• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kombinasi dan Rasio Pelarut Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak dari Serabut Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Kombinasi dan Rasio Pelarut Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak dari Serabut Kelapa Sawit"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMBINASI DAN RASIO PELARUT TERHADAP HASIL EKSTRAKSI MINYAK DARI SERABUT KELAPA SAWIT

Effect of Combinations and Ratios of Solvents toward Extraction Results of Oil from Palm Fibers *Fachrul Rozi, Paulus Hengky Abram, dan Anang Wahid M. Diah

Pendidikan IPA/Program Pascasarjana – Universitas Tadulako, Palu – Indonesia 94118 Received 27 April 2018, Revised 06 June 2018, Accepted 19 July 2018

Abstract

This study aimed to determine the combinations and ratios of appropriate solvents to obtain the optimal mass of palm oil. Extracting the oil from palm fibers was conducted using soxletation method. Extraction is a way to get oil in a high amount and good quality by using an appropriate solvent. The weight of oils obtained from the volume ratios variable of solvents at 100:0, 70:30, 50:50, 30:70, and 0:100 were 0.446 ± 0.063 g, 0.379 ± 0.022 g, 0.295 ± 0.012 g, 0.276 ± 0.045 g, and 0.183 ± 0.054 g, respectively. This study showed the combination of the types and ratios of solvents toward extraction of oil, and the optimal oil mass was produced from n-hexane solvent.

Keywords:Oil palm fibers, soxletation, oil extraction Pendahuluan1

Buah naga pertama kali diperkenalkan di Malaysia, pada skala besar pada akhir 1990-an oleh Perusahaan Golden Hope. Selanjutnya, pada awal 1999, budidaya komersialnya dikembangkan di Kluang (Johor), Kuala Pilah (Negeri Sembilan) dan Sitiawan (Perak). Sejak itu, para petani telah menanam buah naga di berbagai lahan, seperti dataran rendah dan dataran tinggi, lahan padi ditanam, lahan bekas tambang dan bahkan halaman rumah (Masyahit, dkk. 2009).

Tanaman buah naga merupakan tanaman tropis dan sangat mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar matahari, angin, dan curah hujan.Buah naga mengandung protein yang mampu meningkatkan metabolisme tubuh dan menjaga kesehatan jantung, serat pangan yang dikandung dalam buah naga dapat menurunkan kolesterol, dapat mencegah penyakit diabetes melitus, stroke, kanker, dan penyakit kardiovaskular lainnya (Sulistiami, dkk. 2012).

Buah naga ini cukup kaya dengan berbagai vitamin dan mineral yang membantu meningkatkan daya tahan dan metabolisma tubuh. Menurut kajian beberapa manfaat dari buah naga ini adalah meningkatkan daya tahan dan metabolisme tubuh, melancarkan peredaran darah, mengurangi darah tinggi, menetralkan racun/toksin dalam tubuh, mencegah kanker, menurunkan kadar lemak. Pada buah naga merah, warna merah/ungu keunguan yang terdapat pada daging buah mengandung anthocyanin yang berfungsi melambatkan proses penuaan. Sedangkan biji hitam mengandung albumen yang

*Correspondensi Fachrul Rozi

Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Tadulako

e-mail: Fachrulchem18@gmail.com

berfungsi mengumpulkan sisa-sisa makanan dalam perut dan mengeluarkan toksik dari dalam tubuh (Chayati, dkk. 2011).

Secara morfologi buah naga termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun hanya memiliki akar, batang dan cabang, bunga, buah serta biji. Berbagai zat aktif antihiperlipidemia yang terkandung dalam buah naga diantaranya vitamin B3 (niasin), vitamin C (asam askorbat) dan asam palmitat diyakini dapat meningkatkan kadar HDL (high density lipoprotein) (Arrosichin., dkk. 2016).

Menurut Wahyuni (2011) menyatakan bahwa buah naga berpotensi sebagai anti radikal bebas karena mengandung betasianin.

Menurut para peneliti dalam Hor., dkk. (2012) buah naga merah mengandung pigmen merah-violet yang disebut betasianin. Banyak penelitian kimia telah dilakukan untuk menyelidiki betasianin, senyawa bioaktif utama dalam buah naga merah. Betasianin adalah senyawa yang melekat pada N-heterosiklik yang berfungsi sebagai antioksidan. Dalam penelitian sebelumnya, varietas buah naga merah (hylocereus polyrhizus) ditemukan memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dari varietas buah naga putih (hylocereus undatus). Buah ini kaya akan asam askorbat (vitamin C) dan likopen. Likopen dikaitkan dengan penurunan risiko kanker dan penyakit jantung, dan menurunkan tekanan darah.

Buah naga termasuk dalam buah yang eksotik karena penampilannya yang menarik, rasanya asam manis menyegarkan dan memiliki beragam manfaat untuk kesehatan (Wahyuni. 2011).

Buah naga yang sering disebut dengan kaktus manis atau kaktus madu, adalah buah yang sekarang telah dikenal di Indonesia, bahkan mulai dikembangkan di tanah air serta memiliki peluang besar untuk disebarluaskan. Buah naga termasuk dalam keluarga tanaman kaktus dengan karakteristik memiliki duri pada setiap ruas batangnya. Konsumsi buah naga akan menghasilkan hasil samping kulit buah yang sampai sekarang belum dimanfaatkan secara optimal. Sementara beberapa uji laboratorium

(2)

Fachrul Rozi Pengaruh Kombinasi dan Rasio Pelarut Terhadap……… telah berhasil membuktikan bahwa kulit buah naga

memiliki berbagai senyawa aktif seperti triyepene, pentacyclic dan taraxast. Senyawa-senyawa tersebut bermanfaat untuk melindungi kelenturan pembuluh darah. Selain itu, hasil penelitian lain juga membuktikan bahwa kulit buah naga dapat menekan pertumbuhan sel tumor b16f10 (Nur'aini. & Sari. 2016) .

Menurut peneliti, buah naga merah (hylocereus polyrhizus) secara luas dibudidayakan di Malaysia, Thailand, Vietnam, Australia, Taiwan, dan beberapa bagian lain dunia. Buah ini bertahan di iklim tropis kering dan dapat menahan suhu setinggi 40◦C. Buah

naga merah (hylocereus polyrhizus) berbentuk oval, ukurannya besar, berat sekitar 300 gram-600 gram, diameternya 32 cm-35 cm dan panjangnya 13 cm - 15 cm. Buah ini memiliki daging yang lembut dan manis dengan intens warna merah-ungu dari daging dan kulit. Ini memiliki banyak biji hitam kecil yang kaya akan asam lemak esensial (Nurul. & Asmah. 2014).

Spesies hylocereus atau lebih dikenal sebagai buah naga atau pitaya dari keluarga cactaceae telah menjadi subjek yang menarik bagi banyak peneliti terutama karena rasanya yang unik, bentuk dan warna daging. Banyak penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki kimia betalains, utama senyawa bioaktif dalam hylocereus polyrhizus. Selain itu biji buah naga merah (hylocereus polyrhizus) dan buah naga putih (hylocereus undatus) mengandung asam lemak esensial tingkat tinggi, yaitu asam linoleat dan linolenat asam (Nurmahani., dkk. 2012).

Metode

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu seperangkat alat soklet, oven, neraca analitik, gelas ukur, labu alas bulat, pipet tetes, gelas kimia, waring blender, kertas label, kertas saring dan kapas. Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu serabut kelapa sawit, dietil eter (Merck) dan n-heksana (Merck).

Preparasi sampel

Serabut kelapa sawit dipotong dengan ukuran panjang kurang lebih 1 cm kemudian serabut digiling menggunakan blender. Serabut kelapa sawit hasil blender kemudian disaring hingga mendapat serabut kelapa sawit yang halus.

Pelarut n-heksana dan dietil eter dengan rasio % volume pelarut yang berbeda sebanyak 5 variasi secara berturut-turut adalah 100 : 0 ; 70 : 30; 50 : 50; 30 : 70 dan 0 : 100 dengan prosedur penyediaannya seperti berikut:

Rasio 100 : 0 disiapkan dengan menyediakan n-heksana sebanyak 250 mL pada gelas ukur 250 mL, kemudian dipindahkan ke gelas kimia dan ditutup menggunakan aluminium foil. Perlakuan diulangi sebanyak 2 kali untuk gelas kimia yang berbeda.

Rasio 70 : 30 disiapkan dengan menyediakan n-heksana sebanyak 175 mL pada gelas ukur 250 mL,

diulangi sebanyak 2 kali untuk gelas kimia yang berbeda.

Rasio 50 : 50 disiapkan dengan menyediakan n-heksana sebanyak 125 mL pada gelas ukur 250 mL, kemudian ditambahkan dietil eter sebanyak 125 mL hingga mencapai tanda batas pada gelas ukur. Selanjutnya pelarut dipindahkan ke gelas kimia dan ditutup menggunakan aluminium foil. Perlakuan diulangi sebanyak 2 kali untuk gelas kimia yang berbeda.

Rasio 30 : 70 disiapkan dengan menyediakan n-heksana sebanyak 75 mL pada gelas ukur 250 mL, kemudian ditambahkan dietil eter sebanyak 175 mL hingga mencapai tanda batas pada gelas ukur. Selanjutnya pelarut dipindahkan ke gelas kimia dan ditutup menggunakan aluminium foil. Perlakuan diulangi sebanyak 2 kali untuk gelas kimia yang berbeda.

Rasio 0 : 100 disiapkan dengan menyediakan dietil eter sebanyak 250 mL pada gelas ukur 250 mL, kemudian pelarut dipindahkan ke gelas kimia dan ditutup menggunakan aluminium foil. Perlakuan diulangi sebanyak 2 kali untuk gelas kimia yang berbeda.

Ekstraksi minyak kelapa sawit

Ekstraksi minyak kelapa sawit dilakukan dengan beberapa tahap yaitu sebagai berikut: Labu alas bulat untuk sokletasi sebagai penampung minyak sawit hasil ekstrak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, selanjutnya ditimbang beratnya sebelum digunakan; sebanyak 10 gram serabut kelapa sawit dibungkus dengan kertas saring hingga padat dan dimasukkan ke dalam alat soklet; proses ekstraksi dimulai dengan cara sokletasi menggunakan pelarut n-heksana–dietil eter dengan perbandingan 100 : 0 selama 18 jam, dan mengulangi perlakuan untuk rasio volume pelarut 70 : 30; 50 : 50; 30 : 70 dan 0 : 100. Pemisahan pelarut

Larutan ekstrak dipanaskan pada suhu 70 oC menggunakan oven. Pemanasan dihentikan jika tidak ada lagi pelarut yang teruapkan dari larutan tersebut.

Labu alas bulat yang berisi larutan ditimbang untuk dihitung massa minyak yang terdapat dalam sampel:

Massa minyak = (massa minyak + labu alas bulat) – massa labu alas bulat

Hasil dan Pembahasan

Perlakuan pertama penelitian ini yaitu memotong serabut kelapa sawit hingga berukuran 1 cm, kemudian serabut di blender hingga ukuran serabut menjadi sependek mungkin. Serabut kelapa sawit harus dipotong sependek mungkin karena ukuran partikel padatan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaan bidang kontak padatan dengan pelarut akan semakin besar (Zancan dkk.,

(3)

ekstraksi, jumlah pelarut, suhu pelarut dan jenis pelarut yang digunakan. Jumlah minyak yang dapat diekstraksi tergantung pada suhu, kandungan air dalam biji, teknik pengecilan ukuran dan sebagainya (Bernardini, 1983). Efisiensi ekstraksi, ukuran bahan perlu direduksi lebih dahulu agar luas permukaan bahan semakin besar dan minyak mudah terekstraksi (Swern, 1982). Pengecilan ukuran akan memberikan hasil minyak yang lebih tinggi dengan kandungan minyak pada bungkil yang minimum (Mahatta, 1975).

Perlakuan selanjutnya melakukan ekstraksi menggunakan metode sokletasi. Metode ekstraksi dengan pelarut memiliki keuntungan karena minyak yang dapat dipisahkan dari bahan jumlahnya cukup besar. Selain itu, komponen-komponen lain yang terdapat di dalam bahan seperti kandungan protein dan lain-lainnya tidak banyak mengalami kerusakan (Woodroof, 1983). Pelarut yang baik digunakan dalam proses pengambilan minyak dengan cara ekstraksi adalah pelarut yang memenuhi syarat-syarat dibawah ini (Guenther, 1987) yaitu:

1) Bersifat selektif; pelarut harus dapat melarutkan semua zat dengan cepat serta sedikit

mungkin melarutkan senyawa seperti lilin, pigmen dan albumin.

2) Mempunyai titik didih yang cukup rendah; hal ini dilakukan agar pelarut dapat dengan mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi.

3) Bersifat inert; pelarut tidak bereaksi dengan komponen minyak.

Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah pelarut n-heksana dan dietil eter. Kedua pelarut ini dipilih karena kedua pelarut bersifat non polar yang mempunyai polaritas yang sama dengan minyak. Rasio volume pelarut n-heksan dan dietil eter yang digunakan pada penelitian ini yaitu 100:0; 70:30; 50:50; 30:70; dan 0:100 dalam satuan persen. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pelarut yang tepat untuk mengekstrak minyak. Penggunaan n-heksana pada ekstraksi kimia sangat efektif sebagai pelarut karena menghasilkan kadar minyak yang tinggi. Ekstrasi menggunakan n-heksana perlu untuk menggunakan recovery system untuk mengurangi biaya produksi minyak melalui metode ekstraksi pelarut (Bhuiya dkk., 2015) Adapun data hasil analisis kadar minyak perbandingan pelarut n-heksana dan dietil eter ditunjukkan padaTabel 1.

Tabel 1.Kadar minyak dengan rasio variasi volume pelarut n-heksana dan dietil eter

No. Pelarut n-heksana : dietil eter (%) Kadar minyak (gram)

1. 100:0 0,446 ± 0,063

2. 70:30 0,379 ± 0,022

3. 50:50 0,295 ± 0,012

4. 30:70 0,276 ± 0,045

5. 0:100 0,183 ± 0,054

Hasil pada Tabel 1 memperlihatkan massa minyak optimal yang didapatkan yaitu pada pelarut heksana. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut n-heksana merupakan pelarut yang bagus digunakan dalam mengikat minyak sawit daripada pelarut dietil eter. Hal ini disebabkan n-heksana memiliki nilai konstanta dielektrik yang lebih rendah daripada dietil eter. N-heksana memiliki nilai konstanta dielektrik 1,89 sedangkan dietil eter memiliki nilai konstanta dielektrik 4,33. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang besar. Sedangkan senyawa non polar mempunyai konstanta dielektrik yang kecil.

Hasil pada Gambar 1 menunjukkan kombinasi dan rasio volume n-heksana dan dietil eter sebagai pelarut mempengaruhi massa minyak yang dihasilkan. Hal ini memperlihatkan bahwa masing-masing zat memiliki kelarutan yang berbeda terhadap zat lain. Zat mempunyai kelarutan tertentu. Kemampuan berinteraksi antara solut dan solven sangat tergantung pada sifat solut maupun sifat solven, yang dipengaruhi efek kimia, elektrik maupun struktur (Martin dkk., 1993).

(4)

Fachrul Rozi Pengaruh Kombinasi dan Rasio Pelarut Terhadap………

Gambar 1.Grafik hubungan massa minyak dan rasio volume pelarut Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh

polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah.

Proses pelarutan yang melibatkan interaksi solut dengan solut, solven dengan solven, dan solut dengan solven terdiri dari tiga tahap (Martin, dkk., 1993) yaitu :

1) Tahap pertama menyangkut pemindahan suatu molekul zat dari zat terlarut pada temperatur tertentu. Kerja yang dilakukan dalam memindahkan satu molekul dari zat terlarut sehingga dapat lewat ke wujud uap membutuhkan pemecahan ikatan antar molekul-molekul berdekatan. Proses pelepasan ini melibatkan energi sebesar 2W22 untuk memecah ikatan antar molekul yang berdekatan dalam kristal. Tetapi apabila molekul melepaskan diri dari fase zat terlarut, lubang yang ditinggalkan tertutup, dan setengah dari energi diterima kembali, maka total energi dari proses pertama adalah W22. Proses ini dapat dilihat padaGambar 2.

Gambar 2.Tahap pemindahan suatu molekul zat dari fase terlarut 2) Tahap kedua menyangkut pembentukan

lubang dalam pelarut yang cukup besar untuk menerima molekul zat terlarut. Energi yang

dibutuhkan pada tahap ini adalah W11. Bilangan 11 menunjukkan bahwa interaksi terjadi antar molekul solven. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Zat terlarut Pelepasan satu molekul dari zat terlarut

(5)

selanjutnya akan terjadi penutupan rongga kembali dan kembali terjadi penurunan energi potensial sebesar –W12, sehingga tahap ketiga ini melibatkan energi

sebesar –2W12. Interaksi solut-solven ditandai dengan 12. Proses ini dapat dilihat padaGambar 4.

Gambar 4.Tahap penempatan zat terlarut ke dalam rongga pelarut Secara keseluruhan, energi (W) yang dibutuhkan

untuk semua tahap proses tersebut adalah : W = W22+ W11– 2W12

Persamaan diatas merupakan persamaan perhitungan keseluruhan energi yang dibutuhkan untuk semua tahap proses interaksi zat terlarut dan pelarut. 2W22 adalah energi pelepasan molekul zat terlarut dari ikatan molekul-molekul zat terlarut yang berdekatan. W22adalah total energi yang diperlukan pada tahap pelepasan serta penutupan lubang pada molekul zat terlarut. W11 adalah energi yang dibutuhkan dalam pembentukan lubang pada molekul pelarut. 2W12adalah total energi yang dilepaskan pada tahap penempatan molekul zat terlarut dalam molekul pelarut dan penutupan lubang molekul pelarut. Kode 11 adalah interaksi yang terjadi antara molekul pelarut. Kode 22 adalah interaksi yang terjadi antara molekul zat terlarut. Kode 12 adalah interaksi yang terjadi antara molekul pelarut dan zat terlarut. Semakin besar W atau selisih energi yang dibutuhkan pada tahap 1 dan 2 dengan energi yang dilepaskan pada tahap 3, maka semakin kecil kelarutan zat. Selain nilai konstanta dielektrik terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan senyawa. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, selain itu dipengaruhi pula oleh faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada terbaginya zat terlarut (Martin, dkk., 1993).

Campuran n-heksana dan dietil eter (rasio 30:70, 50:50 dan 30:70) mendapatkan kadar minyak yang lebih besar dari pada dietil eter murni. Hal tersebut dikarenakan tetapan dielektrik senyawa campuran pelarut lebih besar dari pada senyawa murninya. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Beberapa zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat disebutco-solvent.

Penggunaan co-solvent berpengaruh pada proses ekstraksi. Penggunaan pelarut kedua dalam proses ekstraksi dapat meningkatkan hasil ekstraksi dalam

dua cara; bertindak secara paralel dengan pelarut utama atau bertindak sebagai pelarut utama (Dutta dkk., 2013).

Kesimpulan

Kombinasi dan rasio pelarut berpengaruh terhadap hasil ekstraksi minyak dari serabut kelapa sawit yang disebabkan adanya perbedaan nilai konstanta dielektrik pada masing-masing pelarut. Kadar minyak pada pelarut n-heksana dan dietil eter dengan rasio pelarut 100 : 0; 70 : 30; 50 : 50; 30 : 70 dan 0 : 100 secara berturut-turut adalah sebesar 0,446 ± 0,063 gram, 0,379 ± 0,022 gram, 0,295 ± 0,012 gram, 0,276 ± 0,045 gram dan 0,183 ± 0,054 gram. Kadar minyak yang optimal terdapat pada pelarut n-heksana.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Idha Kesuma Utami selaku laboran laboratorium agroteknologi, yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan penelitian ini.

Referensi

Bernardini, E. (1983).Oil seeds, oils and fats, Volume I. Rome: Publishing House.

Bhuiya, M. M. K., Rasul, M. G., Khan, M. M. K., Ashwath, N., Azad, A. K., & Mofijur, M. (2015). Optimization of oil excraction process from australian native beauty leaf seed (Calophyllum inophyllum).Journal Energy Procedia, 75, 56-61. Corley, R. H. V. (2009). How much palm oil do we

need? Journal Environmental Science & Policy, 12(2), 134-139.

Dutta, R., Sarkar, U., & Mukherjee, A. (2013). Extraction of oil from crotalaria juncea seeds in a modified soxhlet apparatus: physical and chemical characterization of a prospective bio-fuel. Journal Fuel, 116, 794-802.

Elisabeth, J., & Ginting, S. P. (2003). Pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi, 110-119.

(6)

Fachrul Rozi Pengaruh Kombinasi dan Rasio Pelarut Terhadap……… Guenther, E. (1987). Minyak atsiri(R. S. Ketaren &

R. Mulyono, Trans.). Jakarta: UI-Press.

Khalil, H. P. S. A., Hanida, S., Kang, C. W., & Fuaad, N. A. N. (2007). Agro-hybrid composite: the effect on mechanical and physical properties of oil palm fiber (efb)/glass hybrid reinforced polyester composites.Journal of Reinforced Plastics and Composites, 26(2), 203-218.

Koba, Y., & Aishizaki, A. (1990). Chemical composition of palm fiber and its feasibility as cellulosic raw material for sugar production. Journal Agricultural and Biological Chemistry, 54(5), 1183-1187.

Kok, S., Ong-Abdullah, M., Ee, G. C., & Namasivayam, P. (2011). Comparison of nutrient composition in kernel of tenera and clonal materials of oil palm (Elaeis guineensis Jacq.). Journal Food Chemistry, 129(4), 1343-1347. Mahatta, T. L. (1975). Fundamental of chemical

engineering operation. Jepang: Marusen Co., Ltd. Mahjoub, R., Yatim, J. B. M., & Sam, A. R. M.

(2013). A review of structural performance of oil palm empty fruit bunch fiber in polymer composites. Journal Advance in Materials Science and Engineering, vol. 2013(I), 1-9.

Martin, A., Bustamante, P., & Chun, A. H. C. (1993). Physical pharmacy. New Delhi: B.I. Waverly Pvt Ltd.

Mba, O. I., Dumont, M.-J., & Ngadi, M. (2015). Palm oil: Processing, characterization, and utilization in the food industry - A review.Journal Food Bioscience, 10(1), 26-41.

Pasaribu, N. (2004). Minyak buah dan kelapa sawit. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Shinoj, S., Visvanathan, R., Panigrahi, S., & Kochubabu, M. (2011). Oil palm fiber (OPF) and its composites: A review. Journal Industrial Crops and Products, 33(1), 7-22.

Swern, D. (1982). Bailey's industrial oil and fat products. New York: John Wiley and Sons. Wijayanti, F. E. (2008).Pemanfaatan minyak. Jakarta:

Universitas Indonesia.

Woodroof, J. G. (1983). Peanut. Westport: The AVI Publishing Company, Inc.

Zancan, K. C., Marques, M. O. M., Petenate, A. J., & Meireles, M. A. A. (2002). Extraction of ginger (Zingiber officinale roscoe) oleoresin with CO2and co-solvents: A study of the antioxidant action of the extracts.Journal of Supercritical Fluids, 24(1), 57-76.

Gambar

Tabel 1. Kadar minyak dengan rasio variasi volume pelarut n-heksana dan dietil eter
Gambar 1. Grafik hubungan massa minyak dan rasio volume pelarut Kelarutan  suatu  zat  sangat  dipengaruhi  oleh
Gambar 4. Tahap penempatan zat terlarut ke dalam rongga pelarut

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan di sekolah adalah sarana pengembangan pribadi manusia untuk dapat menjadi manusia yang mampu bersanding dengan manusia lainnya dalam bingkai

Pada penulisan ilmiah ini akan diterapkan sebuah sistem jaringan area lokal yang diatur oleh kebijakan yang dibuat yang disesuaikan dengan keperluan mengkondisikan lingkungan kerja

5.1.4 Mengkombinasikan beragam pendekatan/ strategi/ metode/ teknik pembelajaran IPA untuk mencapai tujuan pembelajaran (produk, proses, dan sikap ilmiah). Pada kompetensi

pada daerah yang memiliki kecepatan arus yang tinggi jumlah jenis. makrozoobenthos yang hidup di dalamnya

Penalaran matematika formal dalam menghasilkan jawaban yang benar sebagian besar berdasarkan penggunaan intuisi fisika yang tepat serta tahapan penalaran matematika saat

Dapat diinterpretasikan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel tayangan fashion dari internet dengan hasil belajar desain busana karena r hitung

[r]

Kavling bagian utara mempunyai dimensi urat relatif kecil, tipe alterasi advance argilik dan inner propilitik, mineral logam emas, pirit, kalkopirit,