FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI PRINSIP DAN KRITERIA RSPO
Diana Chalil dan Riantri Barus
Program Studi Magister Agribisnis, Universitas Sumatera Utara [email protected]
Abstrak
Perkembangan perkebunan sawit yang sangat pesat telah menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut Forum Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) menyusun pedoman pengelolaan perkebunan sawit dalam prinsip dan kriteria RSPO. Produsen yang telah menerapkan seluruh prinsip dan kriteria tersebut akan mendapatkan sertifikat. Kenyataannya sangat sedikit perkebunan sawit rakyat yang mendapatkan sertifikat tersebut. Dengan menggunakan data dari 320 petani sampel, penelitian ini mendapati bahwa rata-rata tingkat implementasi petani terhadap prinsip dan kriteria RSPO masih rendah. Melalui hasil estimasi model regresi Logit Binomial, diketahui bahwa pengalaman, pendapatan dan partisipasi merupakan 3 hal yang secara signifikan mempengaruhi tingkat implementasi tersebut. Ketiga hal tersebut seharusnya diperhatikan agar implementasi tersebut di masa mendatang dapat ditingkatkan.
Kata kunci: prinsip dan kriteria RSPO, implementasi, perkebunan sawit rakyat, logit binomial
I. PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan
Dalam 10 tahun terakhir, secara keseluruhan luas perkebunan sawit meningkat 8 kali lipat, namun di Indonesia pertumbuhan tersebut bahkan tercatat 23 kali lipat dalam periode yang sama (Chandran, 2010 dalam Teoh, 2010). Akibatnya mulai timbul kekhawatiran bahwa perkembangan tersebut akan berdampak pada kondisi lingkungan, sehingga perlu disusun suatu pedoman pengelolaan perkebunan sawit yang lebih ramah lingkungan. Pedoman tersebut dijabarkan dalam dokumen prinsip dan kriteria RSPO yang mencakup aspek transparansi, hukum, ekonomi, budidaya, lingkungan, tanggunjawab pada pekerja dan masyarakat, pengembangan kebun dan perbaikan yang berkesinambungan RSPO, 2007). Produsen yang telah menerapkan seluruh prinsip dan kriteria tersebut akan mendapatkan sertifikat. Konsumen manufaktur dan retailer yang terdaftar sebagai anggota RSPO akan memberikan harga premium bagi produk yang telah tersertifikasi. Jumlahnya tergantung pada kesepakatan antara produsen dan konsumen. Perbedaannya dapat mencapai US$ 10 sampai US$50 per ton CPO dari harga produk yang tidak tersertifikasi (Utomo, 2010).
1.2. Review Penelitian Terdahulu
Inovasi pertanian dipahami sebagai hal-hal baru berupa ide, metode, praktek atau teknik yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas dan atau pendapatan usahatani (Adams, 1987). Inovasi tersebut dapat dibedakan atas inovasi yang komersial dan non komersial. Keduanya masih mempunyai tujuan akhir yang sama, namun inovasi non komersial lebih mementingkan pada kelestarian lingkungan. Peningkatan produktivitas akan diperoleh dalam jangka panjang secara berkesinambungan jika kelestarian lingkungan telah tercapai.
Dalam teori adopsi dan difusi dijelaskan bahwa implementasi sebuah inovasi tersebut dipengaruhi oleh inovasi itu sendiri, proses penyampaian inovasi tersebut dan kondisi penerimanya. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kondisi penerima antara lain mencakup intelektual dan pengetahuan, faktor ekonomi dan status lahan (Rogers 1995 dalam Adams, 1987; Vanclay dan Lawrence, 1994; Baide, 2005; Kassie dan Zikhalil, 2009).
1.3. Tujuan Penelitian
Secara khusus tujuan penelitian adalah untuk: a. Menganalisis kondisi eksisting petani sawit.
b. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap implementasi kriteria RSPO.
II. METODE PENELITIAN 2.1. Penentuan Lokasi dan Sampel
luas 1,15 juta ha atau 16,33% dari total perkebunan rakyat di Indonesia (Indonesian Palm Oil Statistics, 2008). Namun demikian, masih sangat sedikit dari perkebunan rakyat tersebut yang telah tersertifikasi. Kabupaten yang dipilih Asahan, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu dan Laabuhan batu Selatan yang mempunyai luas areal dan jumlah kepala keluarga terbanyak untuk perkebunan rakyat (Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2011). Pada keempat kabupaten tersebut sampel dipilih secara Stratified Accidental Sampling berdasarkan luas lahan yang lebih besar dan sama dengan 2 ha dan yang lebih kecil dari 2 ha. Total sampel yang diambil adalah sebanyak 320 orang.
2.2. Data dan Metode Analisis
Data yang digunakan adalah data primer dari hasil wawancara dengan sampel mengenai implementasi dari 36 kriteria bagi petani swadaya dan 39 kriteri bagi petani mitra dalam prinsip dan kriteria RSPO. Masing-masing indikator diberi skor 1 jika sesuai dan 0 jika tidak. Data tersebut diestimasi dengan menggunakan regresi Logit Binomial dengan rumus:
( )
(1 − )= ln = + ; = 1, … , 7
dimana P = peluang implementasi (Y = 1) dan (1-p) = peluang tidak implementasi (Y = 0). Variabel dependen Y = 1 jika implementasi ≥ 40% dari total kriteria RSPO dan 0 jika < 40. Variabel independen X terdiri dari x1 = umur (tahun), x2=
pendididikan (tahun), x3 = pengalaman (tahun), x4 = jumlah tanggungan (orang),
x5 = luas lahan (ha), x6 = pendapatan (Rp juta/bulan) dan x7 = partisipasi (skor
Sebelum dilakukan estimasi data di-smoothingdengan membuang seluruh outlier. Sebelum dilakukan interpretasi, estimasi diuji dengan uji Hosmer dan Lemeshow untuk melihat kesesuaian model, uji rasio Likelihood untuk melihat keakuratan nilai prediksi regresi dibandingkan data observasi, uji Omnibus sebagai uji variabel secara simultan dan uji Wald sebagai uji variabel secara parsial. Perhitungan nilai peluang P dilakukan dari nilai eksponensial B, dimana diketahui bahwa = exp( ).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari 320 petani yang diwawancara, ternyata hanya 237 data yang tidak mempunyai outlier, yang selanjutnya digunakan sebagai data untuk diestimasi. Dari 237 petani tersebut ternyata hanya 54 (23%) orang yang melaksanakan minimal 40% dari seluruh indikator dalam prinsip dan kriteria RSPO, sementara selebihnya masih belum (Gambar 1).
Gambar 1. Proporsi Tingkat Implementasi Petani
Kelemahan utama dalam implementasi antara lain adalah pada aspek manajemen, penyediaan dokumen pelarangan tindakan kekerasan terhadap
54
183
perempuan, pengetahuan tentang dampak sosial kegiatan perkebunan, rencana kesehatan dan keselamatan kerja, dukungan rekomendasi pembangunan perkebunan dari instansi yang berwenang. Secara umum komponen-komponen tersebut hampir tidak pernah dilakukan di perkebunan rakyat. Dari Tabel 1 terlihat bahwa tidak sampai 5% dari total petani responden memenuhi aspek-aspek tersebut.
Dampak sosial, rencana kesehatan dan keselamatan kerja maupun aspek manajemen merupakan hal-hal yang masih terlalu kompleks dan masih dianggap kurang penting di kalangan petani. Namun demikian, untuk kriteria yang demikian jika tidak dipenuhi bukan berarti bahwa terjadi masalah. Misalnya tidak ada bukti tidak terdapat penolakan terjadi karena memang tidak terjadi masalah dengan masyarakat dan bukan karena peristiwa penolakan tidak tercatat. Pada umumnya petani menanam di tanah yang mereka miliki sendiri baik melalui proses pembelian, warisan, ataupun pemberian pemerintah. Demikian juga dengan kriteria mengenai pelarangan tindakan kekerasan terhadap perempuan. Petani tidak mempekerjakan tenaga kerja perempuan kecuali istri petani itu sendiri, yang sifatnya hanya membantu meringankan pekerjaan suami dan bukan sebagai tenaga kerja utama.
untuk kepentingan jangka pendek. Dari Tabel 1. terlihat bahwa aspek-aspek tersebut hanya dipraktekkan kurang dari 20% dari total petani responden. Adams (1987) menyatakan bahwa salah satu alasan petani untuk tidak menerapkan inovasi adalah karena mereka tidak melihat adanya pengaruh atau manfaat yang signifikan terhadap usaha mereka. Secara lengkap persentase implementasi dari setiap kriteria RSPO tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Implementasi Prinsip dan Kriteria RSPO (persentase jumlah petani) No.
6.9 Dokumen pelarangan berbagai tindak
kekerasan terhadap perempuan 2,31 97,69
7.1
Analisis dampak sosial dan lingkungan hidup secara komprehensif dan
Rencana kesehatan dan keselamatan kerja didokumentasikan, disebarluaskan dan diimplementasikan secara efektif
3,3 96,7
7.2 Rekomendasi pembangunan perkebunan
di lahan dari instansi yang berwenang 4,95 95,05 4.1
Prosedur operasi didokumentasikan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten
10,56 89,44
4.3 Praktek-praktek meminimalisasi dan
mengendalikan erosi dan degradasi tanah 10,56 89,44 4.8 Seluruh staf, karyawan, petani dan
kontraktor harus terlatih secara memadai 11,55 88,45 2.1 Kepatuhan terhadap semua hukum dan
peraturan yang berlaku 12,54 87,46
2.3 Penggunaan lahan tidak mengurangi hak
berdasarkan hukum dan hak tradisional 14,19 85,81 6.1 Mengetahui tentang dampak sosial
Tabel 1. Lanjutan
kesuburan tanah, atau bilamana mungkin meningkatkan kesuburan tanah
16,17 83,83
4.4
Praktek-praktek mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah
18,48 81,52
6.4 Bukti pembayaran kompensasi atas
pengalihan hak legal dan hak tradisional 21,12 78,88 6.3 Kelembagaan petani menyediakan
prosedur penanganan keluhan 21,45 78,55
1.1
Informasi yang memadai kepada stakeholder lainnya mengenai isu lingkungan, sosial dan hukum yang relevan dengan kriteria RSPO
23,43 76,57
7.7 Teknik penyiapan lahan tanpa dibakar 23,43 76,57
4.5
Hama, penyakit, gulma dan spesies introduksi yang berkembang cepat (invasif) dikendalikan secara efektif dengan menerapkan teknik Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang memadai
23,76 76,24
7.6
Masyarakat setempat diberikan
kompensasi atas setiap pengambilalihan lahan dan dengan persetujuan sukarela
29,37 70,63
6.10
Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit berurusan secara adil dan
transparan dengan petani dan bisnis lokal lainnya
Agrokimia digunakan dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan
39,6 60,4
5.3
Limbah dikurangi, didaur ulang, dipakai kembali, dan dibuang dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan bagi karyawan dan karyawan memenuhi standar minimum
Tabel 1. Lanjutan kelompok kerja serta tenaga kerja pendatang secara sama
47,85 52,15
8.1
Memonitor dan mengkaji ulang aktifitas mereka dan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi
49,17 50,83
5.5 Penggunaan api untuk pemusnahan
limbah dan untuk penyiapan lahan 51,49 48,51 7.3 Lahan perkebunan tidak berasal dari
konversi hutan primer 58,42 41,58
5.2
Identifikasi dan konservasi spesies-spesies langka, terancam, atau hampir punah dan habitat dengan nilai konservasi tinggi
59,41 40,59
6.11 Kontribusi terhadap pembangunan lokal 74,26 25,74 7.5
Bukti tidak terdapat penolakan dari masyarakat untuk penanaman di tanah masyarakat lokal
74,26 25,74
2.2 Bukti untuk menguasai dan
menggunakan tanah 80,86 19,14
1.2 Dokumen tersedia secara umum 84,16 15,84
7.4 Perluasan kebun tidak terdapat di atas
lahan yang curam 91,42 8,58
6.7 Melibatkan anak-anak sebagai tenaga
kerja pada perkebunan anda 97,69 2,31
5.1
6.9 Dokumen pelarangan berbagai tindak
kekerasan terhadap perempuan 2,31 97,69
7.1
Analisis dampak sosial dan lingkungan hidup secara komprehensif dan
Rencana kesehatan dan keselamatan kerja didokumentasikan, disebarluaskan dan diimplementasikan secara efektif
3,3 96,7
7.2 Rekomendasi pembangunan perkebunan
Tabel 1. Lanjutan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten
10,56 89,44
4.3 Praktek-praktek meminimalisasi dan
mengendalikan erosi dan degradasi tanah 10,56 89,44 4.8 Seluruh staf, karyawan, petani dan
kontraktor harus terlatih secara memadai 11,55 88,45 2.1 Kepatuhan terhadap semua hukum dan
peraturan yang berlaku 12,54 87,46
2.3 Penggunaan lahan tidak mengurangi hak
berdasarkan hukum dan hak tradisional 14,19 85,81 6.1 Mengetahui tentang dampak sosial
kegiatan perkebunan 15,18 84,82
4.2
Praktek-praktek mempertahankan
kesuburan tanah, atau bilamana mungkin meningkatkan kesuburan tanah
16,17 83,83
4.4
Praktek-praktek mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah
18,48 81,52
6.4 Bukti pembayaran kompensasi atas
pengalihan hak legal dan hak tradisional 21,12 78,88 6.3 Kelembagaan petani menyediakan
prosedur penanganan keluhan 21,45 78,55
1.1
Informasi yang memadai kepada stakeholder lainnya mengenai isu lingkungan, sosial dan hukum yang relevan dengan kriteria RSPO
23,43 76,57
7.7 Teknik penyiapan lahan tanpa dibakar 23,43 76,57
4.5
Hama, penyakit, gulma dan spesies introduksi yang berkembang cepat (invasif) dikendalikan secara efektif dengan menerapkan teknik Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang memadai
23,76 76,24
7.6
Masyarakat setempat diberikan
kompensasi atas setiap pengambilalihan lahan dan dengan persetujuan sukarela
29,37 70,63
6.10
Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit berurusan secara adil dan
transparan dengan petani dan bisnis lokal lainnya
Tabel 1. Lanjutan
Agrokimia digunakan dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan
39,6 60,4
5.3
Limbah dikurangi, didaur ulang, dipakai kembali, dan dibuang dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan bagi karyawan dan karyawan memenuhi standar minimum
46,2 53,8
6.8
Memperlakukan para pekerja dan kelompok kerja serta tenaga kerja pendatang secara sama
47,85 52,15
8.1
Memonitor dan mengkaji ulang aktifitas mereka dan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi
49,17 50,83
5.5 Penggunaan api untuk pemusnahan
limbah dan untuk penyiapan lahan 51,49 48,51 7.3 Lahan perkebunan tidak berasal dari
konversi hutan primer 58,42 41,58
5.2
Identifikasi dan konservasi spesies-spesies langka, terancam, atau hampir punah dan habitat dengan nilai konservasi tinggi
59,41 40,59
6.11 Kontribusi terhadap pembangunan lokal 74,26 25,74 7.5
Bukti tidak terdapat penolakan dari masyarakat untuk penanaman di tanah masyarakat lokal
74,26 25,74
2.2 Bukti untuk menguasai dan
menggunakan tanah 80,86 19,14
1.2 Dokumen tersedia secara umum 84,16 15,84
7.4 Perluasan kebun tidak terdapat di atas
lahan yang curam 91,42 8,58
6.7 Melibatkan anak-anak sebagai tenaga
Diduga kelemahan-kelemahan tersebut terkait dengan karakteristik petani seperti umur, pendidikan, pengalaman, jumlah tanggungan, luas lahan, pendapatan dan partisipasi petani di kelembagaan. Secara umum, karakteristik petani sampel adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Karakteristik Petani
Karakter satuan Rata-Rata Rentang
umur Tahun 47,03 24-77
pendidikan Tahun 8,95 6-17
pengalaman Tahun 14,58 2-36
tanggungan Orang 3,12 0-7
lahan Ha 2,32 0,1-6,5
pendapatan Rp juta/bulan 2,67 0,22-12
partisipasi Ya/tidak 0,29 0 dan 1
Untuk mengetahui pengaruh karakteristik tersebut terhadap tingkat implementasi, seluruh komponen karakteristik tersebut kemudian diregresikan dengan menggunakan regresi Logit Binomial.
Nilai Chi-Square pada Uji Hosmer dan Lemeshow adalah sebesar 5,932 dengan tingkat signifikansi 0,655. Artinya hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribuis model Logit Binomial sesuai dengan distribusi data tidak dapat ditolak. Selanjutnya hasil Uji Rasio Likelihood juga menyatakan bahwa 88,5% dari nilai Y = 1 dan 42.6% dari nilai Y = 0 telah diprediksi dengan benar, sehingga secara keseluruhan model dapat memprediksi 78,1% dari data observasi yang melakukan dan tidak melakukan implementasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model Logit Binomial dapat digunakan dalam kasus ini.
Nilai Chi-Square pada hasil Uji Omnibus adalah sebesar 61,594 dengan tingkat signifikansi 0,000 yang menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak satupun variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen dapat ditolak. Nilai korelasi bivariat antara variabel independen semuanya < 0,5 sehingga dapat dikatakan tidak ada masalah multikolinear dalam kasus ini. Hasil estimasi regresi tersebut secara parsial adalah sebagai berikut. Tabel 3. Hasil Estimasi Logit Binomial
Variabel
independen B Wald Sig. Exp(B) p
Umur -,006 ,067 ,795 ,994
pendidikan ,043 ,327 ,567 1,044
Pengalaman* ,050 2,818 ,093 1,052 0,52
tanggungan ,077 ,378 ,539 1,081
lahan ,195 1,663 ,197 1,216
Pendapatan* ,193 2,882 ,090 1,213 0,59
partisipasi(1)* -2,078 27,498 ,000 ,125 0,19
Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa dari 7 variabel independen yang dimasukkan dalam estimasi, 3 diantaranya berpengaruh mempunyai nilai Wald dengan signifikansi < 0,1. Ketiga variabel tersebut adalah pengalaman, pendapatan dan partisipasi. Dari Tabel 1 diketahui bahwa secara rata-rata pengalaman petani bertanam sawit sudah cukup lama yaitu 14,58 tahun. Kebanyakan petani melakukan berbagai kegiatan berusahataninya berdasarkan pengalaman. Dengan pengalaman tersebut petani telah mempelajari banyak hal. Misalnya sekitar 70% petani menerapkan cara dan dosis pemupukan dan penyemprotan pestisida berdasarkan pengalaman. Artinya, walaupun umumnya petani belum pernah mendengar tentang RSPO ada beberapa hal yang telah diterapkan sesuai dengan prinsip dan kriteria yang telah ditetapkan. Hasil perhitungan dari eksponensial B menunjukkan memberikan nilai peluang sebesar 0,52, yang artinya adalah dengan meningkatnya pengalaman petani selama 1 tahun maka peluangnya untuk mengimplementasikan prinsip dan kriteria RSPO naik sebesar 52%.
Demikian juga dengan pembuatan drainase pada lahan gambut yang membutuhkan biaya cukup besar. Hanya petani yang mempunyai lahan cukup luas dan pendapatan yang relatif tinggi yang melaksanakannya. Hal lain adalah pada penggunaan bibit bersertifikat atau jumlah dan waktu penggunaan pupuk sesuai dengan rekomendasi. Masih banyak petani yang tidak menerapkannya karena modal yang terbatas. Sebaliknya, pendapatan petani sawit relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan anggota masyarakat, umumnya petani sawit selalu memberikan bantuan untuk kepentingan umum seperti pembangunan jalan atau rumah ibadah. Kegiatan tersebut merupakan salah satu indikator penilaian dalam prinsip dan kriteria RSPO. Dari nilai eksponensial B didapat nilai peluang untuk pendapatan sebesar 0,59. Artinya, jika pendapatan naik Rp 1 juta/ bulan maka peluang petani untuk menerapkan prinsip dan kriteria RSPO akan meningkat sebesar 59%.
pelatihan tentang manajemen keuangan, pelatihan tentang pembuatan kompos, pelatihan tentang pemupukan dan perawatan kelapa sawit. Pelatihan-pelatihan ini tentu saja membantu petani dalam memperoleh informasi-informasi baru.
Di samping itu petani yang ikut dalam KUD ternyata juga telah mempunyai pencatatan upah atau pertemuan komunikasi dan konsultasi dalam rapat rutin yang telah dilaksanakan. Walaupun belum semua, petani yang merupakan anggota KUD juga telah mempunyai rencana keuangan yang lebih baik. Dari seluruh dokumen lembaga (6 jenis pencatatan), 30% pencatatan sudah dilakukan oleh lembaga. Dari nilai eksponensial B didapat nilai peluang untuk pendapatan sebesar 0,19. Artinya, peluang petani yang berpartisipasi dalam KUD atau kelompok tani mempunyai peluang lebih tinggi 19% dibandingkan dengan yang tidak.
III. KESIMPULAN DAN SARAN