Office Sprawl di Jakarta ?
Oleh : Syarifah F. Syaukat
Published by : Majalah PropertynBank, 2007
Sebagai kota dengan visi menjadi kota jasa bertaraf international, Jakarta memiliki wilayah segitiga emas sebagai kawasan bisnis utama/CBD, yaitu di sekitar Jl.Sudirman/Thamrin, Jl. Kuningan/Rasuna Said dan Jl. Gatot Subroto DKI Jakarta.
Terhitung sejak tahun 1960-an - 2007 terdapat 138 gedung tinggi yang berfungsi sebagai perkantoran di CBD. Gedung tinggi yang dimaksud adalah gedung yang secara fisik memiliki 6 lantai atau lebih. Gedung perkantoran di CBD yang baru-baru ini diluncurkan adalah Sudirman Plaza, Menara Kuningan, Menara Satrio, Menara Prima, SCTV Tower dan Sentral Senayan 2.
Tren wilayah metropolitan saat ini adalah meluasnya gedung perkantoran ke wilayah pinggiran kota. Gejala perluasan kawasan perkantoran atau office sprawl telah mulai terjadi di berbagai belahan dunia, Robert E.Lang (2003) telah membuktikan dengan melakukan survey di 13 metropolitan dunia dan menemukan kecenderungan penempatan lokasi perkantoran ke wilayah pinggiran kota. Salah satunya di South Florida, perluasan kawasan perkantoran ke wilayah pinggiran terjadi karena beberapa hal, diantaranya misi kota untuk mencapai lingkungan yang berkelanjutan dan makmur, misi ini pada dasarnya bertujuan mewariskan alam dalam kondisi cukup atau lebih baik dari saat ini, untuk itu diperlukan efisiensi dari berbagai hal, diantaranya konsumsi bahan bakar yang digunakan para pekerja untuk mencapai kantor. Di wilayah ini, perluasan wilayah perkantoran juga terjadi karena upah yang didapat pekerja tidak mencukupi untuk tinggal di tengah kota, sehingga harus menetap di pinggiran kota. Kondisi ini menyebabkan kawasan perkantoran yang tadinya terpusat di tengah kota harus bergeser ke pinggiran untuk mendekati kawasan permukiman para pekerja.
Kondisi di atas nampaknya sudah mulai terjadi di Jakarta, selain di wilayah CBD, kawasan luar CBD yang paling agresif untuk perkantoran diantaranya di Kelurahan Mampang, koridor Jl. Dewi Sartika, koridor Jl. MT Haryono, koridor S. Parman, koridor arteri Permata Hijau dan koridor Jl. TB Simatupang. Gedung perkantoran di luar CBD yang baru saja selesai pembangunannya adalah Menara Kencana di Jakarta Barat.
Pada tahun 2007, Syaukat, SF (2007) menemukan bahwa pada tahun 1985 pola sebaran gedung perkantoran di DKI Jakarta adalah terpusat (core dominated) di wilayah CBD, sementara setelah tahun 1985 - 2005 mulai tersebar (dispersed) ke luar wilayah CBD. Merujuk pada penelitian ini yang menggunakan klasifikasi sebaran perkantoran berdasarkan Lang (2000), disebutkan bahwa refleksi setiap jenjang klasifikasi Lang (core dominated, balanced, dispersed dan edgeless) di Jakarta berlaku setiap kurun waktu sepuluh tahun. Hal ini berarti dalam sepuluh tahun mendatang terhitung dari tahun 2005, yaitu tahun 2015 pola persebaran gedung perkantoran akan mengarah ke pinggiran kota (edgeless).
merupakan kantor cabang ataupun mendekatkan kantor dengan lokasi produksi yang umumnya berlokasi di wilayah tetangga DKI Jakarta.
Sementara itu, menurut BPS (2004) penduduk Jakarta yang terserap pada sektor perkantoran adalah 2.722.884 jiwa (menyediakan 78% pekerjaan dari seluruh jenis pekerjaan yang ada di Jakarta), angka tersebut belum termasuk 4.094.359 arus penglaju yang setiap hari bekerja di Jakarta (SITRAMP, 2000). Sementara itu, menurut, catatan PT Jasa Marga, jumlah rata-rata kendaraan pribadi yang masuk melalui jalan tol (Selatan, Barat, Timur) setiap harinya 4,4 juta unit, jumlah tersebut di luar 4,5 juta kendaraan bermotor Jakarta rata- rata meningkat 11% pertahun. Implikasi dari hal ini adalah konsumsi bahan bakar untuk kawasan Jakarta dan sekitarnya meningkat rata-rata 17% per tahun (UPPDN Pertamina).
Berdasarkan hal-hal di atas sepertinya bukan tidak mungkin gejala office sprawl yang mengarah edgeless akan terjadi di Jakarta, namun apakah pemerintah akan siap dengan tantangan ini, mengingat office sprawl tidak saja menjadi berkah bagi pencari kerja, namun juga pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengatur peruntukan ruangnya, sehingga manfaatnya tidak harus dibayar dengan inefisiensi di sektor lain.
Saat ini, faktanya di penghujung 2007 tingkat hunian gedung perkantoran di CBD Jakarta mencapai 87,8% atau mengalami peningkatan sebesar 0,7% dari tahun 2005, peningkatan tidak hanya terjadi pada nilai tingkat hunian tetapi juga dalam nilai persediaan ruang perkantoran yang ada di CBD (PUSWIKA UI, 2007). Peningkatan tersebut juga terjadi di kawasan luar CBD yang saat ini marak dengan bangunan baru yang secara fisik tidak terlalu tinggi.
Peningkatan ini jelas tidak lepas dari kondisi perekonomian yang masih terkendali dengan pertumbuhan ekonomi 6,5% di akhir tahun 2007, rerata bunga SBI yang menurun menjadi 8% dan angka inflasi yang stabil yaitu 6,5% di akhir tahun. Namun, pada tahun 2008 ini kemungkinan terjadi perubahan karena dampak kenaikan harga minyak dunia.
Office Supply at Jakarta’s CBD
2004
2,998,615 sqm
2007
3,482,141 sqm
2005
3,162,638 sqm
2006
S eb aran G ed u n g P erk an to ran