INKLUSIFITAS PEMBANGUNAN DALAM MEWUJUDKAN TANGGUHNYA KETAHANAN NASIONAL
Oleh: Ade Rezki Pratama, SE, MM
Fraksi: Gerindra, Dapil: Sumatera Barat
I. LATAR BELAKANG
Negara yang menuju perkembangan ke arah yang lebih baik dicirikan dengan tingkat pembangunan di negara tersebut. Dengan kata lain, jika pembangunan di suatu Negara sudah menunjukkan geliat yang semakin maju maka akan berdampak pada tingkat pertumbuhan khususnya bidang ekonomi, sumber daya, politik dan bidang kehidupan bernegara lainnya. Di Indonesia, kata pembangunan sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Pengertian pembangunan sendiri seperti yang diungkapkan oleh Portes (1976) mendefinisikan pembangunan (development) sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan nasional adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat ke arah yang diinginkan, melalui kebijakan, strategi dan rencana. Pendapat lain menjelaskan Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses transformasi masyarakat dari suatu keadaan pada keadaan yang lain yang makin mendekati tata masyarakat yang dicita-citakan; dalam proses transformasi itu ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu keberlanjutan (continuity) dan perubahan (change), tarikan antara keduanya menimbulkan dinamika dalam perkembangan masyarakat (Djojonegoro,1996). Dua hal ini seyogyanya dapat terlaksana dengan seimbang dan sebangun karena Indonesia memiliki modal dasar pembangunan yang kuat, antara lain:
1. Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia
2. Kedudukan Indonesia yang strategis yang terletak pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis
3. Sumber-sumber kekayaan alam yang didapat dari laut dan di darat
4. Jumlah penduduk yang besar, apabla dibina dan dikerahkan menjadi tenaga yang efektif, akan merupakan modal pembangunan yang besar
5. Modal rohaniah dan mental, yaitu ketakwaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
6. Modal budaya, yaitu kekayaan budaya Bangsa Indonesia yang beraneka ragam yang telah berkembang sepanjang sejarah bangsa
8. ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan kekuatan sosial yang tumbuh dari rakyat, bersama rakyat menegakkan kemerdekaan bangsa dan Negara
Dari ilustrasi di atas, jelas terlihat bahwa Indonesia memiliki segala yang dibutuhkan untuk berkembang menjadi sebuah negara yang dapat menjamin kesejahteraan rakyatnya yang tersebar di 17.504 pulau1 di seantero nusantara karena dengan pulau sebanyak itu,
kekayaan alam yang kita miliki sangatlah besar. Namun kekayaan yang demikian besar akan menjadi sia-sia jika kita tidak memiliki kemampuan, atau lebih parah lagi, tidak memiliki
good will untuk mengelolanya. Sumber daya alam hanya dimanfaatkan oleh sebagian kecil dari masyarakat sementara masyarakat yang lebih luas yang lingkungan hidupnya menjadi rusak akibat dieksploitasi secara berlebihan hanya menjadi penonton di rumah sendiri tanpa dapat mengambil keuntungan yang signifikan. Alih-alih menjadi alat pemersatu bangsa, hal ini justru akan menjadi api dalam sekam yang sewaktu-waktu dapat berubah ke arah konflik horizontal yang membahayakan ketahanan nasional kita.
II. PEMBAHASAN
Hakekat ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Konsepsi dasar ketahanan nasional adalah model astagatra yang merupakan perangkat hubungan bidang kehidupan manusia dan budaya yang berlangsung diatas bumi dengan memanfaatkan segala kekayaan alam yang dapat dicapai menggunakan kemampuannya.
Secara konseptual, ketahananan nasional suatu bangsa dilatarbelakangi oleh:
a) Kekuatan yang ada pada suatu bangsa dan negara sehingga ia mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya.
b) Kekuatan yang harus dimiliki oleh suatu bangsa dan negara sehingga ia selalu mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, meskipun mengalami berbagai gangguan, hambatan dan ancaman baik dari dalam maupun dari luar. c) Ketahanan atau kemampuan bangsa untuk tetap jaya, mengandung makna
keteraturan dan stabilitas, yang didalamnya terkandung potensi untuk terjadinya perubahan
Berdasarkan konsep pengertiannya maka yang dimaksud dengan ketahanan adalah suatu kekuatan yang membuat suatu bangsa dan negara dapat bertahan, kuat dalam 1 BPS, Luas Daerah dan Jumlah Pulau Menurut Provinsi, 2002-2012, di akses dari
menghadapi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan. Konsekuensinya suatu ketahanan harus disertai dengan keuletan, yaitu suatu usaha terus-menerus secara giat dan berkemauan keras menggunakan segala kemampuan dan kecakapan untuk mencapai tujuan dan cita-cita nasional.
Konsepsi dasar ketahanan nasional yang diperkenalkan oleh Lemhanas pada tahun 1972 adalah astagatra (delapan unsur) yang terdiri dari:
a. Trigatra adalah aspek alamiah yang terdiri atas penduduk, sumber daya alam, dan wilayah.
b. Pancagatra adalah aspek sosial yang terdiri atas ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Kedelapan unsur tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Ada hubungan yang erat antar gatra yang menyebabkan kelemahan di dalam salah satu gatra dapat berakibat pada kelemahan pada gatra lain yang pada gilirannya akan berpengaruh pada keseluruhan gatra. Sebagai contoh, gatra Sumber Daya Alam (SDA). Pengusahaan ekstraksi yang dilakukan oleh sebuah company terhadap sumber daya alam pada suatu daerah yang tidak mempertimbangkan aspek kehidupan di daerah tersebut akan mempengaruhi gatra yang lain, misalnya ekonomi, sosisal budaya, dan kemananan.
Sebagai daerah penghasil tambang emas, tanah Papua mampu mendulang keuntungan US$ 19 juta atau sekitar Rp 114 miliar per hari untuk PT Freeport Indonesia2, perusahaan
asing milik Amerika Serikat (AS) yang sudah beroperasi selama 44 tahun di Papua. Sejak 1967, PT Freeport Indonesia (FI) beroperasi dan mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) di tanah Papua. Lebih dari 2,6 juta hektare lahan sudah dieksploitasi, termasuk 119.435 hektare kawasan hutan lindung dan 1,7 juta hektare kawasan hutan konservasi. Hak tanah masyarakat adat pun ikut digusur. Dari hasil eksploitasi itu, setiap hari, rata-rata perusahaan raksasa dan penyumbang terbesar industri emas di AS itu mampu meraih keuntungan Rp 114 miliar per hari. Jika keuntungan tersebut dikalikan 30 hari, keuntungan PT FI mencapai US$ 589 juta atau sekitar Rp 3,534 triliun per bulan. Tinggal dikalikan dalam 12 bulan, keuntungan PT FI mencapai Rp 70 triliun per tahun. Berdasarkan laporan kontrak karya antara pemerintah Indonesia dengan PT FI yang berlaku sejak Desember 1991 hingga sekarang, kontribusi perusahaan tambang itu ke pemerintah Indonesia ternyata hanya sekitar US$ 12 miliar per tahun. Namun, awal November 2011 lalu, sebelum ada pemogokan karyawan menuntut kenaikan upah, PT FI mengaku telah menyetorkan royalti, dividen, dan pajak senilai Rp 19 2 www.berdikarionline.com, Ambil Alih Freeport Untuk Memulihkan Kedaulatan Bangsa, diakses dari
triliun kepada pemerintah Indonesia atau naik Rp 1 triliun jika dibanding 2010 yang hanya Rp 18 triliun. Berbagai kalangan menilai, kontribusi sebesar itu tentu tidak sebanding dengan hasil eksploitasi yang diperoleh PT FI. Ini karena berdasarkan hasil laporan keuangan PT FI tahun 2010, perusahaan tambang tersebut mampu menjual 1,2 miliar pon tembaga dengan harga rata-rata US$ 3,69 per pon. Selain itu, pada 2010 PT FI juga sudah menjual 1,8 juta ons emas dengan harga rata-rata US$ 1.271 per ons, sehingga jika dihitung rata-rata dengan kurs Rp 9.000, total hasil penjualan PT FI mencapai sekitar Rp 60,01 triliun. Karena itu, berbagai kalangan mendesak pemerintah Indonesia mengkaji ulang kontrak karya tersebut.
Secara umum, pemerintah Indonesia tidak hanya dirugikan dalam keuntungan materi saja. Eksploitasi tambang yang dilakukan PT FI juga telah merusak lingkungan.Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat, sedikitnya 291.000 ton limbah pertambangan Freeport dibuang ke sungai setiap hari. Jumlah itu menjadi lebih banyak 44 kali lipat dari sampah harian yang ada di Jakarta. Sementara kawasan yang dijadikan tempat membuang limbah Freeport mencapai 230 kilometer persegi, atau 27 kali lebih luas dibandingkan danau lumpur panas PT Lapindo Brantas yang menenggelamkan sebagian wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Akibatnya, sumur-sumur milik warga di Papua saat ini menjadi tercemar merkuri. Bahkan bisa jadi, jika tidak boleh dipastikan, derita ribuan warga Papua yang kelaparan seperti yang terjadi di distrik Yahukimo pada 2011 yang lalu, salah satu penyebabnya adalah PT FI. Ini karena tak dapat dipungkiri, kerusakan alam yang diakibatkan eksploitasi tambang itu tentu dapat memperparah kondisi alam pertanian masyarakat Papua di saat cuaca buruk. Bencana kelaparan dan gizi buruk atau busung lapar pun melanda para balita yang ada di tanah Papua.
Jika hal ini dibiarkan dan pemerintah tidak cepat tanggap dalam merespons derita kelaparan masyarakat Papua, tidak menutup kemungkinan keutuhan NKRI akan semakin terancam. Oleh karena itu, pembangunan tidak hanya bisa mengutamakan satu gatra dan mengabaikan gatra yang lain yang ada dalam astagatra. Dalam hal ini, pemerintah hanya memerhatikan gatra ekonomi (walau itupun tidak terlalu besar) namun dalam prosesnya melemahkan gatra SDA dan mengorbankan gatra penduduk, sosial budaya, yan gpada giliarannya akan merusak gatra keamanan. Pembangunan HARUS inklusif dan mencakup semua aspek.
1. Renegosiasi kontrak karya antara pemerintah dengan Freeport Indonesia dan mencari jalan yang terbaik (win-win solution).
2. Nasionalisasi Freeport Indonesia ke tangan pemerintah dengan harapan dapat mengembalikan kedaulatan dan harkat masyarakat setempat.
3. Menutup Freeport Indonesia dengan sebelumnya menuntut ganti rugi atas hak-hak masyarakat Papua yang selama ini tercederai.
III. KESIMPULAN