BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Credit Union (CU) Sumber Rejeki Pinang Baris adalah sebuah CU yang
didirikan oleh Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dalam rangka untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga dampingan PKPA. CU Sumber
Rejeki Pinang Baris hanya salah satu dari beberapa CU yang didirikan oleh PKPA
baik di kota Medan maupun di luar kota Medan, tetapi bukan CU pertama yang
didirikan oleh PKPA. Pendirian CU oleh PKPA pertama kali dilakukan di daerah
dampingan PKPA yang lain yaitu Lhokseumawe, Aceh, tetapi CU Sumber Rejeki
Pinang Baris merupakan CU pertama di kota Medan yang didirikan pada tahun
2013.
Pengelolaan CU Sumber Rejeki oleh PKPA diserahkan kepada divisi
Sanggar Kreativitas Anak atau biasa disebut dengan SKA bagian pendampingan
ekonomi keluarga. Dibawah pengelolaan divisi SKA, CU Sumber Rejeki telah
merekrut 20 orang wanita sebagai anggota CU dan juga mendirikan 2 CU lainnya
di kota Medan yaitu di Ayahanda dan juga di Klambir Lima. Kedua CU tersebut
masing-masing beranggotakan 14 wanita di Ayahanda dan juga 18 wanita & 1
pria di Klambir Lima, dengan total keseluruhan anggota CU dibawah naungan
PKPA Medan berjumlah 49 anggota.
Berbagai kegiatan dilakukan untuk mewujudkan tujuan pendirian CU
Sumber Rejeki seperti diantaranya yaitu perkumpulan yang dilakukan rutin setiap
pengelolaan sampah plastik yang dilakukan untuk mengurangi limbah plastik
serta menambah daya kreatifitas anggota agar dapat menambah pendapatan,
pelatihan pembibitan menggunakan media sampah diapers bayi yang ditujukan
untuk mengurangi limbah diapers, pelatihan pembuatan kue kering yang
dilakukan untuk meningkatkan pendapatan para anggota CU, penyuluhan hukum
dari DEPKUMHAM dan berbagai kegiatan pendidikan maupun training lainnya
yang masih disupport oleh yayasan PKPA (PKPA, 2015).
Pendirian CU Sumber Rejeki oleh PKPA merupakan sebuah gebrakan
untuk meningkatkan kesejahteraan anak melalui peningkatan ekonomi keluarga
anak dampingan PKPA. PKPA berharap melalui CU Sumber Rejeki para anggota
yang merupakan orang tua para anak dampingan dapat melakukan pengelolaan
keuangan dengan baik, juga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dengan
berbagai program yang telah dirancang divisi SKA PKPA. Hal ini agak
menyimpang dari pola kerja PKPA, yang telah diketahui secara umum bahwa
PKPA adalah sebuah yayasan non-pemerintahan yang bergerak untuk melindungi
kehidupan dan hak anak yang semakin terenggut oleh keegoisan masyarakat.
Dalam penanganan masalah anak, PKPA sudah memiliki pengalaman
yang dapat dikatakan berkompeten. Karena PKPA sudah berdiri selama 19 tahun
dalam melindungi hak anak, dan PKPA juga sudah melakukan berbagai kerja
sama dengan beberapa instansi pemerintahan sehingga PKPA sudah diakui oleh
pemerintahan kota Medan dalam menangani permasalahan anak. Beberapa divisi
dibentuk untuk lebih memfokuskan PKPA menyelesaikan permasalahan anak
yang ada, seperti divisi SKA yang melakukan pendampingan ekonomi melalui
kota (komunitas urban), anak-anak yang tinggal di daerah terisolir (remote area),
anak jalanan dan anak berkebutuhan khusus yang memiliki tingkat pendidikan
rendah bahkan kesulitan mendapatkan akses pendidikan. Oleh sebab itu program
yang dilakukan oleh SKA adalah membuka kelas pendidikan untuk anak usia dini
(anak usia 2-5 tahun), bantuan beasiswa untuk akses pendidikan dasar bagi anak
usia 6-18 tahun, vocational training dan kewirausahaan bagi remaja putus sekolah
usia 13-18 tahun. Terdapat juga divisi Pusat Layanan Informasi dan Pengaduan
Anak (PUSPA) yang merupakan divisi pelayanan untuk memberikan
perlindungan dari penanganan masalah anak, diantaranya korban kekerasan
seksual seperti pelacuran paksa dikalangan anak-anak, traffiking untuk tujuan
seksual, kekerasan fisik/seksual anak di dalam rumah tangga, incest (perkosaan
dalam keluarga), anak yang berkonflik dengan hukum dan bentuk kekerasan
lainnya; Pusat Informasi KESPRO dan Gender atau biasa disingkat menjadi
PIKIR yang memiliki konsern pembahasan mengenai isu kesehatan reproduksi,
narkoba, HIV-AIDS dan Gender pada orang muda; dan PKPA Emergency Aid
yang memiliki misi kemanusiaan untuk respon emergensi dan kesiapsiagaan
bencana yang difokuskan kepada anak-anak dan remaja sejak tahun 2003 di
berbagai daerah di Indonesia dengan melakukan aksi tanggap darurat.
Dengan mendirikan CU Sumber Rejeki, PKPA telah menambah jumlah
CU yang ada di Sumatera Utara dibawah pengawasan Puskopdit BK3D Sumatera
Utara yang pada tahun 2010 berjumlah 61 CU dengan total asset sebesar Rp 1
Triliun per November 2010, dan jumlah keanggotaan lebih dari 250.000 anggota
(PM Sitanggang, 2011). Seluruh anggota CU dibawah pengawasan Puskopdit
sebuah wadah yang bernama Credit Union Counseling Office (CUCO). CUCO ini
memiliki fungsi memberikan konsultasi, menyediakan bahan dan program
pelatihan, menyelenggarakan kursus-kursus, menyebarkan informasi dan merintis
Badan Koordinasi Koperasi Kredit (BK3). Fungsi CUCO inilah yang menjadi
cikal bakal pengembangan Credit Union di Indonesia, yang pertama kali dibawa
ke Indonesia oleh Carolus Albrecht, seorang pastor Katolik pada tahun 1958.
Sedangkan ide awal mengenai CU itu sendiri dikembangkan di Jerman oleh
seseorang yang bernama Raiffesien pada tahun 1864, sebagai upaya
menanggulangi kemiskinan yang disebabkan oleh revolusi industri dan
kapitalisme yang terjadi di Jerman (Kompasiana, 2013).
CU dianggap sebagai sebuah gagasan alternatif yang diharapkan dapat
menjadi wadah bersama dalam mengatasi permasalahan kesenjangan sosial
kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah.
Pendidikan saat ini dituntut menjadi fondasi kemajuan dan peradaban bangsa yang
dituntut untuk memanusiakan manusia, oleh sebab itu pendidikan dianggap
sebagai salah satu kunci dari penyelesaian masalah kemiskinan. Masyarakat yang
memiliki ekonomi serta tingkat pendidikan yang rendah, berbondong-bondong
melakukan urbanisasi ke kota yang dianggap lebih layak dalam menjalani
penghidupan. Padahal kenyataan yang didapat, masyarakat yang hanya
bermodalkan harapan dan mimpi yang ingin mengubah nasib, harus bersaing
secara ketat di kota. Tanpa keahlian dan juga pendidikan yang tinggi, masyarakat
urban banyak yang beralih ke sektor pekerjaan informal seperti supir angkot,
pedagang asongan, maupun penarik becak. Dan masyarakat yang melakukan
akan dapat bertahan didaerah marginal (pinggiran) kota dengan keadaan yang
tidak jauh berbeda dengan keadaan mereka dahulu dari daerah asal dan bahkan
masuk kedalam kategori miskin (Adul Aziez, 2012).
Kualitas pendidikan yang rendah juga ikut mempengaruhi tingkat
kemiskinan yang terjadi khususnya di pedesaan Indonesia. Karena tanpa
dipungkiri, pendidikan formal yang tinggi dan dikatakan layak hanya akan
didapati di daerah perkotaan. Kesenjangan ini disebabkan oleh keterbatasan dana
yang dimiliki oleh pemerintahan pusat, keadaan geografis Indonesia yang tentu
saja berbeda karena luas negara Indonesia yang berpulau-pulau sementara sarana
komunikasi dan transportasi belum memadai untuk menjangkau seluruh wilayah
Indonesia. Sedangkan di kota, telah diketahui bahwa pendidikan sudah dapat
dikatakan sebagai suatu prestise dalam kehidupan berinteraksi. Melalui
pendidikan masyarakat berharap akan kemajuan atau perubahan dalam kehidupan
pencapaian strata yang lebih tinggi (Rojul Almunr, 2013).
Dalam rangka mengurangi angka kemiskinan dengan meningkatkan
kualitas pendidikan, pemerintah merancang sebuah program yang bernama Wajib
Belajar 9 Tahun dengan menggratiskan biaya pendidikan dasar (SD dan SMP).
Program tersebut berlandaskan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang mengamanatkan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar tanpa dipungut biaya melalui program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Secara umum program BOS bertujuan
untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam
rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Keberhasilan program BOS dapat
tahun 2005 APK SD telah mencapai 115%, sedangkan SMP pada tahun 2009
telah mencapai 98,11%, sehingga program wajib belajar 9 tahun telah tuntas 7
tahun lebih awal dari target deklarasi Education For All di Dakar (Kemendikbud,
2012). Dalam penyelesaian masalah kemiskinan, pemerintah juga merancang
sebuah program yang disebut Operasi Pasar Khusus yang kemudian diubah
menjadi RASKIN dengan fokus sasaran rumah tangga miskin. Penyaluran
RASKIN (Beras untuk Masyarakat Miskin) dimulai dengan tujuan memperkuat
pertahanan pangan rumah tangga khususnya rumah tangga miskin yang fungsinya
diperluas menjadi bagian dari program perlindungan sosial masyarakat. Selama
2005-2009 RASKIN tidak hanya menjaga kekuatan pangan rumah tangga miskin,
tetapi juga menjaga stabilitas harga.
Melalui beberapa program penuntasan angka kemiskinan di Indonesia,
data menunjukkan bahwa pada tahun 2010 terdapat 31.023.400 jiwa masyarakat
miskin kota maupun desa, sedangkan pada Maret 2009 terdapat 32.530.000 jiwa
masyarakat miskin kota. Berarti terdapat pengurangan angka kemiskinan sebesar
1.506.600 jiwa atau sebesar 4,63%. Lalu selanjutnya pada periode 2011 jumlah
penduduk miskin kota dan desa sebesar 30.018.930 jiwa, dan pada periode
maret-september 2012 terdapat 57.727.000 jiwa penduduk tercatat dalam keadaan
miskin kota-desa. Periode maret-september 2013, terdapat sebanyak 35.660.490
jiwa masyarakat miskin desa di Indonesia dan miskin kota sebanyak 20.960.000
jiwa dengan total sebanyak 56.620.490 jiwa berkurang dari tahun 2012 sebesar
1,95%. Dan pada periode maret-september 2014, tercatat sebanyak 56.007.790
sebanyak 35.143.900 jiwa dan masyarakat miskin kota sebanyak 20.863.890
dengan jumlah pengurangan sekitar 1,09% (BPS, 2014).
Dengan kemiskinan yang masih menyelimuti Indonesia, pencapaian untuk
menjadi negara kesejahteraan masih jauh dari harapan. Padahal kesejahteraan
bangsa bukan hanya impian dari para proklamator Indonesia, Ir. Soekarno dan
Mohammad Hatta saja. Hal tersebut sudah tercantum secara tersirat dalam
pembukaan Undang-undang dasar 1945 alinea IV yang menjelaskan bahwa
bangsa Indonesia harus memajukan kesejahteraan umum. Sebagai negara yang
merdeka sejak tanggal 17 Agustus tahun 1945 dan yang memiliki kedaulatan yang
utuh atas kepemerintahan negara, Indonesia sudah seharusnya dapat menjadi
negara yang memenuhi, melindungi, menghormati semua hak dan kewajiban dari
warga negara agar tercapai kesejahteraan baik secara ekonomi maupun sosial.
Oleh sebab itu masyarakat harus menciptakan inovasi dan kreatifitas untuk
membangun imajinasi optimisme masyarakat agar pencapaian yang didapatkan
maksimal. Selain itu negara juga harus mencari dan mengembangkan potensi
masyarakat yang selama ini terkubur, agar dapat diberdayakan dalam membangun
negara Indonesia yang lebih sejahtera.
Berdasarkan uraian sebelumnya peneliti mencoba melakukan suatu
penelitian dengan melihat dan menganalisa bagaiamana “Peranan Yayasan
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dirumuskan sebelumnya,
perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah
“Bagaimanakah peranan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) sebagai
pendiri dan pengawas Credit Union Sumber Rejeki dalam meningkatkan
kemandirian masyarakat di Pinang Baris, kecamatan Medan Sunggal, kota
Medan?”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui apakah peranan
Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) melalui CU Sumber Rejeki dapat
meningkatan kemandirian masyarakat anggota CU Sumber Rejeki di Pinang
Baris, kecamatan Medan Sunggal, kota Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka:
1. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai model pengembangan masyarakat.
2. Secara akademis, penelitian ini memberikan kontribusi keilmuan
dalam menambah referensi dan bahan kajian serta studi komparasi bagi
para mahasiswa yang tertarik terhadap masalah pengembangan
3. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran kepada yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
(PKPA) dalam proses pengembangan konsep, teori maupun model
pengembangan masyarakat.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan, dan manfaat penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan
definisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi
dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik
analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi
BAB V : ANALISA DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian dan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran dari hasil