• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Jamur Entomopatogen untuk Mengendalikan Hama Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) pada Tanaman Tembakau di Rumah Kasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Jamur Entomopatogen untuk Mengendalikan Hama Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) pada Tanaman Tembakau di Rumah Kasa"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Hama Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae)

Spodoptera litura merupakan serangga hama yang terdapat di banyak

negara seperti Indonesia, India, Jepang, Cina, dan negara-negara lain di Asia

Tenggara (Sintim et al., 2009). Ulat grayak (S. litura) bersifat polifag atau

mempunyai kisaran inang yang luas sehingga berpotensi menjadi hama pada

berbagai jenis tanaman pangan, sayuran, buah dan perkebunan

(Marwoto dan Suharsono, 2008).

Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar daun melekat pada daun

(kadang tersusun 2 lapis), warna cokelat kekuning-kuningan, berkelompok

(masing-masing berisi 25-500 butir) tertutup bulu seperti beludru (Gambar 1)

(Tenrirawe dan Talanca, 2008). Stadia telur berlangsung selama 3 hari

(Rahayu et al., 2009).

Gambar 1. Telur Spodoptera litura .

Setelah 3 hari, telur menetas menjadi larva. Larva yang keluar dari telur

berkelompok dipermukaan daun. Setelah beberapa hari, ulat mulai hidup

(2)

(Balitbang, 2006). Perpindahan larva instar-1 dan instar-2 dibantu tiupan angin

dan benang pintal untuk berayun (Noch et al, 1983). Masa stadia larva

berlangsung selama 15-30 hari (Gambar 2) (Rahayu et al., 2009).

Ulat mempunyai warna yang bervariasi, tetapi ada ciri utama, yaitu

adanya garis menyerupai kalung berwarna hitam yang melingkar pada ruas

ketiga.Warna pupa coklat kemerahan dengan panjang 12,5-17,5 mm

(Sheparetal,2007).

Gambar 2. Larva Spodoptera litura.

S. litura berkepompong (pupa) berwarna coklat kemerahan dengan

panjang sekitar 1,6 cm dengan membentuk kokon dari butiran-butiran tanah yang

disatukan (Gambar 3). Lama stadia pupa menjadi imago antara 8 hari sampai 11

hari (Ardiansyah, 2007).

(3)

Pada stadia imago sayap depan berwarna coklat atau keperakan, sayap

belakang S. Litura berwarna keputihan dengan noda hitam (Gambar 4). Panjang

kupu betina 14 mm sedangkan jantan 17 mm. Umur ngengat pendek, bertelur

dalam 2-6 hari. Baru beberapa hari kemudian mereka tersebar mencari

makanan (Shepard et al, 2007). Siklus hidup S. litura berkisar antara 30-60 hari

(Ardiansyah, 2007).

Sumber: Natasha,2013. Gambar 4. Ngengat Spodoptera litura

Gejala Serangan Spodoptera litura F.

S. litura merusak tanaman tembakau dengan cara membuat lubang pada

daun tembakau, sehingga mutu daun menjadi berkurang (Gambar 5). Ulat instar 4

memakan seluruh bagian daun dan menyisakan tulang daunnya (Park et al., 2013).

Serangga dewasa dari spesies ini meletakkan telurnya secara berkelompok pada

permukaan bawah daun. Penyerangan ulat grayak terjadi pada malam hari,

sedangkan pada siang hari ulat tersebut bersembunyi di dalam tanah yang lembab

(Surtikanti dan Yasin, 2009).

Ulat grayak aktif makan pada malam hari, meninggalkan epidermis atas

(4)

(Balitbang, 2006). Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara

serentak berkelompok, dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis

daun, transparan dan tinggal tulang–tulang daun saja. Biasanya larva berada di

permukaan bawah daun umumnya terjadi pada musim kemarau

(Tanrirawe dan Talanca, 2008).

Selain pada daun, ulat dewasa makan polong muda dan tulang daun muda,

sedangkan pada daun yang tua, tulang-tulangnya akan tersisa. Selain menyerang

kedelai, ulat grayak juga menyerang jagung, kentang, tembakau, kacang hijau,

bayam dan kubis (Balitbang, 2006).

Gambar 5. Gejala serangan Spodoptera litura

Pengendalian Spodoptera litura F.

Pengendalian ulat grayak pada tingkat petani kebanyakan masih

menggunakan insektisida kimia. Pengendalian hama dengan insektisida kimia

telah menimbulkan banyak masalah lingkungan, terutama rendahnya kepekaan

serangga terhadap insektisida kimia, munculnya hama sekunder yang lebih

berbahaya tercemarnya tanah dan air, dan bahaya keracunan pada manusia yang

melakukan kontak langsung dengan insektisida kimia. Jenis-jenis insektisida

yang biasa digunakan oleh petani adalah Basudin 60 EC, Dursban 20 EC, Nogos

(5)

terhadap lingkungan, yakni dapat menimbulkan resistensi, resurjensi, serta

mematikan musuh-musuh alami, dan pencemaran lingkungan (Budi et al., 2013).

Bila tidak segera diatasi maka daun atau buah tanaman di areal pertanian akan

habis (Hasnah et al., 2012).

Pengendalian hayati seperti pemanfaatan parasitoid, virus, predator dan

jamur patogen mempunyai harapan besar dimasa mendatang untuk menggantikan

insektisida karena tidak mempunyai dampak negatif terhadap kelestarian

lingkungan. Jamur patogen merupakan salah satu komponen pengendalian yang

dapat memberi peluang yang cukup baik (Surtikanti dan Yasin, 2009).

Beberapa kelebihan pemanfaatan jamur entomopatogen dalam

pengendalian hama adalah mempunyai kapasitas produksi yang tinggi, siklus

hidupnya pendek, dapat membentuk spora yang tahan lama di alam walaupun

dalam kondisi yang tidak menguntungkan, relatif aman, bersifat selektif, relatif

mudah diproduksi dan sangat kecil kemungkinan terjadi resistensi

(Prayogo, 2005).

Jamur Entomopatogen Metarhizium anisopliae

Menurut Bischoff et al., (2009), sistematika M. anisopliae adalah :

Divisio : Deuteromycotina

Class : Hyphomycetes

Subclass : Hypocreomycetidae

Ordo : Hypocreales

Family : Clavicipitaceae

Genus : Metarhizium

(6)

Jamur M. anisopliae termasuk dalam kelas Hyphomycetes, ordo

Moniliales dan famili Monileaceae. Jamur M. anisopliae mampu menginfeksi

hama yang mempunyai tipe mulut menusuk dan mengisap (haustelata), seperti

golongan Aphis sp. baik stadia nimfa maupun imago (Sumartini et al., 2001). Di

samping itu, M. anisopliae juga mampu menginfeksi hama yang mempunyai tipe

mulut menggigit mengunyah, seperti S. litura (Prayogo et al., 2005).

Pada awal pertumbuhan koloni jamur ini berwarna putih, kemudian akan

berubah menjadi warna hijau gelap saat konidia matang Kemudian dilanjutkan

dengan pembentukan spora berwarna hijau (Gambar 6a). Miselium M. anisopliae

bersekat, konidiofor bersusun tegak, berlapis dan bercabang yang dipenuhi

konidia Konidia bersel satu dan berbentuk bulat silinder atau lonjong (Gambar 6b)

(Rustama et al, 2008).

(a) (b)

Gambar 6. (a.) Makroskopis Metarhizium anisopliae (b) Mikroskopis Metarhizium anisopliae

Salah satu keuntungan penggunaan jamur Metarhizium spp. untuk

pengendalian hayati adalah dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai

tingkat perkembangan serangga mulai dari telur, larva, pupa dan imago

(7)

Jamur M. anisopliae memiliki beberapa kelebihan antara lain berkapasitas

reproduksi tinggi, relatif aman, siklus hidupnya pendek, selektif, mudah

diproduksi, serta dapat bertahan dalam kondisi yang tidak menguntungkan

(Prayogo et al., 2005).

Jamur M. anisopliae dapat menginfeksi beberapa jenis serangga, antara

lain serangga yang berasal dari Ordo Lepidoptera dan Hemiptera

(Prayogo et al., 2005), ordo Coleoptera (Gallegos et al.,2003), Isoptera

(Krutmuang dan Supamit, 2005), Thysanoptera (Thungrabeab et al.,2006), dan

Orthoptera (Tsakadze et al.,2003).

Jamur M. anisopliae memiliki aktivitas membunuh larva karena

menghasilkan cyclopeptida, destruxin A, B, C, D, E dan desmethyl destruxin.

Destruxin telah dipertimbangkan sebagai bahan insektisida generasi baru. Efek

destruxin berpengaruh pada organella sel target (mitokondria, retikulum

endoplasma dan membran nukleus), menyebabkan paralisa sel dan kelainan fungsi

lambung tengah, tubulus malphigi, hemocyt dan jaringan otot

(Widiyanti dan Muyadihardja, 2004).

Jamur Entomopatogen Beuveria bassiana Vuill.

Menurut Hughes (2014), sistematika B. bassiana adalah :

Divisio : Ascomycota

Class : Ascomycetes

Subclass : Hypocreomycetidae

Ordo : Hypocreales

Family : Clavicipitaceae

(8)

Spesies : Beauveria bassiana Vuill.

Jamur B. bassiana juga dikenal sebagai penyakit white muscardine karena

miselium dan konidium (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval,

dan tumbuh secara zig zag pada konidiofornya (Soetopo dan Indrayani, 2007).

Pada konidia B. bassiana akan tumbuh suatu tabung yang makin lama makin

panjang mirip seuntai benang dan pada suatu waktu benang itu mulai bercabang.

Cabang-cabang yang timbul selalu akan tumbuh menjauhi hifa utama atau hifa

yang pertama. Cabang-cabang tersebut akan saling bersentuhan. Pada titik sentuh

akan terjadi lisis dinding sel (anastomosis) sehingga protoplasma akan mengalir

ke semua sel hifa. Miselium yang terbentukakan makin banyak dan membentuk

suatu koloni (Gandjar, 2006).

Miselium jamur B. bassiana bersekat dan bewarna putih (Gambar 7a),

didalam tubuh serangga yang terinfeksi jamur terdiri atas banyak sel, dengan

diameter 4 μm, sedang diluar tubuh serangga ukurannya lebih kecil, yaitu 2 μm.

Hifa fertil terdapat pada cabang, tersusun melingkar dan biasanya

menggelembung atau menebal. Konidia akan menempel pada ujung dan sisi

konidiofor atau cabang-cabangnya (Utomo dan Pardede, 2014).

Konidia jamur bersel satu, berbentuk oval agak bulat sampai dengan bulat

telur, berwarna hialin dengan diameter 2-3 μm (Dinata, 2012). Konidia dihasilkan

dalam bentuk simpodial dari sel-sel induk yang terhenti pada ujungnya

(Gambar 7b). Pertumbuhan konidia diinisiasi oleh sekumpulan konidia. Setelah

itu, spora tumbuh dengan ukuran yang lebih panjang karena akan berfungsi

(9)

berikutnya, setiap saat konidia dihasilkan pada ujung hifa dan dipakai terus,

selanjutnya ujungnya akan terus tumbuh (Brady, 1979).

(a) (b)

Gambar 7. (a) Makroskopis B. bassiana (b) Mikroskopis B. bassiana

B. bassiana menginfeksi serangga inang melalui kontak fisik, yaitu dengan

menempelkan konidia pada. Perkecambahan konidia akan mengeluarkan enzim

seperti protease, lipolitik, amilase, dan kitinase. Enzim-enzim tersebut mampu

menghidrolisis kompleks protein di dalam integumen (Brady, 1979). Konidia

menyerang dan menghancurkan kutikula, sehingga hifa tersebut mampu

menembus dan masuk serta berkembang di dalam tubuh serangga. Mekanisme

infeksi secara mekanik adalah infeksi melalui tekanan yang disebabkan oleh

konidium B. bassiana yang tumbuh. Secara mekanik infeksi jamur B. bassiana

berawal dari penetrasi miselium pada kutikula lalu berkecambah dan membentuk

apresorium, kemudian menyerang epidermis dan hipodermis. Hifa kemudian

menyerang jaringan dan hifa berkembang biak di dalam haemolymph (Clarkson

dan Charnley, 1996).

Untuk memperoleh isolat B. bassiana yang mapan untuk diaplikasikan di

(10)

dikarakterisasi secara morfologi (warna koloni, ukuran konidia, dan kerapatan

hifa), serta ditinjau viabilitas setiap isolat. Selain itu, perlu diuji efektivitas setiap

isolat untuk mengendalikan hama serangga sebelum diformulasi menjadi

bioinsektisida (Sri et al.,2014).

Beauveria bassiana dapat diisolasi dari serangga yang mati karena

terinfeksi B. bassiana (Hasyim dan Azwana, 2003), dan dari tanaman maupun

tanah (Soetopo dan Indrayani, 2007). Metode yang direkomendasikan untuk

mengisolasi cendawan entomopatogen dari populasi asli atau lokal adalah metode

pemancingan dengan serangga (insect bait method) yang digunakan untuk

mengisolasi cendawan dari tanah (Meyling, 2007).

Pada perkembangannya di dalam tubuh serangga B. bassiana akan

mengeluarkan racun yang disebut beauvericin yang menyebabkan terjadinya

paralisis pada anggota tubuh serangga. Paralisis menyebabkan kehilangan

koordinasi sistem gerak, sehingga gerakan serangga tidak teratur dan

lama-kelamaan melemah, kemudian berhenti sama sekali. Setelah lebih-kurang lima

hari terjadi kelumpuhan total dan kematian. Toksin juga menyebabkan kerusakan

jaringan, terutama pada saluran pencernaan, otot, sistem saraf, dan system

pernafasan (Wahyudi, 2008).

Jamur Entomopatogen Lecanicillium lecanii Zimm.

Menurut Zare and Gams (2001), sistematika L.lecanii adalah :

Divisio : Deuteromycotina

Class : Hyphomycetes

Subclass : Hypocreomycetidae

(11)

Family : Clavicipitaceae

Genus : Lecanicillium

Spesies : Lecanicillium lecanii Zimm.

Jamur Lecanicillium lecanii Zimm. tergolong imperfect fungi atau jamur

yang memiliki siklus tidak sempurna. L. lecanii merupakan jamur entomopatogen

yang pertama kali ditemukan oleh Zimmermann pada tahun 1898 dengan nama

Chephalosporium lecanii. Pada tahun 1939, Viegas mengubah nama menjadi

Verticillium lecanii berdasarkan studi kisaran inang (Kouvelis et al., 1999).

Pengamatan lebih lanjut terhadap sifat morfologi dan analisis molekuler,

jamur berubah nama menjadi L. lecanii sampai sekarang (Zare dan Gams, 2001).

Jamur L. lecanii digunakan untuk mengendalikan hama terutama Hemiptera

dengan tingkat mortalitas yang bervariasi (Prayogo, 2004).

(a) (b)

Gambar 8. (a) Makroskopis Lecanicillium lecanii (b) Mikroskopis Lecanicillium lecanii

Jamur ini mudah tumbuh pada berbagai media, terutama pada media

potato dextrose agar (PDA) dan beras. Di dalam cawan petri, diameter koloni

dapat mencapai 4-5,50 cm pada 3 hari setelah inokulasi. Koloni jamur berwarna

(12)

5-10 konidia yang terbungkus dalam kantong lendir. Konidia berbentuk silinder

hingga elips, terdiri atas satu sel tidak berwarna (hialin), berukuran

2,30-10x1-2,60μm (Tanada dan Kaya, 1993).

Jamur entomopatogen memerlukan kelembaban yang tinggi untuk tumbuh

dan berkembang, hal tersebut diperlukan selama proses pembentukan tabung

kecambah, sebelum terjadi penetrasi ke integumen serangga. Jamur

L. lecanii tumbuh baik pada suhu 18-30 ºC dan kelembaban minimal 80%. Pada

kelembaban lebih dari 90% jamur tumbuh sangat baik (Cloyd, 2003).

Jamur L. lecanii bersifat parasit, namun akan berubah menjadi saprofit bila

kondisi tidak menguntungkan, misalnya dengan hidup pada serasah atau sisa-sisa

hasil pertanian. Jamur L. lecanii mampu hidup pada bahan organik yang mati

Gambar

Gambar 1. Telur Spodoptera litura .
Gambar 3. Pupa Spodoptera litura
Gambar 4. Ngengat Spodoptera litura
Gambar 5. Gejala serangan Spodoptera litura
+3

Referensi

Dokumen terkait

Rataan Pengaruh Aplikasi Penyemprotan Biopestisida Terhadap Intensitas Serangan Larva Spodoptera litura F. dibandingkan tanpa

Gejala yang terjadi pada larva yang memakan daun yang telah diaplikasikan dengan insektisida babadotan, yaitu larva mengalami penurunan nafsu makan karena ekstrak

Gejala yang terjadi pada larva yang memakan daun yang telah diaplikasikan dengan insektisida babadotan, yaitu larva mengalami penurunan nafsu makan karena ekstrak

Grayak (Spodoptera litura F.)(Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Di Rumah Kasa ” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana

dari berbagai media tumbuh dapat mengendalikan hama ulat grayak ( S. litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) pada tanaman tembakau di rumah kasa. Diduga waktu aplikasi

In: Taxonomy of Fungi Imperfecti (B. University of Toronto Press, Toronto. Husain G, Thompson WF& Schellenberg EG. 2014Effects of Musical Tempoand Mode on Arousal, Mood,

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan larutan umbi gadung dengan dosis 120 g/l air adalah yang paling efektif dengan persentase intensitas kerusakan terendah (35,40 %),