• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Kebudayaan, Volume 15, Nomor 1/2020. Exsaris Januar SDN 44 Kalumbuk, Kota Padang : /jk.v15i1.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Kebudayaan, Volume 15, Nomor 1/2020. Exsaris Januar SDN 44 Kalumbuk, Kota Padang : /jk.v15i1."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstract

The background of the research is the lack of learning media that uses cultural literacy in the internalization of Pancasila values, especially in elementary schools. The problem raised in this paper is how carano can be used as a learning media or cultural literacy for students? The purpose of this study is to utilize carano as a valid, practical, and effective learning media based on cultural literacy. This research used best practices model. The respondents were students of SDN 27, Batu Bulek, North Lintahu Buo District, Tanah Datar Regency, West Sumatra Province, and data were collected through questionnaires. The results show that for practicality value, carano comic as learning media score 3,77 from the teachers’ responses. As for students’ responses, 93,75% stated they liked carano comic as a learning media. For effectivity value, assessed from students learning activities, it showed great effectivity. As for attitude aspect, it scored 4,04 for the 1st Principle, 3,96 for 2nd Principle, and 3,89 for 3rd Principle. Based on this data, the use of carano comic learning media in the learning process is effective.

Keywords: carano, comics, culture, literacy.

Abstrak

Latar belakang penelitian ini adalah kurangnya media pembelajaran yang menggunakan literasi budaya dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila, khususnya di Sekolah Dasar. Permasalahan dalam tulisan ini adalah: Sejauh mana carano dapat digunakan sebagai media pembelajaran atau literasi budaya terhadap peserta didik? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan carano sebagai media pembelajaran berbasis literasi budaya yang valid, praktis, dan efektif. Metode penelitian ini menggunakan model best practices. Adapun responden adalah peserta didik SDN 27 Batu Bulek, Kecamatan Lintahu Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat, dengan penjaringan data melalui angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk nilai praktikalitas media pembelajaran komik carano dilihat dari aspek respon guru berada pada angka 3,77 dan respon peserta didik 93,75% yang menyatakan suka terhadap media pembelajaran komik carano. Untuk efektifitas dilihat dari aktifitas belajar peserta didik sangat efektif dalam pembelajaran sedangkan hasil belajar dari aspek sikap berada pada angka 4,04 pada Sila ke-1, 3,96 pada Sila ke-2, dan 3,89 pada Sila ke-3. Berdasarkan data ini, penggunaan media pembelajaran komik carano efektif dalam proses pembelajaran.

Kata Kunci: carano, komik, budaya, literasi.

Naskah diterima: 4 November 2019; direvisi akhir: 14 juli 2020; disetujui: 24 Juli 2020 Volume 15 Nomor 1/2020

JURNAL

KEBUDAYAAN

PENGGUNAAN KOMIK CARANO SEBAGAI MEDIA

LITERASI BUDAYA

DI SEKOLAH DASAR

THE USE OF CARANO COMIC AS A MEDIA OF

CULTURAL LITERACY

IN ELEMENTARY SCHOOL

Exsaris Januar

SDN 44 Kalumbuk, Kota Padang E-mail: exsarisazzura@gmail.com DOI : 10.24832/jk.v15i1.305

(2)

PENDAHULUAN

P

ancasila adalah ideologi atau dasar

Negara Republik Indonesia yang menjadi dasar-dasar hidup bernegara bagi setiap warga Negara Indonesia agar menjadi warga negara yang baik (good citizen). Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan acuan dan pedoman untuk bertindak dan berpikir bagi warga negaranya. Pada zaman modern (globalisasi) sekarang banyak pengaruh atau dampak negatif terhadap suatu negara salah satu dampak negatif tersebut adalah lunturnya nilai-nilai budaya yang ada pada suatu daerah sehingga tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai Pancasila (Damanhuri, 2016).

Berdasarkan pendapat di atas dinyatakan bahwa Pancasila sebagai pedoman dalam proses berpikir telah mengalami dampak negatif terhadap generasi bangsa Indonesia. Apalagi pada zaman globalisasi sekarang banyak peserta didik yang kurang mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Jika hal ini dibiarkan secara terus-menerus maka akan menjadikan sebuah ancaman yang sangat besar, karena disadari atau tidak globalisasi secara perlahan-lahan akan mengubah karakter peserta didik. Penerapan nilai-nilai Pancasila yang kurang pada peserta didik pada zaman sekarang dapat diketahui ketika peserta didik tidak peduli dengan kebudayaan bangsa Indonesia. Peserta didik lebih suka dengan dunia luar seperti film kartun dari negara tetangga akibatnya peserta didik tidak peduli dengan budaya dan kearifan lokalnya sendiri. Dibutuhkan sebuah strategi literasi berbasis budaya.

Tujuan dari kegiatan penguatan literasi yang berbasis budaya adalah untuk mengembangkan pemahaman terhadap budaya bangsa Indonesia sebagai bentuk identitas bangsa harus ditanamkan sejak usia dini (Firman, 2017). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa literasi budaya harus ditanamkan sejak usia dini kepada peserta didik.

Daerah Sumatra Barat dikenal sebagai daerah yang memiliki kebudayaan yang kuat. Dikenal dengan filsafat alam takambang jadikan guru. Makna ini menjelaskan bahwa pedoman hidup dan tingkah laku masyarakat ranah Minang bersumber dari alam. Alam merupakan sumber ilmu pengetahuan. Namun banyak peserta didik sekarang yang tidak tahu dengan filsafat alam

takambang jadikan guru.

Berkaitan dengan filsafat tersebut, salah satu cara untuk menyampaikannya adalah dengan menggunakan media carano. Carano adalah wadah atau tempat yang memiliki kaki seperti tabung dulang besar di bagian pangkalnya, dan difungsikan sebagai wadah dalam upacara adat di Minang (Zubaidah, 2001). Di bagian luar dari carano terdapat ukiran-ukiran hiasan yang mengandung makna-makna tertentu. Meskipun demikian, banyak generasi muda yang sudah tidak mengetahui lagi nilai-nilai yang terkandung di dalam hiasan carano tersebut. Sebagai misal, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap peserta didik kelas 6 di SDN 27 Batu Bulek, Kecamatan Lintahu Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, diketahui bahwa sekitar 17 dari 20 peserta didik atau 85% tidak tahu tentang fungsi

carano dalam acara adat. Peserta didik hanya

tahu benda yang bernama carano tapi tidak paham tentang maknanya, sedangkan peserta didik yang tahu makna filosofi ukiran di dinding

carano hanya 10 persen atau 2 orang. Oleh

sebab itu permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah: sejauhmana carano dapat digunakan sebagai media pembelajaran atau literasi budaya terhadap peserta didik?

Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan media pembelajaran yang valid, praktis dan efektif di kelas 6 pada tema 3 subtema 1 di Sekolah Dasar. Manfaat Penelitian ini adalah menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan media komik carano, khususnya Sila ke-1 (Ketuhanan Yang Maha Esa), Sila ke-2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab), dan Sila ke-3 (Persatuan Indonesia). Sedangkan bagi guru dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila melalui literasi budaya.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian best practice atau praktik baik dengan menggunakan benda warisan budaya yang bernama carano untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada peserta didik. Penggunaan media carano dibuat ke dalam bentuk komik yang bertujuan untuk mengenalkan secara mendalam tentang makna tersirat dari sebuah benda yang bernama carano dengan penanaman nilai-nilai Pancasila.

Media merupakan salah satu poin penting dalam proses pembelajaran. Media merupakan sebuah sarana untuk mengirimkan pesan

kepada peserta didik. Menurut Yuyus Suherman, media adalah “apa saja yang mengantarkan atau membawa sebuah informasi kepada penerima pesan dalam proses belajar-mengajar yang pada hakikatnya adalah sebuah proses komunikasi yang ditetapkan dalam kurikulum, sumber belajar seperti guru dan yang lainnya” (Suherman, 2009). Sejalan dengan itu, Gagne dan Briggs dalam Arsyad (2006: 4) secara implisit menyatakan bahwa “media pembelajaran itu seperti buku, tape, video camera, gambar bingkai, dan yang lainnya”.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat dinyatakan bahwa media merupakan sarana untuk pengirim pesan kepada peserta didik, baik berupa soft file (perangkat lunak) maupun hard file (perangkat keras). Sesuai dengan pendapat ahli di atas maka media

carano merupakan media perangkat keras yang

digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan nilai-nilai Pancasila kepada peserta didik kelas 6 Sekolah Dasar.

Pada studi Erfina yang berjudul Penerapan

Model Mind Map Berbantuan Media Komik untuk meningkatkan Kualitas Pembelajaran PKn pada Siswa Kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02 Semarang, menyatakan bahwa peserta

didik kurang memperhatikan penjelasan guru, sebagian besar peserta didik berbicara dan mengobrol pada saat guru menjelaskan materi pelajaran. Sebuah media pembelajaran dibutuhkan dalam kasus ini. Simpulan dari penelitiannya menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran mind map berbasis komik dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar (PBM) di kelas 6 SD (Erfina, 2015). Hengkang Bara Saputro dan Soeharto dalam studinya yang berjudul Pengembangan Media

Komik Berbasis Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Tematik-Integratif Kelas IV SD.

menyatakan bahwa media pembelajaran berbasis komik valid, praktis, dan efektif dalam penanaman nilai-nilai pada seni bela diri karate bagi peserta didik (Saputro dan Soeharto, 2015). METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian best

practices atau praktik baik menggunakan metode

kuantitatif dengan tujuan untuk menghasilkan sebuah media pembelajaran komik yang praktis dan efektif pada materi penanaman nilai-nilai

Pancasila, dengan mengintegrasikan budaya kearifan lokal berupa benda carano.

Penelitian ini dilakukan di SDN 27 Batu Bulek, Kecamatan Lintahu Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Alasan memilih sekolah ini karena merupakan salah satu sekolah berprestasi. Di samping itu, ditinjau dari etnisitas, peserta didiknya homogen, yakni dari etnis Minang, namun dengan berbagai macam subetnis, seperti Bodi, Caniago, Koto, Piliang. Melayu, dan Jambak. Peserta didik yang terdaftar di kelas 6 tahun ajaran 2019-2020 sebanyak 20 orang, terdiri dari 12 perempuan dan 8 laki-laki. Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui wawancara, observasi, dan penyebaran angket.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi seperti ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan. Angket

(qestionnaire) digunakan untuk memperoleh

data praktikalitas, dan efektifitas dari media pembelajaran.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif, yaitu mendeskripsikan tingkat kepraktisan media, kompetensi peserta didik yang menunjukkan efektivitas media komik

carano dengan mengintegrasikan nilai-nilai

Pancasila, khususnya Sila ke-1, Sila ke-2, dan Sila ke-3.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Makna Carano

Carano merupakan wadah atau tempat yang

memiliki kaki seperti tabung dulang besar di pangkalnya, terbuat dari logam seperti

loyang atau kuningan. Carano diisi dengan

kelengkapannya seperti sirih, pinang, dan gambir, serta dulamak atau kain penutup

carano (Zubaidah, 2001). Keberadaan carano

merupakan suatu hal yang mutlak pada acara adat di ranah Minang dan merupakan sebuah simbol keabsahan. Jika carano tidak ada maka sebuah upacara adat belumlah sempurna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa carano

(3)

merupakan lambang sebuah upacara adat di ranah Minang.

Gambar 1. Carano (sumber: koleksi pribadi penulis)

Secara filosofis, carano merupakan benda yang sangat penting dalam upacara adat di ranah Minang. Keberadaan carano mengandung pokok pikiran dan ilmu pengetahuan orang Minangkabau yang berlandaskan alam

takambang jadikan guru. Alam dijadikan sebagai

sumber berperilaku dan menjadi sumber pengetahuan oleh masyarakat ranah Minang. 2. Carano sebagai Literasi Budaya.

a. Kebudayaan sebagai Identitas Bangsa Negara Indonesia terkenal dengan berbagai macam kesenian, bahasa, masakan serta budayanya. Salah satu budaya yang ada pada masyarakat Indonesia khususnya Sumatra Barat adalah adat istiadat. Sumatra Barat merupakan daerah yang kaya akan budaya dan adat istiadat. Adat Minangkabau bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara menuju masyarakat beradat, berbudaya tinggi, serta berkarakter sehingga melahirkan generasi Indonesia emas 2045.

Menurut Zainudin, adat di ranah Minang disusun berdasarkan perpaduan antara pikiran dan perasaan menimbang baik dan buruknya mengacu kepada alam takambang jadikan

guru, raso dan pareso (rasa dan periksa),

menurut alua jo patuik (alur dan patut) akan melahirkan sikap dan perilaku yang baik dengan mempertimbangkan perasaan malu dan sopan, agar memunculkan kearifan pengetahuan dan berperilaku sebagai manusia dalam kehidupan sosial yang beradab” (Zainudin, 2010).

Adat di daerah Sumatra Barat memberikan sumbangsih sebagai acuan atau pedoman nilai-nilai kearifan lokal yang bersumber dari akal-budi dalam menjalani kehidupan dalam bermasyarakat, sehingga melahirkan tindakan dan perilaku masyarakat yang mencerminkan karakter khas orang Sumatra Barat dalam hal ini adalah Masyarakat Minangkabau.

“Nilai-nilai adat tersebut dapat diartikan sebagai kearifan lokal yang dimiliki oleh budaya Minangkabau dan bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar melek budaya serta menampilkan perilaku yang beradat, beradab, dan berkarakter. Nilai-nilai adat sebagai nilai-nilai kearifan lokal Minangkabau” (Desyandri, 2017).

b. Definisi Literasi Kebudayaan

Helaludin menyatakan bahwa literasi budaya adalah sebuah kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai suatu identitas bangsa (Helaludin, 2018). Ia juga menyatakan bahwa literasi budaya merupakan jenis literasi yang vital untuk ditanamkan pada peserta didik. Literasi budaya merupakan kemampuan individu dalam memahami, menghargai, dan memaknai adanya keberagaman di lingkungannya. Di era globalisasi, keberagaman budaya merupakan aspek yang tidak dapat dihindari. Bahkan, memasuki era revolusi industri 4.0 saat ini kemampuan literasi budaya mutlak diperlukan sebagai modal/ bekal untuk hidup dan bekerja sebagai bagian dari masyarakat global.

Adapun menurut definisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan literasi kebudayaan merupakan kemampuan untuk memahami hak dan kewajiban identitas bangsa, dan Literasi kebudayaan sangat penting untuk dikuasai pada abad ke-21 (Tim Penyusun Materi Pendukung Literasi Budaya dan Kewargaan, 2017).

3. Carano Sebagai Media Literasi Budaya untuk Menanamkan Nilai-Nilai Pancasila. Carano merupakan sebuah benda adat berupa

wadah yang ada di setiap upacara seperti upacara pernikahan, kematian, kelahiran anak, dan acara adat lainnya. Di dalam carano berisi daun sirih, pinang, gambir, dan daun tembakau.

Menurut Nur Fitri Handayani, ada beberapa motif ukiran pada carano, seperti: burung enggang, saik galamai/ belah ketupat, dan

itiak pulang patang, yang masing-masing

memiliki makna. Adapun makna dalam masing-masing ukiran carano tersebut sebagai berikut (Handayani, 2013):

a. Motif Burung Enggang

Di dinding carano terdapat motif burung enggang. Burung enggang merupakan raja dari segala Burung. Bagian kepala dari burung ini berbentuk seperti tanduk. Bagian tanduk burung enggang adalah sebuah mahkota dan dijadikanlah lambang dari kekuasaan.

Gambar 2. Carano dengan motif burung enggang

(sumber: Handayani, 2013)

Makna yang terkandung dalam ukiran ini adalah Sila ke-1, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagai wujud sikap bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa bangsa Indonesia kaya akan hewan dan tumbuhan langka yang patut kita lestarikan.

b. Motif Saik Galamai/ Belah Ketupat

Saik galamai mengandung makna ketelitian.

Artinya teliti dalam melakukan sesuatu yang akan diputuskan. Keputusan hendaknya juga adil bagi setiap masyarakat. Jangan berat sebelah.

Gambar 3. Motif Saik Galamai (sumber: Studio Zodio)

Ukiran saik galamai mengandung makna sebuah keteraturan dan keadilan. Jika ingin membagi sesuatu haruslah adil dan bijaksana. Keadilan bukan hanya untuk segelintir golongan tetapi keadilan untuk semua lapisan masyarakat. Jika diintegrasikan dengan penanaman nilai-nilai Pancasila maka motif saik galamai mencerminkan Sila ke-2, yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab.

c. Motif Itiak Pulang Patang

Motif ini menggambarkan barisan itik berjalan. kalau diperhatikan itik pulang patang maka gerombolan itik tersebut berjalan mengikuti induknya, berbaris secara tertib dan teratur.

Itiak pulang patang mengandung makna filosofi

kesepakatan dan persatuan yang kokoh serta kompak dalam sebuah barisan.

Gambar 4. Motif itiak pulang patang (sumber: Handayani, 2013)

Terlihat dari gambar di atas bahwa makna filosofi carano yang mempunyai ukiran itiak

pulang patang bisa kita integrasikan dengan

penanaman nilai-nilai Pancasila, khususnya Sila ke-3, Persatuan Indonesia. Itiak atau itik merupakan hewan yang memiliki rasa persatuan yang kuat dalam kehidupan sehari-hari. Sikap persatuan dari itik inilah yang perlu dicontoh dalam kehidupan sehari-hari. Mereka selalu kompak dalam menjalani kehidupan. Barisan mereka rapi ketika hendak pulang ke kandangnya.

Berdasarkan uraian ukiran dan makna yang ada pada carano di atas maka peneliti mengajarkan makna filsafat ukiran yang ada pada carano dengan mengaitkan nilai Pancasila, khususnya Sila ke-1, Sila ke-2, dan Sila ke-3 dalam kehidupan sehari-hari para peserta didik. Filsafat alam

takambang jadikan guru perlu kita tanamkan

kepada peserta didik sejak mereka usia dini. Alam mengajarkan akan sebuah sikap, makna yang perlu dipahami secara mendalam.

(4)

4. Media Komik dalam Pembelajaran Nilai-Nilai Pancasila.

Menurut Fita, komik merupakan perpaduan keselarasan antara gambar dengan bahasa. Kedua aspek ini tidak bisa dilepaskan dari struktur yang bernama media pembelajaran berbasis komik. Fita juga mengungkapkan bahwa aspek ini saling mengisi, memperkuat dan mempertegas tujuan penulis untuk mengungkapkan apa makna dan sebuah pesan yang disampaikan penulis (Fita, 2016). Adapun Waluyanto menyampaikan bahwa komik adalah suatu bentuk media komunikasi visual yang mempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi secara populer dan mudah dimengerti” (Waluyanto, 2005). Sejalan dengan itu Saputro (2015), menyatakan bahwa dalam menyajikan sebuah media pembelajaran berbasis komik haruslah sesuai dengan karakteristik peserta didik dan komik yang akan dibuat. Komik merupakan media pembelajaran jenis media grafis berbasis cetak, sehingga kedudukan dan fungsi komik bisa menggantikan buku teks pembelajaran dan bisa juga sebagai buku pendamping dalam pembelajaran.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa media komik adalah sebuah media pembelajaran yang terdiri dari aspek gambar dan bahasa. Komik harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Komik juga bisa dijadikan sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran.

Media pembelajaran komik carano mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam sebuah media komik yang berfungsi untuk menarik perhatian peserta didik dalam proses pembelajaran.

5. Penerapan dalam Pembelajaran

Berdasarkan hasil penerapan media carano berbasis literasi budaya, maka penulis meneliti bagaimanakah praktikalitas media pembelajaran komik berbasis literasi budaya. Praktikalitas terdiri dari respon guru dan respon peserta didik terhadap penerapan media pembelajaran berbasis komik literasi budaya.

Untuk melihat respon guru penulis menggunakan angket yang telah direvisi oleh guru senior sebagai validator angket respon guru. Hasil angket sangat valid digunakan dalam proses

pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran komik. Berdasarkan hasil validasi angket respon guru berada pada angka 3,48 atau kategori sangat valid.

Tabel 1. Respon Guru dalam Proses Belajar Mengajar

No Responden Rata-Rata Penilaian

1 G1 3,67

2 G2 3,77

3 G3 3,88

Jumlah 11,32

Rata – Rata 3,77

Tabel di atas menyatakan bahwa rata-rata respon guru memberikan penilaian 3,77 terhadap media pembelajaran komik carano. Beberapa guru mengungkapkan bahwa media pembelajaran membuat minat peserta didik dalam proses pembelajaran menjadi aktif.

Peneliti juga menyebarkan angket respon peserta didik yang telah divalidasi. Berdasarkan angket yang disebarkan maka didapat hasil pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Respon Peserta Didik dalam Penerapan Media Box Gerhana

Berdasarkan data respon peserta didik di atas dapat dilihat bahwa peserta didik yang menjawab Ya untuk menyukai media komik

carano sebanyak 93,75 % sedangkan peserta

didik yang menjawab tidak menyukai komik

carano adalah sebanyak 6, 25%.

Untuk efektifitas media komik carano penulis melihat dari aktifitas dan hasil belajar peserta didik kelas 6. Untuk aktifitas dilihat dengan menggunakan angket yang dilihat oleh

observer. Sedangkan untuk hasil belajar penulis

melihat hasil penerapan dari segi aspek sikap, pengetahuan dan kognitif.

Hasil pengamatan aktifitas belajar peserta didik

selama kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang observer. Untuk hasil lengkap dapat dilihat pada lampiran. Secara ringkas disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. Aktivitas Belajar Peserta Didik Pertemuan Kategori Pengamatan Aktifitas Peserta Didik

Awal Inti Akhir

Pertama 80 93 100

Kedua 84 93 90

Rata-Rata 82 93 95

Berdasarkan data tabel di atas dapat dilihat bahwa aktivitas belajar peserta didik pada kegiatan awal 80%, sedangkan untuk kegiatan inti 93% dan kegiatan akhir 100%.

6. Hasil belajar a. Aspek Sikap

Penulis menggunakan observer untuk mengobservasi penulis dalam mengajarkan materi Nilai-nilai Pancasila dengan menggunakan komik carano.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Nilai Sikap

Observer ke-1Sila ke-2Sila ke-3Sila

O1 3,93 3,86 3,93

O2 4,14 4,07 3,86

Jumlah 8,07 7,93 7,79

Rata – Rata 4,04 3,96 3,89

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai sikap pada Sila ke-1 berada pada angka 4,04, Sila ke-2 berada pada angka 3,96, Sila ke-3 berada pada angka 3,89. Berdasarkan hasil data ini disimpulkan bahwa penerapan media komik carano efektif dalam penanaman nilai-nilai Pancasila.

b. Aspek Pengetahuan

Hasil penilaian pengetahuan berupa soal Uraian sebanyak 5 butir soal. Untuk soal latihan penulis konsultasi dengan guru senior sebagai validator soal. Hasil dari penilaian pengetahuan (kognitif) dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5. Hasil Belajar Aspek Pengetahuan

PB Jenis

Test Peserta Jumlah Didik

Mean S.D Max Min 1 Sila 1 20 85 10,85 90 60

Sila 2 20 85 7,04 95 70 2 Sila 3 20 90 8,48 95 60

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata hasil belajar peserta didik pada materi Sila ke-1 berada pada angka 85 dengan standar deviasi 10,85 dan nilai maksimum 90 nilai minimum 60. Sedangkan pada Sila ke-2 nilai rata-rata hasil belajar peserta didik berada pada angka 85 standar deviasi 7,04 nilai maksimum 95 dan nilai minimum 70. Untuk hasil penilaian belajar pada Sila ke-3 berada pada rata-rata 90 standar deviasi 8,48 nilai maksimum 95 dan nilai minimum 60.

7. Pembahasan Hasil Praktikalitas

Berdasarkan hasil praktikalitas media Komik Carano yang terdiri dari respon guru dan respon peserta didik menyatakan bahwa media pembelajaran dengan menggunakan carano sangat bagus untuk digunakan. Hasil wawancara dengan salah seorang guru menyatakan bahwa media komik sangat inspiratif dan membantu generasi muda untuk mengenal lebih dalam tentang warisan budaya kearifan lokal. Carano merupakan sebuah benda yang pada saat ini sangat jarang ditemukan penjelasan dan penggunaaan maknanya secara filosofi. Hasil wawancara dengan salah seorang peserta didik juga menyatakan bahwa mereka sangat suka dengan pembelajaran media komik carano. Komik membantu mereka memahami makna sebuah carano dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila.

Efektifitas media komik carano dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila. Efektifitas dilihat dari aspek aktifitas dan hasil belajar peserta didik. Penerapan media komik carano ternyata berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik dan sikap dalam menghayati pengamalan nilai-nilai Pancasila.

Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dikenal sebuah model pembelajaran yang bernama Value

Clarification Technic (VCT). Pembelajaran

(5)

membelajarkan sikap karena mampu membina kepribadian peserta didik dan memberikan pengalaman mengajar (Pura, 2011).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran dengan menggunakan VCT unggul dalam proses pembelajaran. Penggunaan media komik merupakan salah satu pendekatan VCT.

Sejalan dengan itu penggunaan carano dalam proses pembelajaran merupakan salah satu kiat penulis untuk menanamkan prinsip-prinsip nilai Pancasila berbasis literasi budaya. Menurut Tim Penyusun Materi Pendukung Literasi Budaya dan Kewargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, prinsip literasi budaya adalah: (a) budaya sebagai alam pikir melalui bahasa dan perilaku; (b) kesenian sebagai produk budaya; (c) nasionalisme (Tim Penyusun Materi Pendukung Literasi Budaya dan Kewargaan, 2017).

Berkaitan dengan prinsip literasi budaya yang disampaikan oleh Tim Penyusun Materi Pendukung Literasi Budaya dan Kewargaan tersebut, media komik carano juga berkaitan dengan prinsip-prinsip tersebut. Pertama, dalam kaitannya dengan budaya sebagai alam pikir melalui bahasa dan perilaku, carano merupakan sebuah warisan budaya yang patut dilestarikan.

Carano sebagai alat media bahasa yang digunakan

sebagai bahasa orang Minang, yang disebut dengan tahu di nan ampek. Maksud dari tahu

di nan ampek adalah orang Minang harus tahu

dengan kata mandaki, mandata, manurun dan

malereang. Mandaki artinya menghargai orang

yang lebih tua, mandata adalah menghagai orang yang sama besar, manurun adalah menghargai orang yang lebih muda dari kita, dan malereang adalah menghargai orang asing atau orang yang baru dikenal. Penggunaan carano sebagai bentuk bahasa warisan budaya yang digunakan dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila pada Sila pertama, yaitu saling menghargai antara sesama warga negara. Yang tua dihormati, yang muda disayangi. Nilai-nilai inilah yang diintegrasikan ke dalam sebuah komik carano.

Kedua, kaitannya dengan kesenian sebagai produk budaya dari masyarakat Indonesia. Dalam hal ini komik carano merupakan sebuah kesenian tradisional yang patut dilestarikan oleh generasi bangsa.

Ketiga, kaitannya dengan nasionalisme. Berbicara tentang Nasionalisme, carano

merupakan sebuah media pembelajaran yang efektif dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila pada Sila ke-3. Makna tersirat dari ukiran di wadah carano, yaitu itik pulang patang melambangkan persatuan dan kesatuan bangsa. Alam yang dijadikan sebagai sumber perilaku kehidupan menyatakan bahwa sebagai generasi muda bangsa harus bersatu. Jika persatuan dan kesatuan terjalin maka akan mudah menggapai satu tujuan

PENUTUP 1. Kesimpulan

Penggunaan media Komik Carano praktis dan efektif dalam pembelajaran untuk mengajarkan materi penanaman nilai-nilai Pancasila, Sila ke-1, Sila ke-2, dan Sila ke-3. Pertama, untuk nilai Praktikalitas media pembelajaran Komik dilihat dari aspek respon guru berada pada angka 3,77 dan respon peserta didik 93,75% menyatakan suka terhadap media pembelajaran komik

carano.

Kedua, untuk efektifitas dilihat dari aktivitas belajar peserta didik sangat efektif dalam pembelajaran sedangkan hasil belajar dari aspek sikap berada pada angka 4,04 pada Sila ke-1, 3,96 pada Sila ke-2, dan 3,89 pada Sila ke-3. Berdasarkan data ini maka penggunaan media pembelajaran komik carano efektif dalam proses pembelajaran.

2. Saran

Guru perlu menambah wawasan dan pengetahuannya tentang pembelajaran berbasis IT agar pembelajaran menjadi lebih menarik dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

PUSTAKA ACUAN

Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Damanhuri, D. 2016. “Implementasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Upaya Pembangunan Karakter Bangsa (Studi Kasus di Kampung Pancasila, Desa Tanjung Sari, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang)”. Untirta

Civic Education Journal, 1 (2), 185–198.

Desyandri. 2017. “Peran Warga Sekolah dalam Pembudayaan Nilai-nilai Edukatif Lagu-lagu Minang Melalui Gerakan Literasi di Sekolah Dasar.” Prosiding Seminar Nasional

Pembelajaran Literasi Lintas Disiplin Ilmu Ke-SD-an. Padang: Kerjasama Pendidikan

Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang dan Himpunan Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar Indonesia. Hlm. 15-29.

Erfina, L. 2015. “Penerapan Model Mind Map Berbantuan Media Komik untuk meningkatkan Kualitas Pembelajaran PKn pada Siswa Kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02, Semarang”. Skripsi. Semarang: Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu. Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.

Fita, D. 2016. “Keefektifan Media Komik terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman pada Siswa Kelas IV SD”. Mimbar Sekolah Dasar, Vol 3(1) 2016, 29-39, 3 (1), 29–39. https:// doi.org/10.17509/mimbar-sd.v3i1.2354 Handayani, Nur Fitri. 2013. “Bentuk, Fungsi dan

Makna Motif Carano Kerajaan Siguntur di Dharmasraya”. Skripsi. Padang: Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang Tim Penyusun Materi Pendukung Literasi Budaya

dan Kewargaan. 2017. Materi Pendukung

Literasi Budaya dan Kewargaan. Jakarta:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Helaludin. 2018. “Desain Literasi Budaya

dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi”. Estetik, 1, No 2 (December). https://doi.org/10.29240/ estetik.v1i2

Saputro, Hengkang Bara dan Soeharto. 2015. “Pengembangan Media Komik Berbasis Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Tematik-Integratif Kelas IV SD”. Jurnal Prima

Edukasia, Vol. 3, No. 1. https://journal.uny.

ac.id/index.php/jpe/article/view/4065. Pura, U. W. 2011. Materi dan Pembelajaran PKN

SD (2nd ed.). Jakarta: Universitas Terbuka.

Saputro, H. B. 2015. “Pengembangan Media Komik Berbasis Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Tematik-Integratif”. Jurnal

Prima Edukasia, 3(3), 61–72.

Waluyanto, H. D. 2005. “Komik sebagai Media Komunikasi Visual”. Nirmana, Vol. 7, No. 1,

Januari 2005: 45 - 55, 1, 45–55.

Suherman, Yuyus. 2009. “Pengembangan Media Pembelajaran bagi ABK”. Makalah. Diklat Profesi Guru PLB Wilayah X Jawa Barat Bumi Makmur, Lembang Bandung 2008 Zainudin. 2010. Pelestarian dan Eksistensi

Dinamis Adat Minangkabau. Yogjakarta:

Ombak.

Zubaidah. 2001. “Kaman Budaya Rupa terhadap Benda Upacara Adat Carano pada Masyarakat Minangkabau”. Tesis. Bandung: Program Magister Seni Murni, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

(6)

Gambar

Gambar 2. Carano dengan motif burung  enggang
Tabel di atas menyatakan bahwa rata-rata  respon guru memberikan penilaian 3,77  terhadap media pembelajaran komik carano

Referensi

Dokumen terkait

Dodatne analize za hipotezo 5: Kakovost partnerskega odnosa moderira povezavo med KVČB ter fizično komponento z zdravjem povezane kakovosti življenja V nadaljevanju so

• Relaps sering: prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittent atau alternating (AD) 40 mg/m 2

Kawasan cagar budaya Trowulan dibagi menjadi 3 zona, yiutu zona inti, oendukung langsung, dan pendukung tidak langsung untuk pembedaan arahan dalam tiap-tiap zona. Zona

Buku ini merupakan penelitian terdahulu yang membahas tentang inkulturasi karawitan Jawa di dalam gereja Katolik di Yogyakarta, khususnya Gereja Pugeran dan

Perubahan pola penggunaan lahan ini disebabkan oleh faktor kemiskinan petani dan kecilnya luas lahan menyebabkan terjadinya perubahan pengelolaan dari hutan menjadi

Masalah-masalah yang berkaitan dengan ketidakadilan dan kesetaraan gender menjadi semakin kompleks jika ditarik ke ranah perkawinan atau keluarga, sebab didalam

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah data dari observasi langsung di gerbang tol Banyumanik, yaitu data jumlah kedatangan kendaraan setiap lima menit dan waktu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari empat variabel independen yang diuji terhadap return saham perusahaan perbankan, ada tiga variabel yang berpengaruh signifikan