• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOFOSBUVIR/VELPATASVIR IS THE NEW DAA THAT WILL CHANGE THE PATTERN OF HEPATITIS C MANAGEMENT IN INDONESIA I D.N. Wibawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SOFOSBUVIR/VELPATASVIR IS THE NEW DAA THAT WILL CHANGE THE PATTERN OF HEPATITIS C MANAGEMENT IN INDONESIA I D.N. Wibawa"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

SOFOSBUVIR/VELPATASVIR IS THE NEW DAA THAT WILL CHANGE THE PATTERN OF HEPATITIS C MANAGEMENT IN INDONESIA

I D.N. Wibawa

NON INVASIF PROCEDURE FOR EVALUATION OF LIVER FIBROSIS

I G.A. Suryadarma

LIVER STIFFNES MESUREMENT AS NEW TOOL FOR EVALUATION OF LIVER FIBROSIS

I D.N. Wibawa

CURRENT CONCEPT IN MANAGEMENT PEPTIC ULCER DISEASE

Supriono

SUPERIORITY ESOMEPRAZOLE IN MANAGEMENT OF PEPTIC ULCER BLEEDING

I Ketut Mariadi

ACUTE ON CHRONIC LIVER FAILURE: RECENT UPDATE I D.N. Wibawa

TENOFOVIR IMPROVES THE OUTCOME IN PATIENTS WITH SPONTANEOUS REACTIVATION OF HEPATITIS B PRESENTING AS ACUTE ON CHRONIC LIVER FAILURE

Poernomo Budi Setiawan

CURRENT MANAGEMENT OF IBD I Ketut Mariadi

ADALIMUMAB ON OPTIMIZING INFLAMMATORY BOWEL DISEASES TREATMENT OUTCOME

(3)

ADALIMUMAB ON OPTIMIZING INFLAMMATORY BOWEL DISEASES TREATMENT OUTCOME

I Dewa Nyoman Wibawa

Divisi Gastroentero-Hepatologi, Dept. Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Univ.Udayana / Rumah Sakit Umum Sanglah

Pendahuluan

Inflammatory bowel diseases (IBD) mulai sering dijumpai pada klinik

gastroenterologi belakanagan ini. Pengobatan standar yang tersedia saat ini banyak menyisakan pasien yang kurang berhasil terapinya. Tersedianya obat agen biologi memberi harapan baru ada penderita IBD.

Inflammatory bowel diseases (IBD), merupakan penyakit inflamasi saluran

pencernaan yang cukup sering kita jumpai pada praktek klinik sehari-hari, dengan morbiditas yang mengganggu aktivitas pasien, serta mempunyai risiko untuk berkembang kearah keganasan saluran cerna.

IBD, mencakup penyakit Crohn (CD) dan colitis ulserativa (UC), adalah inflamasi yang dimediasi imun, bersifat kronik, relapsing, dengan morbiditas signifikan dan mengganggu kualitas hidup pasien. Insidensi dan prevalensinya meningkat di seluruh dunia, terutama di belahan dunia Timur.1 Meskipun etiopatogenesis pasti masih banyak yang belum diketahui, kemajuan tehnik biologi molekuler dan seluler telah menambah kontribusi terhadap bertambahnya pemahaman kita tentang inflammatory pathway yang memicu kerusakan jaringan pada IBD.

Akhir-akhir ini tatalaksana penyakit inflamasi saluran cerna IBD mengalami perubahan strategi yaitu dari pengendalian sederhana keluhan pasien menuju kendali menyeluruh penyakit (remisi klinik dan endoskopik) dengan tujuan akhir berupa penghambatan progresi penyakit dan mencegah kerusakan usus serta disabilitas. Diusulkan penetapan target terbaru untuk pengobatan, seperti “terapi target” (menetapkan target yang ingin dicapai pada terapi) dan kontrol ketat berdasarkan pemantauan terapi serta intervensi dini. Pasien yang mencapai remisi klinik, sering berminat menghentikan terapi dengan alasan ekonomi atau keamanan. Beberapa bukti penelitian menyokong paradigma baru pengelolaan IBD, alasan kenapa terapi awal yang efektif dapat mengubah progresi IBD, pentingnya mengevaluasi ciri obyektif inflamasi, dan keamanan penurunan dosis terapi pasien intervensi dini. 2

(4)

Tatalaksana farmakologi IBD sepanjang 2 dekade terakhir telah mengalami transisi dari pengobatan yang didasarkan pada aminosalisilat, kortikosteroid, dan imunomodulator menjadi pengobatan dini dengan anti-tumor necrosis factor alpha (anti TNFα).1

Penggunaan terapi anti-TNFα telah mengakibatkan revolusi pengobatan IBD. Obat golongan ini dapat mengurangi pemakaian steroid, menurunkan tindakan pembedahan dan perawatan rumah sakit pasien IBD, menginduksi kesembuhan mukosa, serta memperbaiki kualitas hidup. 1

Tatalaksana IBD dengan Agen Biologik

Panduan terapi IBD dari NICE, diperbaharui pada tahun 2016, merekomendasikan infliximab dan adalimumab sebagai opsi terapi pada pasien dewasa dengan penyakit Croh‟s aktif berat yang tidak memberi respon terhadap terapi konvensional (termasuk imunosupresif dan atau terapi kortikosteroid), atau intoleransi atau terdapat kontraindikasi terhadap terapi konvensional. Infliximab atau adalimumab hendaknya diberikan sebagai suatu rancangan pengobatan sampai terjadi kegagalan terapi (termasuk perlu pembedahan) atau sampai 12 bulan sesudah terapi dimulai, yang mana yang lebih pendek.3

Infliximab atau adalimumab pada penderita Crohn‟s dapat diberikan secara monoterapi atau dikombinasikan dengan terapi imunosupresan.3 Bukti nyata aktivitas penyakit yang ditetapkan secara klinik yaitu adanya keluhan, penanda biologik, pemeriksaan lain termasuk endoskopi bila diperlukan, harus ditentukan sejak awal. Pada pasien yang masih lanjut mendapat terapi infliximab atau adalimumab hendaknya dilakukan penentuan aktivitas penyakit setiap 12 bulan (reassessment) untuk menetapkan apakah pengobatan yang sedang berlangsung masih memadai.3 Pasien yang mengalami kekambuhan setelah pengobatan dihentikan hendaknya mendapat opsi untuk memulai terapinya lagi. Aktivitas penyakit Crohn‟s ditetapkan berdasarkan index CDAI (Crohn‟s Disease Activity Index) dengan skor 300 atau lebih, atau skor Harvey-Bradshaw dengan skor 8-9 atau diatasnya. 3

Indikasi terapi agen biologik seperti anti-TNF alfa menurut ECCO European Crohn‟s and Colitis Organisation, 2017, pada panduan tatalaksana UC yaitu : 4

1) Pasien UC dengan refrakter steroid intravena: terdapat beberapa pilihan termasuk agen biologik seperti infliximab.

2) Pasien UC aktif dan tergantung steroid. 3) Pasien UC aktif refrakter dengan steroid oral. 4) Pasien UC aktif dengan refrakter imuno-supresan:

(5)

Terapi pemeliharaan

Terapi pemeliharan untuk mempertahankan remisi masih diperlukan pada kebanyakan pasien UC dan tujuan terapi pemeliharan adalah untuk mempertahan remisi tanpa steroid, yang ditentukan secara klinik dan endoskopik.4 Terapi pemeliharaan jangka panjang direkomendasikan pada hampir semua pasien. Terapi intermiten dapat diterima pada beberapa pasien dengan proctitis. 4 Opsi terapi untuk pemeliharaan dengan dosis eskalasi bertahap adalah:

a. Eskalasi dosis aminosalisilat oral atau rektal b. Tambahkan thiopurin.

c. Anti TNF alfa atau Vedolizumab. 4

Untuk mempertahankan remisi pada pasien UC panduan ECCO 2017 merekomendasikan beberapa alternatif sesuai kondisi klinik terutama dalam memilih alternatip terapi dengan agen biologik seperti dibawah ini: 4

1. Pada pasien yang respon dengan anti-TNF alfa, maka terapi pemeliharaan remisi dengan melanjutkan terapi anti-TNF alfa dengan atau tanpa thiopurine. Opsi alternatif adalah dengan thiopurin saja.

2. Anti TNF atau vedolizumab dapat dipakai sebagai terapi biologik lini pertama.

3. Pada pasien yang gagal dengan anti-TNF maka vedolizumab merupakan pilihan efektif. Pada pasien yang berespon dengan vedolizumab maka terapi pemeliharaan dengan vedolizumab cukup memadai.

4. Pasien yang berespon dengan infliximab, maka dapat dilanjutkan dengan infliximab dengan atau tanpa thiopurin. Opsi aleternatif adalah dengan thiopurin. 4

Sekalipun klinisi, berdasarkan historis, akan mengobati UC dengan target mencapai remisi klinik (RK), belakangan sangat menarik target terapinya adalah remisi secara endoskopik -atau mucosal healing MH- sebagai tambahan terhadap remisi klinik, oleh karena simtom mungkin kurang dipercaya berhubungan dengan aktivitas IBD secara endoskopik. Meskipun terdapat data tidak langsung menduga bahwa MH pada UC berhubungan dengan perbaikan luaran klinik, termasuk RK tertinggi, RK tanpa kortikosteroid, menurunnya rawat rumah sakit, dan peningkatan kualitas hidup, namun tidaklah jelas apakan pencapaian MH adalah suatu fakta yang berhubungan dengan manfaat

(6)

menetap serta modifikasi perjalanan alamiah penyakit, oleh karena tidak ada studi prospektif spesifik meneliti pengaruh langsung MH terhadap luaran jangka panjang . 5

Publikasi uji klinik terbaru pada terapi UC memakai respon klinik dan remisi sebagai luaran primer yang menarik dan berbeda dengan target endoskopik spesifik sebagai end point. Lebih penting lagi, beberapa simtom klinik UC mungkin tidak berhubungan dengan inflamasi dan mungkin akan menetap sekalipun telah tercapai MH. 5

Treat to target

Konsensus penyusunan program memilih target terapeutik pada pengelolaan IBD (The Selecting Therapeutic Targets in Inflammatory Bowel Disease (STRIDE)) diprakarsai oleh International Organization for the Study of Inflammatory Bowel Diseases (IOIBD). Dilakukan penelitian dan permufakatan untuk mencari target terapeutik potensial terhadap IBD yang dapat dipergunakan sebagai suatu strategi “treat-to-target” pada tatalaksana IBD melalui proses konsensus para ahli berdasarkan evidence-based. 6

Kelompok IOIBD sepakat, berdasarkan kedokteran berbasis bukti, mengeluarkan 12 rekomendasi masing-masing untuk UC dan CD. Target yang disepakati untuk UC adalah: remisi clinical/patient-reported outcome (PRO) (didefinisikan sebagai resolusi perdarahan rektum dan diare/perubahan bowel habit), dan remisi endoskopik (didefinisikan sebagai suatu Mayo endoscopic subscore of 0–1). Remisi histologik dianggap sebagai tujuan tambahan. Remisi klinik/PRO juga disepakati sebagai target untuk terapi CD dan didefinisikan sebagai resoluasi nyeri perut dan diare/perubahan bowel habit, dan remisi endoskopik didefinisikan sebagai resolusi ulserasi pada kolonoskopi ileum atau dijumpainya resolusi inflamasi pada imajing cross-sectional pada pasien yang tidak dapat secara adekuat di diagnosis dengan kolonoskopi ileum. Penanda biologis remisi (normal C-reactive protein CRP dan calprotectin) dipertimbangkan sebagai tujuan terapi tambahan. 6

Sekalipun paradigma tatalaksana UC telah mengalami pergeseran dari hanya mengatasi gejala kearah pengukuran obyektif seperti kesembuhan mukosa (mucosal healing = MH), namun belum jelas apakah MH berhubungan dengan luaran jangka panjang.5 Suatu review sistimatik dan meta-analisis dari 13 studi dan melibatkan 20173 pasien UC aktif, menujukkan bahwa mucosal healing MH ternyata berhubungan dengan remisi klinik jangka panjang, terhindarnya kolektomi, dan remisi klinik tanpa kortikosteroid. Sehingga disimpulkan bahwa MH merupakan tujuan terapi yang memadai pada UC. 5

(7)

Adalimumab pada IBD

Efektivitas terapi konvensional UC aktif derajat sedang sampai berat menunjukkan keterbatasan disamping munculnya beberapa efek samping. Salah satu terapi biologis, anti-TNF alfa, antibody monoclonal infliximab telah terbukti mampu menginduksi dan mempetahankan remisi pada pasien UC. Adalimumab (ADA), antibody monoklonal manusia terhadap TNF-α, efektif untuk menginduksi dan mempertahankan remisi pada pasien CD derajat sedang dan berat.7

Uji klinik untuk mengetahui efektivitas dan keamanan adalimumab (ADA), suatu rekombinan antibodi monoklonal manusia terhadap faktor nekrosis tumor (TNF=Tumor Necrosis Factor –α), dilakukan penelitian pada pasien UC derajat sedang dan berat serta anti-TNF naïve. Sebanyak 186 pasien diacak (1:1) untuk mendapatkan injeksi subkutan ADA 160/80 (160mg pada minggu ke-0, 80 mg minggu ke-2, 40 mg minggu ke-4 dan ke-6) atau placebo. Dalam perjalanannya, atas permintaan dari European Regulatory Authorities, dilakukan amandemen protokol untuk kelompok induksi kedua yaitu (ADA 80/40: 80 mg pada minggu ke-0, 40 mg minggu ke-2,4,6). Efektivitas primer adalah remisi klinik (Mayo skor ≤ 2 tidak ada sub skor individu >1) pada minggu ke-8, dari 390 pasien yang diacak (1:1:1) untuk mendapat ADA 160/80, ADA 80/40 atau plasebo. Keamanan ditentukan pada semua pasien yang ikut penelitian.7

Pada minggu ke-8, 18,5% kelompok pasien yang mendapat ADA 160/80 (p=0,031 vs plasebo) dan 10% pada kelompok ADA 80/40 (p=0,83 vs plasebo) mengalami remisi dibandingkan dengan 9,2% pada kelompok plasebo. Efek samping serius terjadi pada 7,6% kelompok plasebo, 3,8% kelompok ADA 80/40 dan 4% ADA 160/80. Dijumpai dua keganasan pada kelompok plasebo, dan tidak dijumpai pada kelompok ADA. Disimpulkan bahwa ADA 160/80 adalah aman dan efektif untuk menginduksi remisi klinik pada pasien UC sedang dan berat yang gagal dengan terapi kortikosteroid dan atau imuno- supresan.7

Studi lain pada pasien UC yang dikenal sebagai ULTRA 2 (Ulcerative Colitis Long-term remission and maintenance with adalimumab 2 ) meneliti peranan ADA pada UC derajat sedang dan berat. Suatu studi acak, buta ganda dengan membandingkan ADA dan plasebo untuk melihat efikasi dan keamanan ADA pada induksi dan mempertahankan remisi klinik 494 pasien UC derajat sedang dan berat yang juga mendapat terapi kortikosteraoid oral atau imuno-supresan. Pasien distratifikasi berdasarkan riwayat pernah mendapat obat anti-TNF dan secara acak diberi adalimumab 160 mg pada minggu ke-0, 80 mg pada minggu

(8)

ke-2, dan 40 mg setiap minggu selanjutnya atau plasebo. End point primer adalah remisi pada minggu ke 8 dan 52.9 Kesimpulan studi ULTRA 2 adalimumab aman dan lebih efektif dibandingkan plasebo untuk menginduksi dan mempertahankan remisi klinik pada pasien UC derajat sedang dan berat yang tidak memberi respon adekuat terhadap terapi konvensional dengan steroid atau imuno-supresan.8

Manajemen konvensional CD memiliki penggunaan terapi tambahan. Namun, penggabungan imunosupresi lebih awal (Early Combination Immunosuppression=ECI), dengan antagonis TNF dan antimetabolit mungkin merupakan strategi yang lebih efektif. Satu studi membandingkan efektivitas ECI dengan manajemen konvensional untuk pengobatan penyakit Crohn. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ECI tidak lebih efektif dibandingkan tatalaksana konvensional untuk mengendalikan keluhan CD, namun risiko efek samping utama lebih ringan.9

Studi CALM, pada populasi CD derajat sedang sampai berat membandingkan luaran klinik dan endoskopik yang mendapat terapi dengan algoritma kontrol ketat memakai keluhan klinik dan biomarker vs algoritma tatalaksana klinik. Ternyata pada studi CALM dilaporkan bahwa eskalasi dosis anti-TNF alfa berdasarkan keluhan klinik dikombinasi dengan biomarker pada pasien CD dini, menghasilkan luaran klinik dan endoskopik lebih baik dibandingkan kelompok pasien yang keputusan eksalasi dosisnya disasarkan hanya pada keluhan pasien saja.10

Penelitian membandingkan luaran jangka panjang (head-to-head) antara infliximab (IFX) dan adalimumab (ADA) pada pasien CD adalah jarang. Suatu studi di McGill University Health Centre 2017, melaporkan bahwa pada pasien CD naïve terapi biologik dan mendapat terapi IFX lebih sering dengan fenotipe a harder to treat. Disamping itu, efikasi end point sama diantara kedua perlakuan. Remisi klinik lebih tinggi pada pasien dengan terapi kombinasi IFX. 11

Adalimumab (ADA) adalah antibodi monoklonal IgG anti tumor necrosis factor alpha (anti-TNF α) yang disuntikkan subkutan. ADA dilaporkan pada beberapa studi efektif dan aman untuk mengobati CD, baik sebagai terapi induksi maupun untuk pemeliharaan. ADA lebih superior dibandingkan placebo untuk manajemen CD derajat sedang-berat. ADA mengurangi masa rawat rumah sakit, mengurangi tindakan operasi, menurunkan komplikasi CD, dan dapat merubah perjalanan penyakit. Antibodi anti-ADA dilaporkan muncul pada proporsi pasien yang rendah.12

(9)

Suatu studi prospektif pasien CD naïve anti-TNF alfa di Austria membandingkan efikasi dan keamanan IFX dan ADA (keduanya anti-TNFα), baik fase induksi maupun terapi pemeliharaan. Pasien CD dengan kelainan intra luminal atau perianal secara konsekutif diikutkan pada penelitian prospektif 4 senter. Hasil penelitian terhadap total 362 pasien, 251 (69,3%) mendapat terapi IFX dan 111 (30,7%) diberi ADA, menunjukkan bahwa luaran klinik pasien CD naïve antagonis TNFα adalah sebanding antara yang mendapat terapi IFX maupun ADA.13

Suatu meta analisis dan review sistimatik membandingkan uji klinik efektivitas agen biologik untuk penyembuhan mukosa (mucosal healing), baik waktu induksi maupun terapi pemeliharaan, pada pasien UC dan CD. Studi ini melaporkan bahwa agen biologik anti TNF alfa maupun anti-integrin adalah efektif untuk induksi maupun terapi pemeliharaan mucosal healing pada UC, serta terapi anti TNF pada CD. Namun terdapat perbedaan efikasi antar obat terutama untuk induksi mucosal healing pada UC, strategi dengan infliximab atau kombinasi merupakan pilihan.14

Ringkasan

Paradigma baru pada tatalaksana penyakit IBD telah diperkenalkan. Banyak upaya terobosan telah dicapai pada tatalaksana pasien IBD. Pengobatan konvensional dengan anti inflamasi dan imuno-supresan masih belum sepenuhnya memuaskan. Pendekatan terbaru dengan obat agen biologik seperti anti–TNF alfa mulai banyak menggeser paradigma tatalaksana IBD. Kombinasi imunosupresan dan agen biologik atau pemantauan ketat dengan dasar keluhan pasien disertai biomarker tertentu memberikan harapan baru pada upaya perbaikan tatalaksana pasien IBD. Intervensi dini dengan agen biologik pada kasus sedang-berat, terapi target dan pemantauan ketat berdasarkan keluhan pasien dan biomarker tertentu merupakan beberapa opsi terbaru pada tatalaksana IBD. Intervensi dini dengan agen biologik mampu merubah perjalanan klinik pasien IBD.

Daftar Pustaka

1. Katsanos KH, Papamichael K, Feuerstein JD, Christodoulou DK, Cheifetz AS. Biological therapies in inflammatory bowel disease: Beyond anti-TNF therapies. J Clin Immunol 2018. doi:10.1016/j.clim.2018.03.004.

2. Shah SC, Colombel J-F, Sands BE, and Narula N. Mucosal Healing Is Associated With Improved Long-term Outcomes of Patients With

(10)

Ulcerative Colitis: A Systematic Review and Meta-analysis. Clinical Gastroenterology and Hepatology 2016;14:1245–1255.

3. Peyrin-Biroulet L, Sandborn W , Reinisch W, Bemelman W, Bryant RV, D‟Haens G, et al. Selecting Therapeutic Targets in Inflammatory Bowel Disease (STRIDE): Determining Therapeutic Goals for Treat-to-Target. Am J Gastroenterol 2015;110 :1324-1338.

4. Cholapranee A, Hazlewood GS, Kaplan GG, Peyrin-Biroulet L, & Ananthakrishnan AN. Systematic review with meta-analysis: comparative efficacy of biologics for induction and maintenance of mucosal healing in Crohn‟s disease and ulcerative colitis controlled trials. Aliment Pharmacol Ther 2017; XXX :1-12.

5. Colombel J-F, Narula N, Peyrin-Biroulet L. Management Strategies to Improve Outcomes of Patients With Inflammatory Bowel Diseases. Gastroenterology 2017;152:351–361.

6. NICE clinical guideline Crohn‟s diseases management; update 2016. Adopted from nice.org.uk/guidance/cg152.

7. Harbord M, Eliakim R, Bettenworth D, Karmiris K, Katsanos K, Kopylov U, et all. Third European Evidence-based Consensus on Diagnosis and Management of Ulcerative Colitis. Part 2: Current Management. Journal of Crohn's and Colitis, 2017, 769–784.

8. Sanborn WJ, Van Assche G, Reinisch W, Colombel J-F,D‟Haens G, Wolf DC, et al. Adalimumab Induces and Maintains Clinical Remission in Patients With Moderate-to-Severe Ulcerative Colitis. Gastroenterology 2012;142:257–265.

9. Reinisch W, Sandborn WJ, Hommes DW, D‟Haens G, Hanauer S, Schreiber S, et all. Adalimumab for induction of clinical remission in moderately to severely active ulcerative colitis: results of a randomised controlled trial. Gut (2010). doi:10.1136/gut.2010.221127.

10. Khanna R, Bressler B, Levesque BG, Zou G, Stitt LW, Greenberg GL, et al. Early combined immunosuppression for the management of Crohn‟s disease (REACT): a cluster randomised controlled trial. Lancet 2015; 386: 1825–34.

11. Colombel J-F, Panaccione R, Bossuyt P, Lukas M, Baert F, Vaňásek T, et al. Effect of tight control management on Crohn‟s disease (CALM): a multicentre, randomised, controlled phase 3 trial. Lancet 2017; 390: 2779–89.

12. Benmassaoud A, Al‑Taweel T, Sasson MS, Moza D, Strohl M, Kopylov U, et al. Comparative Effectiveness of Infliximab Versus Adalimumab in

(11)

DENPASAR UPDATE IN GASTROENTERO-HEPATOLOGY MEETING 2019

11

Patients with Biologic‑Naive Crohn‟s Disease. Digestive Diseases and Sciences, 2017. https://doi.org/10.1007/s10620-017-4874-6.

13. Lichtenstein GR, Panaccione R and Mallarkey G. Efficacy and safety of adalimumab in Crohn‟s disease. Therapeutic Advances in Gastroenterology 2008; 1(1): 43–50. 14. Narula N, Kainz S, Petritsch W, Haas T, Feichtenschlager T, Novacek G, et al.The

efficacy and safety of either infliximab or adalimumab in 362 patients with anti-TNF-a naıve Crohn‟s disease. Aliment Pharmacol Ther 2016; 44: 170–180.

(12)

DENPASAR UPDATE IN GASTROENTERO-HEPATOLOGY MEETING 2019

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor harga, pendapatan, lokasi dan fasilitas terhadap keputusan pembelian rumah pada Perumahan Citra Wisata

Penelitian diawali dengan melakukan pre-eksperimen proses produksi minyak kelapa. Dalam beberapa kali replikasi, diamati pengaruh faktor lama penggorengan dan umur

[r]

Sehubungan dengan tahap evaluasi dan pembuktian kualifikasi dalam proses pengadaan paket Pembangunan Gedung Kantor Kecamatan Malalayang , dengan ini kami mengundang Saudara

Mata kuliah PTK menyajikan serangkaian materi kuliah yang akan membekali Anda dengan wawasan, sikap dan keretampilan melakukan PTK dalam upaya guru memperbaiki kualitas

Diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Panitia menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa dilingkungan Sekretariat Daerah Kota

Unit Layanan Pengadaan Kota Banjarbaru mengundang penyedia Pengadaan Barang/Jasa untuk mengikuti Pelelangan Umum pada Pemerintah Kota Banjarbaru yang dibiayai dengan Dana APBD

just played within your web browser just played within your web browser.  Otherwise it would have downloaded Otherwise it would