• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERSEDIAAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETERSEDIAAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KETERSEDIAAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN BARANANGSIANG,

KECAMATAN BOGOR TIMUR

1) Joao Da Silva Gusmao, 2) Janthy Trilusianthy, 3) Indarti Komala Dewi. ABSTRAK

Bermain sangatlah penting dalam proses pertumbuhan anak, dengan bermain anak-anak dapat mengeksplorasikan apa yang ada dalam diri mereka sendiri, dan bermain adalah hak setiap anak. Sebagai antisipasi keadaan ini, pemerintah menerbitkan kebijakan Kota Layak Anak melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan tahun 2005. Saat ini ketersediaan ruang bermain yang terbatas pada suatu wilayah menjadi permasalahan terutama di wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi. Kelurahan Baranangsiang merupakan wilayah pusat perkotaan di Kota Bogor dengan kepadatan penduduk dan bangunan tinggi. Tujuan penilitian adalah a. mengidentifikasi tingkat pelayanan kondisi dan ketersediaan ruang bermain anak, b. menilai persepsi anak dan orangtua terhadap kondisi dan ketersediaan ruang bermain anak. Metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif meliputi pemberian nilai indeks terhadap variabel-variabel Standar Pelayanan Minimal (SPM) ruang bermain anak guna menilai tingkatan pelayanan dari ketersedian ruang bermain anak. Metode kualitatif meliputi analisis deskriptif yaitu mengidentifikasi kondisi dan ketersediaan ruang bermain anak dan aktivitas bermain anak serta kebijakan tata ruang yang ada. Penyebaran kuesioner menggunakan teknik random sampling, responden meliputi masyarakat atau orang tua dan anak-anak (5-14 tahun). Hasil analisis menunjukkan kondisi dan ketersediaan ruang bermain anak sebagian besar berupa lahan-lahan yang tidak diperuntukkan secara khusus untuk ruang bermain anak dan lahannya masih bersifat milik privat. Berdasarkan 3 (tiga) variabel Standar Pelayanan Minimal (SPM), didapatkan tiga tingkatan kelas pelayanan ruang bermain yaitu kategori pelayanan tinggi meliputi RW.13, dan 14, kategori pelayanan sedang meliputi RW.04, 05, 07, 08, 09 dan 11dan kategori pelayanan rendah meliputi 01, 02, 03,06, 10 dan 12. Berdasarkan hasil pembobotan responden yang telah dikategorikan, untuk kategori anak meliputi kategori kondisi dan ketersediaan masuk kedalam kriteria kelas rendah, kategori kegiatan dan keinginan masuk kedalam kriteria kelas tinggi dan untuk kategori keamanan masuk kedalam kriteria kelas rendah. Untuk kategori orang tua meliputi kategori kondisi dan ketersediaan masuk kedalam kriteria kelas tinggi, sedangkan untuk kategori kegiatan dan keinginan serta kategori keamanan yaitu sama-sama masuk kedalam kriteria kelas rendah.

Kata Kunci : Ruang Bermain Anak, Standar Pelayanan Minimal, Aktivitas Bermain Anak

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Anak merupakan individu yang belum matang secara fisik mental maupun sosial, yang masih tumbuh dan berkembang. Berdasarkan undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 ayat 1, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kondisinya rentan dan masih tergantung pada orang dewasa, sehingga perlu dilakukan upaya perlindungan anak sebagai hak asasi anak dari berbagai gangguan yang mungkin akan menghambat tumbuh kembangnya. Dalam rangka mentransformasikan hak anak ke dalam proses pembangunan, maka pemerintah telah mengembangkan kebijakan Kota Layak Anak.

KLA merupakan upaya pemerintah untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak ke dalam sebuah kebijakan pembangunan dan program yang layak anak. KLA dipandang sebagai sesuatu yang penting untuk menjadi sebuah agenda nasional mengingat masih terbatasnya kebijakan pemerintah untuk menyatuhkan isu hak anak ke dalam perencanaan pembangunan kabupaten/kota dan belum terintegrasinya hak perlindungan anak kedalam pembangunan kabupaten/kota. Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan menjadikan model KLA ini sebagai prioritas program dalam bidang kesejahteraan dan perlindungan anak dengan tujuan untuk mempercepat terwujudnya pengembangan KLA melalui penetapan 7 (tujuh)

(2)

aspek penting dalam pengembangan KLA, yaitu (Universitas Jambi, 2008):

a) Kesehatan; b) Pendidikan; c) Sosial;

d) Hak sipil dan partisipasi; e) Perlindungan hukum;

f) Perlindungan ketenagakerjaan; dan g) Infrastruktur.

Kondisi infrastruktur di perkotaan, belum memperlihatkan layak anak. Pembangunan infrastruktur, seperti sarana prasarana transportasi, pendidikan, kesehatan, belum menjadikan anak sebagai objek utama.

Alih fungsi lahan yang terus terjadi berakibat terhadap pertumbuhan anak. Ruang-ruang terbuka dan lahan-lahan kosong beralih fungsi menjadi ruang terbangun. Seperti diketahui, keberadaan ruang-ruang terbuka dan lahan-lahan kosong tersebut merupakan salah satu ruang bermain anak. Padahal dengan bermain, anak dapat mengeksplorasikan apa yang ada dalam diri mereka sendiri, dan bermain adalah hak setiap anak. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 11, yang menyatakan bahwa “Setiap anak berhak untuk berisitirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri”.

Dalam lingkup wilayah yang lebih kecil, menurut Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Bogor Tahun 2011-2031, Kelurahan Baranangsiang merupakan bagian dari Kecamatan Bogor Timur dimana termasuk di Wilayah Pelayanan (WP) A, WP A merupakan wilayah pusat perkotaan yang sebagaimana didominasi dengan pusat perkantoran, pusat perdagangan dan permukiman. Dengan kawasan permukiman sedang dan kepadatan penduduk sebesar 116 jiwa/ha. Pola penggunaan lahan pada kelurahan ini sebagian besar adalah permukiman padat dengan kondisi rumah yang sangat berdekatan dan kurang tertata. Berdasarkan data dari Bappeda Kota Bogor (2005), penggunaan lahan di kelurahan ini yaitu lahan terbangun 88,50% dan sekitar 11,50% merupakan lahan tidak terbangun (lahan terbuka) yang meliputi tanah kosong, RTH, dan ladang.

Jumlah penduduk usia anak yaitu berkisar 0-14 tahun mencapai 22,23 % dari jumlah penduduk yang ada, ini berarti perlu perhatian lebih terhadap anak-anak. Secara kuantitatif, mengacu dari SNI 03-1733-2004, pemerintah telah membuat standar luasan minimum yang harus dipenuhi. Bila mengacu pada standar tersebut, terlihat bahwa tempat bermain anak disediakan di lingkungan masyarakat yang paling kecil, yaitu lingkup wilayah RT. Namun, kenyataan yang ada mengingat keterbatasan lahan, hal tersebut tidak pernah terpenuhi di Kelurahan Baranangsiang.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

a) Mengidentifikasi tingkat pelayanan kondisi dan ketersediaan ruang bermain anak di Kelurahan Baranangsiang Kecamatan Bogor Timur.

b) Menilai persepsi anak dan orangtua terhadap kondisi dan ketersediaan ruang bermain anak di Kelurahan Baranangsiang Kecamatan Bogor Timur.

2. LANDASAN TEORI

 Anak merupakan individu yang belum matang secara fisik mental maupun sosial, yang masih tumbuh dan berkembang  Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

 Menurut Pasal 11 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, dan berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri merupakan hak anak

 Tempat bermain anak adalah bagian ruang yang digunakan oleh anak-anak untuk melakukan kegiatan bermain dengan bebas untuk memperoleh kesenangan, keriangan dan kegembiraan.

(3)

Tabel 1 : Jenis Ruang Bermain Anak No. Ruang Bermain Anak Menurut SNI Ruang Bermain Anak di Kelurahan Barangsiang

1. Taman Bermain Taman Bermain

2. Sarana Olahraga Sarana Olahraga

3. Taman Lingkungan Taman Lingkungan

SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Ruang lingkup penelitian

Secara umum, penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Baranangsiang, Kota Bogor. Penentuan lokasi ini ditentukan untuk mengetahui ketersediaan ruang bermain anak di Kelurahan Baranagsiang Kota Bogor. Untuk lebih jelasnya mengenai lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 : Peta Orientasi Wilayah Studi

3.2. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data primer : pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi dan penyebaran quesioner kepada masyarakat di Kelurahan Baranangsiang, Kota Bogor. 2. Data Sekunder : Pengumpulan data sekunder yang dilakukan dengan mencari data dari instansi terkait, baik instansi pemerintahan maupun instansi swasta. 3. Metode Pengambilan Sample Dalam penelitian ini yang digunakan adalah random sampling (Sugiarto, 2003), dengan rumus: Dimana: n : Ukuran sampel N : Ukuran populasi e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karena

kesalahan pengambilan sampel yang tidak dapat ditolerir.

3.3. Metode Analisis

Metode-metode yang digunakan dalam upaya penganalisasian data pada penelitian ini antara lain analisa kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi kondisi dan ketersediaan ruang bermain anak. Kemudian, untuk menilai pelayanan ruang bermain anak yang ada menggunakan analisa kuantitatif. penilaian dilakukan terhadap ketersediaan ruang bermain anak, dengan kata lain secara kuantitas bukan kualitas. Metoda kuantitatif digunakan sebagai berikut :

a. Menghitung kondisi fasilitas melalui 3 indikator yaitu : perkerasan, fasilitas, pemeliharaan. Cara menghitung perkerasan, fasilitas dan pemeliharaan itu dengan cara pembobotan yaitu dengan dikasih nilai pembobotan 1,3 dan 5 dan kemudian dijumlahkan untuk mencari indeks. Setelah itu indeks dari kondisi fasilitas djumlahkan dengan indeks-indeks yang lain untuk menentukaan kelas untuk tingkat pelayanan.

b. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menilai tingkat pelayanan dari ketersediaan ruang bermain anak untuk menentukan variabel penilaian yang dilakukan menggunakan standar pelayanan minimal fasilitas ruang terbuka di perumahan (Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 Tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan, dan Permukiman dan Pekerjaan Umum). Untuk mengetahui tingkat pelayanan dari tiap-tiap fasilitas adalah sebagai berikut : Tingkat Pelayanan Fasilitas:

Dimana:

Xi = Luas unit fasilitas I Si = standar kebutuhan P = Jumlah penduduk

Jika nilai I ≥ 1, berarti fasilitas tersebut telah mencukupi

I ≤ 1, berarti fasilitas tersebut belum mencukupi.

c. Menghitung kecukupan Jumlah fasilitas: Variabel selanjutnya adalah masalah jumlah ruang bermain anak yang tersedia. Berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan untuk lingkup RW setidaknya harus tersedia 1 (satu) unit ruang bermain. Langkah selanjutnya adalah pemberian nilai indeks

(4)

Dimana:

Ii = indeks RW i suatu kriteria Pi = jumlah fasilitas di RW i

Pp = jumlah fasilitas terbanyak/terbesar di seluruh RW

Langkah selanjutnya setelah seluruh nilai indeks dijumlahkan, dan dilakukan penghitungan nilai interval. Interval dimaksudkan untuk memudahkan di dalam pengklasifikasian setiap total nilai indeks dari setiap potensi yang ada di RW baik itu yang termasuk dalam kelas tinggi, sedang, ataupun rendah dalam pelayanan anak. Adapun rumus matematisnya adalah sebagai berikut (Supranto, 2009 dalam Albar, 2010): Nilai interval dibagi 3 , dengan alasan karena ada 3 kelas yaitu Tinggi (T), sedang (S) dan rendah (R)

d. Menhitung Pembobotan dari Kuesioner: Perhitungan nilai untuk setiap pertanyaan pada kuesioner menggunakan nilai pembobotan di tiap jawaban diberikan nilai satu sampai dengan lima (1-5) dan untuk nilai tersebut dinilai dari fungsi jawaban masing-masing, yaitu apakah jawaban

tersebut menunjukan kondisi dan ketersediaan, keingininan dan kegiatan,dan keamanan dari orangtua dan anak-anak lebih aman atau lebih nyaman untuk ruang bermain anak atau tidak. Penilaian pembobotan untuk setiap pertanyaan menggunakan rumus:

Selanjutnya, menentukan kelas interval dari setiap pertanyaan dan kelompok pertanyaan dengan klasifikasi Rendah= 1, Sedang= 3, dan Tinggi= 5.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi dan Ketersediaan

Infrastruktur Ruang Bermain Anak

Status lahan hampir sebagian besar merupakan milik pribadi. Namun yang perlu diketahui, bahwa pada setiap RW masih ditemukan anak-anak bermain pada jalan/gang yang ada disekitarnya. Secara lebih jelas mengenai jenis, jumlah, luas, status lahan dan sebaran dari ruang bermain anak yang ada di Kelurahan Barangsiang disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 2 dibawah ini.

Tabel 5

Jenis Ruang Bermain, Luas, dan Status Lahan di Kelurahan Barangsiang Tiap RW Nama

Wilayah Jenis Ruang Bermain Jumlah Ruang Bermain Luas Ruang Bermain Yang Tersedia (m2) Status Lahan

RW 01 Halaman Sekolah 2 748.398 Milik Pemerintah

RW 02 - - - -

RW 03 Lapangan 1 2291.384 Milik Pemerintah

RW 04

Halaman Sekolah 2 794.4885 Milik Pemerintah Lapangan 1 187.158 Milik Swasta Taman

Kanak-Kanak 1 209.69 Milik Swasta

RW 05

Halaman Sekolah 1 872.43 Milik Pemerintah Lapangan 1 52.735 Milik Swasta Lapangan Basket 1 52.9755 Milik Swasta

Taman

Kanak-Kanak 1 105.951 Milik Pemerintah RW 06

Lapangan

Bulutangkis 1 105.951 Milik Swasta Halaman Rumah 2 5561.025 Milik Pribadi

RW 07

Halaman Sekolah 1 385.107 Milik Pemerintah Taman 2 2780.312 Milik Pemerintah Taman

Kanak-Kanak 2 2780.513 Milik Swasta Madrasah 1 814.268 Milik Swasta RW 08 Lapangan Voli 1 880.697 Milik Swasta

(5)

Nama

Wilayah Jenis Ruang Bermain Jumlah Ruang Bermain Luas Ruang Bermain Yang Tersedia (m2) Status Lahan

Lapangan Bola 1 190.774 Milik Pribadi Halaman Sekolah 1 414.83 Milik Pemerintah

Halaman Rumah 1 567.7 Milik Pribadi PAUD+Taman

Baca 2 136.875 Milik Swasta

RW 09

Lapangan

Bulutangkis 1 215.994 Milik Swasta Lapangan Futsal 1 845.12 Milik Swasta Lapangan Bola 1 871.156 Milik Pribadi Halaman Sekolah 1 570.491 Milik Pemerintah RW 10 Lapangan 2 697.536 Milik swasta

RW 11

Lapangan

Bulutangkis 1 564.601 Milik Swasta Taman 1 924.457 Milik Swasta Taman 1 980.188 Milik Pemerintah Taman

Kanak-Kanak 1 1170.06 Milik Pemerintah

RW 12 - - - -

RW 13

Halaman Sekolah 1 655.446 Milik Pemerintah Halaman rumah 1 285.265 Milik Pribadi

Taman

Kanak-Kanak 1 9158.59 Milik Pemerintah Taman 1 514.83 Milik Pemerintah Warnet/Game

Online 2 794.4885 Milik Pribadi RW 14 Lapangan Bola 2 18827.061 Milik Swasta Taman 2 6651.153 Milik Swasta

Sumber: Hasil Observasi dan Analisis GIS, Tahun 2016

Gambar 2 : Peta Sebaran Ruang Bermain

4.2. Aktivitas Bermain Anak

Aktivitas bermain anak kebanyakan dilakukan pada siang atau sore hari, karena pada pagi hari adalah saatnya anak-anak bersekolah, kecuali hari libur. Lokasi bermain sebagian besar dilakukan di lapangan. Lapangan yang dimaksud adalah berupa lahan kosong atau lapangan bulutangkis/voli/bola. Jalan menjadi salah satu lokasi bermain yang sering digunakan anak-anak.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini:

Tabel 6 Jenis Permainan Anak di Kelurahan Baranangsiang

No. Jenis Permainan Lokasi

1.

Permainan Tradisional (main sondah, karet, bekel,petak umpet,congklak) Jalan/lahan kosong 2. Layang-layang Lahan Kosong/Lapangan/jalan 3. Bersepeda Jalan/lapangan 4. Sepakbola Lapangan/halaman rumah/jalan

5. Main Boneka Halaman rumah

6. Mobil-mobilan Jalan/lapangan

7. Main rumah-rumahan Halaman umah/Lahan

kosong

8. Main motor-motoran Jalan/lapangan

9. Main prosotan Halaman Sekolah

Sumber: Hasil Pengamatan dan Tabulasi Kuesioner,

Tahun 2016

(6)

4.3. Tingkat Pelayanan Ruang Bermain Anak

Menilai Infrastruktur Berupa Ruang Bermain Anak Terhadap Pelayanan berdasarkan Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 disebutkan mengenai standar pelayanan minimal fasilitas ruang terbuka di perumahan. Secara lebih rinci dijabarkan dibawah ini.

a. Penilaian Jumlah Penduduk yang Terlayani: Berdasarkan luas lahan dari kondisi

eksisting masing-masing ruang bermain anak, maka akan diketahui jumlah penduduk yang terlayani. Dengan standar bahwa satu penduduk membutuhkan luas 0.5 m2/jiwa, maka dapat dihitung jumlah penduduk yang terlayani sebagaiman dijabarkan dalam Tabel 7 dibawah ini.

b. Penilaian Jumlah Ruang Bermain yang Tersedia : Pada penilaian ini, jumlah

eksisting ruang bermain yang terdapat di Kelurahan Baranangsiang akan dikaitkan dengan jumlah yang telah ditetapkan sesuai dengan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Penilaian jumlah ruang bermain yang tersedia disajikan pada Tabel 8 dibawah ini.

c. Penentuan Tingkat Pelayanan Anak Dalam Ruang Bermain: Variabel-variabel yaitu

jumlah penduduk yang terlayani, luas dalam satu kawasan, dan jumlah yang tersedia (Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001). Variabel-variabel tersebut dikaitkan dengan standar yang terdapat pada SNI 03-1733-2004.

Berdasarkan penilaian indeks yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat ditentukan tingkatan pelayanan di masing-masing RW. Penentuan tingkat pelayanan dalam ruang bermain disajikan pada Tabel 10 dibawah ini:

Tabel 7

Penilaian Jumlah Penduduk yang Terlayani Berdasarkan Luas Ruang Bermain Anak di Kelurahan Barangsiang No. Nama Wilayah Jumlah Penduduk 0-14 Tahun (jiwa) Luas Ruang Bermain Yang Tersedia (m2) Standar Kebutuhan Ruang (m2/jiwa) Tingkat Pelayanan Indeks 1 RW.01 354 748 0.5 1 38 2 RW.02 126 0 0 0 3 RW.03 279 2291 4 154 4 RW.04 538 1,986 2 77 5 RW.05 546 3,565 3 115 6 RW.06 560 106 0.1 4 7 RW.07 567 6,585 6 231 8 RW.08 612 1,071 1 38 9 RW.09 418 2,803 3 115 10 RW.10 134 719 3 115 11 RW.11 357 4,039 6 231 12 RW.12 376 0 0 0 13 RW.13 404 19,768 24 934 14 RW.14 387 20,277 26 1000

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 9 dibawah RW.13 dan 14 merupakan RW dengan tingkat kelayakan tinggi berdasarkan 3 (tiga) variabel yaitu indeks kebutuhan ruang bermain, indeks ketersediaan jumlah ruang bermain dan indeks kondisi ruang bermain. Untuk tingkatan kelayakan sedang dimiliki oleh RW.04, 05, 07, 08, 09 dan 11.

Selanjutnya untuk tingkatan kelayakan rendah terdapat di RW.01, 02, 03, 06, 10 dan 12. Ini berarti bahwa dari ketiga variabel tersebut belum mampu terpenuhi oleh wilayah-wilayah tersebut. Khusus untuk RW.02 dan 12 tidak tersedianya ruang bermain menjadi faktor utama wilayah ini dengan tingkat kelayakan rendah

(7)

Tabel 8

Penilaian Jumlah Ruang Bermain yang Tersedia di Kelurahan Baranangsiang

No. Nama Wilayah Jumlah Ruang Bermain Anak Standar Kebutuhan Ruang (Unit) Tingkat Pelayanan Indeks 1 RW.01 2 1 2 333 2 RW.02 0 0 0 3 RW.03 1 1 167 4 RW.04 4 4 667 5 RW.05 4 4 667 6 RW.06 3 3 500 7 RW.07 6 6 1000 8 RW.08 6 6 1000 9 RW.09 4 4 667 10 RW.10 2 2 333 11 RW.11 4 4 667 12 RW.12 0 0 0 13 RW.13 6 6 1000 14 RW.14 4 4 667

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2016

Tabel 9

Kelas Pelayanan Ruang Bermain Kelurahan Baranangsiang

No. Nama

Wilayah Indeks Kebutuhan Indeks Ketersediaan Indeks Kondisi Jumlah Indeks

Kelas Pelayanan 1 RW.01 40 333 167 540 R 2 RW.02 0 0 0 0 R 3 RW.03 157 167 183 507 R 4 RW.04 70 667 350 1087 S 5 RW.05 125 667 467 1258 S 6 RW.06 4 500 350 854 R 7 RW.07 222 1000 633 1855 S 8 RW.08 33 1000 517 1550 S 9 RW.09 128 667 733 1528 S 10 RW.10 102 333 267 702 R 11 RW.11 216 667 867 1749 S 12 RW.12 0 0 0 0 R 13 RW.13 934 1000 1000 2934 T 14 RW.14 1000 667 633 2300 T

Sumber: Tabel 5.4, 5.5, 5.6, dan Hasil Analisis, Tahun 2016

Kelas :

T = Tinggi(> 1.957) R = Rendah (<978) S = Sedang (979 – 1.957)

4.4. Persepsi Terhadap Ruang Bermain Anak

Sebelum melakukan analisis berdasarkan hasil pembobotan, dilakukan penyebaran

kuisioner terhadap 2 (dua) kriteria responden, yaitu responden anak-anak dengan jumlah 100 responden serta responden orangtua dengan jumlah responden 100

(8)

a) Klasifikasi Jawaban Pertanyaan Kuesioner berdasarkan Responden Anak

Tabel 10 Kelas Interval Anak

No. Kategori Anak Total Bobot Kelas

1 Kondisi dan Ketersediaan 10 R

2 Kegiatan dan Keinginan 25 T

3 Keamanan 9 R

Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2016

Kelas: T = Tinggi (> 21), R = Rendah (<14), S = Sedang (15 – 20)

Berdasarkan Tabel 10 diatas yaitu merupakan tabel kelas dari ketiga kategori pertanyaan. Dimana, untuk kategori k kondisi dan ketersediaan masuk kedalam kriteria rendah. Untuk kategori kegiatan dan keinginan masuk kedalam kriteria tinggi dan untuk kategori keamanan masuk kedalam kriteria rendah.

b) Klasifikasi Jawaban Pertanyaan Kuesioner berdasarkan Responden Orangtua

Tabel 11

Kelas Interval Orangtua

No . Kategori Anak Jumlah Kelas Kela s 1 Kondisi dan Ketersediaan 22 T 2 Kegiatan dan Keinginan 9 R 3 Keamanan 4 R

Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2016

Kelas: T = Tinggi (> 18), R = Rendah (<10), S = Sedang (11 – 17)

Berdasarkan Tabel 11 diatas dari hasil pembobotan untuk ketiga kategori di bagian orangtua yaitu untuk kategori kondisi dan ketersediaan masuk kedalam kriteria kelas tinggi. Untuk kategori kegiatan dan keinginan masuk kedalam kriteria kelas rendah dan untuk kategori keamanan yaitu sama, masuk kedalam kriteria kelas rendah.

5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan sebagai berikut:

a) Berdasarkan penilaian untuk jumlah penduduk yang terlayani yaitu tingkat pelayanan tertinggi terdapat pada RW.14 sedangkan, untuk tingkat perlayanan terendah terdapat pada RW.02 dan 12.

b) Untuk penilaian jumlah ruang bermain yang

tersedia yaitu tingkat pelayanan tertinggi terdapat pada RW.03 sedangkan, tingkat pelayanan terendah terdapt pada RW.02 dan 12.

c) Berdasarkan jumlah kelas pelayanan ruang

bermain yaitu untuk kelas tertinggi terdapat di RW. 13 dan 14, untuk kelas sedang terdapat di RW. 04, 05, 07, 08, 09 dan 11 sedangkan untuk kelas rendah terdapat di RW.01, 02, 03, 06, 10, dan 12.

d) Berdasarkan persepsi anak untuk kategori

kondisi dan ketersediaan dan kategori keamanan masuk kedalam kriteria interval rendah sedangkan, untuk kategori kegiatan dan keinginan masuk kedalam kriteria interval tinggi.

e) Berdasarkan persepsi Orangtua untuk kategori

kondisi dan ketersediaan masuk kedalam kriteria kelas tinggi, sedangkan untuk kategori kegiatan dan keinginan serta kategori keamanan yaitu sama-sama masuk kedalam kriteria interval rendah.

5.2. Saran

Usulan dan saran yang dapat dikemukakan, diantaranya adalah:

a) Meningkatkan kualitas ruang bermain anak

yang ada agar anak-anak aman dan nyaman dalam bermain.

b) Pembebasan lahan sangat disarankan dilihat,

masih terdapat lahan kosong di tiap RW yang ada di Kelurahan Barangsiang.

c) Mengenai keterbatasan lahan yang menjadi

penghambat, pemerintah harus berupaya untuk membangun ruang bermain yang layak untuk anak di wilayah yang berdekatan dengan wilayah yang tidak memiliki ruang bermain. misalnya RW.02 dan RW. 12 yan tidak terdapat ruang bermain anak.

d) Diharapkan kepada pemerintah kota memperhatikan tempat bermain bagi anak dan

(9)

memberikan kontribusi yang lebih terhadap pembangunan ruang bermain anak. Pemerintah harus dapat menggali keinginan dan harapan anak-anak dalam bermain. Upaya yang bisa dilakukan, misalnya mengadakan acara atau diskusi dengan anak-anak, dimana dalam acara tersebut pemerintah diharapkan menggali keinginan anak-anak mengenai ruang bermain yang mereka impikan.

e) Kecamatan Ramah Anak (CaRA) yang

diimplementasikan melalui Ruang Impian Anak (RIA) atau yang lebih populer dengan si-RIA adalah sebuah model sinergi antara pelayanan publik dan fasilitasi kebutuhan terbaik untuk anak dalam hal informasi dan permainan yang mengedepankan good educatif for children. Hal tersebut seperti yang sudah diterapkan di Kabupaten Sidoarjo. Kota Bogor pun tidak menutup kemungkinan bisa menerapkan hal tersebut dari tingkat lebih bawah seperti memprakarsai pembentukan Kelurahan Ramah Anak.

DAFTAR PUSTAKA

(Bappeda) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2005.

Badan Standarisasi Nasional 2004. SNI 03-1733-2004. Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan.

Badan Standarisasi Nasional 2004. SNI 03-1733-2004. Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan.

Herlinawati, Dita.2012. Identifikasi Kota Layak Anak Dari Segi Keberadaan Infrastruktur (Studi Kasus : Kelurahan Tegallega Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor). {Tugas Akhir}. Bogor : Program Studi Perencanaan Wilayah Dan Kota Fakultas

(Pemkot) Pemerintah Kota Bogor. Rencana Detail Tata Ruang(RDTR) Kota Bogor Tahun, 2011-2031. Bogor: Bappeda Kota Bogor.

Republik Indonesia. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Tentang Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan Dan Permukiman Dan Pekerjaan Umum. 2001. No. 534/KPTS/M/2001

Suryana. Pengetian anak, (online), (http://edukasi.kompasiana.com/2012/05 /15/definisi-anak-463129.html, diakses 12 april 2016 )

PENULIS :

1. Joao Da Silva Gusmao, S.T, (Alumni) 2016 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak.

2. Dr.Ir. Janthy Trilusianthy Hidayat, M.Si, Staf Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak.

3. Dr.Ir. Indarti Komala Dewi, M.Si, Staf Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

Gambar

Gambar 1 : Peta Orientasi Wilayah Studi  3.2.  Metode Pengumpulan Data
Gambar 2 : Peta Sebaran Ruang Bermain 4.2.  Aktivitas Bermain Anak

Referensi

Dokumen terkait

Maksud dari kegiatan International Conference ini adalah melakukan kajian kritis tentang kebijakan pembangunan Kesehatan untuk mengakselerasi upaya pencapaian tujuan

Apabila ada sanggahan, maka dapat disampaikan secara tertulis kepada Pokja Pengadaan Konstruksi Pokja Pengadaan Konstruksi ULP MIN Mila / Ilot Kantor

1) Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Prinsip pembagiannya adalah harus di pisahkan fungsi-fungsi operasi, penyimpanan dan fungsi

kaki terbuka ,tekuk lutut kanan sambil mengangkat tangan kiri keatas .lakukan gerakan yang sama pada arah yang berlawan diiringi dengan menarik dan membuang nafas dengan

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan kondensor dummy (tipe helical coil, trombone coil dan multi helical coil) tanpa air bersirkulasi

Pencarian beruntun adalah proses membandingkan setiap elemen larik satu per satu secara beruntun, mulai dari elemen pertama sampai elemen yang dicari ditemukan

BERMINAT UNTUK MENJADI PNS// SEDANGKAN PENGANGGUR YANG LAIN MUNGKIN TIDAK TERTARIK UNTUK MASUK DI JAJARAN.. PEGAWAI

Program FEATI (Farmer Empowerment through Agricultural Technology and Information) merupakan suatu program pemberdayaan dan pembangunan yang dikembangkan oleh