• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS FISIK (DAYA IKAT AIR, SUSUT MASAK, DAN KEEMPUKAN) DAGING PAHA AYAM SENTUL AKIBAT LAMA PEREBUSAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KUALITAS FISIK (DAYA IKAT AIR, SUSUT MASAK, DAN KEEMPUKAN) DAGING PAHA AYAM SENTUL AKIBAT LAMA PEREBUSAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS FISIK (DAYA IKAT AIR, SUSUT MASAK, DAN

KEEMPUKAN) DAGING PAHA AYAM SENTUL

AKIBAT LAMA PEREBUSAN

THE PHYSICAL QUALITY (WATER HOLDING CAPACITY,

COOKING LOSSES, AND TENDERNESS) OF SENTUL

CHICKEN THIGH MEAT BECAUSE OF BOILING TIME

Oki Ankeli Lapase*, Jajang Gumilar**, Wiwin Tanwiriah**

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363

*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

e-mail : okiankeli@gmail.com

ABSTRAK

Ayam Sentul merupakan salah satu jenis ayam lokal Indonesia, tepatnya di daerah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Daging Ayam Sentul dikenal lebih alot dibanding ayam broiler, sehingga perlu adanya perlakuan salah satunya yaitu perebusan. Tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui kualitas fisik (daya ikat air, susut masak, keempukan) daging paha ayam sentul akibat lama perebusan dan mendapatkan waktu perebusan paling baik. Penelitian dilakukan secara Eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan. Perebusan daging paha ayam sentul dilakukan pada suhu 80oC dengan lama perebusan yang berbeda yaitu, 15 menit (P1), 30 menit (P2), 45 menit (P3), dan tiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Data dianalisis menggunakan Analisis Ragam dan uji lanjut menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perebusan memberikan pengaruh nyata terhadap susut masak (P<0,05), sedangkan pada daya ikat air dan keempukan tidak berpengaruh. Lama perebusan terbaik yaitu selama 15 menit.

Kata Kunci : Kualitas fisik, daging paha ayam Sentul, lama perebusan

ABSTRACT

Sentul chicken is one type of local chicken Indonesia, precisely in Ciamis, West Java. Sentul chicken known tougher than broiler chicken, needed for treatment of one of them is boiling. The aims of this research was to determine the physical quality (water holding capacity, cooking losses, tenderness) of Sentul chicken thigh meat because of boiling time and get the best boiling time. The research was conducted Experimental using Completely Randomized Design (CRD) with 3 treatments. The boiling time of sentul chicken thigh meat used temperature 80oC and different boiling time that is, 15 minutes (P1), 30 minutes (P2), 45 minutes (P3), and 6 times replication for each treatment. Data were analyzed by using analysis of variance and further test using Duncan's Multiple Range Test. The results showed that the boiling time provides the influence on cooking losses (P<0.05), while on water holding capacity and tenderness not influential. The best boiling time is used at 15 minutes.

(2)

PENDAHULUAN

Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap seperti air, energi, vitamin, dan mineral. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya seperti harganya relatif terjangkau, dapat dikonsumsi oleh seluruh kalangan masyarakat, dan cukup tersedia pasokan dipasaran karena dapat diproduksi dalam waktu relatif singkat. Kebutuhan daging ayam pada umumnya dipasok dari daging ayam broiler. Namun demikian bukan hanya dari daging ayam broiler saja yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan daging ayam, sebagian dipasok dari ayam kampung, salah satu diantaranya yaitu Ayam Sentul berasal dari Ciamis.

Daging ayam yang diolah menjadi suatu produk agar dapat dikonsumsi oleh manusia sebelumnya melewati perlakuan, salah satu diantaranya yaitu dengan cara perebusan. Tujuan dari perebusan pada daging adalah untuk mendapatkan kualitas fisik daging yang baik dan memberikan keempukkan pada daging (Dwiloka, dkk., 2007). Pengujian kualitas fisik dapat dilakukan dengan cara memperhatikan pH, daya ikat air, susut masak, dan keempukan.

Pengujian daya mengikat air merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa besar kemampuan daging dalam mengikat air bebas. Daging dengan daya ikat air rendah akan kehilangan banyak cairan, sehingga terjadi kehilangan berat. Semakin kecil nilai daya ikat air, maka susut masak daging semakin besar, sehingga kualitas daging semakin rendah karena banyak komponen-komponen terdegradasi. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging sehubungan dengan jus daging yaitu banyaknya air yang berikatan didalam dan diantara serabut otot. Daging dengan susut masak lebih rendah mempunyai kualitas relatif lebih baik dibandingkan dengan susut masak lebih besar. Selain daya ikat air dan susut masak, faktor lain yang mempengaruhi kualitas fisik daging ayam adalah keempukan. Keempukan daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor sebelum pemotongan (antemortem) meliputi genetik, manajemen, spesies, fisiologis ternak, dan umur. Faktor setelah pemotongan (postmortem) meliputi pelayuan, pembekuan, metode pengolahan, dan penambahan bahan pengempuk (Soeparno, 2009).

Pemeliharaan ayam kampung termasuk Ayam Sentul tidak memerlukan waktu lama untuk mendapatkan bobot potong sekitar 0,8 – 1,0 kg yaitu diperlukan waktu sekitar 10 minggu. Umur pemeliharaan lebih singkat diperkirakan daging Ayam Sentul tidak terlalu alot dan memerlukan perebusan tidak terlalu lama. Informasi tentang lama waktu yang baik pada perebusan daging Ayam Sentul belum diketahui. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian mengenai “Kualitas Fisik Daging Paha Ayam Sentul Akibat Lama Perebusan”

(3)

BAHAN, ALAT DAN METODE 1. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan yaitu daging paha Ayam Sentul jantan berjumlah 18 ekor dan berumur 10 minggu dan air (aquadest). Peralatan yang digunakan yaitu panci

stainless steel, kompor gas, stopwatch, timbangan digital (Ohaus) dengan kapasitas 2160

gram (ketelitian 0,01 gram), kertas saring Whatman no. 41, plat kaca, beban 35 kg, plastik, pisau, penggaris, termometer, dan penetrometer untuk menguji keempukan daging.

2. Metode Penelitian a. Prosedur Penelitian

Mempersiapkan Ayam sentul jantan berjumlah 18 ekor berumur 10 minggu. Memotong bagian arteri karotis, vena jugularis, dan oesofagus ayam sentul dengan pisau menggunakan metode kosher (Ensminger, 1998). Mencelupkan ayam ke dalam air hangat pada suhu ± 60oC selama 30 detik untuk mempermudah pencabutan bulu. Mengeluarkan jeroan dan memisahkan bagian kepala, leher, dan kaki serta mencuci karkas daging ayam tersebut. Merecah karkas dan mengambil bagian paha Ayam Sentul. Memanaskan air sampai suhu dalam panci homogen 80oC (Winarso, 2003). Memasukkan sampel ke dalam panci secara bersama saat air homogen. Melakukan pengujian sifat fisik daging paha Ayam Sentul setelah mengalami perebusan melalui pengukuran daya ikat air, susut masak, dan keempukan.

b. Peubah yang diamati

1. Pengukuran Daya Ikat Air (DIA)

Pengukuran daya ikat air (DIA) dihitung dengan menggunakan rumus :

2. Susut Masak

Pengukuran usut masak dapat dihitung menggunakan rumus :

3. Keempukan

Pengukuran keempukan dihitung dengan menggunakan rumus :

c. Analisis Statistik

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian mengenai Kualitas Fisik (Daya Ikat Air, Susut Masak, dan Keempukan) Daging Paha Ayam Sentul akibat Lama Perebusan dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Penelitian Kualitas Fisik (Daya Ikat Air, Susut Masak, dan Keempukan) Daging Paha Ayam Sentul akibat Lama Perebusan

Perlakuan Peubah yang diamati

Daya Ikat Air (%) Susut Masak (%)* Keempukan (mm/10 detik)

15 menit (P1) 46.09a 2.41a 6.57a

30 menit (P2) 42.18a 4.08 b 6.94a

45 menit (P3) 35.39a 4.34 c 7.34a

Keterangan : *Nilai Transformasi Akar Kuadrat

Nilai pada baris yang sama diikuti dengan huruf kecil menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5%

Nilai daya ikat air daging paha Ayam Sentul dengan lama perebusan 15 - 45 menit memiliki nilai yang tidak berbeda jauh pada setiap perlakuan. Hal ini bisa terjadi karena serabut otot ayam kampung sangat kuat, sehingga daya ikat air berubah molekul air yang terikat pada lapisan luar dan dalam. Waktu pemasakan yang singkat hanya akan mengubah molekul air pada lapisan luar, sedangkan molekul air yang terikat pada lapisan pertama dan kedua tidak banyak mengalami perubahan. Secara statistik, daya ikat air daging akibat lama perebusan tidak menurun, tetapi secara nominal, lama perebusan cenderung menurunkan daya ikat air. Daging yang dimasak dengan waktu pemasakan lebih lama dapat mengakibatkan bertambahnya jumlah cairan daging yang keluar, sehingga dapat menurunkan kandungan air daging. Peningkatan lama waktu perebusan diikuti dengan penurunan kadar air. Lama pemasakan dapat mempengaruhi kandungan nutrisi daging. Penurunan daya ikat air disebabkan oleh terjadinya proses denaturasi dan depolimerisasi serta peningkatan solubilitas protein karena tekanan dan lama perebusan menyebabkan terjadinya kerusakan dan perubahan struktur protein otot terutama pada aktin dan miosin. Kerusakan aktin dan miosin menyebabkan penurunan kemampuan protein otot untuk mengikat air (Domiszewski, dkk., 2011).

Kemampuan daging untuk menahan air merupakan suatu sifat penting karena dengan daya ikat air yang tinggi, maka daging mempunyai kualitas yang baik. Daya ikat air pada penelitian ini berada dalam kisaran normal. Menurut Soeparno (2009), daya ikat air daging sekitar 20 - 60%. Sehubungan dengan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa semakin menurunnya kadar air daging paha Ayam Sentul, maka kemampuan protein untuk mengikat

(5)

air juga akan menurun. Serabut otot ayam kampung juga sangat kuat, sehingga perlu ditingkatkan lama perebusan agar mendapatkan nilai daya ikat air yang nyata. Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan lama perebusan terhadap daya ikat air daging paha Ayam Sentul.

Nilai rata-rata susut masak tertinggi terjadi pada perlakuan dengan lama perebusan 45 menit dan nilai rata-rata susut masak terendah pada lama perebusan 15 menit. Seiring meningkatnya lama perebusan daging paha Ayam Sentul menyebabkan susut masak daging juga semakin meningkat. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama perebusan berpengaruh terhadap susut masak.

Dilihat dari nilai rata-rata daya ikat air dengan lama perebusan 15 menit, 30 menit, dan 45 menit secara berurutan adalah 46.09%, 42.18%, dan 35.39% berpengaruh tidak nyata. Hal tersebut memberikan suatu pembuktian, bahwa nilai susut masak menjadi perhatian utama dalam penelitian. Perebusan dengan suhu 80oC dan lama waktu 45 menit memiliki nilai susut masak lebih besar dibandingkan dengan lama 30 menit maupun 15 menit. Hal ini disebabkan suhu panas dalam air menyebabkan kandungan protein dalam daging terdegradasi dan terjadi penyusutan berat daging. Penyusutan berat setelah proses perebusan dapat berkurangnyac atau hilangnya kadar air akibat suhu dan lama perebusan tersebut (Deddy dan Nurheni, 1992). Besarnya susut masak dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi myofibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang melintang daging ayam. Susut masak bervariasi antara 1,5% sampai 54,5%. Soeparno (2009) menyatakan bahwa daging dalam jumlah susut masak rendah mempunya kualitas yang lebih baik karena kehilangan nutrisi saat perebusan akan lebih sedikit. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa lama perebusan berpengaruh terhadap susut masak, dengan nilai susut masak paling baik pada perebusan selama 15 menit.

Nilai keempukan daging paha Ayam Sentul dengan lama perebusan 15 - 45 menit memiliki nilai tidak berbeda jauh dari setiap perlakuan. Peningkatan keempukan terjadi karena lama perebusan daging ayam yang meningkat dengan suhu 80oC menyebabkan daging paha Ayam Sentul menjadi lebih empuk. Hal ini karena tekanan dan lama perebusan menyebabkan terjadinya kerusakan dan perubahan struktur protein otot terutama pada aktin dan miosin. Sejalan kerusakan aktin dan miosin menyebabkan penurunan kemampuan protein otot dan meningkatkan keempukan pada daging (Bouton, dkk., 1972).

Keempukan dan tekstur daging merupakan faktor penentu yang paling penting pada kualitas daging. Menurut Soeparno (2009) menyatakan bahwa kesan keempukan secara

(6)

keseluruhan meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek yaitu kemudahan awal penetrasi gigi, mudahnya daging dikunyah, dan jumlah residu yang tertinggal setelah pengunyahan.

Proses perebusan daging adalah salah satu cara untuk mengempukan daging dengan pemasakan yang menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Menurut Winarso (2003) yang menyatakan bahwa denaturasi protein merupakan pemecah protein menjadi unit yang lebih kecil. Didukung oleh Soeparno (2009) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keempukan daging yaitu faktor postmortem, salah satunya yaitu metode pemasakan dengan cara perebusan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin meningkatnya lama waktu perebusan daging paha Ayam Sentul, maka semakin meningkat protein yang terdenaturasi, sehingga keempukan daging juga semakin meningkat.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perebusan dengan suhu 80oC selama 15 – 45 menit tidak berpengaruh terhadap daya ikat air dan keempukan, tetapi berpengaruh terhadap susut masak pada daging paha Ayam Sentul. Lama perebusan yang terbaik dengan suhu 80oC yaitu selama 15 menit.

SARAN

Proses perebusan daging paha Ayam Sentul dengan suhu 80oC disarankan tidak lebih dari 15 menit, karena dapat menyebabkan penurunan kualitas fisik dan dalam menunjang kualitas fisik daging secara optimal.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Rektor Universitas Padjadjaran yang telah mendanai Penelitian ALG program 1-1-6. Terima kasih kepada tim ALG yang telah mengikutsertakan penulis dalam penelitian, sehingga memberikan kemudahan dalam melaksanakan penelitian.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Bouton, P. E.,P. V. Harris, and W. R. Shorthose. 1972. The effects of cooking temperature

and time on some mechanical properties of meat. J. Food Sci. 97: 140-144.

Deddy, M. dan Nurheni. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi

Pangan Olahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. 119.

Dwiloka, B. dan U. Atmomarsono. 2007. Kandungan Logam Berat pada Daging Dada dan

Paha Ayam Broiler yang Dipelihara dengan Sistem Kandang Panggung Setelah Direbus dan Dikukus.Staf Dosen pada Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas

Peternakan, UNDIP. 235-242.

Domiszewski, Z., G. Bienkiewicz, and D. Plust. 2011. Effects of different heat treatments on

lipid quality of striped catfish (Pangasius hypophthalmus). Acta Sci. Pol. Technol. Aliment. 10(3):359-373.

Ensminger. 1998. Poultry Science. The Interstate Printer and Publisher, Denvile. 10-11. Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 6;

152-156; 289-290; 297–299.

Winarso, D. 2003. Perubahan Karakteristik Fisik Akibat Perbedaan Umur, Macam Otot,

Waktu dan Temperatur Perebusan pada Daging Ayam Kampung. Sekolah Tinggi

Referensi

Dokumen terkait

Tutkittavia ympäristötekijöitä olivat vasikan syntymävuosi ja syntymävuodenaika, vasikan sukupuoli, ikä punnittaessa, vasi- kan emän rotu ja poikimaikä sekä karjan

Pihak Kedua menyerahkan kepada PJP dan PPK untuk membatalkan pembayaran dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi rumah, sebagian atau seluruhnya, jika, menurut penelitian KMK, PJP

Bagi mahasiswa yang memiliki kemampuan motorik tinggi metode mengajar dengan gaya komando lebih baik dari pada metode mengajar dengan gaya latihan terhadap

Penerapan metode certainty factor untuk mendiagnosa dan pencegahan penyakit cacingan pada anak balita diharapkan mendapatkan solusi penanggulangan terbaik dan

Penelitian berbasis Classroom Research (PTK) ini dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, tindakan, observasi, dan

7, KEPUTUSAN ATASAN PE]ABAT PENII.AI

yang terstruktur untuk semua siswa dari kelas satu sekolah dasar sampai tingkat kelas tiga SLTA yang di sajikan melalui kegiatan kelas atau kelompok untuk membahas kebutuhan

Pemuda terdapat lampu lalu- lintas dan jarak yang cukup dekat dengan zebra cross (64 m), maka penyediaan lampu lalulintas untuk penyeberang dapat digabung dengan lampu yang