• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Persyaratan dan Prosedur Perubahan PTS Periode 3 Tahun 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Buku Persyaratan dan Prosedur Perubahan PTS Periode 3 Tahun 2018"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

P E R S Y A R A T A N D A N P R O S E D U R

Perubahan

Perguruan Tinggi Swasta

Periode 3 Tahun 2018

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

(2)

2

Sambutan

Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti

Sejak tanggal 10 Agustus 2012 telah dilakukan pembaruan dan strategi pembangunan pendidikan tinggi melalui penerbitan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti). Untuk memenuhi amanat UU Dikti pada tahun 2016 telah diterbitkan Permenristekdikti No. 100 Tahun 2016 Tentang Pendirian, Perubahan, Dan Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, Serta Pendirian, Perubahan, dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.

Sementara itu, Surat Edaran Menristekdikti tanggal 21 September 2016 Nomor: 2/M/SE/lX/20l6 Tentang Pendirian Perguruan Tinggi Baru Dan Pembukaan Program Studi, menyatakan bahwa terhitung sejak 1 Januari 2017 akan diterapkan kebijakan pemberian izin pembukaan program studi sebagai berikut:

1. Dalam hal perubahan bentuk, pembukaan program studi akan diberikan untuk program studi di

bidang science, technology, engineering, dan mathematic (STEM);

2.Perubahan perguruan tinggi dan pembukaan program studi sebagaimana dimaksud pada angka 1

dapat dikecualikan bagi:

a. daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T); dan

b. daerah tertentu dengan kondisi dan kebutuhan khusus.

Memenuhi amanat Permenristekdikti di atas dan memperhatikan Surat Edaran Menristekdikti, maka para pengusul perlu dipandu dalam memenuhi persyaratan dan prosedur perubahan perguruan tinggi swasta dan pembukaan pada perguruan tinggi.

Dengan mematuhi semua persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan, diharapkan usul yang diajukan dapat diproses secara tepat waktu, sehingga perguruan tinggi yang akan diubah maupun program studi yang dibuka, mampu berkontribusi positif dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pengelolaan perguruan tinggi untuk meningkatkan daya saing bangsa. Atas perhatian semua pihak, kami sampaikan terima kasih.

Jakarta, 30 Juli 2018

Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI

TTD

(3)

Pengantar

Direktur Pengembangan Kelembagaan Perguruan Tinggi

Sepanjang tahun 2017 telah diproses berbagai usul perubahan perguruan tinggi swasta, serta pembukaan program studi yang menyertainya. Pengalaman menunjukkan bahwa persyaratan dan prosedur yang diterapkan telah mampu meningkatkan efisiensi pemrosesan usul tersebut, selain masih terdapat hal-hal yang masih dapat dikembangkan sehingga mampu mempersingkat waktu pemrosesan usul- usul yang diajukan.

Untuk memfasilitasi dan meningkatkan efisiensi pemrosesan usul yang diajukan, telah dilakukan perubahan Permenristekdikti No. 50 Tahun 2015 dengan menerbitkan Permenristekdikti No. 100 Tahun 2016 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin PTS.

Berhubung telah dilakukan perubahan Permenristekdikti tersebut, maka perlu diterbitkan buku tentang persyaratan dan prosedur perubahan perguruan tinggi swasta dan pembukaan program studi yang menyertainya, sebagaimana diperintahkan oleh Permenristekdikti No. 100 Tahun 2016 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin PTS. Proses administrasi perubahan perguruan tinggi swasta dan pembukaan program studi yang

menyertainya yang telah dilakukan secara digital atau online sejak Januari 2015 masih tetap

dilanjutkan, sehingga selain dapat mengurangi waktu, biaya, dan tenaga, juga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan yang bersih dan efisien.

Penerbitan buku ‘Persyaratan dan Prosedur Perubahan Perguruan Tinggi Swasta Periode 3

Tahun 2018’ dimaksudkan untuk memandu para pihak yang akan mengusulkan perubahan PTS. Adapun persyaratan dan prosedur pembukaan program studi pada perubahan bentuk telah diatur

dalam buku ‘Persyaratan dan Prosedur Pendirian dan Pembukaan Program Studi Perguruan Tinggi

(4)

Daftar Isi

halaman

Daftar Isi 4

Bab I Pendahuluan 5

Bab II Perubahan Perguruan Tinggi Swasta 7

1. Pengertian

2. Persyaratan Perubahan Perguruan Tinggi Swasta 3. Dokumen

4. Insentif Untuk Penggabungan dan Penyatuan PTS 5. Prosedur

Bab III Instrumen Akreditasi 28

Lampiran 29

(5)

Bab I

Pendahuluan

1.

Latar Belakang

Perlu dikemukakan terlebih dahulu bahwa perubahan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dapat

menghasilkan PTS dalam bentuk baru. Oleh karena itu, permohonan izin perubahan PTS yang

menghasilkan PTS baru harus memenuhi persyaratan dan prosedur seperti pendirian PTS.

Dalam hal pendirian PTS, mulai tanggal 10 Agustus 2012 Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) telah menetapkan pola baru dalam perizinan pendirian perguruan tinggi.

Sebelum UU Dikti ditetapkan, izin pendirian perguruan tinggi diterbitkan terlebih dahulu oleh Mendikbud (sekarang Menristekdikti) setelah memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kemudian dalam kurun waktu tertentu sebagaimana ditetapkan dalam surat keputusan izin tersebut, perguruan tinggi wajib meminta akreditasi kepada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).

Setelah UU Dikti berlaku, izin pendirian perguruan tinggi akan diterbitkan Menristekdikti apabila proposal pendirian perguruan tinggi telah memenuhi syarat minimum Akreditasi Perguruan Tinggi (APT) sebagaimana ditetapkan oleh BAN-PT, dan program studi yang disyaratkan dalam perguruan tinggi tersebut juga telah memenuhi syarat minimum Akreditasi Program Studi (APS) sebagaimana ditetapkan oleh BAN-PT atau Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) terkait.

Dengan demikian, sebelum Menristekdikti menerbitkan keputusan tentang izin perubahan PTS

yang menghasilkan PTS dalam bentuk baru, BAN-PT atau LAM terkait akan menerbitkan terlebih

dahulu surat keputusan tentang akreditasi minimum dari perguruan tinggi hasil perubahan dan/ atau program studi baru untuk memenuhi syarat minimum bagi perubahan bentuk PTS tersebut. Menurut Pasal 4 ayat (3) Permenristekdikti No. 32 Tahun 2016 Tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi, akreditasi minimum sebagaimana dimaksud di atas berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak izin diterbitkan.

Adapun pengaturan pendirian perguruan tinggi dapat ditemukan dalam Pasal 60 ayat (2) dan ayat (4) UU Dikti yang menetapkan sebagai berikut:

 Ayat (2): PTS didirikan oleh Masyarakat dengan membentuk badan penyelenggara berbadan

hukum yang berprinsip nirlaba dan wajib memperoleh izin Menteri.

 Ayat (4): Perguruan Tinggi yang didirikan harus memenuhi standar minimum akreditasi.

Sedangkan pengaturan penyelenggaraan program studi dapat ditemukan dalam Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) UU Dikti yang menetapkan sebagai berikut:

 Ayat (3): Program Studi diselenggarakan atas izin Menteri setelah memenuhi persyaratan

minimum akreditasi.

 Ayat (5): Program Studi mendapatkan akreditasi pada saat memperoleh izin

penyeleng-garan.

2.

Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan Persyaratan Minimum Akreditasi

Penerbitan izin perubahan PTS yang menghasilkan PTS dalam bentuk baru, didasarkan pada

(6)

 Ayat (1) huruf a: SN Dikti ditetapkan oleh Menteri atas usul suatu badan yang bertugas menyusun dan mengembangkan SN Dikti;

 Ayat (2): SN Dikti merupakan satuan standar yang meliputi standar nasional pendidikan,

ditambah dengan standar penelitian, dan standar pengabdian kepada masyarakat.

Untuk melaksanakan Pasal tersebut telah diterbitkan Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Menurut Pasal 3 ayat (5) huruf a Permenristekdikti No. 32 Tahun 2016 Tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi, apabila perguruan tinggi atau program studi memenuhi SN Dikti, maka perguruan tinggi atau program studi tersebut memperoleh status terakreditasi

dengan peringkat terakreditasi ‘Baik’. Sedangkan kriteria memenuhi standar minimum akreditasi

atau memenuhi persyaratan minimum akreditasi ditetapkan berdasarkan SN Dikti oleh LAM

atau BAN-PT sesuai kewenangan masing-masing, dan dituangkan dalam instrumen akreditasi

pembukaan program studi dan instrumen akreditasi pendirian perguruan tinggi.

3.

Perubahan Perguruan Tinggi Swasta

Secara garis besar, izin perubahan PTS yang menghasilkan PTS dalam bentuk baru, diusulkan

oleh Badan Penyelenggara berbadan hukum yang berprinsip nirlaba (selanjutnya disebut Badan

Penyelenggara)1 kepada Menristekdikti dengan mengajukan usul perubahan PTS yang memuat

pemenuhan semua persyaratan yang diuraikan di dalam buku ini.

Kelengkapan persyaratan tersebut akan menentukan pemenuhan syarat minimum akreditasi dari

PTS yang akan diubah, atau pemenuhan syarat minimum akreditasi program studi (jika

perubahan PTS tersebut memerlukan pembukaan program studi baru). Evaluasi kecukupan tentang pemenuhan persyaratan minimum akreditasi pendirian PTS akan dilakukan oleh BAN-PT, sedangkan pemenuhan persyaratan minimum akreditasi program studi akan dilakukan oleh BAN-PT atau LAM.

Dalam hal dilakukan perubahan PTS, maka evaluasi kecukupan tentang pemenuhan persyaratan minimum akreditasi oleh BAN-PT hanya dilakukan terhadap program studi baru yang ditambahkan, sedangkan terhadap program studi yang telah memiliki status terakreditasi dan peringkat terakreditasi dari BAN-PT atau LAM tidak dilakukan evaluasi kecukupan lagi. Status akreditasi dan peringkat terakreditasi dari program studi tersebut tetap berlaku sampai dengan akhir masa berlakunya status akreditasi dan peringkat terakreditasi program studi tersebut, sebagaimana telah ditetapkan oleh BAN-PT atau LAM.

Prosedur perubahan PTS, baik yang tanpa pembukaan program studi baru maupun yang

dengan penambahan program studi baru, dilakukan secara dalam jaringan atau online.

********

(7)

Bab II

Perubahan Perguruan Tinggi Swasta

1. Pengertian

1.1.Perubahan PTS oleh Badan Penyelenggara adalah perubahan PTS yang dapat terdiri atas:

a. Perubahan nama

b. Perubahan atau pindah lokasi PTS;

c. Perubahan bentuk PTS;

d. Pengalihan pengelolaan PTS dari Badan Penyelenggara lama ke Badan Penyelenggara baru;

e. Penggabungan 2 (dua) PTS atau lebih menjadi 1 (satu) PTS baru;

f. Penyatuan 1 (satu) PTS atau lebih ke dalam 1 (satu) PTS lain;

Perubahan PTS sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf f akan diuraikan di bawah ini.

a. Perubahan nama PTS

Nama PTS adalah kata atau frasa yang terletak setelah nama bentuk perguruan tinggi swasta. Adapun nama bentuk PTS bukan bagian dari nama PTS yang bersangkutan, misalnya Universitas Tangkuban Perahu dapat diurai sebagai berikut:

Universitas (nama bentuk PTS);

Tangkuban Perahu (kata atau frasa yang merupakan nama PTS).

Pada saat ini terdapat nama bentuk PTS dijadikan nama PTS ketika PTS tersebut berubah bentuk, misalnya semula Sekolah Tinggi Manajemen Unggul (STIMUN), kemudian bentuknya diubah menjadi Universitas namun singkatan STIMUN hendak dipertahankan dan dijadikan nama PTS, sehingga nama lengkap PTS tersebut menjadi Universitas STIMUN. Perubahan nama PTS seperti di atas yang telah diizinkan tidak diwajibkan untuk diubah, namun terhitung mulai awal tahun 2017, perubahan nama dengan modus seperti di atas tidak diizinkan lagi.

Perubahan nama PTS adalah perubahan kata atau frasa yang merupakan nama PTS, bukan perubahan nama bentuk PTS. Dengan demikian, jika nama bentuk PTS dan kata atau frasa yang merupakan nama PTS berubah, maka perubahan tersebut termasuk dalam Perubahan Bentuk PTS.

Izin Perubahan nama PTS dimuat dalam keputusan Menristekdikti tentang perubahan surat keputusan izin pendirian PTS dengan kata atau frasa yang merupakan nama lama PTS menjadi surat keputusan izin pendirian PTS dengan kata atau frasa yang merupakan

nama baru PTS, tanpa perubahan nama bentuk PTS.

Terdapat berbagai alasan Badan Penyelenggara untuk mengajukan izin perubahan nama PTS yang dikelolanya, antara lain:

1. Kata atau frasa yang merupakan nama lama PTS dipandang tidak atau kurang sesuai

dengan visi PTS, baik karena perubahan atau tanpa perubahan visi PTS;

2. PTS dialihkelolakan dari Badan Penyelenggara yang lama ke Badan Penyelenggara yang

(8)

Secara hukum, perubahan nama PTS akan berakibat antara lain:

1. Izin pendirian PTS yang diterbitkan Pemerintah (Depdikbud, Depdiknas, Kemdiknas,

Kemdikbud, atau Kemristekdikti) harus diubah dari izin yang diberikan kepada Badan Penyelenggara dengan nama lama PTS menjadi nama baru PTS;

2. Keputusan tentang status akreditasi dan peringkat akreditasi dari PTS dan semua

program studinya dengan nama lama PTS harus dimohonkan perubahannya kepada BAN-PT atau LAM;

3. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah

dari data dan informasi tentang PTS dengan nama lama menjadi data dan informasi tentang PTS dengan nama baru.

Sebelum Menristekdikti menerbitkan keputusan tentang perubahan izin yang berisi perubahan nama PTS, Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti akan mengevaluasi permohonan izin perubahan nama PTS yang diajukan Badan Penyelenggara. Setelah semua persyaratan dan prosedur dipenuhi, Menristekdikti akan menerbitkan keputusan tentang perubahan nama lama PTS dengan nama baru PTS.

b. Perubahan atau Pindah Lokasi PTS

Lokasi PTS adalah domisili PTS di kabupaten atau kota sebagaimana dicantumkan dalam

keputusan Menteri tentang pendirian PTS tersebut. Dengan demikian, perubahan atau

pindah lokasi PTS adalah tindakan Badan Penyelenggara memindahkan lokasi PTS dari lokasi lama ke lokasi baru, yang ditandai dengan hal sebagai berikut:

1. pemindahan dilakukan ke luar kabupaten atau kota sebagaimana dicantumkan dalam

keputusan Menteri tentang pendirian PTS tersebut;

2. kampus utama sebagai pusat pengelolaan Tridharma PTS tersebut dipindahkan ke

lokasi baru; dan

3. 100% program studi PTS tersebut dipindahkan penyelenggaraannya ke lokasi baru.

Izin Pindah Lokasi dimuat dalam keputusan Menristekdikti tentang perubahan surat keputusan izin pendirian PTS dengan lokasi lama menjadi surat keputusan izin pendirian PTS dengan lokasi baru PTS yang sama.

Contoh pindah lokasi PTS, Universitas Tangkuban Perahu dengan lokasi di Bandung yang dikelola oleh Yayasan Tangkuban Perahu, menjadi Universitas Tangkuban Perahu yang

berlokasi di Jakarta, dan tetap dikelola oleh Yayasan Tangkuban Perahu.

Perlu ditegaskan bahwa pindah lokasi PTS hanya merupakan perpindahan lokasi PTS saja, sehingga tidak disertai dengan perubahan Badan Penyelenggara, bentuk PTS (Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik, Akademi, dan Akademi Komunitas), status PTS (dari PTS menjadi PTN), alih kelola PTS, atau nama PTS.

Terdapat berbagai alasan Badan Penyelenggara untuk mengajukan izin pindah lokasi PTS yang dikelolanya, antara lain:

1. Lahan dimana lokasi PTS berada telah berakhir atau diakhiri masa sewa menyewanya,

sehingga Badan Penyelenggara harus telah memiliki sendiri hak atas tanah untuk lokasi PTS tersebut;

2. Pertumbuhan jumlah mahasiswa sehingga lokasi PTS semula sudah tidak memenuhi

syarat menurut peraturan perundangan;

3. Keputusan Pemerintah atau Pemerintah Daerah untuk mengubah peruntukan lahan

(9)

4. Usaha untuk mendekatkan PTS pada calon mahasiswa; dan/atau

5. Upaya memperluas sarana PTS.

Secara hukum, pemindahan lokasi PTS akan berakibat antara lain:

1. Izin pendirian PTS yang diterbitkan Pemerintah (Depdikbud, Depdiknas, Kemdiknas,

Kemdikbud, atau Kemristekdikti) harus diubah dari izin yang diberikan kepada Badan Penyelenggara PTS di lokasi lama menjadi di lokasi baru dari PTS;

2. Status kepemilikan hak atas lahan yang digunakan sebagai kampus PTS di lokasi lama

diubah dengan status kepemilikan hak atas lahan di lokasi yang baru atas nama Badan Penyelenggara yang sama. Misalnya sertifikat hak atas lahan di lokasi yang lama (di Bandung) adalah atas nama Yayasan Universitas Sangkuriang, harus diganti dengan sertifikat hak atas lahan atas nama Yayasan Universitas Sangkuriang di Jakarta sebagai lokasi baru PTS;

3. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah

dari data dan informasi tentang PTS di lokasi yang lama menjadi data dan informasi tentang PTS yang sama di lokasi baru.

Sebelum Menristekdikti menerbitkan keputusan tentang perubahan izin yang berisi pemindahan lokasi PTS, Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti akan mengevaluasi permohonan izin pemindahan lokasi PTS yang diajukan Badan Penyelenggara PTS tersebut.

Setelah semua persyaratan dan prosedur dipenuhi, Menristekdikti akan menerbitkan keputusan tentang perubahan izin pemindahan lokasi PTS ke lokasi yang baru.

c. Perubahan bentuk PTS

Bentuk PTS adalah bentuk perguruan tinggi yang terdiri atas 6 (enam) bentuk, yaitu Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik, dan Akademi, dan Akademi Komunitas.

Perubahan bentuk PTS adalah perubahan dari suatu bentuk PTS ke suatu bentuk PTS lain dalam 5 (lima) bentuk perguruan tinggi sebagaimana dikemukakan di atas, sedangkan

Akademi Komunitas tidak boleh diubah bentuknya.

Izin Perubahan bentuk PTS dimuat dalam keputusan Menristekdikti tentang perubahan surat keputusan izin pendirian PTS dengan bentuk lama PTS menjadi surat keputusan izin perubahan PTS dalam bentuk baru.

Terdapat berbagai alasan Badan Penyelenggara untuk mengajukan izin perubahan bentuk PTS yang dikelolanya, antara lain:

1. Bentuk lama PTS tidak atau kurang sesuai dengan visi PTS;

2. Bentuk lama PTS tidak atau kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat;

3. PTS dialihkelolakan dari Badan Penyelenggara yang lama ke Badan Penyelenggara yang

baru, dan Badan Penyelenggara yang baru menginginkan perubahan bentuk PTS. Jika terjadi permohonan seperti ini, maka proses perubahan bentuk PTS harus sekaligus dimohonkan bersama dengan permohonan alih kelola PTS;

4. Bentuk PTS yang ditetapkan dalam izin pendirian tidak memenuhi lagi komposisi

(10)

5. Keputusan pencabutan status akreditasi dan peringkat terakreditasi 1 (satu) atau lebih program studi oleh BAN-PT atau LAM, yang mengakibatkan komposisi jumlah dan jenis program studi terakreditasi yang masih ada di PTS tersebut, tidak memenuhi lagi komposisi jumlah dan jenis program studi terakreditasi yang disyaratkan untuk bentuk PTS sebagaimana dicantumkan dalam izin pendiriannya;

Secara hukum, perubahan bentuk PTS akan berakibat antara lain:

1. Izin pendirian PTS yang diterbitkan Pemerintah (Depdikbud, Depdiknas, Kemdiknas,

Kemdikbud, atau Kemristekdikti) harus diubah dari izin yang diberikan kepada Badan Penyelenggara PTS dengan suatu bentuk PTS menjadi bentuk baru PTS;

2. Keputusan tentang status akreditasi dan peringkat akreditasi dari PTS dengan bentuk

lama harus dimohonkan perubahannya kepada BAN-PT atau LAM dengan bentuk baru PTS;

3. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah

dari data dan informasi tentang PTS dengan bentuk lama PTS menjadi data dan informasi tentang PTS dengan bentuk baru PTS.

Sebelum Menristekdikti menerbitkan keputusan tentang perubahan izin yang berisi perubahan bentuk PTS, Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti akan mengevaluasi permohonan izin perubahan bentuk PTS yang diajukan Badan Penyelenggara PTS tersebut. Setelah semua persyaratan dan prosedur dipenuhi, Menristekdikti akan menerbitkan keputusan tentang perubahan bentuk lama PTS dengan bentuk baru PTS.

d. Pengalihan pengelolaan PTS dari Badan Penyelenggara lama ke Badan Penyelenggara baru

Pengalihan pengelolaan atau alih kelola PTS adalah:

1. pengalihan pengelolaan PTS dari suatu Badan Penyelenggara ke Badan Penyelenggara

lain; atau

2. pengalihan pengelolaan PTS yang dapat dilakukan melalui modus berupa penggantian

semua atau sebagian anggota organ-organ dari suatu Badan Penyelenggara PTS, sehingga seolah-olah hanya terjadi penggantian anggota organ tetapi tidak terjadi alih kelola. Apabila modus ini yang digunakan, maka hal ini tetap dikualifikasi sebagai alih kelola PTS yang harus diproses seperti alih kelola PTS pada angka 1 (satu) di atas.

Adapun Badan Penyelenggara menurut Pasal 60 ayat (3) UU Dikti dapat berbentuk: 1. yayasan;

2. perkumpulan; dan

3. bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Baik yayasan, perkumpulan, maupun bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai pengelola PTS, sehingga dapat berpengaruh pada mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi di PTS yang bersangkutan. Ketika suatu Badan penyelenggara PTS mengalami kesulitan dalam mengelola PTS, Badan Penyelenggara tersebut akan berusaha untuk menemukan cara agar pengelolaan PTS tersebut dapat terbebas dari segala kesulitan tersebut. Usaha tersebut dilakukan dengan

berbagai cara pengalihan pengelolaan atau alih kelola PTS, sebagai berikut:

1. Alih kelola dari suatu bentuk Badan Penyelenggara tertentu ke Badan Penyelenggara

(11)

2. Alih kelola dari suatu bentuk Badan Penyelenggara tertentu ke Badan Penyelenggara lain yang memiliki bentuk berbeda, misal dari Yayasan A ke Perkumpulan B, atau dari Perkumpulan A ke Persyarikatan C;

3. Alih kelola dari sebagian atau seluruh anggota organ Badan Penyelenggara kepada

sebagian atau seluruh anggota organ dalam satu Badan Penyelenggara yang sama, misal sebagian atau seluruh anggota organ Pembina, anggota organ Pengawas, dan/atau anggota organ Pengurus dalam Yayasan A, kepada sebagian atau seluruh anggota organ Pembina, anggota organ Pengawas, dan/atau anggota organ Pengurus dalam Yayasan A. Pergantian susunan anggota organ di dalam Badan Penyelenggara tidak selalu berarti alih kelola, kecuali penggantian susunan anggota organ tersebut memang dilakukan dengan motif alih kelola;

4. Alih kelola dari Badan Penyelenggara tertentu kepada Badan Penyelenggara lain

karena diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan, misal terdapat peraturan perundang-undangan baru yang melarang suatu bentuk Badan Penyelenggara mengelola PTS.

Apabila alih kelola PTS disertai dengan perubahan bentuk PTS, maka tahap yang harus

dilalui:

1. Alih kelola PTS harus dilakukan dan memperoleh izin Menristekdikti terlebih dahulu,

sehingga telah terdapat kepastian hukum tentang Badan Penyelenggara mana yang akan mengubah bentuk PTS tersebut;

2. Setelah izin alih kelola diterbitkan, Badan Penyelenggara yang menerima alih kelola

PTS mengajukan perubahan bentuk PTS sesuai dengan persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan.

Secara hukum, alih kelola PTS akan berakibat antara lain:

1. Izin pendirian PTS yang diterbitkan Pemerintah (Depdikbud. Depdiknas, Kemdiknas,

Kemdikbud, atau Kemristekdikti) harus diubah dari izin yang diberikan kepada Badan Penyelenggara lama dengan izin yang diberikan kepada Badan Penyelenggara baru;

2. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah

dari data dan informasi tentang Badan Penyelenggara lama menjadi data dan informasi tentang Badan Penyelenggara baru.

Sebelum Menristekdikti menerbitkan keputusan izin alih kelola PTS, BAN PT akan mengevaluasi proposal alih kelola PTS tersebut, dan BAN-PT/LAM terkait akan mengevaluasi program studi yang dialihkelolakan.

Jika hasil evaluasi menyatakan bahwa pemenuhan syarat minimum akreditasi institusi dan akreditasi program studi telah terpenuhi, BAN-PT dan/atau LAM terkait akan menerbitkan keputusan pemenuhan syarat minimum akreditasi institusi dan program studi yang akan ditambahkan.

Setelah BAN-PT atau LAM menerbitkan keputusan akreditasi minimum perguruan tinggi atas PTS dan penambahan program studi (jika ada) pada PTS yang dialihkelolakan, Menristekdikti akan menerbitkan izin alih kelola PTS (yang dialihkelolakan).

e. Penggabungan 2 (dua) PTS atau lebih menjadi 1 (satu) PTS baru.

Penggabungan PTS adalah beberapa PTS yang masing-masing dikelola oleh 1 (satu) Badan

Penyelenggara, menjadi 1 (satu) PTS baru yang dikelola oleh 1 (satu) Badan Penyelenggara

baru. Misalnya. PTS A yang dikelola oleh Yayasan A dan PTS B yang dikelola oleh Yayasan B

(12)

Terdapat berbagai alasan penggabungan atau merger PTS, antara lain:

a. Terdapat kesamaan visi PTS pada beberapa PTS, sehingga penggabungan beberapa PTS

tersebut menjadi 1 (satu) PTS baru di bawah pengelolaan 1 (satu) Badan Penyelenggara baru akan meningkatkan akselerasi perwujudan visi PTS yang baru;

b. Beberapa PTS yang dikelola oleh masing-masing Badan Penyelenggara tidak memiliki

kemampuan lagi, baik secara akademik maupun non akademik, dalam penyelenggaraan program studi yang dimilikinya, namun kemampuan tersebut akan tumbuh dan berkembang apabila dilakukan penggabungan beberapa PTS tersebut menjadi 1 (satu) PTS baru di bawah pengelolaan Badan Penyelenggara yang baru.

Penggabungan beberapa PTS menjadi 1 (satu) PTS baru, akan berakibat sebagai berikut:

a. Semua aset (sarana, prasarana, kekayaan lain) dari beberapa Badan Penyelenggara yang

PTS nya digabungkan, harus dialihkan kepemilikannya atas nama Badan Penyelenggara baru yang akan mengelola PTS baru hasil penggabungan;

b. Status akreditasi dari program studi dan perguruan tinggi tetap atau berubah;

c. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah dari

data dan informasi tentang beberapa PTS yang bergabung menjadi 1 (satu) data dan informasi 1 (satu) PTS baru hasil penggabungan.

f. Penyatuan 1 (satu) PTS atau lebih ke dalam 1 (satu) PTS lain.

Penyatuan PTS adalah:

a. penyatuan 1 (satu) atau lebih PTS yang dikelola oleh 1 (satu) atau lebih Badan

Penyelenggara ke dalam 1 (satu) Badan Penyelenggara yang mengelola 1 (satu) PTS yang menerima penyatuan. Contoh:

 PTS A dan PTS B yang masing-masing dikelola oleh Yayasan A dan Yayasan B disatukan

dengan PTS C (telah ada) yang dikelola oleh Yayasan C (telah ada);

 PTS X dan PTS Y dikelola oleh Yayasan Z disatukan dengan PTS D (telah ada) yang

dikelola oleh Yayasan D (telah ada);

atau

b. penyatuan beberapa PTS yang dikelola 1 (satu) Badan Penyelenggara menjadi 1 (satu) PTS

yang dikelola oleh Badan Penyelenggara yang sama. Contoh: PTS A, PTS B, dan PTS C yang

dikelola oleh Yayasan A disatukan menjadi PTS C yang tetap dikelola oleh Yayasan A. 


Terdapat berbagai alasan suatu Badan Penyelenggara mengajukan izin penyatuan 1 (satu) atau lebih PTS, yang masing-masing dikelola oleh Badan Penyelenggara yang berbeda atau

sama, antara lain: 


a. Terdapat kesamaan visi PTS pada beberapa PTS, sehingga akuisisi beberapa PTS tersebut

oleh 1 (satu) Badan Penyelenggara akan meningkatkan akselerasi perwujudan visi PTS

yang disatukan; 


b. Beberapa PTS yang dikelola oleh Badan Penyelenggara yang sama atau berbeda tidak

memiliki kemampuan lagi, baik secara akademik maupun non akademik, dalam penyelenggaraan program studi yang dimilikinya, namun kemampuan tersebut akan tumbuh dan berkembang apabila beberapa PTS tersebut disatukan dalam 1 (satu) Badan Penyelenggara lain;

c. Untuk meningkatkan mutu, efisiensi, dan efektifitas pengelolaan beberapa PTS, maka 1

(13)

d. Badan Penyelenggara yang hendak mengubah bentuk 1 (satu) PTS yang dikelolanya

dengan menambahkan program studi non STEM (Science, Technology, Engineering,

Mathematics), tetapi terkendala karena pembukaan program studi non STEM sedang

dimoratorium, dapat mengambil alih PTS lain yang memiliki program studi non STEM

untuk disatukan dengan PTS yang akan mengubah bentuknya;

e. PTS yang terkena ketentuan wajib memenuhi kembali jumlah dan jenis program studi non

STEM sebagaimana diatur oleh Pasal 5 Permenristekdikti No. 100 Tahun 2016, tetapi

terkendala karena pembukaan program studi non STEM sedang dimoratorium, dapat

mengambil alih PTS lain yang memiliki program studi non STEM untuk disatukan dengan

PTS yang yang terkena ketentuan wajib memenuhi kembali jumlah dan jenis program studi non STEM tersebut.

Penyatuan 1 (satu) PTS atau lebih ke dalam 1 (satu) PTS lain, baik masing-masing dikelola oleh Badan Penyelenggara yang sama atau berbeda, akan berakibat sebagai berikut:

a. Dalam hal penyatuan 1 (satu) atau lebih PTS yang dikelola oleh 1 (satu) atau lebih Badan

Penyelenggara ke dalam 1 (satu) Badan Penyelenggara yang mengelola 1 (satu) PTS, Badan Penyelenggara yang menyatukan PTS yang dikelolanya harus mengalihkan status kepemilikan semua aset (sarana, prasarana, kekayaan lain) menjadi atas nama Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan PTS;

b. Status akreditasi dari program studi dan perguruan tinggi tetap atau berubah sebagaimana

telah diuraikan di bawah ini;

c. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah dari

data dan informasi tentang beberapa PTS yang menyatukan diri menjadi 1 (satu) data dan informasi dari 1 (satu) PTS hasil penyatuan.

2.

Persyaratan Perubahan Perguruan Tinggi Swasta

2.1.Persyaratan Perubahan Peguruan Tinggi Swasta (kecuali persyaratan penggabungan PTS dan

Penyatuan PTS yang dikemukakan dalam angka 2.3. dan angka 2.4.) terdiri atas:

a. Badan Penyelenggara telah memenuhi legalitas, yaitu:

1. memiliki akta notaris pendirian Badan Penyelenggara beserta segala perubahannya

(jika pernah dilakukan perubahan);

2. memiliki keputusan dari pejabat yang berwenang tentang pengesahan Badan

Penyelenggara sebagai badan hukum, misalnya Keputusan Menkumham untuk Yayasan;

b. Memenuhi syarat minimum akreditasi program studi (jika perubahan PTS tersebut

memerlukan pembukaan program studi baru) dan syarat minimum akreditasi perguruan tinggi sesuai standar nasional pendidikan tinggi;

c. Program Diploma yang akan dibuka di dalam Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi:

 Program Diploma yang diselenggarakan Universitas, paling banyak 10 (sepuluh) persen

dari jumlah Program Sarjana.

 Program Diploma yang diselenggarakan Institut, paling banyak 20 (dua puluh) persen

dari jumlah Program Sarjana.

 Program Diploma yang diselenggarakan Sekolah Tinggi paling banyak 30 (tiga puluh)

(14)

 Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi yang akan membuka program diploma tidak menyelenggarakan Program Studi yang sama dengan Program Studi pada Program Diploma di Politeknik dan/atau Akademi di dalam kota atau kabupaten tempat Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi tersebut berada;

d. Dalam hal Program Studi yang akan dibuka (jika perubahan PTS tersebut memerlukan

pembukaan program studi baru) merupakan jenis pendidikan vokasi, maka badan penyelenggara pengusul Program Studi tersebut harus bekerja sama dengan dunia usaha dan/atau dunia industri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kerjasama tersebut antara lain:

1. pemanfaatan tenaga ahli;

2. pemanfaatan fasilitas dan laboratorium; dan/atau

3. tempat magang dari dunia usaha dan/atau dunia industri;

e. Kurikulum disusun berdasarkan kompetensi lulusan sesuai standar nasional pendidikan

tinggi;

f. Dosen paling sedikit berjumlah 6 (enam) orang untuk 1 (satu) program studi pada

Program Diploma atau Program Sarjana, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, dengan kualifikasi:

1. paling rendah berijazah:

a) magister, magister terapan, atau yang setara untuk program diploma; dan

b) magister atau yang setara untuk program sarjana;

dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan program studi yang akan dibuka;

2. berusia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun pada saat diterima sebagai dosen

pada PTS yang akan didirikan;

3. bersedia bekerja penuh waktu selama 40 (empat puluh) jam per minggu;

4. belum memiliki Nomor Induk Dosen Nasional atau Nomor Induk Dosen Khusus;

5. bukan guru yang telah memiliki Nomor Urut Pendidik dan Tenaga Kependidikan;

6. bukan pegawai tetap pada instansi lain; dan

7. bukan Aparatur Sipil Negara;

g. Tenaga Kependidikan paling sedikit berjumlah 3 (tiga) orang untuk melayani setiap

program studi pada Program Diploma atau Program Sarjana, dan 1 (satu) orang untuk melayani Perpustakaan, dengan kualifikasi:

1. paling rendah berijazah Diploma Tiga;

2. berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun; dan

3. bersedia bekerja penuh waktu selama 40 (empat puluh) jam per minggu;

h. Lahan untuk kampus PTS yang akan didirikan berada dalam 1 (satu) hamparan memiliki

luas paling sedikit:

1. 10.000 (sepuluh ribu) m2 untuk Universitas;

2. 8.000 (delapan ribu) m2 untuk Institut;

3. 5.000 (lima ribu) m2 untuk Sekolah Tinggi, Politeknik, atau Akademi;

(15)

i. Telah tersedia sarana dan prasarana terdiri atas:

1. Ruang kuliah paling sedikit 1 (satu) m2 per mahasiswa;

2. Ruang dosen tetap paling sedikit 4 (empat) m2 per orang;

3. Ruang administrasi dan kantor paling sedikit 4 (empat) m2 per orang;

4. Ruang perpustakaan paling sedikit 200 (dua ratus) m2 termasuk ruang baca yang harus

dikembangkan sesuai dengan pertambahan jumlah mahasiswa;

5. Ruang laboratorium, komputer, dan sarana praktikum dan/atau penelitian sesuai

kebutuhan setiap Program Studi;

persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka usul akan tetap dievaluasi tetapi tidak akan diproses lebih lanjut.

Pengecualian:

1. Dalam hal luas lahan untuk kampus PTS sebagaimana dimaksud pada huruf h di atas tidak

dapat dipenuhi, Menteri dapat menentukan berdasarkan luas bangunan;

2. Dalam hal lahan dan/atau prasarana untuk kampus PTS sebagaimana dimaksud dalam

huruf h dan huruf i di atas belum dapat dipenuhi, Badan Penyelenggara dapat

menggunakan lahan dan/atau prasarana atas nama pihak lain berdasarkan perjanjian

sewa menyewa lahan dengan ketentuan sebagai berikut:

a) luas lahan sebagaimana dicantumkan pada huruf i di atas;

b) perjanjian sewa menyewa dibuat di hadapan notaris;

c) perjanjian sewa menyewa lahan memuat hak opsi, yaitu hak prioritas membeli lahan

tersebut apabila lahan dijual oleh pemegang hak atas lahan;

d) jangka waktu sewa paling lama 10 (sepuluh) tahun kecuali ditentukan lain oleh peraturan

perundang-undangan.

Persyaratan Untuk Setiap Jenis Usul (kecuali persyaratan penggabungan PTS dan Penyatuan PTS yang dikemukakan dalam angka 2.2. dan angka 2.3.)

(16)

2.2.Persyaratan untuk penggabungan PTS terdiri atas:

a.

Masing-masing Badan Penyelenggara yang mengelola beberapa PTS yang akan digabungkan

telah memenuhi legalitas, yaitu:

1) memiliki akta notaris pendirian Badan Penyelenggara beserta segala perubahannya (jika

pernah dilakukan perubahan);

2) memiliki keputusan dari pejabat yang berwenang tentang pengesahan Badan

Penyelenggara sebagai badan hukum, misalnya Keputusan Menkumham untuk Yayasan;

b.

Program studi pada PTS yang akan digabungkan hanya program studi yang paling sedikit

memiliki status dan peringkat terakreditasi minimum;

c.

Masing-masing PTS yang akan digabungkan telah melaporkan penyelenggaraan pendidikan

tinggi ke Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti);

d.

Dalam hal PTS baru memerlukan penambahan program studi baru, kurikulum masing-masing

program studi yang baru dibuka dalam PTS baru telah disusun berdasarkan kompetensi lulusan sesuai standar nasional pendidikan tinggi;

e.

Dalam hal PTS baru memerlukan penambahan program studi baru, dosen paling sedikit

berjumlah 6 (enam) orang untuk setiap program studi pada Program Diploma atau Program Sarjana pada PTS baru hasil penggabungan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, dengan kualifikasi paling rendah berijazah:

1) magister, magister terapan, atau yang setara untuk program diploma;

2) magister atau yang setara untuk program sarjana;

dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan program studi yang akan dibuka di PTS baru hasil penggabungan;

f.

Dalam hal PTS baru memerlukan penambahan program studi baru, dosen pada program

studi yang akan dibuka pada PTS hasil penggabungan:

1) berusia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun pada saat diterima sebagai dosen;

2) bersedia bekerja penuh waktu selama 40 (empat puluh) jam per minggu;

3) belum memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) atau Nomor Induk Dosen Khusus

(NIDK), atau jika telah memiliki NIDN/NIDK dari program studi lain di PTS baru hasil penggabungan, harus tetap mempertahankan nisbah dosen dan mahasiswa pada program studi yang ditinggalkan;

4) Nisbah dosen dan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada angka 3):

a) 1 (satu) dosen berbanding paling banyak 45 (empat puluh lima) mahasiswa untuk

rumpun ilmu agama, rumpun ilmu humaniora, rumpun ilmu sosial, dan/atau rumpun ilmu terapan (bisnis, pendidikan, keluarga dan konsumen, olahraga, jurnalistik, media massa dan komunikasi, hukum, perpustakaan dan permuseuman, militer, administrasi publik, dan pekerja sosial); dan

b) 1 (satu) dosen berbanding paling banyak 30 (tiga puluh) mahasiswa untuk rumpun ilmu

alam, rumpun ilmu formal, dan/atau rumpun ilmu terapan (pertanian, arsitektur dan perencanaan, teknik, kehutanan dan lingkungan, kesehatan, dan transportasi);

5) bukan guru yang telah memiliki Nomor Urut Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK);

6) bukan pegawai tetap pada instansi lain; dan

(17)

pada program studi yang akan dibuka pada PTS hasil penggabungan, paling sedikit berjumlah 3 (tiga) orang untuk melayani setiap program studi pada Program Diploma atau Program Sarjana, dan 1 (satu) orang untuk melayani Perpustakaan PTS baru hasil penggabungan, dengan kualifikasi:

1) paling rendah berijazah Diploma Tiga;

2) berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun; dan

3) bersedia bekerja penuh waktu selama 40 (empat puluh) jam per minggu;

Peringatan

Persyaratan huruf a dan huruf e merupakan persyaratan mutlak, artinya apabila kedua persyaratan

tersebut tidak dipenuhi maka usul penggabungan PTS akan tetap dievaluasi tetapi tidak akan diproses lebih lanjut.

2.3.Persyaratan untuk penyatuan PTS terdiri atas:

a.

Badan Penyelenggara yang akan menyatukan PTS yang dikelolanya dan yang akan menerima

penyatuan, atau Badan Penyelenggara yang akan menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya, telah memenuhi legalitas, yaitu:

1) memiliki akta notaris pendirian Badan Penyelenggara beserta segala perubahannya (jika

pernah dilakukan perubahan);

2) memiliki keputusan dari pejabat yang berwenang tentang pengesahan Badan

Penyelenggara sebagai badan hukum, misalnya Keputusan Menkumham untuk Yayasan;

b.

Program studi pada PTS yang akan disatukan hanya program studi yang paling sedikit

memiliki status dan peringkat terakreditasi minimum;

c.

Masing-masing PTS yang akan disatukan telah melaporkan penyelenggaraan pendidikan

tinggi ke Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti);

d.

Dalam hal PTS hasil penyatuan memerlukan penambahan program studi baru, kurikulum

masing-masing program studi yang baru dibuka dalam PTS hasil penyatuan telah disusun berdasarkan kompetensi lulusan sesuai standar nasional pendidikan tinggi;

e.

Dalam hal PTS hasil penyatuan memerlukan penambahan program studi baru, dosen paling

sedikit berjumlah 6 (enam) orang untuk setiap program studi pada Program Diploma atau Program Sarjana pada PTS hasil penyatuan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, dengan kualifikasi paling rendah berijazah:

1) magister, magister terapan, atau yang setara untuk program diploma;

2) magister atau yang setara untuk program sarjana;

dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan program studi yang akan dibuka di PTS hasil penyatuan;

f.

Dalam hal PTS hasil penyatuan memerlukan penambahan program studi baru, dosen pada

program studi yang akan dibuka pada PTS hasil penyatuan:

1) berusia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun pada saat diterima sebagai dosen;

2) bersedia bekerja penuh waktu selama 40 (empat puluh) jam per minggu;

3) belum memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) atau Nomor Induk Dosen Khusus

(18)

4) Nisbah dosen dan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada angka 3):

1. 1 (satu) dosen berbanding paling banyak 45 (empat puluh lima) mahasiswa untuk

rumpun ilmu agama, rumpun ilmu humaniora, rumpun ilmu sosial, dan/atau rumpun ilmu terapan (bisnis, pendidikan, keluarga dan konsumen, olahraga, jurnalistik, media massa dan komunikasi, hukum, perpustakaan dan permuseuman, militer, administrasi publik, dan pekerja sosial); dan

2. 1 (satu) dosen berbanding paling banyak 30 (tiga puluh) mahasiswa untuk rumpun ilmu

alam, rumpun ilmu formal, dan/atau rumpun ilmu terapan (pertanian, arsitektur dan perencanaan, teknik, kehutanan dan lingkungan, kesehatan, dan transportasi);

5) bukan guru yang telah memiliki Nomor Urut Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK);

6) bukan pegawai tetap pada instansi lain; dan

7) bukan Aparatur Sipil Negara;

g.

Dalam hal PTS hasil penyatuan memerlukan penambahan program studi baru, tenaga

kependidikan pada program studi yang akan dibuka pada PTS hasil penyatuan, paling sedikit berjumlah 3 (tiga) orang untuk melayani setiap program studi pada Program Diploma atau Program Sarjana, dan 1 (satu) orang untuk melayani Perpustakaan PTS hasil penyatuan, dengan kualifikasi:

1) paling rendah berijazah Diploma Tiga;

2) berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun; dan

3) bersedia bekerja penuh waktu selama 40 (empat puluh) jam per minggu;

Peringatan

Persyaratan huruf a dan huruf e merupakan persyaratan mutlak, artinya apabila kedua persyaratan

tersebut tidak dipenuhi maka usul akan tetap dievaluasi, tetapi tidak akan diproses lebih lanjut.

3.

Dokumen

3.1. Jenis Dokumen (kecuali dokumen penggabungan PTS dan Penyatuan PTS yang dikemukakan

dalam angka 3.2dan angka 3.3.)

Dokumen yang memuat persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2.1. di atas

dibuat dengan format pdf yang harus diunggah ke laman: silemkerma.ristekdikti.go.id

secara lengkap, benar, dan jelas terbaca.

Dokumen yang dimaksud terdiri atas (disusun sesuai urutan di bawah ini):

a.

Surat permohonan perubahan PTS sesuai jenis usul yang disusun oleh Badan

Penyelenggara dialamatkan kepada Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

b.

Rekomendasi tertulis dari Kopertis atau Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2 Dikti) di

wilayah PTS sesuai jenis usul;

c.

Akta Notaris Pendirian Badan Penyelenggara sesuai jenis usul, beserta semua perubahan

Akta Notaris Pendirian yang pernah dilakukan. Khusus untuk usul alih kelola, penggabungan, penyatuan, dan pemecahan PTS terdapat 2 (dua) atau lebih Akta Notaris Pendirian Badan Penyelenggara, yaitu dari Badan Penyelenggara yang melakukan perubahan dan Badan Penyelenggara yang menerima perubahan;

d.

Surat Keputusan dari pihak yang berwenang tentang pengesahan Badan Penyelenggara

(19)

dan Izin pembukaan setiap program sesuai jenis usul, kecuali untuk pendirian PTS baru dan pembukaan program studi pada pendirian PTS baru;

f.

Sertifikat status lahan calon kampus PTS atas nama Badan Penyelenggara, atau

perjanjian sewa menyewa lahan dengan hak opsi yang dibuat di hadapan notaris untuk

jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun, sesuai jenis usul;

g.

Perjanjian antara Badan Penyelenggara dengan setiap calon dosen tetap tentang

kesediaan calon dosen tetap tersebut untuk membuat perjanjian kerja sebagai dosen tetap dengan jumlah jam kerja selama 40 (empat puluh) jam per minggu, apabila izin perguruan tinggi dan/atau program studi, sesuai jenis usul dikabulkan;

h.

Instrumen akreditasi institusi perguruan tinggi dari BAN-PT sesuai jenis usul, yang sudah

diisi oleh Badan Penyelenggara, beserta semua Lampirannya;

i.

Instrumen akreditasi pembukaan program studi dari BAN-PT/LAM yang sudah diisi oleh

Badan Penyelenggara (satu Instrumen untuk setiap program studi), beserta semua

Lampirannya;

j.

Laporan Keuangan untuk periode 2 tahun terakhir yang disusun sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, sesuai jenis usul;

k.

Surat bukti kepemilikan dana Badan Penyelenggara sesuai jenis usul; dan

l.

Perjanjian kerja sama antara badan penyelenggara dengan dunia usaha dan/atau dunia

industri sebagaimana dimaksud pada poin 2.1 huruf d, untuk setiap program studi jenis pendidikan vokasi yang diusulkan.

Format beberapa dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf l

dapat dilihat dalam Lampiran.

Perhatian:

Badan Penyelenggara bertanggungjawab atas kebenaran data dan informasi yang dimuat dalam semua Dokumen di atas. Badan Penyelenggara yang memberikan data dan informasi yang tidak benar dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 242 ayat (1) juncto ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dokumen Untuk Setiap Jenis Usul (kecuali dokumen penggabungan PTS dan Penyatuan PTS yang dikemukakan dalam angka 3.2 dan angka 3.3.)

Jenis Usul

Dokumen

Catatan: 1)*Untuk setiap program studi jenis pendidikan vokasi yang diusulkan.

(20)

3.2.Dokumen Untuk Penggabungan PTS

Dokumen yang harus diserahkan untuk memenuhi persyaratan yang dimaksud pada angka

2.3. di atas dibuat dengan format pdf dan harus diunggah ke laman:

silemkerma.ristekdikti.go.id.

Dokumen untuk usul penggabungan PTS terdiri atas:

a.

Akta Notaris pendirian masing-masing Badan Penyelenggara yang menggabungkan diri,

beserta semua perubahan Akta Notaris Pendirian yang pernah dilakukan;

b.

Surat Keputusan dari pihak yang berwenang tentang pengesahan masing-masing Badan

Penyelenggara yang menggabungkan diri sebagai badan hukum;

c.

Akta Notaris penggabungan beberapa badan penyelenggara menjadi 1 (satu) Badan

Penyelenggara baru yang akan mengelola 1 (satu) PTS baru hasil penggabungan;

d.

Surat Keputusan dari pihak yang berwenang tentang pengesahan Badan Penyelenggara

baru hasil penggabungan sebagai badan hukum;

e.

Surat permohonan penggabungan beberapa PTS menjadi 1 (satu) PTS baru yang disusun

oleh Badan Penyelenggara baru dan dialamatkan kepada Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti;

f.

Surat Keputusan Mendikbud, Mendiknas, atau Menristekdikti tentang Izin Pendirian

masing-masing PTS yang akan digabungkan dan Izin pembukaan setiap program studi pada masing-masing PTS yang akan digabungkan;

g.

Sertifikat status lahan calon kampus PTS baru atas nama Badan Penyelenggara baru, atau

perjanjian sewa menyewa lahan antara Badan Penyelenggara baru dengan pemegang status hak atas lahan paling lama sampai dengan 21 Desember 2035;

h.

Instrumen akreditasi BAN-PT untuk penggabungan (jika terjadi perubahan bentuk PTS),

yang sudah diisi oleh Badan Penyelenggara baru, beserta semua Lampiran yang diwajibkan;

i.

Dalam hal PTS baru memerlukan penambahan program studi baru, instrumen akreditasi

pembukaan program studi dari BAN-PT/LAM yang sudah diisi oleh Badan Penyelenggara

baru (satu Instrumen untuk setiap program studi), beserta semua Lampiran yang diwajibkan;

j.

Laporan Keuangan untuk periode 2 tahun terakhir yang disusun sesuai dengan peraturan

perundang-undangan dari setiap Badan Penyelenggara yang mengusulkan penggabungan PTS; dan

k.

Rekomendasi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2 Dikti) di wilayah PTS baru hasil

penggabungan.

Format beberapa dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf

a

sampai dengan huruf

k

dapat

dilihat dalam Lampiran.

Perhatian:

(21)

3.3.Dokumen Untuk Penyatuan PTS

Dokumen yang harus diserahkan untuk memenuhi persyaratan yang dimaksud pada angka 2 di atas dibuat dengan format pdf dan harus diunggah ke laman: silemkerma.ristekdikti.go.id.

Dokumen untuk usul penyatuan PTS terdiri atas:

a.

Akta Notaris pendirian masing-masing Badan Penyelenggara yang akan menyatukan PTS

yang dikelolanya dan yang menerima penyatuan, atau Badan Penyelenggara yang akan

menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya, beserta semua perubahan Akta Notaris

tersebut yang pernah dilakukan;

b.

Surat Keputusan dari pihak yang berwenang tentang pengesahan semua Badan

Penyelenggara yang dimaksud pada huruf a sebagai badan hukum;

c.

Surat permohonan penyatuan beberapa PTS menjadi 1 (satu) PTS yang disusun oleh Badan

Penyelenggara yang akan menerima penyatuan, atau Badan Penyelenggara yang akan menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya, dan dialamatkan kepada Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti;

d.

Surat Keputusan Mendikbud, Mendiknas, atau Menristekdikti tentang Izin Pendirian

masing-masing PTS yang akan disatukan dan Izin pembukaan setiap program studi pada masing-masing PTS yang disatukan;

e.

Sertifikat status lahan calon kampus PTS yang akan disatukan atas nama Badan

Penyelenggara yang menerima penyatuan, atau perjanjian sewa menyewa lahan antara

Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan dengan pemegang status hak atas lahan paling lama sampai dengan 21 Desember 2035 ;

f.

Instrumen akreditasi BAN-PT untuk penyatuan PTS (jika terjadi perubahan bentuk PTS),

yang sudah diisi oleh Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan, beserta semua

Lampiran yang diwajibkan;

g.

Dalam hal PTS hasil penyatuan memerlukan penambahan program studi baru, instrumen

akreditasi pembukaan program studi dari BAN-PT/LAM yang sudah diisi oleh Badan

Penyelenggara yang menerima penyatuan (satu Instrumen untuk setiap program studi), beserta semua Lampiran yang diwajibkan;

h.

Laporan Keuangan untuk periode 2 tahun terakhir yang disusun sesuai dengan peraturan

perundang-undangan dari:

 Badan Penyelenggara yang akan menyerahkan pengelolaan PTS dan Badan

Penyelenggara yang menerima penyatuan; atau

 Badan Penyelenggara akan menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya menjadi satu

PTS; dan

i.

Rekomendasi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2 Dikti) di wilayah PTS hasil penyatuan.

Format beberapa dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf i dapat

dilihat dalam Lampiran.

Perhatian:

(22)

4.

Insentif Untuk Penggabungan dan Penyatuan PTS

Agar penguatan mutu PTS melalui penggabungan PTS dan penyatuan PTS dapat diwujudkan, maka terdapat insentif berupa pengecualian terhadap beberapa persyaratan sebagaimana diatur dalam berbagai Peraturan Menristekdikti, yaitu:

a. Jika untuk penggabungan PTS dan penyatuan PTS terdapat program studi non STEM yang

diperlukan, maka dapat dilakukan dengan cara:

 mencari PTS yang memiliki program studi non STEM untuk digabungkan atau disatukan dalam

rangka penggabungan PTS atau penyatuan PTS tersebut; atau

 membuka program studi non STEM yang dibutuhkan agar penggabungan PTS dan penyatuan

PTS dapat dilakukan, meskipun pada saat ini sedang dilakukan moratorium pembukaan

program studi non STEM;

b. Dalam hal terjadi peleburan program studi atau perubahan bentuk PTS dalam rangka

(23)

c. Dalam hal akan dilakukan penggabungan PTS dan penyatuan PTS, ternyata keberadaan lahan untuk kampus dan sarana PTS hasil penggabungan PTS atau penyatuan PTS belum memenuhi syarat yang ditentukan oleh Permenristekdikti No. 100 Tahun 2016, maka dapat diberikan pengecualian sebagai berikut:

 luas lahan dengan diskresi Menristekdikti;

 letak lahan dapat di wilayah yang tidak dalam satu hamparan;

 perjanjian sewa menyewa lahan dan/atau sarana dibuat di hadapan notaris, dengan memuat

hak opsi, yaitu hak prioritas membeli lahan tersebut apabila lahan dijual oleh pemegang hak atas lahan sebelum masa sewa berakhir;

 jangka waktu sewa paling lama 20 (dua puluh) tahun sejak pengundangan Permenristekdikti

No. 44 Tahun 2015, yaitu sampai dengan 21 Desember 2035;

d. Penggabungan PTS dan penyatuan PTS dapat dilakukan antar PTS yang berada dalam wilayah

koordinasi lebih dari satu L2 Dikti/Kopertis, dengan memberitahukan dan/atau memohon rekomendasi dari Koordinator Kopertis setempat;

e. Jika usul penggabungan PTS dan penyatuan PTS tersebut mengakibatkan program studi tertentu

harus diselenggarakan di wilayah kabupaten/kota yang tidak berbatasan langsung dengan kampus utama PTS hasil penggabungan atau penyatuan, maka program studi tersebut dapat diberi status sebagai Program Studi Di luar Kampus Utama (PSDKU), dengan mengecualikan keberadaan program studi sejenis di kampus utama PTS hasil penggabungan atau penyatuan, sebagaimana diatur dalam Permenristekdikti No. 1 Tahun 2017;

f. Jika usul penggabungan PTS dan penyatuan PTS tersebut mengakibatkan terdapat program studi

keagamaan yang berada di bawah pembinaan Kementerian Agama, atau terjadi penggabungan dan penyatuan PT Keagamaan ke PTS, maka penggabungan dan penyatuan PT Keagamaan termasuk program studi tersebut dapat dialihkan menjadi PTS termasuk program studi di dalam PTS hasil penggabungan dan penyatuan, dengan syarat harus mendapatkan surat izin pengalihan Perguruan Tinggi Keagamaan dan program studi tersebut dari Kementerian Agama;

g. Jika usul penggabungan PTS dan penyatuan PTS tersebut mengakibatkan jumlah program

pendidikan vokasi melebihi batas maksimal sebagaimana diatur dalam Permenristekdikti No. 100 Tahun 2016 sebagai berikut:

Program Diploma yang akan dibuka di dalam Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi:

 Program Diploma yang diselenggarakan Universitas, paling banyak 10 (sepuluh) persen

dari jumlah Program Sarjana.

 Program Diploma yang diselenggarakan Institut, paling banyak 20 (dua puluh) persen

dari jumlah Program Sarjana.

 Program Diploma yang diselenggarakan Sekolah Tinggi paling banyak 30 (tiga puluh)

(24)

 Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi yang akan membuka program diploma tidak menyelenggarakan Program Studi yang sama dengan Program Studi pada Program Diploma di Politeknik dan/atau Akademi di dalam kota atau kabupaten tempat Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi tersebut berada;

maka PTS hasil penggabungan atau penyatuan tersebut dibebaskan dari ketentuan tentang program pendidikan vokasi sebagaimana dikemukakan di atas.

5.

Prosedur

5.1.Prosedur perubahan nama, perubahan lokasi, perubahan bentuk, dan pengalihan pengelolaan

PTS (kecuali prosedur penggabungan PTS dan Penyatuan PTS yang dikemukakan dalam angka

5.2 dan angka 5.3.)

Prosedur perubahan nama, perubahan lokasi, perubahan bentuk, dan pengalihan pengelolaan,

dilakukan secara daring (on-line) melalui laman silemkerma.ristekdikti.go.id.

Prosedur pengajuan usul sebagai berikut:

a.

Badan Penyelenggara membuat Surat Permohonan izin sesuai jenis usul kepada Menteri

Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

b.

Badan Penyelenggara meminta rekomendasi L2 Dikti secara tertulis sesuai jenis usul.

L2 Dikti memberi rekomendasi apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 rekam jejak Badan Penyelenggara PTS sesuai jenis usul;

 tingkat kejenuhan berbagai program studi yang akan dibuka sesuai jenis usul;

 tingkat keberlanjutan PTS tersebut jika diberi izin oleh Menristekdikti sesuai jenis usul;

 keberadaan dan pemenuhan kualifikasi akademik 6 (enam) calon dosen untuk setiap

program studi, sesuai jenis usul;

 keberadaan lahan calon kampus sebagaimana dimaksud pada angka 3.1. huruf e;

c.

Badan Penyelenggara menyiapkan dan menyusun dokumen sebagaimana dimaksud

dalam angka 3.1. ;

d.

Badan Penyelenggara mengunggah dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3.1.

sesuai urutan di atas dengan format pdf, ke laman silemkerma.ristekdikti.go.id;

e.

Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI dapat menugaskan Tim Evaluator untuk

melakukan visitasi ke (calon) kampus PTS, sesuai jenis usul;

f.

Menteri menetapkan Izin sesuai jenis usul, yang akan diberitahukan kepada Badan

Penyelenggara secara online;

g.

Setelah penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada huruf f, PTS tersebut baru dapat

menyelenggarakan pendidikan tinggi.

5.2.Prosedur Penggabungan PTS

a.

Beberapa Badan Penyelenggara yang akan menggabungkan PTS yang dikelolanya membuat

kesepakatan tertulis penggabungan badan penyelenggara dan penggabungan PTS yang dikelolanya tersebut;

b.

Beberapa Badan Penyelenggara tersebut secara bersama mengajukan surat permohonan

persetujuan penggabungan PTS yang dikelolanya menjadi 1 (satu) PTS baru kepada Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI, dilampiri:

1) Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan

2) Dokumen sebagaimana disebutkan dalam Angka 3.3. huruf a, huruf b, huruf d, huruf f,

(25)

membutuhkan pembukaan program studi baru;

Permohonan persetujuan ini diunggah ke laman: silemkerma.ristekdikti.go.id. oleh salah

satu Badan Penyelenggara yang akan bergabung;

c.

Salah satu Badan Penyelenggara yang akan bergabung meminta rekomendasi L2 Dikti di

tempat PTS baru akan diselenggarakan. L2 Dikti memberi rekomendasi tentang:

1) tingkat kejenuhan berbagai program studi di dalam PTS baru;

2) tingkat keberlanjutan PTS baru tersebut jika diberi izin penggabungan oleh Pemerintah;

3) kelengkapan dan kualifikasi akademik 6 (enam) calon dosen setiap program studi yang

akan dibuka dalam PTS baru (dalam hal memerlukan penambahan program studi);

d.

Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI dapat meminta beberapa Badan

Penyelenggara tersebut secara bersama mempresentasikan rencana penggabungan

beberapa PTS tersebut menjadi 1 (satu) PTS baru;

e.

2 (dua) atau lebih Badan Penyelenggara tersebut:

1) menyiapkan Akta Notaris penggabungan beberapa badan penyelenggara menjadi 1

(satu) Badan Penyelenggara baru yang akan mengelola 1 (satu) PTS baru hasil penggabungan, sebagaimana dimaksud dalam angka 3.3. huruf c;

2) mengisi Instrumen akreditasi BAN-PT untuk penggabungan (jika terjadi perubahan

bentuk PTS), yang sudah diisi oleh Badan Penyelenggara baru sebagaimana dimaksud

dalam huruf 3.3. huruf f, dan/atau instrumen akreditasi pembukaan program studi dari BAN-PT/LAM sebagaimana dimaksud dalam angka 3.3. huruf g;

f.

mengunggah semua dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3.2. di atas ke laman:

silemkerma.ristekdikti.go.id.;

g.

Menteri menerbitkan surat penolakan atau keputusan pemberian izin yang dimohonkan.

5.3.Prosedur Penyatuan PTS

a.

Dalam hal akan dilakukan penyatuan beberapa PTS:

1) yang masing-masing dikelola oleh 1 (satu) Badan Penyelenggara, maka 1 (satu) atau lebih

Badan Penyelenggara yang akan menyerahkan PTS yang dikelolanya, dan Badan

Penyelenggara lain yang akan menerima penyatuan PTS tersebut membuat kesepakatan

tertulis tentang penyatuan beberapa PTS tersebut; atau

2) yang dikelola oleh 1 (satu) Badan Penyelenggara, maka Badan Penyelenggara tersebut

harus membuat surat pernyataan tentang kehendak menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya;

b.

Beberapa Badan Penyelenggara tersebut sebagaimana dimaksud pada huruf a Angka 1)

secara bersama, atau Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada huruf a Angka 2),

mengajukan surat permohonan persetujuan penyatuan PTS yang dikelolanya tersebut

kepada Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI, dilampiri:

1. Kesepakatan tertulis atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) atau

huruf a angka 2) ; dan

2. Dokumen sebagaimana disebutkan dalam Angka 3.4. huruf a, huruf b, huruf d, huruf e,

huruf h, dan huruf i, ;

3. Data dosen (ijazah dan kartu tanda penduduk), dalam hal usul penggabungan PTS

(26)

Permohonan ini diunggah ke laman: silemkerma.ristekdikti.go.id. oleh Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan, atau Badan Penyelenggara yang akan menyatukan PTS yang dikelolanya;

c.

Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan, atau Badan Penyelenggara yang akan

menyatukan PTS yang dikelolanya, meminta rekomendasi L2 Dikti di tempat PTS hasil penyatuan akan diselenggarakan.

L2 Dikti memberi rekomendasi tentang:

1) tingkat kejenuhan berbagai program studi di dalam PTS hasil penyatuan;

2) tingkat keberlanjutan PTS hasil penyatuan tersebut jika diberi izin oleh Pemerintah;

3) kelengkapan dan kualifikasi akademik 6 (enam) calon dosen setiap program studi yang

akan dibuka dalam PTS hasil penyatuan (Dalam hal memerlukan penambahan program studi);

d.

Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI dapat meminta beberapa Badan

Penyelenggara tersebut secara bersama mempresentasikan rencana penyatuan beberapa

PTS tersebut menjadi 1 (satu) PTS;

e.

Dalam hal Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI menyetujui usul penyatuan PTS

tersebut untuk diproses lebih lanjut, Badan Penyelenggara yang akan menerima penyatuan mengisi:

1) Instrumen akreditasi BAN-PT untuk penggabungan (jika terjadi perubahan bentuk PTS),

sebagaimana dimaksud dalam angka 3 .4. huruf f, dan/atau

2) instrumen akreditasi pembukaan program studi dari BAN-PT/LAM sebagaimana

dimaksud dalam angka 3.4. huruf g;

f.

mengunggah semua dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3.3. di atas ke laman:

silemkerma.ristekdikti.go.id.

g.

Menteri menerbitkan surat penolakan atau keputusan pemberian izin yang dimohonkan.

6.

Jadwal Proses Perubahan PTS

Permohonan perubahan PTS periode 3 (tiga) tahun 2018, dengan jadwal sbb:

Periode Januari - Juni

No Waktu Kegiatan

1 Agustus Penerimaan dokumen sesuai jenis usul secara digital

2 September Evaluasi dan verifikasi dokumen sesuai jenis usul secara digital

3 Oktober a. Pengumuman hasil evaluasi dan verifikasi dokumen

sesuai jenis usul;

b. Penetapan Akreditasi minimal dan penerbitan izin sesuai

(27)

PERHATIAN

1. USUL PERUBAHAN PTS YANG TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN PADA SUATU PERIODE DIPERKENAKAN UNTUK MELENGKAPI PERSYARATAN PADA PERIODE BERIKUTNYA;

2. APABILA PADA PERIODE KEDUA USUL PERUBAHAN PTS TERSEBUT MASIH BELUM JUGA MEMENUHI PERSYARATAN, MAKA PENGUSUL DAPAT MENGAJUKAN KEMBALI USUL PERUBAHAN PTS TERSEBUT YANG AKAN DIPERLAKUKAN SEBAGAI USUL BARU.

(28)

Bab III

Instrumen Akreditasi

Instrumen akreditasi yang digunakan pada usul perubahan PTS yang menghasilkan PTS baru, serta pembukaan program studi pada perguruan tinggi terdiri atas:

1. Instrumen akreditasi institusi perguruan tinggi dari BAN-PT;

2. Instrumen akreditasi pembukaan program studi dari BAN-PT atau LAM (satu instrumen untuk

setiap program studi yang akan dibuka).

Instrumen akreditasi sebagaimana dimaksud di atas dapat diunduh melalui menu Panduan pada

laman: silemkerma.ristekdikti.go.id.

Dokumen/berkas yang disyaratkan di masing-masing halaman terakhir instrumen akreditasi

diunggah terpisah pada fitur Step Unggah Berkas yang merupakan bagian dalam proses registrasi

usulan di laman silemkerma.ristekdikti.go.id.

(29)

Lampiran

Yayasan/Persyarikatan/Perkumpulan/Badan Hukum Nirlaba Lain

Skolahan Notobotosongo Tibolimo

Alamat: Jl. Majuterus Raya 888 Blumbangjero 99923 Indonesia

Telepon: 020 – 302020 Fax: 020 – 393098 –Email: skola@yayasan.com

Nomor : 73/YSN/08/2018 Hal : Usul ……… Lampiran : …(……….) dokumen.

Kepada yang terhormat,

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Jl. Pintu I Senayan

Jakarta

Dengan hormat,

Melalui surat ini perkenankan kami, Yayasan/Persyarikatan/Perkumpulan/Badan Hukum Nirlaba lain ... mengusulkan ...(diisi sesusai jenis usul), dengan

Bersama ini kami sampaikan …..(……….) dokumen (diisi sesuai jenis usul) sebagai berikut: 1. ...

Atas perhatian dan bantuan Bapak, kami sampaikan terima kasih.

Blumbangjero, .... Januari 2017. Ketua,

Prof.Dr.H.R.Notobotosongo,ST.,Empty

(30)
(31)

Contoh Keputusan Menkumham Tentang Pengesahan Yayasan

Contoh Berita Negara Tentang Pengesahan Yayasan

Contoh Keputusan Menkumham Tentang Pengesahan Yayasan (online) 1

Contoh Keputusan Menkumham Tentang Pengesahan Yayasan (online) 2

(32)
(33)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas maka Implementasi Kepembinaan Kyai Itsbat Abdullah terhadap Akhlak Santri adalah suatu penerapan cara atau metode untuk melakukan suatu pembinaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui objektifitas berita pada media online tempo.com dalam pemberitaan mengenai pailit yang dialami oleh PT.. Landasan

 Namun,  secara  khusus,  masalah  kemiskinan  kemudian  menyentuh dimensi  kesejahteraan  sosial,  seperti  fakir  miskin,  orang  dengan  kecacatan  (ODK),  anak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kesepian terhadap pemilihan pasangan hidup pada dewasa awal yang masih lajang. Menjalin hubungan yang intim

Sedangkan kesadaran wajib pajak dan persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi

et al., (2009), saat manusia berada pada rumah joglo paling pinggir, sebagai perbatasan antara ruang luar dengan ruang dalam, manusia masih merasakan hawa udara dari luar,

Mengatur jumlah refrigeran yang mengalir dari pipa cair menuju evaporator sesuai. dengan laju penguapan

Payne, Malcolm (1986), Social Care in The Community , London: MacMillan Suharto, Edi (2009), Kemiskinan dan Perlindungan Sosial , Bandung: Alfabeta Suharto, Edi (2008),