapkan ciri umum tenaga kerja yang

efektif adalah cerdas, belajar cepat, kompeten secara professional/tehnis, kreatif dan

inovatif, memahami pekerjaan, menggunakan logika, bekerja efesien selalu mencari

perbaikan, dianggap bernilai oleh pengawasnya, dan selalu meningkatkan diri.

Menurut Tiffin dan Cormick, seperti yang dikutip oleh sutrisno (2009),

menjelaskan bahwa efektifitas kerja dipengaruhi oleh faktor koordinasi dan motivasi.

Koordinasi adalah integrasi dari kegiatan-kegiatan individual dan unit-unit ke dalam

(9)

dari variabel kesatuan tindakan, komunikasi, pembagian kerja dan disiplin. Kesatuan

tindakan adalah Usaha untuk menyatu padukan kegiatan antar personal maupun

organisasi agar pekerjaan dapat selesai secara optimal. Komunikasi adalah segala

sesuatu yang disampaikan untuk memberikan informasi tentang kejadian bencana

saat, dan sesudah kejadian bencana. Pembagian kerja adalah perincian tugas yang

dibagikan agar pekerjaan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan bidang

pekerjaan masing-masing. Disiplin adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran dan

kesediaan seseorang mentaati semua peraturan yang berlaku di organisasi.

Motivasi sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan

tingkat persistensi dan antusiasme dalam melaksanakan suatu kegiatan petugas

penanggulangan bencana. Motivasi terdiri dari variabel kepuasan kerja, tanggung

jawab, lingkungan kerja dan kesempatan maju. Kepuasan kerja adalah keadaan

psikologi pada petugas yang merupakan hasil dari pekerjaan yang telah diselesaikan.

Tanggung jawab adalah dorongan atau keinginan seseorang menjalankan sesuatu

dengan tujuan untuk memenuhi tanggung jawabnya. Lingkungan kerja adalah

gambaran secara keseluruhan sarana dan prasarana kerja petugas yang dapat

memengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Kesempatan maju adalah keinginan

atau dorongan seseorang dalam melakukan hal atau pekerjaan karena dilatarbelakangi

(10)

Hasil wawancara dengan salah satu tokoh masyarakat yang ada di Kecamatan

Linge yang turut merasakan kejadian tanah longsor tersebut mengatakan upaya

penanggulangan bencana tanah longsor masih belum terkoordinasi secara baik dari

tingkat Kecamatan sampai ketingkat Kabupaten sehingga Pemerintah Kabupaten

seperti tidak serius dalam menangani bencana tanah longsor. Sebagai petugas

penanggulangan bencana seharusnya siap, tanggap dan bertindak cepat kapan pun

diperlukan, paham melakukan tindakan penanggulangan bencana agar korban jiwa

dan kerugian harta benda dapat diminimalisir. (Peraturan BNPB No.4 Tahun 2008).

Tetapi kenyataan yang dilakukan selama ini petugas dari instansi terkait tidak ada

ditempat pada saat diperlukan dan dalam melakukan tindakan penanggulangan

bencana sering berjalan sendiri sehingga menggambarkan adanya ego sektoral

karena tidak ada kerjasama diantara instansi yang terkait.

Hasil wawancara dengan kepala bidang bagian Kesejahtraan Rakyat (Kesra)

di Kecamatan Linge menyatakan bahwa masih banyak petugas pada saat terjadi

bencana tidak ada ditempat dan siap siaga dalam menghadapi bencana khususnya

bencana tanah longsor, ditambah kondisi masyarakat yang mencerminkan

kemampuan rendah atau tidak mempunyai kemampuan untuk menanggapi bencana

(tidak memiliki kesiapsiagaan bencana). Secara faktual upaya-upaya tersebut masih

belum dapat menyelesaikan berbagai isu yang berkembang pada saat tanggap darurat,

pasca bencana, dan rehabilitasi. Pada saat kejadian bencana masih sering ditemui

(11)

bencana (formal dan informal) sehingga berdampak terhadap koordinasi dilapangan,

(ii) kesenjangan struktural antara pusat dan daerah yang berdampak terhadap

kerancuan tupoksi, (iii) kurangnya mobilisasi dan alokasi sumber-sumber, dan (iv)

lemahnya sumber daya manusia yang berdampak terhadap profesionalisme

penanganan, dan kurang berfungsinya sistem informasi, serta (v) ketidakadaan

peralatan dalam penanganan bencana.

Penanggulangan bencana tanah longsor yang sering terjadi di Kabupaten Aceh

Tengah khususnya di Kecamatan Linge merupakan dilema yang selalu dihadapi baik

oleh pemerintah maupun masyarakat. Dilema ini belum dapat teratasi oleh karena

permasalahan dalam lingkup bencana sangat komplek dan dalam penanggulangannya

melibatkan multisektor. Qanun tentang prosedur tetap penyelenggaraan

penanggulngan bencana yang belum disahkan oleh pejabat yang berwenang

menyebabkan petugas kurang bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana

khususnya kesiapan petugas penanggulangan bencana pada saat bencana terjadi.

Sebagai perbandingan qanun Kabupaten Aceh Barat No 13 Tahun 2012 tentang

penanggulangan bencana dapat menjadi referensi Kabupaten Aceh Tengah untuk

menyusun dan menetapkan qanun penanggulangan bencana agar menjadi pedoman

bagi petugas penanggulangan bencana di daerah sehingga semua pihak yang terlibat

dalam penyelenggaraan penangggulangan bencana hendaknya lebih memperhatikan

(12)

sektoral. Jika tidak, maka masyarakat yang dilayani akan semakin terpuruk akibat

bencana tanah longsor maupun akibat prilaku para pihak yang terlibat dalam

penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk meneliti hubungan

faktor koordinasi dan motivasi kerja petugas penanggulangan bencana terhadap

kesiapsiagaan bencana tanah longsor Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah

Tahun 2011.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan permasalahan

penelitian sebagai berikut : apakah terdapat hubungan antara faktor koordinasi

(kesatuan tindakan, komunikasi, pembagian kerja,dan disiplin) serta motivasi kerja

(kepuasan kerja, tanggung jawab, lingkungan kerja dan kesempatan maju) petugas

terhadap kesiapsiagaan terjadinya bencana tanah longsor di Kecamatan Linge

Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor koordinasi

(kesatuan tindakan, komunikasi, pembagian kerja,dan disiplin) serta motivasi kerja

(13)

penanggulangan bencana terhadap kesiapsiagaan resiko bencana tanah longsor di

Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Terdapat hubungan faktor koordinasi (kesatuan tindakan, komunikasi,

pembagian kerja, dan disiplin) serta motivasi kerja (kepuasaan kerja, tanggung jawab,

lingkungan kerja, dan kesempatan maju) terhadap kesiapsiagaan petugas bencana

tanah longsor di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi mahasiswa dan Program Studi

Managemen Kesehatan Bencana untuk penelitian selanjutnya.

2. Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait TNI, POLRI, Dinas Kesehatan

(Puskesmas Kecamatan), Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Sosial ( Petugas kantor

camat bagian kesejahtraan sosial), Ormas dan SAR untuk meningkatkan

koordinasi dan motivasi dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana tanah longsor,

sehingga dapat mencegah timbulnya kerugian besar saat terjadi bencana tanah

longsor.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi

perpustakaan hingga menjadi dasar pemikiran untuk pelaksanaan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Mainan edukatif anak ini dibuat dari bahan kayu dengan menggunakan cat non toxic yang aman untuk anak balita.. Selain itu dapat melatih kemampuan klasifikasi dengan

Tabel distribusi frekuensi relatif kumulatif adalah tabel yang diperoleh dari tabel frekuensi relatif, dengan frekuensi dijumlahkan selangkah demi selangkah

skripsi ini dibuat sistem informasi operasional sekaligus sistem informasi eksekutif secara realtime dan akan menghasilkan output yang dibutuhkan oleh bagian

Selain pada manusia, gejala ensefalitis juga terjadi pada babi, sehingga kasus ensefalitis ini sangat erat hubungannya dengan penyakit babi yang termasuk salah satu

Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak dalam kegiatan ini menemui beberapa masalah di lapangan antara lain (1) pengangkutan jerami kering panen ke lokasi penampungan

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kondisi kesehatan perusahaan food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2012-2016

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel independen yaitu pendapatan restoran, inflasi, dan jumlah pengunjung hotel berpengaruh

Untuk menerapkan manajemen stratejik suatu organisasi harus dapat merumuskan visi, misi, tujuan dan strateji yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Penerapan