• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GIZI BURUK DAN KEBUTUHAN HIDUP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH GIZI BURUK DAN KEBUTUHAN HIDUP"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDG’s), yang disepakati oleh pemimpin dunia dalam KTT 2000. MDG merupakan komitmen masyarakat internasional, khususnya negara yang sedang berkembang, terhadap visi pembangunan. Visi ini secara kuat menempatkan pembangunan sosial dan ekonomi secara berkelanjutan. Secara nasional beberapa tahun belakangan ini banyak program atau kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk mengangkat kondisi sosial dan ekonomi. Kebijakan ini sesuai dengan rekomendasi United Nations Development Programme (UNDP) dalam buku”The Economics of Democracy: Financing Human Development in Indonesia” (BPS,2007) dengan menekankan perlunya aspek pembiayaan yang lebih memadai bagi masyarakat miskin untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Secara eksplisit UNDP menyarankan bahwa Indonesia perlu memberikan prioritas investasi yang lebih tinggi pada upaya pembangunan manusia dan cara pembiayaannya.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu cara untuk mengukur keberhasilan atau kinerja suatu negara atau wilayah dalam bidang pembangunan manusia. IPM merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yang dilihat dari kualitas fisik dan non fisik penduduk. Adapun 3 indikator tersebut yaitu: indikator kesehatan, tingkat pendidikan, dan indikator ekonomi. Maka, dalam hal ini penulis akan menganalisis 2 indikator, yaitu indicator kesehatan dengan melihat apakah jumlah gizi buruk di suatu daerah ada pengaruhnya terhadap nilai IPM dan indikator kebutuhan hidup layak.

(2)

spesifiknya pemerintah daerah harus bisa mengalokasikan belanja daerah melalui pengeluaran pembangunan di sektor-sektor pendukung untuk meningkatkan IPM misalnya yang tercermin pada realisasi belanja daerah untuk bidang pendidikan dan kesehatan. Selain dari sisi anggaran, kondisi sosial ekonomi masyarakat juga dapat mempengaruhi IPM yakni apabila jumlah penduduk miskin di suatu daerah tinggi maka akan menurunkan IPM. Hal ini terjadi karena penduduk yang miskin mempunyai keterbatasan dalam mengakses kebutuhan mereka termasuk dalam memenuhi kebutuhan dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu implikasinya akan dapat menurunkan IPM.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana nilai IPM, jumlah gizi buruk, dan kebutuhan hidup layak setiap kota/kabupaten di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013?

2. Bagaimana pengaruh jumlah gizi buruk dan kebutuhan hidup layak terhadap IPM tahun 2013?

3. Bagaimana analisis tematik jumlah gizi buruk dan kebutuhan hidup layak setiap kota/kabupaten di provinsi Jawa Tengah tahun 2013?

4. Apa model regresi terbaik yang digunakan untuk menggambarkan pengauh gizi buruk dan kebutuhan hiidup layak terhadap IPM tahun 2013?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui nilai IPM, jumlah gizi buruk, dan kebutuhan hidup layak setiap kota/kabupaten di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013?

2. Mengetahui pengaruh jumlah gizi buruk dan kebutuhan hidup layak terhadap IPM tahun 2013?

3. Mengetahui analisis tematik jumlah gizi buruk dan kebutuhan hidup layak setiap kota/kabupaten di provinsi Jawa Tengah tahun 2013?

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori

1. Indeks Pembangunan Manusia

Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat tersebut dapat teratasi. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya adalah kemiskinan, pengangguran, buta huruf, ketahanan pangan, dan penegakan demokrasi. Namun persoalannya adalah capaian pembangunan manusia secara parsial sangat bervariasi dimana beberapa aspek pembangunan tertentu berhasil dan beberapa aspek pembangunan lainnya gagal dan selanjutnya muncul pertanyaan bagaimana untuk menilai keberhasilan pembangunan manusia secara keseluruhan.

Dewasa ini persoalan mengenai capaian pembangunan manusia telah menjadi perhatian para penyelenggara pemerintahan. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat namun tidak semuanya dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat dibandingkan antar wilayah atau antar negara. Oleh karena itu Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia yaitu IPM atau Human Development Index (HDI). Indeks ini dikembangkan pada tahun 1990 oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan Mahbub Ul Haq seorang ekonom dari pakistan yang dibantu oleh Gustav Ranis. IPM lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan per kapita untuk melihat kemajuan pembangunan yang selama ini digunakan. IPM dapat mengetahui kondisi pembangunan di daerah dengan alasan:

1. IPM menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan kualitas manusia.

2. IPM menjelaskan tentang bagaimana manusia mempunyai kesempatan untuk mengakses hasil dari proses pembangunan, sebagai bagian dari haknya seperti dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.

(4)

4. Meskipun dapat menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan kualitas hidup manusia, tetapi IPM belum tentu mencerminkan kondisi sesungguhnya namun untuk saat ini merupakan satu-satunya indikator yang dapat digunakan untuk mengukur pembangunan kualitas hidup manusia

Konsep IPM menurut UNDP dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengacu pada pengukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup, yaitu:

1. Angka harapan hidup untuk mengukur capaian di bidang kesehatan.

2. Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah untuk mengukur capaian di bidang pendidikan.

3. Standar kehidupan yang layak, yang diindikasikan dengan logaritma normal dari produk domestik bruto perkapita penduduk dalam paritas daya beli.

Tabel Nilai Maksimum dan Minimum

Menurut (Mudrajad, 2003) penetapan kategori IPM didasarkan pada skala 0,0-1,0 yang terdiri dari:

Kategori rendah : nilai IPM 0-0,5

(5)

B. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sumber Data

Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data cross section meliputi 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. fokus penelitian ini adalah pada jumlah kasus gizi buruk dan kebutuhan hidup layak dalam rangka untuk melihat pengaruhnya terhadap IPM. Data yang diperoleh berasal dari publikasi BPS,UNDP, dan publikasi lainnya.

2. Model Penelitian

(6)

BAB III PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan hasil analisis pengaruh jumlah gizi buruk dan kebutuhan hidup layak di provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013.

A. Langkah-langkah Kerja

1. Membuat Peta Tematik IPM, Jumlah Gizi Buruk, dan Kebutuhan Hidup Layak Menggunakan Arcgis

a. Klik Start  All Programs  Klik ArcMap 10.2

b. Maka akan muncul jendela ArcMap 10.2 seperti gambar di bawah ini dan klik cancel.

(7)

Setelah klik OK, akan muncul gambar peta yang dipilih tadi.

e. Selanjutnya, tambah data yang akan dijoin dengan tabel yang telah ada dengan cara klik kembali ikon add data  Pilih file ipm jateng 2013.dbf. Perlu diperhatikan, bahwa data yang bisa dijoin adalah data pada file excel dengan ekstensi .dbf  Add  Pilih Sheets

Setelah menambahkan file, maka pada kotak dialog Table Of Contents akan muncul folder dan file baru.

f. Menggabungkan data ipm, jumlah gizi buruk, dan kebutuhan hidup layak dengan tabel pada map Jawa Tengah dengan Klik kanan map pada TOC  Join and Relate  Join data  Pili Provinsi  OK.

(8)

g. Membuat pengkategorian pada peta dengan klik kanan pada map  Properties  Pilih Categories  Quantiles  pada value pilih IPM  pilih jumlah kelas sesuai yang diinginkan  OK.

Maka, akan tampil peta tematik hasil pengkategorian seperti gambar berikut.

(9)

i. Membuat garis neatline dengan cara klik View  Layout View  Klik Insert  Neatline. Maka akan muncul neatline. Selanjutnya, bila ingin mengubah tipe neatline bisa dilakukan dengan klik kanan pada neatline  Properties  Pilih border yang diinginkan  OK.

j. Menambahkan petunjuk arah dengan cara klik insert  North Arrow Selector  Pilih gambar yang diinginkan  OK.

(10)
(11)
(12)

n. Menambahkan object gambar yang dibutuhkan, kemudian mengaturnya sesuai kebutuhan, sehingga akhir dari pengaturan yang dibuat adalah seperti gambar berikut.

(13)
(14)
(15)

c. Pilih file  OK

d. Maka akan muncul peta Jawa Tengah seperti berikut:

e. Klik open table  add variabel ipm, giziburuk, dan kebutuhan hidup layak (khl) f. Buat weight file dengan klik ikon weight  tulis nama file  tandai queen contiguity

(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)

Berdasarkan peta tematik di atas, pada tahun 2013, IPM tertinggi di proviinsi Jawa Tengah terdapat di kota Semarang.

(22)

3. Peta Tematik Jumlah Kebutuhan Hidup Layak

(23)
(24)

Berdasarkan output tersebut, berikut interpretasi datanya:

• Nilai R square = 0,834166 atau 83,41 % hal itu berarti bahwa kemampuan model tersebut menjelaskan fenomena sebenarnya sebesar 83,41% dan hasil AIC sebesar 258,475

• Persamaan regresi yang terbentuk:

^y = 12,35548 - 0.05340 X1 + 6,694975e-005 X2

• Nilai PROB Breusch Pagan test > 0,05 menunjukkan bukti yang signifikan tidak adanya pengaruh heterogenitas spasial dalam model dari output.

• Hasil Diagnostic for spatial dependence digunakan untuk mengetahui permasalahan korelasi spasial. Untuk hasil output adalah 0.00. Nilai PROB < 0,05 Uji Lagrange Multiplier baik untuk lag maupun error menunjukkan bukti yang signifikan bahwa terdapat pengaruh korelasi spasial dalam model yang diteliti.

(25)

• Perhatikan nilai di bawah kolom Dari output hasilnya adalah 0.00 Probability untuk variabel ini. Nilai < 0,05 menunjukkan bukti bahwa penambahan variabel ini signifikan berpengaruh dalam model.

• Untuk hasil output AIC untuk model spasial lag (260,341) > model regresi klasik (258,475) sehingga dapat disimpulkan Model regresi klasik memberikan hasil estimasi yang lebih baik.

• Pada output Diagnostic for heteroskedasticity hasilnya adalah 0.31 menunjukkan bukti tidak adanya pengaruh heterogenitas spasial dalam model.

3. Output Model Spasial Error atau SEM

• Nilai R square = 0,865622 atau 86,56 % hal itu berarti bahwa kemampuan model tersebut menjelaskan fenomena sebenarnya sebesar 100% dan hasil AIC sebesar 251,686

(26)

Dgn u1 = 0,4639

• Perhatikan nilai Probability untuk variabel ini, hasil berdasarakan output adalah 0.00. Nilai < 0,05 menunjukkan bukti bahwa penambahan variabel disini signifikan berpengaruh dalam model.

• Untuk nilai AIC dengan model regresi error adalah 251.868, nilai tersebut lebih kecil dari (<) model regresi klasik dan model spasial lag, maka dapat disimpulkan Spatial Error Model (SEM) memberikan hasil estimasi yang lebih baik.

(27)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

1. Regresi SEM lebih baik dibandingkan model klasik dan SAR dalam penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap IPM Provinsi Jateng tahun 2013. Hal ini terlihat dari nilai AIC model SEM yang lebih kecil yakni 251.868 dibandingkan AIC model klasik dan model SAR.

2. Model Regresi SEM yang terbentuk untuk memodelkan IPM Prov Jateng tahun 2013 adalah:

(28)

DAFTAR PUSTAKA http

://bps.go.id/

http://eprints.undip.ac.id /

http

:// www.online.fe.trisakti.ac.id/

http

Gambar

tabel pada map Jawa Tengah dengan Klik kanan map pada TOC  Join and Relate 
gambar yang diinginkan  OK.

Referensi

Dokumen terkait

 Ns Rizka : terima kasih ners Ipong, jadi kemarin dari hasil wawancara dari ketua RT di kecamatan Bunga Bakung di dapatkan bahwa disana ada sekelompok remaja

From the explanation above, it is clear that you have to read this publication Alfred's Basic Adult Piano Course Greatest Hits, Bk 1 From Alfred We offer the on-line book

Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 9 informed consent pasien instalasi rawat inap bedah yaitu : Menurut hasil wawancara dengan responden 1 (satu)

Populasi pada penelitian ini berjumlah 20 siswa, sampel pada pada penelitian ini berjumlah 20 siswa, teknik pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh,

Pengembangan sistem pada perusahaan adalah mengintegrasikan IAIS ke seluruh bagian didalam perusahaan agar kegiatan bisnis perusahaan dapat berjalan lebih baik,

Berdasarkan RPS (Rencana Pembelajaran Semester) atau silabus semester genap 2015/2016, Kompetensi Dasar mata kuliah ini yaitu mampu memahami dialog singkat dalam

Kedua, Kualitas Layanan dari aspek kesederhanaan pelayanan sudah cukup baik ini dibuktikan melalui keterangan dari masyarakat yang mengatakan proses pelayanan administrasi

Hiasan tersebut antara lain membentuk ambang pintu utama, membentuk jendela semu yang berada di kiri dan kanan pintu utama, membentuk ceruk tempat patung Bunda Maria