• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh B. chitinosporus dan B. thuringiensis Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh B. chitinosporus dan B. thuringiensis Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH B. chitinosporus DAN B. thuringiensis TERHADAP

MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.)

(Lepidoptera: Noctuidae) PADA TANAMAN

TEMBAKAU DELI

SKRIPSI

OLEH :

RENY PUSPITA SITUMORANG 070302044

HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH B. chitinosporus DAN B. thuringiensis TERHADAP

MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.)

(Lepidoptera: Noctuidae) PADA TANAMAN

TEMBAKAU DELI

OLEH :

RENY PUSPITA SITUMORANG 070302044

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

(Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS) (Ir. Syahrial Oemry, MS

Ketua Anggota

)

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

Reny PuspitaSitumorang “The effect of B. chitinosporus and B. thuringiensis (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) Carterpillar On

Deli Tobacco Plant", Under the guidance of Yuswani Pangestiningsih and Syahrial Oemry. The research was conducted in screenhouse at Research Institute for Deli Tobacco, Sampali, Medan. The research used completely randomized design (CRD) nonfactorial with seven treatments and three replications of C0 (control), C1, C2, C3 (sprayed with B. chitinosporus), C4, C5, C6 (sprayed with B. thuringiensis) respectively each 10 ml, 20 ml, 30 ml per liter of water.

The results showed that the application B. chitinosporus and B. thuringiensis significantly different to control. The effective treatment of larva

mortality are C2 (96.67%) and C3 (99.95%) was not significantly with C6 (96.67%) and the effective of intesity attacks is C3 (16.49%).

(4)

ABSTRAK

Reny Puspita Situmorang “Pengaruh B. chitinosporus dan B. thuringiensis Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

(Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli ”, dibawah bimbingan Yuswani Pangestiningsih dan Syahrial Oemry. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD), Sampali, Medan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) nonfaktorial dengan tujuh perlakuan dan tiga ulangan yaitu C0 (kontrol), C1, C2, C3 (disemprot dengan larutan B. chitinosporus), C4, C5, C6 (disemprot dengan larutan B. thuringiensis) masing-masing 10 ml, 20 ml, 30 ml/liter air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi B. chitinosporus dan B. thuringiensis berbeda nyata terhadap kontrol. Perlakua n yang efektif terhadap

mortalitas larva adalah C2 (96.67%) dan C3 (99.95%) tidak berbeda nyata terhadap C6 (96.67%) dan perlakuan yang efektif terhadap intensitas serangan adalah C3 (16.49%) dan C6 (17.73%) tidak berbeda nyata terhadap C2 (19.03%).

(5)

RIWAYAT HIDUP

Reny Puspita Situmorang, lahir 5 Oktober 1988 di Besitang, Kabupaten Langkat, anak kedua dari lima bersaudara, puteri dari Darwin Situmorang dan Nuriyani Magdalena Br. Manulang.

Pendidikan formal yang telah penulis tempuh :

1. Tahun 2001 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 050644 Kec.Bahorok, Kabupaten Langkat.

2. Tahun 2004 lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Kec. Bahorok Kabupaten Langkat .

3. Tahun 2007 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kec. Bahorok Kabupaten Langkat.

4. Tahun 2007 lulus dan diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB

Pengalaman kegiatan akademis :

1. Tahun 2007-2011 menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN).

2. Tahun 2007-2009 menjadi anggota Kegiatan Mahasiswa Kristen (KMK) FP USU, Medan.

3. Tahun 2009-2010 sebagai anggota paduan suara Transeamus FP USU, Medan.

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang mana dengan rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah “PENGARUH B. chitinosporus DAN B. thuringiensis TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK

(Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI ” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS selaku ketua dan Ir. Syahrial Oemry, MS selaku anggota yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Ir. Hj. S. H. Astuti beserta seluruh staf pegawai yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Juli 2012

(8)
(9)

BAHAN DAN METODE

Penyediaan Bacillus chitinosporus ... 19

Penyediaan Bacillus thuringiensis... ... 20

Aplikasi Insektisida ... 20

Peubah Amatan Persentase Mortalitas Larva ... 21

(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Telur S. Litura F... 7

2. Larva S. Litura F ... 8

3. Pupa S. Litura F... 9

4. Imago S. Litura F ... 9

5. Gejala Serangan S. Litura F ... . 10

6. Bacillus chitinosporus... 12

7. Bacillus thuringiensis... 13

8. Larutan Bacillus chitinosporus... 20

9. Larutan Bacillus thuringiensis... 20

10. Diagram batang pengaruh Bacillus chitinosporous dan Bacillus thuringiensis terhadap mortalitas larva Spodoptera litura dalam I-VII hsa... 25

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Bagan Penelitian ... 33

2. Data pengamatan ke-1 persentase mortalitas

Larva Spodoptera litura F... 35 3. Data pengamatan ke-2 persentase mortalitas

Larva S.litura F... 37 4. Data pengamatan ke- 3 persentase mortalitas

Larva S. litura F... 39 5. Data pengamatan ke-4 persentase mortalitas

Larva S.litura F... 41 6. Data pengamatan ke-5 persentase mortalitas

Larva S.litura F... 43 7. Data pengamatan ke-6 persentase mortalitas

Larva S.litura F... 45 8. Data pengamatan ke-7 persentase mortalitas

Larva S.litura F... 47 9. Data pengamatan ke-1 intensitas serangan

Larva S.litura F... 49 10. Data pengamatan ke-2 intensitas serangan

Larva S.litura F... 51 11. Data pengamatan ke-3 intensitas serangan

Larva S.litura F... 53 12. Data pengamatan ke-4 intensitas serangan

Larva S.litura F... 55 13. Data pengamatan ke-5 intensitas serangan

Larva S.litura F... 57 14. Data pengamatan ke-6 intensitas ser

Larva S.litura F... 59 15. Data pengamatan ke-7 intensitas serangan

(13)

ABSTRACT

Reny PuspitaSitumorang “The effect of B. chitinosporus and B. thuringiensis (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) Carterpillar On

Deli Tobacco Plant", Under the guidance of Yuswani Pangestiningsih and Syahrial Oemry. The research was conducted in screenhouse at Research Institute for Deli Tobacco, Sampali, Medan. The research used completely randomized design (CRD) nonfactorial with seven treatments and three replications of C0 (control), C1, C2, C3 (sprayed with B. chitinosporus), C4, C5, C6 (sprayed with B. thuringiensis) respectively each 10 ml, 20 ml, 30 ml per liter of water.

The results showed that the application B. chitinosporus and B. thuringiensis significantly different to control. The effective treatment of larva

mortality are C2 (96.67%) and C3 (99.95%) was not significantly with C6 (96.67%) and the effective of intesity attacks is C3 (16.49%).

(14)

ABSTRAK

Reny Puspita Situmorang “Pengaruh B. chitinosporus dan B. thuringiensis Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

(Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli ”, dibawah bimbingan Yuswani Pangestiningsih dan Syahrial Oemry. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD), Sampali, Medan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) nonfaktorial dengan tujuh perlakuan dan tiga ulangan yaitu C0 (kontrol), C1, C2, C3 (disemprot dengan larutan B. chitinosporus), C4, C5, C6 (disemprot dengan larutan B. thuringiensis) masing-masing 10 ml, 20 ml, 30 ml/liter air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi B. chitinosporus dan B. thuringiensis berbeda nyata terhadap kontrol. Perlakua n yang efektif terhadap

mortalitas larva adalah C2 (96.67%) dan C3 (99.95%) tidak berbeda nyata terhadap C6 (96.67%) dan perlakuan yang efektif terhadap intensitas serangan adalah C3 (16.49%) dan C6 (17.73%) tidak berbeda nyata terhadap C2 (19.03%).

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tembakau merupakan komponen hasil bumi yang penting di Indonesia. Jika dilihat dari produksi hasil bumi secara keseluruhan, maka persentase tembakau tidak begitu besar. Tetapi cukup berarti mengingat kenyataan bahwa tembakau merupakan komoditi yang diekspor secara tetap dan dengan demikian merupakan sumber devisa negara (anonimous, 1988).

Tembakau Deli saat ini masih merupakan primadona tembakau cerutu, kegunaannya lebih diutamakan untuk pembungkus cerutu, bahkan daun tembakau Deli lebih dikenal sebagai pembungkus dan pembalut cerutu nomor satu di dunia, sehinggga tetap dibutuhkan oleh pabrik penghasil cerutu berkualitas tinggi. Tembakau Deli termasuk tembakau kelas elit serta mempunyai keistimewaan antara lain memiliki ciri, rasa dan aroma khas yang tidak dapat digantikan posisinya dengan tembakau jenis lain (Erwin, 2000).

Pengembangan produksi tembakau disamping ditujukan untuk memenuhi kebutuhan ekspor juga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama industri-industri rokok. Sebagian besar dari hasil perkebunan-perkebunan rakyat

ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan industri-industri rokok ini (anonimous, 1988).

(16)

Penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan pasar tersebut cukup kompleks, antara lain akibat serangan hama dan penyakit, disamping faktor fisik lingkungan seperti iklim terutama curah hujan dan faktor tanah (Erwin, 2000).

Tembakau cerutu merupakan komoditas strategis bagi indonesia. Adanya serangan hama seperti pemakan daun Helicoverpa spp., Spodoptera litura F. Dan penghisap Myzus persicae Sulz dapat menyebabkan kehilangan hasil di Deli sebesar 30-40% dan di Besuki sebesar 15-20%. Pengendalian hama secara kimia dengan penyemprotan insektisida kimia intensif menjadi pilihannya. Resistensi serangga hama terhadap bahan aktif insektisida adalah peristiwa terjadinya penurunan respon serangga terhadap bahan aktif yang semula terbukti efektif (Haryani, 2005).

Larva ulat grayak (S.litura) salah satu hama yang paling penting pada tanaman tembakau karena dapat merusak tanaman sampai rusak berat, sehingga produksi menurun dan dapat juga menggagalkan panen karena menyebabkan daun sobek, dan berlubang-lubang. Bila tidak segera diatasi maka kemungkinan produksi tanaman tembakau tidak ada lagi. Untuk mengendalikan hama tersebut petani pada umumnya mengendalikan dengan insektisida kimia yang intensif dengan frekuensi dan dosis tinggi (Samsudin, 2008).

(17)

Smith (1983) dalam Untung (1993) mendefenisikan pengendalian hama terpadu sebagai pengendalian hama yang menggunakan semua tehnik dan metode yang sesuai dalam cara-cara yang seharmonis mungkin dalam mempertahankan populasi hama di bawah tingkat yang menyebabkan kerusakan ekonomi di dalam lingkungan dari dinamika populasi spesies hama yang bersangkutan. Pengendalian hama terpadu tidak hanya terbatas sebagai teknologi pengendalian hama yang berusaha memadukan berbagai teknik pengendalian termasuk pengendalian secara kimiawi yang merupakan alternatif terakhir, tetapi mempunyai makna yang lebih mendasar lagi (Untung, 1993).

Biopestisida adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti bakteri patogen, virus dan jamur. Pestisida biologi yang saat ini banyak dipakai adalah jenis insektisida biologi (mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis fungisida biologi (mikroorganisme pengendali jamur). Insektisida biologi (Bioinsektisida) berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap hewan-hewan lainnya maupun tumbuhan. Jenis mikroba yang akan digunakan sebagai insektisida harus mempunyai sifat yang spesifik artinya harus menyerang serangga yang menjadi sasaran dan tidak pada jenis-jenis lainnya (Deptan, 2010).

Keluarga bakteri yang sudah dikenal sejak dahulu berpotensi sebagai bioinsektisida yaitu dari marga bacillus jenis Bacillus thuringiensis. Dari jenis ini

(18)

bidang pertanian juga dapat dimanfaatkan di bidang kesehatan seperti untuk pengendalian jentik nyamuk (Suwahyono, 2010).

Dalam konsep PHT, insektisida kimiawi merupakan alternatif terakhir untuk mengendalikan hama agar dapat mengurangi dampak negatif penggunaan insektisida yang kurang bijaksana oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengendalian Spodoptera litura F. pada tanaman tembakau dengan menggunakan bioinsektisida yaitu bakteri Bacillus chitinosporus dan Bacillus thuringiensis.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektifitas Bacillus chitinosporus dan Bacillus thuringiensis pada tiga tahap konsentrasi dalam mengendalikan ulat

grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) pada tanaman Tembakau Deli.

Hipotesa Penelitian

1. Pemberian Bacillus chitinosporus dengan konsentrasi 30% lebih efektif daripada konsentrasi 10 dan 20% dalam mengendalikan hama S. litura F. pada tanaman Tembakau Deli.

(19)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera utara, Medan.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Hama

Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Family : Noctuidae Genus : Spodoptera

Spesies : Spodoptera litura F.

Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae) merupakan hama yang

penting pada tanaman pangan maupun pada tanaman perkebunan, karena larva hama ini bersifat polifag. Larva hama ini sering menyebabkan kerusakan daun pada tanaman kacang-kacangan, jagung padi, bawang, slada, sawi, kapas, tembakau, dan tebu (Kalshoven, 1981).

(21)

Telur

Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun

(kadang - kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, diletakkan

berkelompok masing-masing 25−500 butir. Telur diletakkan pada bagian daun

atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang.

Bentuk telur bervariasi, kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal

dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan

(Marwoto dan Suharsono, 2008).

Gambar 1 : telur Spodoptera litura

Sumber : http:Spodoptera litura.ac.id

Larva

Larva yang baru keluar dari kelompok telur pada mulanya bergerombol sampai instar ketiga. Larva berwarna hijau kelabu hitam. Larva terdiri 5-6 instar (Balai Penelitian Tembakau Deli, 2004).

Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4

hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari (Cardona, et all, 2007).

Larva mempunyai warna yang bervariasi, memiliki kalung (bulan sabit)

(22)

dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian

sisi coklat tua atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok. Beberapa hari

setelah makan, larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari

mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang

lembab dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada intensitas cahaya

matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara

bergerombol dalam jumlah besar (Marwoto dan Suharsono, 2008).

Gambar 2 : larva Spodoptera litura

Sumber : http:/larva gambar larva Spodoptera litura.ac.id

Pupa

Pupa berada di dalam tanah atau pasir. Pupa berbentuk oval memanjang dan berwarna cokelat mengkilat. Tubuh pupa memiliki panjang dan lebar antara

22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm. Lama stadia pupa 9-14 hari (Cardona, et all, 2007) .

(23)

Gambar 3 : pupa Spodoptera litura

Sumber : http://www.pupa gambar pupa Spodoptera litura.ac.id Imago

Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap

belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam. Kemampuan terbang ngengat

pada malam hari mencapai 5 km (Marwoto dan Suharsono, 2008).

Ngengat aktif pada malam hari dan serangga betina bila meletakkan telur dalam bentuk paket dan satu paket bisa mencapai 200-300 butir. Seekor betina bisa meletakkan telur mencapai 800-1000 butir. Dan lama masa hidup imago 5-9 hari. Lama siklus dari hama ini adalah 24 - 41 hari (Subandrijo, dkk, 1992).

Gambar 4 : imago Spodoptera litura

(24)

Gejala serangan

Kebanyakan larvae kupu-kupu dan ngengat makan tumbuh-tumbuhan tetapi jenis yang berbeda makan dengan cara-cara yang berbeda. Larvae yang lebih besar biasanya makan di pinggiran daun dan makan semuanya kecuali rangka-rangka daun yang lebih besar, larvae yang kecil makan daging daun (yang menyebabkan daun tinggal rangkanya) atau membuat lubang-lubang yang kecil di dalam daun (Borror, et all, 1992).

Kerusakan daun yang diakibatkan larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Larva instar lanjut merusak tulang daun. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya tanaman (Gambar 5) (Sudarmo, 1992).

Gambar 5. Gejala serangan S. litura

Sumber: Diakses pada 22 Februari 2012

Serangan yang ditimbulkan akan kelihatan daun transparan karena daging daun habis dimakan. Pada instar ke-4 dan ke-5 larva menyebar ketanaman

(25)

Bioinsektisida

Bioinsektisida adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti bakteri patogen, virus dan jamur. Pestisida biologi yang saat ini banyak dipakai adalah jenis insektisida biologi (mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis fungisida biologi (mikroorganisme pengendali jamur). Jenis-jenis lain seperti bakterisida, nematisida dan herbisida biologi telah banyak diteliti, tetapi belum banyak dipakai (Deptan, 2010).

Bioinsektisida yang digunakan berbahan aktif Bacillus thuringiensis dan Bacillus chitinosporus. Bioinsektisida ini dapat digunakan sebagai salah satu

komponen dalam pengendalian secara terpadu karena efektif terhadap hama

sasaran dan relatif aman terhadap parasitoid dan predator (Nurdin dan Kiman, 1993).

Bacillus chitinosporus

Menurut Weber (1973) taksonomi bakteri Bacillus chitinosporus yaitu: Kingdom : Eubacteria

(26)

Gambar 6. Bacillus chitinosporous Sumber :.co.id

Bacillus chitinosporus merupakan salah satu bakteri yang memproduksi

metabolit enzim kitinase yang mampu menghancurkan, mengurai dan mencerna zat kitin yang terdapat pada sel telur nematoda, kulit serangga, larva dan pupa serangga. Hal ini juga yang diduga mampu mengendalikan jamur dari golongan basidiomycetes (Sudharto, dkk, 2001).

CM (Crops Mikrobia) mengandung bakteri gram positif yang dapat hidup di permukaan akar yang mempunyai strain spesifik yang jelas dan terkendali. Bakteri itu yaitu : Bacillus chitinosporous, yang memproduksi metabolit enzim chitinase yang mampu menghancurkan, mengurai dan mencerna zat kitin yang terdapat pada sel telur nematoda, kulit serangga, larva dan pupa serangga. Bacillus subtilis dan Bacillus pumulus yang memproduksi metabolit yang

menghambat fungi (cendawan) Bacillus lateroporous yang memproduksi metabolit spesifik (auksin dan gibrelin) yang mampu menstimulir benih, akar, batang, bunga dan buah (Deptan, 2010).

Pemberian inokulum secara sengaja, besarnya persentase serangga yang

terkena pengaruhnya meningkat bersama dengan meningkatnya dosis. Dimana

semakin besar dosis yang diberikan maka akan semakin cepat larva mati

(27)

Bakteri berkembang biak dengan kecepatan yang luar biasa. Di bawah kondisi yang menguntungkan bakteri membelah setiap 20 menit, satu bakteri menjadi dua, dua menjadi empat, dan seterusnya. Dengan kecepatan yang demikian satu bakteri akan menghasilkan satu juta bakteri dalam 10 jam. Tetapi karena keterbatasan ketersediaan makanan, akumulasi buangan metabolik dan faktor pembatas lainnya, maka laju produksi akan menurun dan akhirnya berhenti (Agrios, 1996).

Bacillus thuringiensis

Menurut Kalshoven (1981), Bacillus thuringiensis diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Eubacteria Phylum : Firmicutes Class : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Family : Bacillaceae Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus thuringiensis

Gambar 7 : Bacillus thuringiensis

(28)

B. thuringiensis merupakan bakteri gram-positif berbentuk batang. Jika

nutrien di mana dia hidup sangat kaya, maka bakteri ini hanya tumbuh pada fase vegetatif, namun bila suplai makanannya menurun maka akan membentuk spora dorman yang mengandung satu atau lebih jenis Kristal protein. Kristal ini mengandung protein yang disebut δ-endotoksin, yang bersifat lethal jika dimakan oleh serangga yang peka (Bahagiawati, 2002).

Bacillus thuringiensis merupakan spesies bakteri dari genus Bacillus yang

sudah banyak dikembangkan sebagai insektisida. Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan patogen (penyebab penyakit) bagi berbagai jenis serangga yang sangat spesifik. Bacillus thuringiensis merupakan insektisida racun perut. Saat sporulasi, bakteri menghasilkan kristal protein yang mengandung senyawa insektisida α

-endotoksin yang bekerja merusak sistem pencernaan serangga. Serangga akan berhenti makan dan mati dalam 1 – 4 hari (Djojosumarto, 2008).

Umumnya, bio-insektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis merupakan racun perut yang menyerang saluran pencernaan serangga yang terinfeksi. Dalam saluran pencernaan, toksin bakteri yang mengalami penguraian (hidrolisis). Fraksi-fraksi toksin tersebut akan dibebaskan dari kristal dan meracuni sel-sel epitel saluran makanan (Soenandar, dkk, 2010).

B. thuringiensis adalah bakteri yang menghasilkan kristal protein yang

bersifat membunuh serangga (insektisidal) sewaktu mengalami proses sporulasinya (Hofte dan Whiteley, 1989).

(29)

toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di midgut serangga. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa toksin Bacillus thuringiensis ini menyebabkan terbentuknya pori-pori (lubang yang sangat kecil) di sel membrane di saluran pencernaan dan mengganggu keseimbangan osmotik dari sel-sel tersebut. Karena keseimbangan osmotik terganggu, sel menjadi bengkak dan pecah dan menyebabkan matinya serangga (Hofte and Whiteley, 1989).

Kristal – kristal parasporal yang dicerna hanya meracuni larva Lepidoptera dimana pH ususnya tinggi. Serangga – serangga yang diracuni oleh kristal – kristal beracun dengan segera menjadi lumpuh, menunjukan adanya perubahan patologis dalam jaringan – jaringannya, dan kemungkinan akan mati sebelum pertumbuhan yang sesungguhanya atau infeksi oleh B. Thuringiensis terjadi. Serangga - serangga menunjukan tanda – tanda keracunan (misalnya berhenti makan) dan rusaknya epitelium midgut (perut bagian tengah) yang memungkinkan masuknya bakteri ke dalam darah dan berakibat suatu septicemia yang mematikan dengan atau tanpa terjadinya pertumbuhan bakteri sebelumnya di dalam perut (Messenger and Huffaker, 1989).

(30)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kasa Balai Penelitian Tembakau

Deli (BPTD) Sampali, dengan ketinggian tempat

±

25

m dpl. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Februari 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman tembakau varietas F1-45, Bacillus chitinosporus, Bacillus thuringiensis, kompos, tanah, air, pasir, pupuk campuran (Urea, SP-36, KCL, KNO3).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, meteran, polibag, plang nama, label nama, alat tulis, gembor, gelas ukur, selang air, handsprayer, dan pacak.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yaitu :

C : Kontrol

(31)

C5 : Bacillus thuringiensis dengan konsentrasi 20% C6 : Bacillus thuringiensis dengan konsentrasi 30% Banyak ulangan yang akan dilakukan adalah :

(t-1) (r-1)

15

Jumlah tanaman/plot : 5 tanaman Jumlah seluruh tanaman : 105 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yij = µ + αi +τij

Keterangan :

Yij : Respon / nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ : Nilai tengah umum

αi : Nilai pengamatan pengaruh perlakuan ke – i

τi : Efek error pengaruh perlakuan pada taraf ke–i dan pada ulangan ke-j

(32)

Pelaksanaan Penelitian

1. Persemaian

Persemaian dilakukan di bedengan dengan ukuran 1 x 6 m membujur dari arah utara ke selatan, tinggi bedengan 40 cm. Naungan pembibitan dibuat dari arah timur ke barat dengan tinggi tiang sebelah timur 100 cm dan sebelah barat 80 cm.

Sebelum benih ditaburkan, terlebih dahulu tanah diolah hingga gembur kemudian dibiarkan selama 1 minggu. benih yang akan ditabur terlebih dahulu direndam dengan air selama ± 72-98 jam sampai benih pecah. Media persemaian di pupuk dengan pupuk campuran 1 hari sebelum penaburan benih. Penyiraman bibit dilakukan sebanyak 4 kali sehari sebanyak 10 liter.

2. Persiapan lahan

Pada waktu persemaian dilaksanakan, areal pertanaman diolah menggunakan cangkul hingga gembur kemudian tanah dibersihkan dari kotoran dan sisa-sisa gulma. Setelah tanah gembur dan bersih, lalu diratakan dan dibuat plot-plot percobaan.

3. Penanaman

(33)

4. Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Penyisipan dilakukan apabila terdapat tanaman yang mengalami kegagalan pertumbuhan (layu atau mati) selambat-lambatnya satu minggu setelah masa tanam. Penyisipan dilakukan pada sore hari yang diambil dari tanaman yang sebelumnya telah dipersiapkan untuk tanaman sisipan.

Penyiangan gulma dilakukan dengan cara dicabut langsung sebanyak satu kali satu minggu atau tergangtung pada keadaan gulma di lapangan. Pemupukan dilakukan 15 hari setelah tanam dengan pupuk campuran sebanyak 10 gram/tanaman.

5. Penyediaan Serangga Uji

Serangga uji direaring terlebih dahulu. Cara merearingnya sebagai berikut, Disiapkan tanaman tembakau yang telah ditanam didalam polibag. Telur diambil dari lapangan, diletakkan telur tersebut diatas permukaan daun tembakau. Ditutup tanaman tembakau dengan sungkup. Biarkan kira-kira 2-4 hari sampai telur menetas kemudian biarkan ulat selama 5-6 hari untuk mendapatkan instar 2.

6. Penyediaan Larutan Bacillus chitinosporus dan Bacillus thurngiensis

Larutan Bacillus chitinosporus

(34)

Gambar 8. Bacillus chitinosporus

Larutan Bacillus thuringiensis

Bacillus thuringiensis di dapatkan dari produk biologi. Disiapkan 10, 20,

30 ml bakteri Bacillus thuringiensis dan kemudian ditambahkan 1 liter air lalu dibiarkan kira-kira 20 menit. Larutan kemudian siap untuk diaplikasikan.

Gambar 9. Bacillus thuringiensis 7. Aplikasi Insektisida

(35)

Kemudian larva disebarkan diatas permukaan daun tembakau sebanyak 4 ekor/tanaman. Diamati setiap perlakuan, setiap hari selama satu minggu.

Peubah Amatan

a. Persentase Mortalitas Spodoptera litura

Pengamatan dilakukan satu hari setelah aplikasi, persentase mortalitas larva S. litura dihitung dengan rumus:

P = a X 100 % a + b

keterangan:

P = Persentase mortalitas Spodoptera litura a = jumlah larva Spodoptera litura mati b = jumlah larva Spodoptera litura sehat

(Fagoone dan Lauge, 1981 dalam Ginting, 1996)

b. Intensitas serangan

Pengamatan dilakukan satu hari setelah aplikasi, nilai kategori serangan adalah sebagai berikut :

(36)

9 : terdapat kerusakan lebih dari 80% Is = ∑ (n x v)

N x Z

X 100 %

Dimana :

Is = intensitas serangan

n = jumlah daun yang rusak tiap kategori serangan

v = nilai skala tiap serangan larva pada daun yang diamati N = jumlah daun tanaman yang diamati

Z = nilai skala tertinggi kategori serangan

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase Mortalitas Larva Spodoptera litura F.

Hasil pengamatan persentase mortalitas Spodoptera litura F. mulai pengamatan I, II, III, IV, V, VI dan VII dapat dilihat pada lampiran 2-8 (Hal. 35-48).

Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pada taraf 1 % menunjukkan bahwa persentase mortalitas larva Spodoptera litura F. Pada pengamatan I-VII setelah aplikasi menunjukkan perbedaan sangat nyata terhadap kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan bioinsektisida berbahan aktif

B. chitinosporus dan B. thuringiensis mampu mengendalikan perkembangan

Spodoptera litura F.

Rataan persentase mortalitas Spodoptera litura mulai dari pengamatan I-VII dapat dilihat pada tabel 1 dan diagram batang.

Tabel 1. Persentase Pengaruh B. chitinosporus dan B. thuringiensis Terhadap Mortalitas Larva Spodoptera litura F. ( % )

Perlakuan

Rerataan persentase mortalitas S. litura pada hari setelah aplikasi (hsa) Ket : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama

(38)

Pada pengamatan I-VII didapat hasil persentase mortalitas larva S. litura

dari semua perlakuan berbeda sangat nyata dengan kontrol. Hal ini sesuai dengan

Nurdin dan Kiman (1993) yang menyatakan bahwa bioinsektisida yang digunakan berbahan aktif Bacillus thuringiensis dan Bacillus chitinosporus dapat digunakan sebagai salah satu komponen dalam pengendalian secara terpadu karena efektif terhadap hama sasaran dan relatif aman terhadap parasitoid dan predator.

Pada pengamatan I di dapat hasil persentase mortalitas larva pada semua perlakuan menunjukan tingkat kematian 3-18% dan pada pengamatan IV mencapai 40-70% hal ini disebabkan karena bakteri dapat berkembangbiak dengan cepat sejak bakteri termakan atau menempel pada tubuh serangga. Hal ini sesuai dengan Djojosumarto (2008) yang menyatakan Bacillus thuringiensis merupakan insektisida racun perut, saat sporulasi bakteri menghasilkan kristal protein yang mengandung senyawa insektisida α-endotoksin yang bekerja

merusak sistem pencernaan serangga. Serangga akan berhenti makan dan mati dalam 1 – 4 hari.

Pada pengamatan I-VII pengaruh B. chitinosporus dan B. thuringiensis

terhadap persentase mortalitas larva S. litura F. dari semua perlakuan,

menunjukan perlakuan yang paling efektif yaitu C2 dan C3 (diaplikasi dengan

B. chitinosporus 20 dan 30 ml/liter air) dan tidak berbeda nyata dengan C6

(diaplikasi dengan B. thuringiensis 30 ml/liter air) hal ini disebabkan karena Bacillus chitinosporus menghasilkan senyawa berupa enzim kitinase yang mampu

menghancurkan zat kitin pada larva sehingga menekan pertumbuhan larva S. litura. Hal ini sesuai dengan Sudharto dkk. (2011) yang menyatakan

(39)

enzim chitinase yang mampu menghancurkan, mengurai dan mencerna zat kitin yang terdapat pada sel telur nematoda, kulit serangga, larva dan pupa serangga.

B. thuringiensis merupakan racun perut, jika Larva S. Litura yang peka

memakan daun yang telah disemprot dengan B. thuringiensis maka larva akan kehilangan mobilitas, tubuhnya menjadi lunak dan berhenti makan. Hal ini sesuai dengan Suwahyono (2010) yang menyatakan kristal protein yang termakan oleh serangga akan larut dalam lingkungan basa pada usus serangga. Pada serangga target, protein tersebut akan teraktifkan oleh enzim pencerna protein serangga. Penempelan tersebut mengakibatkan terbentuknya pori atau lubang pada sel sehingga sel mengalami lysis. Pada akhirnya serangga akan mengalami gangguan pencernaan dan mati.

Gambar 10: Diagram Batang Persentase Pengaruh B. chitinosporus dan B. thuringiensis Terhadap Mortalitas Larva S. litura F.( % )

Dari diagram batang di atas dapat diketahui bahwa persentase mortalitas

pada semua perlakuan persentase mortalitasnya meningkat dari I-VII hari setelah

aplikasi (hsa) berbeda sangat nyata dengan kontrol.

0,00

Rerataan mortalitas larva S. litura pada hari setelah aplikasi

(40)

2. Intensitas Serangan Larva Spodoptera litura F.

Hasil pengamatan intensitas serangan Spodoptera litura F. mulai pengamatan I, II, III, IV, V, VI dan VII dapat dilihat pada lampiran 9-15 (Hal. 49-62)

Hasil analisis sidik ragam dan uji jarak Duncan pada taraf 1 % menunjukkan bahwa intensitas serangan larva S. litura F. pengamatan I-VII setelah aplikasi (hsa) pada semua perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata terhadap kontrol.

Rataan intensitas serangan Spodoptera litura mulai dari pengamatan I-VII dapat dilihat pada tabel 2 dan diagram batang.

Tabel 2. Persentase Pengaruh B. chitinosporus dan B. thuringiensis Terhadap Intensitas Serangan Larva Spodoptera litura F. ( % )

PERLAKUAN

Rerataan intensitas serangan S. Litura pada hari setelah

aplikasi (Hsa) menunjukkan data berbeda nyata pada taraf 1 % uji jarak Duncan

(41)

berbentuk batang. Jika nutrien di mana dia hidup sangat kaya, maka bakteri ini hanya tumbuh pada fase vegetatif, namun bila suplai makanannya menurun maka akan membentuk spora dorman yang mengandung satu atau lebih jenis Kristal protein. Kristal ini mengandung protein yang disebut δ-endotoksin, yang bersifat lethal jika dimakan oleh serangga yang peka.

Pada pengamatan I-VII dari semua perlakuan, perlakuan yang paling efektif yaitu C2 dan C3 (diaplikasi dengan B. chitinosporus 20 dan 30 ml/liter air) tidak berbeda nyata dengan C6 (diaplikasi dengan B. thuringiensis 30 ml/liter air) hal ini disebabkan karena B. chitinosporus mampu mengurai zat kitin serangga sehingga mengurangi daya makan dan serangga mati. Sesuai dengan penyataan Deptan (2010) bahwa crops mikrobia (CM) mengandung bakteri gram positif yang dapat hidup di permukaan akar yang mempunyai strain spesifik yang jelas dan terkendali. Bakteri itu yaitu : Bacillus chitinosporous, yang memproduksi metabolit enzim chitinase yang mampu menghancurkan, mengurai dan mencerna zat kitin yang terdapat pada sel telur nematoda, kulit serangga, larva dan pupa serangga.

(42)

Rataan persentase pengaruh B. chitinosporus dan B. thuringiensis terhadap intensitas serangan larva S. litura F. (%) pada setiap pengamatan dapat dilihat pada diagram berikut ini.

Gambar 11: Diagram Batang Pengaruh B. chitinosporus dan B. thuringiensis Terhadap Intensitas Serangan Larva S. litura F.

Dari diagram batang di atas dapat diketahui bahwa intensitas serangan

larva S. litura F. pada semua perlakuan berbeda sangat nyata dengan kontrol. Hal

ini disebabkan karena pada setiap perlakuan mampu menghambat perkembangan

hama sehingga mampu menekan intensitas serangan hama tersebut.

0,00

Rerataan intensitas serangan S. Litura pada hari setelah aplikasi

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. B. chitinosporus dan B. thuringiensis efektif dalam mengendalikan larva Spodoptera litura F.

2. Persentase pengaruh B. chitinosporus dan B. thuringiensis pada pengamatan I-VII hari setelah aplikasi (hsa) terhadap mortalitas larva yang efektif yaitu pada perlakuan C2 (96.67%) dan C3 (99.95%) tidak berbeda nyata dengan C6 (96.67%).

3. Persentase pengaruh B. chitinosporus dan B. thuringiensis pada pengamatan I-VII hari setelah aplikasi (hsa) terhadap intensitas serangan larva yang efektif yaitu pada perlakuan C3 (16.49%)

Saran

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N.1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi Ketiga. Penerjemah Busnia, M. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 467-468p.

Anonimous. 1988. Tembakau. Bank Bumi Daya, Jakarta. Hal. 9-12

Bahagiawati. 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Buletin AgroBio 5(1).21-28

Balai Penelitian Tembakau Deli. 2004. Strategi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Tembakau. BPTD PTP Nusantara II. Medan.

Bangun, M.K. 1994. Perancangan Percobaan Untuk Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Borror, D.J., Charles, A.T., Norman, F.J., 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal. 729-816

Cardona, E. V., C. S. Ligat., dan M. P. Subang. 2007. Life History Of Common Cutworm, Spodoptera Litura Fabricius (Noctuidae ; Lepidoptera) In Benguet. Progress Report. BSU Research In- House Review

Departemen Pertanian (Deptan). 2010. Pengendalian Ulat Grayak. Diunduh dari

Djojosumarto, P., 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT Agromedia Pustaka, Jakarta. Hal.76

Erwin. 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II (Persero), Tanjung Morawa, Medan. Hal. 52-56

Ginting, R., 1996. Efikasi Ekstrak Mindi dan Mimba Terhadap setothosea asigna Van Eeke (Lepidoptera: Limacodidae) Pada Kelapa Sawit (Elais quinensis) di Rumah Kasa.

Haryani. 2005. Resistensi Hama Tembakau Cerutu. Available at :

(45)

Hofte, H. and H.R. Whiteley. 1989. Insecticidal crystal proteins of Bacillus thuringiensis. Microbiol. Rev. 53:42-255

Kalshoven, L. G. E., 1981.The Pest of Crops in Indonesia. Revised and Tranlated By P.A. Van der laan. P.T. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.

Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat Grayak (spodoptera litura) Pada Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Jurnal Litbang Pertanian 27(4) 2008. Diunduh dari

Messenger P.S. and Huffaker C.B. 1989. Teori dan Praktek Pengendalian Biologis. Penerjemah Suprapto Mangundiharjo Kasumbogo Untung. Universitas Indonesia.

Nurdin F. J. Ghani dan Z. B. Kiman, 1993. Pengaruh Beberapa Konsentrasi Insektisida Biologi Thuridice HP Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura) Pada Tanaman Kedelai. Prosiding Simposium Patologi Serangga I. Yogyakarta.

Prayogo, Y.W.Tengkano, dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae Pada Kedelai. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Jurnal Litbang Pertanian 24(1) 2005. Diunduh dari http://www.Deptan.go.id/publikasi.pdf (18 desember 2010).

Samsudin. 2008. Virus Patogen Serangga:Bio-Insektisida Ramah Lingkungan.

Diunduh dari

For Famers Rubrik (20 desember 2010).

Soenandar, M., Muanis, N. A., Ari, R., 2010. Petunjuk Praktis Membuat Pestisida Organik. PT. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Subandrijo, S. H., Istdijoso., dan Suwarso. 1992. Pengendalian Serangga Hama Tembakau Besuki Oogst. Badan Penelitian dan Pengembangan Tembakau dan Tanaman Serat. Malang.

Sudarmo, S. 1992. Tembakau. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sudharto, Agus S, Rolletha Y.P, dan Bambang. 2011. Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Hal 15-17.

Suwahyono, U. 2010. Biopestisida. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 43

Untung, K. 1993. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Gadjah Mada University. Yogyakarta.

(46)

University Press, Yogyakarta. Hal. 25-26

(47)

Lampiran 1 Jumlah tanaman/plot : 5 tanaman Jumlah seluruh tanaman : 105 tanaman

(48)

Keterangan : C0 : Kontrol

(49)

Lampiran 2. Data Pengamatan ke-1 Persentase Mortalitas Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(50)

Uji Jarak Duncan

SY 1,38 0,44 3,77 7,15 8,52 11,45 12,59 16,29

P 2 3 4 5 6 7,00 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51 LSR 0.01 5,98 6,98 7,61 8,08 8,44 8,75 9,01

Perlakuan C0 C4 C1 C5 C2 C6 C3

Rataan 6,42 10,75 14,76 16,60 19,89 21,34 25,31 A B

(51)

Lampiran 3. Data Pengamatan ke-2 Persentase Mortalitas Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(52)

Uji Jarak Duncan

SY 0,99 2,16 11,63 15,91 17,03 25,06 25,91 30,84

P 2 3 4 5 6 7,00 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51

LSR 0.01 4,26 4,97 5,42 5,76 6,01 6,23 6,42

Perlakuan C0 C4 C1 C5 C2 C6 C3

Rataan 6,42 16,60 21,34 22,79 31,07 32,14 37,26 A

B C

(53)

Lampiran 4. Data Pengamatan ke-3 Persentase Mortalitas Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(54)

Uji Jarak Duncan

SY 0,76 3,16 25,05 29,06 30,84 35,59 36,39 41,04

P 2 3 4 5 6 7,00 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51 LSR 0.01 3,26 3,81 4,15 4,41 4,61 4,77 4,92

Perlakuan C0 C4 C1 C5 C2 C6 C3

Rataan 6,42 28,86 33,21 35,25 40,20 41,16 45,96 A B

C D

(55)

Lampiran 5. Data Pengamatan ke-4 Persentase Mortalitas Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(56)

Uji Jarak Duncan

SY 0,82 2,87 37,02 41,43 42,11 46,74 49,55 55,79

P 2 3 4 5 6 7,00 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51

LSR 0.01 3,55 4,15 4,52 4,80 5,02 5,20 5,35

Perlakuan C0 C4 C1 C5 C2 C6 C3

Rataan 6,42 41,16 45,96 46,91 51,76 54,75 61,14 A B

C D

(57)

Lampiran 6. Data Pengamatan ke-5 Persentase Mortalitas Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(58)

Uji Jarak Duncan

SY 1,30 2,99 44,26 45,62 49,22 52,17 52,96 56,26

P 2 3 4 5 6 7,00 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51 LSR 0.01 5,60 6,53 7,13 7,57 7,90 8,19 8,44

Perlakuan C0 C4 C1 C5 C2 C6 C3

Rataan 8,59 50,79 52,74 56,79 60,07 61,14 64,69 A B

(59)

Lampiran 7. Data Pengamatan ke-6 Persentase Mortalitas Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(60)

Uji Jarak Duncan

SY 2,19 7,13 47,96 49,09 50,75 55,49 59,56 67,12

P 2 3 4 5 6 7,00 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51 LSR 0.01 9,47 11,04 12,05 12,80 13,37 13,85 14,26

Perlakuan C0 C4 C1 C5 C2 C6 C3

Rataan 16,60 59,00 61,14 63,55 68,86 73,40 81,39 A B

(61)

Lampiran 8. Data Pengamatan ke-7 Persentase Mortalitas Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(62)

Uji Jarak Duncan

SY 2,28 11,49 57,17 57,57 60,09 67,48 66,98 75,16

P 2 3 4 5 6 7,00 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51 LSR 0.01 9,85 11,49 12,54 13,32 13,91 14,41 14,84

Perlakuan C0 C4 C1 C5 C2 C6 C3

Rataan 21,34 68,66 70,11 73,40 81,39 81,39 88,72 A

C

(63)

Lampiran 9. Data Pengamatan ke-1 Intensitas Serangan Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(64)

Uji Jarak Duncan

SY 0,34 13,76 14,89 16,24 17,41 18,07 18,73 21,81

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51 LSR 0.01 1,45 1,69 1,85 1,96 2,05 2,12 2,18

Perlakuan C3 C6 C2 C5 C1 C4 C0

Rataan 15,21 16,58 18,09 19,37 20,12 20,85 23,99 A

B C

(65)

Lampiran 10. Data Pengamatan ke-2 Intensitas Serangan Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(66)

Uji Jarak Duncan

SY 0,51 14,78 16,05 17,31 19,13 19,74 20,92 26,48

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51

LSR 0.01 2,21 2,57 2,81 2,98 3,11 3,23 3,32

Perlakuan C3 C6 C2 C5 C1 C4 C0

Rataan 16,98 18,62 20,12 22,11 22,86 24,14 29,81 A

B

(67)
(68)

Uji Jarak Duncan

SY 0,36 17,07 19,50 20,02 22,09 22,21 23,23 34,47

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51 LSR 0.01 1,55 1,81 1,98 2,10 2,19 2,27 2,34

Perlakuan C3 C6 C2 C5 C1 C4 C0

Rataan 18,62 21,31 22,00 24,19 24,40 25,50 36,81 A

B

(69)

Lampiran 12. Data Pengamatan ke-4 Intensitas Serangan Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(70)

Uji Jarak Duncan

SY 0,18 20,39 23,11 23,34 24,52 24,61 25,51 39,44

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51

LSR 0.01 0,77 0,90 0,98 1,04 1,09 1,13 1,16

Perlakuan C3 C2 C6 C1 C5 C4 C0

Rataan 21,17 24,01 24,33 25,57 25,70 26,64 40,60 A

B

(71)

Lampiran 13. Data Pengamatan ke-5 Intensitas Serangan Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(72)

Uji Jarak Duncan

SY 0,29 21,65 22,61 23,51 24,29 24,58 26,66 45,64

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51 LSR 0.01 1,24 1,45 1,58 1,68 1,75 1,81 1,87

Perlakuan C3 C6 C2 C5 C1 C4 C0

Rataan 22,89 24,06 25,09 25,96 26,33 28,47 47,51 A

B

(73)

Lampiran 14. Data Pengamatan ke-6 Intensitas Serangan Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(74)

Uji Jarak Duncan

SY 0,22 23,00 23,68 24,64 25,76 26,42 28,13 53,99

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51 LSR 0.01 0,96 1,11 1,22 1,29 1,35 1,40 1,44

Perlakuan C3 C6 C2 C5 C1 C4 C0

Rataan 23,96 24,79 25,86 27,05 27,77 29,53 55,43 A

B

C D

(75)

Lampiran 15. Data Pengamatan ke-7 Intensitas Serangan Larva S. litura F. (%)

Transformasi data Arc Sin √X

(76)

Uji Jarak Duncan

SY 0,24 22,94 23,71 24,56 26,17 26,33 28,31 63,00

P 2 3 4 5 6 7,00 8

SSR 0.01 4,32 5,04 5,50 5,84 6,10 6,32 6,51 LSR 0.01 1,02 1,19 1,30 1,38 1,44 1,49 1,54

Perlakuan C3 C6 C2 C5 C1 C4 C0

Rataan 23,96 24,90 25,86 27,55 27,77 29,81 64,54 A

B

C D

(77)

Gambar

Gambar 1 : telur  Spodoptera litura
Gambar 2 : larva Spodoptera lituraSumber : http:/larva gambar larva  Spodoptera litura.ac.id
Gambar 4 : imago Spodoptera lituraSumber : http://www.imago gambar imago  Spodoptera litura.ac.id
Gambar 5. Gejala serangan  S. litura
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Potensi Jamur

Judul : Potensi Jamur Entomopatogen Untuk Mengendalikan Hama Ulat Grayak ( Spodoptera Litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Di Rumah Kasa.. Nama :

IRNA MASYITAH “Potensi Jamur Entomopatogen Untuk Mengendalikan Hama Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau di Rumah Kasa” di bawah

Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk menggali potensi jamur entomopatogen (L. bassiana) dalam mengendalikan hama ulat grayak (S. litura) pada tanaman tembakau di rumah kasa,

itu, spora tumbuh dengan ukuran yang lebih panjang karena akan berfungsi. sebagai

Patogenisitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana Balsamo (Deuteromycetes: moniliales) Pada Larva Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae).. W.,

(suspensi 30 ekor larva yang terinfeksi virus terhadap instar 2) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, dan pada perlakuan ini stadia larva yang

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on