• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRO KONTRA PERDEBATAN ANTARA PILKADA PEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PRO KONTRA PERDEBATAN ANTARA PILKADA PEM"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PRO-KONTRA PERDEBATAN ANTARA PILKADA (PEMILIHAN KEPALA DAERAH) LANGSUNG DAN TAK LANGSUNG

Arlin Muzdalifah (140210102104)

Abstract: Akhir-akhir ini pemerintah mengungkapkan rencana mengajukan rancangan undang-undang mengenai revisi undang-undang tentang pemerintahan daerah yang didalamnya mencakup mekanisme pemilihan kepala daerah tidak lagi melalui pemilihan langsung melainkan melalui DPRD. Rancangan undang-undang Pilkada tentang pemilihan kepala daerah menuai polemik dan kontroversi baik di kalangan pejabat maupun masyarakat. Rancangan undang-undang Pilkada ini menimbulkan dua kubu yang saling bersinggungan yaitu kubu pro yang merupakan koalisi merah putih dan kubu kontra yang merupakan pihak pemenang pemilu presiden dan wakil presiden tahun ini. Pihak yang menginginkan pilkada secara tidak langsung dilatarbelakangi akan penghematan dana serta pemberantasan money politic, sedangkan pihak yang menginginkan pilkada diadakan secara langsung beranggapan akan menghargai partisipasi serta suara rakyat.

Kata kunci: Rancangan undang-undang Pilkada, Undang-undang Pilkada, Polemik, Kontroversi, Kubu Pro-kontra.

(2)

Vice President this year. The party wants elections indirectly backed by the savings would fund as well as the eradication of money politic, while parties who want the elections held immediately assume will appreciate the participation and voice of the people.

(3)

A. Pendahuluan

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah, yang kemudian disingkat menjadi pilkada, secara langsung merupakan momentum penting bagi pembangunan sistem politik lokal ke arah yang lebih demokratis. Namun, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, berubah pula pola pemilihan dalam kepala daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah mengenai pemilihan kepala daerah.

Saat ini, baik para pejabat maupun masyarakat gencar membicarakan tentang rancangan undang-undang mengenai revisi undang-undang tentang pemerintahan daerah yang didalamnya mencakup mekanisme pemilihan kepala daerah yang tidak lagi melalui pemilihan langsung melainkan melalui DPRD atau lebih akrab disebut pemilihan secara tidak langsung. Usulan awal untuk merevisi RUU Pilkada mencuat pertama kali setelah diusulkan oleh Kemendagri Pemerintahaan SBY.

(4)

Polemik rancangan undang-undang yang pada intinya mengembalikan pemilihan Kepala daerah ketangan DPRD mengakibatkan gesekan antara kubu dari fraksi partai politik Gerindra, dan kubu dari fraksi PDI-P.

Di satu sisi, pemilihan kepala daerah secara langsung dinilai memiliki banyak kelemahan. Diantaranya besarnya anggaran yang dikeluarkan dalam setiap kali penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung, dll. Disisi lain, beberapa pihak menilai bahwa dengan diadakannya pemilihan tidak langsung atau pemilihan oleh DPRD akan menghemat anggaran dan memberantas money politic yang kerapkali dilakukan oleh calon kepala daerah saat menjelang pemilihan kepala daerah.

B. Metodologi

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kajian pustaka dengan teknik analisis deskriptif.

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah, yang kemudian disingkat menjadi pilkada, merupakan momentum penting bagi pembangunan sistem politik lokal ke arah yang lebih demokratis. Melalui pilkada banyak harapan yang disandarkan bagi kesejahteraan rakyat di daerah (Erwin, 2005: iii).

Pada tahun 1950 saat Indonesia masih memakai UUDS, lahirlah UU No 1 Tahun 1957 yang merupakan landasan konstitusi untuk melakukan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat. Pasal 23 UU No 1/1957 menyebutkan, kepala daerah dipilih menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Sebelum undang-undang tersebut ada, sementara kepala daerah dipilih oleh DPRD. Dua tahun kemudian, Presiden Soekarno meluarkan dekrit presiden pada 5 Juli 1959, sehingga UU No. 1 Tahun 1957 yang tertuang dalam UUDS tidak lagi berlaku mengingat secara empirik belum dilaksanakan (Harmoko, 2014: Online).

(5)

kolonial sampai orde baru, kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah dikuasai oleh elit - elit politik karena kepala daerah tidak dipilih langsung oleh rakyatnya. Pemerintahan Hindia Belanda membuat undang - undang pada tanggal 23 Juni 1903 yang dikenal dengan decentralisatie wet 1903. Decentralisatie wet 1903 menyerahkan implementasi ketentuan - ketentuan untuk pengaturannya lebih lanjut kepada pejabat yang berwenang membuat ordonansi di Hindia Belanda. Dengan dasar ketentuan yuridis, decentralisatie wet 1903, lahirlah koninklijk desluit tertanggal 20 Desember 1904 (dikenal dengan decentralisatie desluit 1904). Peraturan ini memberikan arahan pada upaya pembentukan Raden, Pemilihan anggota Raad (dewan semacam DPRD) setempat, hak dan kewajiban anggota dan ketua serta sekretarisnya serta kewenangan dan cara kerja badan itu. Secara sederhana, pada zaman Hindia Belanda, pengaturan tentang pemerintahan daerah dibedakan antara daerah Jawa dan Madura dengan daaerah luar Jawa dan Madura (Daniel, (Tanpa tahun): Online).

Setelah Indonesia merdeka, undang - undang yang menyinggung kedudukan kepala daerah adalah undang - undang nomor 1 tahun 1945, tentang peraturan mengenai kedudukan komite nasional daerah yang diundangkan pada tanggal 23 November 1945. UU nomor 1 tahun 1945 hanya berusia 3 tahun saja, karena pada tahun 1948, dibuatlah penggantinya yaitu UU nomor 22/1948 tentang pemerintahan di daerah. Pengaturan tentang kepala daerah dalam undang - undang ini tertulis dalam pasal 18. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa kepala daerah propinsi (gubernur) diangkat oleh presiden dari calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi. Untuk kepala daerah kabupaten, diangkat oleh menteri dalam negeri dari calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten. Demikian juga untuk kepala daerah desa (kota kecil) yang diangkat oleh kepala daerah propinsi dari calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Desa (kota kecil).

(6)

negara menyebabkan terjadinya perubahan pada undang - undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah, yaitu undang - undang nomor 1 tahun 1957. Selain undang - undang, presiden pertama Republik Indonesia membuat sebuah peraturan yang mengatur tentang pengangkatan kepala daerah. Peraturan tersebut adalah Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 yang mengatur tentang mekanisme dan prosedur pengangkatan kepala daerah. Peran DPRD dalam perundangan ini terbatas, karena DPRD hanya berwenang mengajukan calon kepala daerah. Undang-undang tersebut terus mengalami perubahan hingga keluarlah Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yang kemudian di perbarui dengan No. 12 Tahun 2008 tentang pemerintahan daerah (Daniel, (Tanpa tahun): Online).

Dengan lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi landasan normatif bagi penerapan pilkada secara langsung telah membuat sistem pemerintahan di daerah seharusnya semakin demokratis karena rakyat dapat menentukan siapa calon yang paling disukainya. Atas dasar undang-undang itu mulai tahun 2005, tepatnya pada bulan Juni 2005, pergantian kepala daerah di seluruh Indonesia telah dilakukan secara langsung. Sebagai gambaran, sebagian besar pemilihan kepala daerah yang berlangsung selama UU No. 22 Tahun 1999 selalu menimbulkan gejolak di daerah, seperti di Jakarta, Lampung, Jawa Barat, Madura, dan sejumlah daerah lainnya. Dalam kasuskasus ini, timbulnya gejolak selalu disebabkan oleh penyimpangan-penyimpangan yang sama, yakni distorsi aspirasi publik, indikasi politik uang, dan oligarkhi partai yang tampak dari intervensi DPP partai dalam menentukan calon kepala daerah yang didukung fraksi (Mariana, 2007: 47).

(7)

pilkada yang berlangsung di 244 daerah tahun 2010 menelan biaya sekitar Rp 4,2 triliun dari anggaran yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk penyelenggaraan dan dana kampanye, yang ditanggung para kandidat kepala daerah. Hal inilah yang disebut politik uang (Fitriyah, (Tanpa tahun), Pdf).

Suburnya politik uang itu juga tidak lepas dari cara pandang masyarakat pemilih yang permisif terhadap politik uang itu. Pada proses demokrasi di Indonesia, termasuk demokrasi di level akar rumput (pilkades) praktek money politics tumbuh subur, karena dianggap suatu kewajaran masyarakat tidak peka terhadap bahayanya. Mereka membiarkannya karena tidak merasa bahwa money politics secara normatif adalah perilaku yang harus dijauhi (Rifai, 2003: 228).

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, berubah pula pola pemilihan dalam kepala daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan Undang-Undang yang mengatur secara jelas mengenai Pemerintahan Daerah. Salah satu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Taahun 2004 adalah mengenai pemilihan kepala daerah. Akhir-akhir ini pemerintah mengungkapkan rencana mengajukan RUU mengenai revisu UU tentang pemerintahan daerah yang didalamnya mencakup mekanisme pemilihan Gubernur tidak lagi melalui pemilihan langsung melainkan melalui DPRD (Anonim, (Tanpa tahun): Online).

Rancangan UU Pilkada yang pada intinya mengembalikan pemilihan Kepala daerah Ketangan DPRD didukung oleh mayoritas partai politik khususnya koalisi merah putih yang terdiri dari Gerindra, PAN, Golkar, PPP,PKS, Demokrat, sedangkan Koalisi yang menolak terdiri dari PKB,P-DIP, Nasedem.

(8)

Pertama, pemilihan kepala daerah oleh DPRD akan bisa menghemat anggaran sebesar 142 Triliun karena selama ini alokasi anggaran yang diadakan untuk pilkada cukup besar bahkan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan ongkos pilkada di seluruh daerah sepanjang tahun lalu mencapai Rp 70 triliun. Berlandaskan hal tersebut diatas demi penghematan anggaran maka pilkada langsung dianggap sangat boros anggaran .

Kedua, pemilihan kepala daerah secara langsung dianggap gagal selama ini untuk menciptakan penyelenggaraan negara yang bebas dan bersih dari KKN, (Good government and clean govermen) hal ini bisa dilihat dengan banyaknya kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi dan terjerat hukum dan lebih dari 318 kepala daerah menjadi tersangka kasus hukum hinggah diawal tahun 2014 ini.

Ketiga ,pemilihan langsung mengakibatkan banyak korban jiwa berjatuhan dan kerusuhan hal ini bisa dilihat dari berbagai pilkada yang selalu diwarnai kerusuhan.

Keempat, pilkada langsung kadang diwarnai money politik yang berdampak pada keterpilihan seseorang bukan karena kredibilitaasnya tapi lebih kepada jumlah modal yang dia miliki.

Sedangkan Golongan Kontra Pemilihan kepala Daerah Dilakukan DPRD tapi harus dipilih langsung Memiliki Alasan sebagai Berikut:

Pertama,Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan hak warga negara republik indonesia karena itu pemilihan kepala daerah langsung sudah dijamin konstitusi karena itu pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan hak konstitusi warga negara indonesia.

(9)

pemilihan di era orde baru. Oleh sebab itu pemilihan langsung harus dipertahankan karena cirri dari negara yang menganut faham demokrasi.

Ketiga, pemilihan kepala daerah langsung merupakan hak rakyat karena itu hak ini harusnya tetap dipertahankan dan hak rakyat untuk memilih secara langsung jangan sampai dikebiri.

Keempat, pemilihan langsung dianggap sukses melahirkan pemimpin-pemimpin yang kompeten dan mampu melakukan perubahan besar didaerah yang dipimpinnya dan dicintai rakyat mereka yang menjadi pemimpin sukses membangun daerahnya dan masyarakatnya adalah pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat seperti; Jokowi, Ahok, Tri Risma, Nurdin Abdullah DLL (Anonim, 2014: Online).

C. Pembahasan

Indonesia saat ini gencar dengan rumor tentang perdebatan mengenai pilkada secara langsung dan tidak langsung, dimana saat ini terbagi dua kubu politik yang diantaranya, kubu dari fraksi naungan partai Gerindra yang notabene mengklarifikasi segala hal untuk melakukan pilkada secara tidak langsung, dan kubu dari pemenangan Jokowi yang menentang pergolakan agar pilkada tetap dilakukan langsung oleh rakyat. Mereka bersikukuh agar pilkada secara langsung oleh rakyat tetap dilaksanakan. Sebagian menilai pemilihan kepala daerah secara tidak langsung akan menghilangkan nilai demokrasi di Indonesia, rancangan UU Pilkada yang pada intinya mengembalikan pemilihan kepala daerah ketangan DPRD (pemilu tidak langsung) mayoritas didukung oleh partai politik khususnya koalisi merah putih yang terdiri dari Gerindra, PAN, Golkar, PPP, PKS, Demokrat, sedangkan Koalisi yang menolak terdiri dari PKB, P-DIP, Nasdem.

(10)

money politic (politik uang) yang kerapkali dilakukan oleh para calon kepala daerah saat menjelang pesta demokrasi. Sedangkan di satu sisi, keberadaan kubu yang ingin mempertahankan berlangsungnya pemilihan secara langsung oleh rakyat beranggapan apabila pemilihan dilakukan oleh rakyat secara langsung akan menghargai partisipasi serta suara rakyat dan apabila diberlakukan secara tidak langsung, menurut mereka akan merenggut hak dan demokrasi atas rakyat. Pro-dan kotra dari rakyat juga mewarnai keberadaan keputusan politik yang sampai hari ini gencar dibicarakan. Pers dan media juga menambah isu yang ada menjadi semakin memanas. Terlebih saat keterlibatan media yang juga saling memihak antar dua kubu yang berlawanan, dimana masyarakat pun mulai paham akan keterpihakan media terhadap kubu partai politik yang bersaing. Dan di kacamata masyarakat pun mereka beranggapan saat pengembalian UU yang berkaitan dengan pilkada secara langsung tak lain sama saja dengan mengembalikan Indonesia ke zaman Orde Baru kala itu, dan masyarakat sendiri merasa keberadaan hak suaranya terenggut. Memang, tidak bisa kita mengkaji segala sesuatu dengan satu perspektif saja. Pada intinya segala sesuatu perumusan dan kebijakan oleh Pemerintah pasti menimbulkan positif dan negatif bagi masyarakat. Seperti kebijakan dan keputusan Pemerintah dengan lingkaran setan yang tiada hentinya mengelilingi era dan zaman yang mengepung masyarakat, hal itu menyulitkan atau bahkan mendominasi akan keberadaan masyarakat yang terkungkung dengan medan politik.

(11)

Berikut adalah segelintir alasan golongan pro untuk melakukan pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD:

Pertama, pemilihan kepala daerah oleh DPRD akan bisa menghemat anggaran sebesar 142 Triliun karena selama ini alokasi anggaran yang diadakan untuk pilkada cukup besar bahkan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan ongkos pilkada di seluruh daerah sepanjang tahun lalu mencapai Rp 70 triliun. Berlandaskan hal tersebut diatas demi penghematan anggaran maka pilkada langsung dianggap sangat boros anggaran .

Kedua, pemilihan kepala daerah secara langsung dianggap gagal selama ini untuk menciptakan penyelenggaraan negara yang bebas dan bersih dari KKN, (Good government and clean govermen) hal ini bisa dilihat dengan banyaknya kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi dan terjerat hukum dan lebih dari 318 kepala daerah menjadi tersangka kasus hukum hinggah diawal tahun 2014 ini.

Ketiga ,pemilihan langsung mengakibatkan banyak korban jiwa berjatuhan dan kerusuhan hal ini bisa dilihat dari berbagai pilkada yang selalu diwarnai kerusuhan.

Keempat, pilkada langsung kadang diwarnai money politik yang berdampak pada keterpilihan seseorang bukan karena kredibilitaasnya tapi lebih kepada jumlah modal yang dia miliki.

Sedangkan golongan kontra memiliki alasan sebagai berikut untuk tetap melakukan pemilihan secara langsung:

(12)

Kedua, pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan bagian dari demokrasi indonesia dan merupakan cita-cita reformasi karena itu jika pilkada dikembalikan ke DPRD itu sama saja halnya dengan sistem pemilihan di era orde baru. Oleh sebab itu pemilihan langsung harus dipertahankan karena cirri dari negara yang menganut faham demokrasi.

Ketiga, pemilihan kepala daerah langsung merupakan hak rakyat karena itu hak ini harusnya tetap dipertahankan dan hak rakyat untuk memilih secara langsung jangan sampai dikebiri.

Keempat, pemilihan langsung dianggap sukses melahirkan pemimpin-pemimpin yang kompeten dan mampu melakukan perubahan besar didaerah yang dipimpinnya dan dicintai rakyat mereka yang menjadi pemimpin sukses membangun daerahnya dan masyarakatnya adalah pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat. Contohnya seperti: Jokowi, Ahok, Tri Risma, Nurdin Abdullah, dll.

Pergolakan pro-kontra pemerintah akan pilkada langsung dan tidak langsung, membuat masyarakat tak berdaya akan keberadaan suasana yang seperti ini. Mereka pun tak dapat berkutik dan hanya dapat menyuarakan apa yang menjadi keinginan mereka, tetapi tetap para “atasan” lah yang memiliki kedudukan dan kekuasaan menjalankan segala kebijakan yang ada, entah itu diinginkan maupun tidak diinginkan oleh rakyat.

Pro-kontra yang terjadi saat ini tidak lain memang tentang penyusunan UU pilkada secara tidak langsung yang lambat laun semakin berada di permukaan. Hal ini semakin memperoleh dukungan dari koalisi merah putih yang di prakarsai oleh kubu dari fraksi naungan partai Gerindra, bahwasannya mereka juga menepis akan kemenangan presiden Jokowi Dodo yang dinilai tidak fair. Dan pada akhirnya tetap saja bersikukuh untuk tetap menjalankan kembali pilkada tidak langsung.

(13)

terlibat langsung dalam proses tersebut. Keberhasilan pelaksanaan pilkada, terkait dengan tiga faktor:

1. Pemilih yang memiliki hak pilih

2. Penyelenggara yaitu KPUD, Panwas, pemantau, dan pemerintah 3. Lembaga steakholders lainnya

Sebenarnya meskipun pilkada diadakan secara langsung maupun tidak langsung sulit menghindari Money Politic (Politik Uang) oleh setiap Cakada. Cakada yang ingin memenangkan pertarungan politik pasti juga akan tetap mengeluarkan beberapa dana untuk melobi beberapa anggota DPRD untuk bisa mendapatkan suara terbanyak. Tak pelak suatu konvensi partai politik yang seharusnya menjadi ajang kontes progam dan visi antar calon kepala daerah menjadi arena “Kontes tabur uang” dimana yang paling banyak memberi uang, peluang untuk menang sangatlah besar.

Kesimpulan

Apapun kelemahan yang terdapat dalam proses pelaksanaan pilkada, perlu digaris bawahi bahwa demokrasi bukanlah sebuah proses instan. Demokrasi adalah sebuah proses panjang dan berkelanjutan. Bangsa ini belum memiliki sejarah Pilkada seperti pemilu yang dilaksanakan dari tahun 1959. Pilkada merupakan hal yang baru dalam ranah politik lokal. keberhasilan pilkada berkaitan langsung dengan subyek yang terlibat langsung dalam proses tersebut. Saran

(14)

masyarakat sipil agar masyarakat sipil tidak terpengaruh dengan uang yang kerapkali disodorkan oleh calon kepala daerah.

Daftar Pustaka

Buku

Edwin, Donni, dkk. 2005. Pilkada Langsung Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance. Jakarta: Partnership.

Mariana, Dede. 2007. Dinamika Demokrasi dan Perpolitikan Lokal di Indonesia. Bandung: AIPI Bandung-Puslit KP2W Lembaga Penelitian Unpad.

Rifai, Amzulian. 2003. Pola Politik uangan Dalam pemilihan Kepala Daerah. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Jurnal

Fitiyah. (Tanpa tahun). Fenomena Politik Uang Dalam Pilkada. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=121054&val=1307. Tanggal akses: 2/11/2014 pukul: 23.20.

Internet

Anonim. 2014. Pilkada Langsung atau Tak Langsung Konstitusional. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5423cf4b0b426/pemerintah--pilkada-langsung-atau-tak-langsung-konstitusional. [25 September 2014]. Tanggal akses: 5/10/2014 pukul: 10.38.

Anonim. 2014. Pro Kontra Rancangan Undang-undang Pilkada “Partai Demokrat Pilih Pilkada Langsung”. http://politik.kompasiana.com/2014/09/20/pro- kontra-rancangan-undang-undang-pilkada-partai-demokrat-pilih-pilkada-langsung-675473.html. [20 September 2014]. Tanggal akses: 5/10/2014 pukul: 10.45.

Harmoko. 2014. Sejarah Pilkada. http://poskotanews.com/2014/09/29/sejarah-pilkada/. [29 September 2014]. Tanggal akses: 11/10/2014 pukul: 22.00. Anonim. 2014. Pro Kontra Pemilihan Gubernur Secara Langsung.

(15)

http://www.stisipbantenraya.ac.id/2014/index.php/park-blog/81-artikel/109-pro-kontra-pemilihan-gubernur-secara-langsung. [21 Oktober 2014]. Tanggal akses: 2/11/2014 pukul: 10.25.

Daniel. 2013. Sejarah Pilkada di Indonesia.

http://danielpunya.blogspot.com/2013/05/sejarah-pilkada-di-indonesia.html. [Mei 2013]. Tanggal akses: 2/11/2014 pukul: 22.15.

Anonim. 2014. Kontroversi Pikada Langsung oleh Rakyat Atau Pilkada di

Tangan DPRD yang Dipilih Rakyat.

Referensi

Dokumen terkait

Begitulah gambaran ketidakadilan yang dialami oleh perempuan bahwa garis batas pembedaan antara laki-laki dan perempuan di Korea merupakan suatu hal yang sangat

dengan bidang dan lingkup kerja Teknik Pembangkit Tenaga Listrik pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks, berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,

Penggunaan nitrat jangka pendek dan efek cepat (misalnya nitrogliserin sublingual spray dan tablet) merupakan inti dari terapi penunjang harus diintegrasikan ke

Sebagian besar industri manufaktur di Indonesia agar dalam bertahan hidup dalam kompetisi bisnis yang semakin ketat antara lain produk yang mereka produksi harus bebas dari

Hasil dari pengembangan media pembelajaran berbasis autoplay materi Tema peduli terhadap lingkungan hidup kelas IV telah memenuhi kriteria valid dengan hasil uji ahli materi

Karmarkar) kurang dari 0,05.Persoalan program linier yang berukuran kecil, metode Karmarkar membutuhkan perhitungan yang relatif lebih besar dan lebih cepat jika

Dalam ketentuan tersebut diatur adanya beberapa organ jabatan yang dapat disebut sebagai organ daerah atau lembaga daerah yang merupakan lembaga negara yang

2) Penguasaan konsep kimia siswa melalui model pembelajaran kooperatif Tipe TGT pada materi pokok larutan non-elektrolit dan elektrolit serta reaksi reduksi oksidasi dari siklus