1 BAB 1
PENDAHULUAN 1.1 Judul Tugas Akhir
Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Pasar Johar Kota Semarang. 1.2 Bidang Ilmu
Teknik Sipil (Struktur Gedung). 1.3 Latar Belakang
Salah satu mata kuliah wajib yang harus diselesaikan mahasiswa sebagai salah satu syarat akademis dalam menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana Program Strata 1 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Semarang adalah Tugas Akhir dengan bobot 4 SKS. Tugas Akhir ini merupakan tindak lanjut dari Kerja Praktek yang telah selesai dilaksanakan.
Dengan adanya Tugas Akhir ini diharapkan mahasiswa dapat merencanakan suatu konstruksi gedung sesuai dengan keahlian yang telah didapat selama mengikuti perkuliahan. Tugas Akhir yang telah dipilih oleh penyusun yaitu dengan judul “PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG LIMA LANTAI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG“.
Perkembangan globalisasi, laju kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan perubahan sistem nilai telah membawa perubahan. Perubahan terhadap pola kehidupan dan kebutuhan masyarakat. Untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat muncul berbagai fasilitas perbelanjaan. Pasar sebagai salah satu fasilitas perbelanjaan selama ini sudah menyatu dan memiliki tempat penting dalam kehidupan masyarakat. Bagi masyarakat, pasar bukan sekedar tempat bertemunya penjual dan pembeli. Pasar juga wadah interaksi sosial dan representasi nilai-nilai tradisional.
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung. Bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar.
Pasar tradisional merupakan ciri pada negara berkembang. Tingkat pendapatan dan perekonomian masyarakat kurang begitu tinggi. Hal ini menyebabkan masyarakat lebih suka berbelanja ke pasar tradisional.
Pasar Johar Semarang merupakan pasar tradisional, bangunan area pasar yang sangat luas menjadikan pasar tersebut bukan hanya sekedar pasar tradisional biasa. Kawasan Perdagangan Johar merupakan area pusat jual-beli di Kota Semarang yang terkenal dengan kelengkapan komoditinya dan menjadi salah satu pusat destinasi belanja masyarakat Semarang.
Kawasan ini terletak pada pusat Kota Semarang, kecamatan Semarang Tengah, kelurahan Kauman. Terletak pada Bagian Wilayah Kota I Kota Semarang, Kawasan Perdagangan Johar memiliki dominansi aktivitas komersial/perdagangan dengan beberapa guna lahan permukiman.
Berada pada pusat kota, di antara Tugu Muda, Simpang Lima, serta dekat dengan Kota Lama Semarang, menjadikan kawasan ini potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Dalam Studi Perencanaan Teknis Pengembangan Kota Lama Semarang (1999), kawasan ini termasuk dalam salah satu zona pengembangan Kota Lama Semarang. Kota Lama Semarang sendiri sudah lebih dahulu dijadikan kawasan pariwisata, budaya, dan komersial oleh pemerintah Kota Semarang.
Masjid Besar Kauman (1890) dan bangunan Pasar Johar (1936) adalah dua buah bangunan cagar budaya yang terdapat pada kawasan ini. Menurut beberapa sumber, Pasar Johar merupakan pasar terbesar dan termodern di Asia Tenggara sekitar tahun 1930-an. Hingga era 1980-an, pasar ini berkembang menjadi sentra perdagangan di Jawa Tengah.
Sebagai pasar sentral Jawa Tengah dan sempat menjadi pasar terindah dan termegah di Asia Tenggara, menjadikan kawasan ini memiliki peran penting dalam perkembangan kota Semarang secara keseluruhan. Pada tanggal pada 10 Mei, 2015 terjadi kebakaran hebat di pasar johar Semarang sehingga menghanguskan kios para pedagang yang berada di dalamnya.
Oleh karena itu diperlukan perencanaan pembangunan kembali pasar johar semarang agar aktifitas jual beli para pedagang tradisional bisa berjalan lagi dengan memperhatikan segi kenyamanan, kelengkapan fasilitas dan pemenuhan standar sebuah bangunan pasar serta penggabungan arsitektur modern dan tradisional sesuai dengan karakteristik kota Semarang.
Dalam laporan ini penyusun menguraikan tentang sedikit struktur bawah dan struktur atas. Tetapi penyusun tetap mendapat intisari bangunan, seperti konstruksi struktur beton dan pondasi.
1.4 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dihadapi dalam Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Pasar Johar Kota Semarang adalah bagaimana merencanakan suatu gedung yang dapat digunakan untuk memenuhi sarana jual beli bagi warga Kota Semarang, dan untuk memenuhi sarana kebutuhan dari segi kenyamanan, kelengkapan fasilitas dan pemenuhan standar sebuah pasar serta penggabungan arsitektur modern dan tradisional sesuai dengan karakteristik kota Semarang. Mengingat kondisi tersebut maka proyek ini direncanakan dengan mempertimbangkan aspek arsitektural, fungsional, kestabilan struktur ekonomi dan kemudahan pelaksanaan, kemampuan struktur mengakomodasi sistem gedung serta aspek lingkungan sekitar proyek.
1.5 Batasan Masalah
Perencanaan gedung dalam Laporan Tugas Akhir ini, pembahasannya dibatasi pada struktur utama saja dengan tidak mengabaikan pembahasan lain yang menunjang. Jadi selain permasalahan struktur utama, pembahasan dibuat secukupnya. Perencanaan ini mencakup pembahasan dari tahap pra-desain, perencanaan, konstruksi (analisa dan perhitungan struktur), operasional sampai tahap pembiayaan proyek hingga siap ditenderkan.
1.6 Maksud, Tujuan dan Manfaat Perencanaan
Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Pasar Johar Kota Semarang ini dimaksudkan sebagai upaya pemenuhan sarana jual beli di Kota Semarang, setelah adanya insiden pada tanggal pada 10 Mei 2015, terjadi kebakaran hebat di Pasar Johar Semarang sehingga menghanguskan kios para pedagang yang berada di dalamnya. Selain hal tersebut diatas perencanaan gedung dimaksudkan sebagai sarana dan prasarana dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat Semarang dalam bidang pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari- hari. Pembangunan Pasar Johar Kota Semarang ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian para pedagang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat untuk jangka waktu yang akan datang. Tujuan dari Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Pasar Johar di Kota Semarang ini adalah:
1. Untuk membangun kembali pasar johar setelah adanya insiden pada tanggal pada 10 Mei 2015, terjadi kebakaran hebat di Pasar Johar Semarang sehingga menghanguskan kios para pedagang yang berada di dalamnya.
3. Menjadi tampat pemenuhan kebutuhan masyarakat secara langsung. 4. Menjadi tempat transaksi jual beli barang atau jasa.
5. Membantu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. 6. Membantu meningkatkan pendapatan masyarakat. 7. Membantu meningkatkan pendapatan daerah. 1.7 Ruang Lingkup Pekerjaan
Perencanaan ini mencakup pembahasan dari tahap pra-desain, perencanaan, konstruksi, serta perhitungan RAB struktur. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini permasalahan dibatasi pada segi teknik sipil saja, yaitu berupa perencanaan strukturnya, baik struktur atas maupun struktur bawah. Segi-segi lain yang kiranya menyangkut perencanaan suatu gedung secara keseluruhan hanya akan dibahas secara umum dan garis besar saja.
Pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB), Jadwal Pelaksanaan (Time Schedule), serta Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) juga menjadi bagian dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini.
1.8 Lokasi Perencanaan Proyek
Lokasi Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Pasar Johar, Jl. K.H. Agus Salim, Kauman, Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah 50188.
Sumber : Google Maps 2017
1.9 Sistematika Penyusunan
Sistematika pembahasan dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan mengenai Judul Tugas Akhir, Bidang Ilmu, Latar Belakang, Perumusan dan Batasan Masalah, Maksud, Tujuan dan Manfaat Perencanaan, Lokasi Perencanaan Proyek, serta Sistematika Penyusunan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Pada bab ini dikemukakan kajian-kajian teori berdasar studi pustaka, diantaranya mencakup Tinjauan Umum, Aspek-aspek Perencanaan dan Perancangan Analisa Pembebanan Struktur yang merupakan landasan teori yang digunakan, sehingga dapat dijadikan dasar teoritis untuk analisis selanjutnya. BAB III Metodologi
Pada bab ini dijelaskan mengenai pendekatan metode yang digunakan dalam analisis studi, dan metodologi yang digunakan dalam mengerjakan tugas akhir. Metodologi yang digunakan meliputi pengumpulan data, metode analisis dan perumusan masalah.
BAB IV Perhitungan Struktur
Pada bab ini menguraikan tentang perhitungan struktur atas meliputi: struktur atap, struktur pelat, balok dan kolom dengan perhitungan gempa serta struktur bawah yaitu pondasi.
BAB V Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Berisikan tentang rencana anggaran biaya yang harus dikeluarkan, volume pekerjaan dan rencana langkah kerja sesuai jadwal yang telah ditentukan.
BAB VI Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
Bab ini menguraikan tentang Syarat-syarat Umum, Syarat-syarat Administrasi dan Syarat-syarat Teknis.
BAB VII Penutup
Pada bab ini berisi Simpulan dan Saran yang bisa diberikan dari hasil Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Pasar Johar Kota Semarang.
6 2.1 Tinjauan Umum
Struktur bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang diakibatkan penggunaan atau kehadiran bangunan di atas tanah. Struktur terdiri dari unsur-unsur atau elemen-elemen yang terintegrasi dan berfungsi sebagai satu kesatuan utuh untuk menyalurkan semua jenis beban yang diantisipasi ke tanah.
Gedung yang direncanakan merupakan gedung bertingkat lima lantai yang difungsikan sebagai pasar tradisional. Perencanaan struktur bangunan gedung harus memenuhi syarat keandalan bangunan gedung seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, yaitu :
1. Struktur Bangunan Gedung
Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
2. Pembebanan pada bangunan gedung
Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban-beban tetap, beban-beban sementara dan beban khusus.
3. Struktur atas bangunan gedung
Perencanaan konstruksi beton dan baja harus mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku, salah satunya yaitu SNI 03-2847-2002 dan SNI 03-1729-2002, masing-masing merupakan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung dan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung.
4. Struktur bawah bangunan gedung
Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan
dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
2.2 Landasan Dalam Perencanaan
Perencanaan struktur gedung bertingkat harus berpedoman pada syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku di Negara tempat proyek tersebut dilaksanakan dalam kasus ini proyek dilaksanakan di Indonesia maka harus berpedoman pada Standar Nasional Indonesia mengenai perencanaan gedung dan buku pedoman lain yang dirasa sesuai. Adapun syarat-syarat dan ketentuan tersebut terdapat pada buku pedoman, antara lain : 1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI03-2847-2002. 2. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI 03-1729-2002. 3. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI
03-1726-2002.
4. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPPURG 1987).
2.3 Mutu Bahan
Mutu Bahan yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung ini adalah beton fc’ = 30 MPa untuk struktur secara umum. Baja tulangan menggunakan mutu baja fy = 400 MPa untuk tulangan pokok dan fy = 240 MPa untuk tulangan sengkang serta menggunakan kuda-kuda baja dengan mutu baja (fy) = 400 Mpa.
2.4 Konsep Perencanaan Struktur
Konsep tersebut merupakan dasar teori perencanaan dan perhitungan struktur, yang meliputi desain terhadap beban lateral (gempa) dan metode analisis struktur yang digunakan.
2.4.1 Desain terhadap Beban Lateral
Dalam mendesain struktur, kestabilan lateral adalah hal terpenting karena gaya lateral mempengaruhi desain elemen – elemen vertikal dan horisontal struktur. Mekanisme dasar untuk menjamin kestabilan lateral diperoleh dengan menggunakan hubungan kaku untuk memperoleh bidang geser kaku yang dapat memikul beban lateral.
Beban lateral yang paling berpengaruh terhadap struktur adalah beban gempa dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya lebih kompleks. Tinjauan ini dilakukan
untuk mendesain elemen – elemen struktur agar elemen – elemen tersebut kuat menahan gaya gempa.
2.4.2 Analisis Struktur terhadap Gempa
Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan bawah.Struktur atas adalah bagian struktur gedung yang berada di atas muka tanah sedangkan Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan yang terletak di bawah muka tanah yang dapat terdiri dari struktur basement, atau struktur pondasi lainya. (SNI 03-1726-2002) :
a. Persyaratan dasar.
Prosedur analisis dan desain seismik yang digunakan dalam perencanaan struktur bangunan gedung dan komponennya seperti yang ditetapkan dalam pasal ini. Struktur bangunan gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap , yang mampu memberikan kekuatan , kekuatan dan kapasitas di spasi energi yang cukup.
b. Desain elemen struktur,desain sambungan dan batasan deformasi.
Komponen struktur individu termasuk yang bukan merupakan bagian sistem penahan gaya gempa harus disediakan dengan kekuatan yang cukup untuk menahan geser ,gaya aksial dan momen yang ditentukan sesuai dengan tata cara ini.
c. Lintasan beban yang menerus dan keterhubungan.
Lintasan - lintasan beban yang menerus dengan kekakuan dan kekuatan yang memadai harus disediakan untuk mentranfer semua gaya dan titik pembebanan hingga titik akhir penumpuan.
d. Sambungan ke tumpuan
Sambungan pengaman untuk menahan gaya horisontal yang berkerja paralel terhadap elemen struktur harus disediakan untuk setiap balok, girder langsung keelemen tumpuannya atau ke plat yang di desain bekerja sebagai diafragma. e. Desain pondasi
Pondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak tanah desain. Sifat dinamis gaya , gerak tanah yang diharapkan, dasar desain untuk kekuatan dan kapasitas disipas energi struktur dan properti dinamis tanah harus disertakan dalam penentuan kriteria pondasi.
Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan atau tidak beraturan. Struktur yang tidak memenuhi ketentuan diatas ditetapkan sebagai gedung tidak beraturan berdasarkan konfigurasi horizontal dan vertikal bangunan gedung.
2.4.2.1 Perecanaan Struktur Gedung Beraturan
Struktur gedung beraturan dapat direncakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah tersebut.
Pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana pada struktur gedung beraturan ditampilkan sebagai beban-beban gempa nominal statik ekuivalen yang menagkap pada pusat masa lantai-lantai bertingkat.
1. Gempa Rencana dan Gempa Nominal
Gempa Rencana adalah gempa yang peluang atau resiko terjadinya dalam periode umur rencana bangunan 50 tahun adalah 10% (Rn = 10%) atau gempa yang periode ulangnya adalah 500 tahun (Tr = 500 tahun).
Besar nya gempa nominal yang digunakan untuk perencanaan struktur ditentukan oleh 3 hal, yaitu oleh besarnya gempa rencana, oleh tingkat daktilitas yang dimiliki struktur. Besarnya beban gempa horizontal (V) yang bekerja pada struktur bangunan, ditentukan menurut persamaan :
V = 𝐶 𝑥 𝐼
𝑅 𝑥 𝑊𝑡
Dimana :
I = faktor keutamaan struktur
C = nilai faktor respon gempa yang didapat dari respon spektrum gempa rencana untuk waktu getar alami fundamental T.
Wt = berat total gedung termasuk beban bidup yang sesuai.
Harga dari faktor respon gempa C dapat ditentukan dari diagram spektrum respon gempa rencana dalam SNI 03-1726-2002 pasal 4.7 Standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung (2002).
5. Pembatasan Waktu Getar
T adalah waktu getar dari struktur bangunan pada arah X (Tx) dan arah Y (Ty). Perencanaan awal , waktu atau periode getar dari bangunan gedung dihitung dengan menggunakan rumus empiris :
Tx = Ty = 0,06 x 𝐻0,75
Beban geser dari nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan :
Fi = 𝑊𝑖 𝑥 𝑍𝑖
∑𝑛𝑖=1(𝑊𝑖 𝑥 𝑍𝑖) 𝑥 𝑉
Dimana :
Wi = berat lantai tingkat ke-I, termasuk beban hidup yang sesusai. Zi = ketinggian lantai tingakt ke-I diukur dari taraf penjepitan lateral n = nomor lantai tingkat paling atas
Apabila rasio antara tinggi struktur bangunan gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1 V harus dianggap beban horizontal terpusat yang bekerja pada pusat massa lantai tingkat paling atas , sedangkan 0,9 V sisanya harus dibagikan sepanjang tingkat struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen.
Waktu getar alami fundamental struktur bangunan gedung beraturan dalam arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai berikut : T1 = 6,3 x √∑ 𝑊𝑖 𝑥 𝑑2 𝑛 𝑖=1 𝑔 ∑𝑛𝑖=1𝐹𝑖 𝑥 𝑑𝑖 Dimana :
di = simpangan horizontal lantai tingkat ke-I dinyatakan dalam mm, g = percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9,81 mm/dt².
Apabila waktu getar fundamental T1 struktur bangunan gedung untuk penentuan faktor respon gempa C1 ditentukan dengan rumus-rumus empiris atau didapat dari analisis vibrasi bebas tiga dimensi nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari nilai yang dihitung menurut persamaan diatas.
6. Jenis Tanah Dasar
Untuk menentukan harga C harus diketahui terlebih dahulu jenis tanah lokasi struktur bangunan itu berdiri. Jenis tanah ditetapkan sebagai keras, sedang, dan tanah lunak apabia untuk lapisan setebal maksimum 30 meter paling atas dipenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam SNI 03-1726-2002 , pasal 4.6
Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (2002). Jenis tanah ditentukan berdasarkan nilai kuat geser nilai rata-rata. Perhitungan kuat geser nilai rata-rata dirumuskan :
𝑆𝑢
̅̅̅̅ = ∑𝑚𝑖=1𝑡𝑖 ∑𝑚𝑖=1𝑡𝑖/𝑆𝑢𝑖
7. Rasio perbandingan antara tnggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka nilai 0,1 V harus dianggap sebagai beban horizontal terpusat yang meangkap pada pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen.
2.4.2.2 Perecanaan Struktur Gedung Tak Beraturan
Perencanaan struktur gedung tidak beraturan dianalisis dengan analisis dinamik. Untuk analisis terhadap beban gempa dinamik, lantai-lantai dari bangunan dianggap sebagai diafragma kaku. Dengan model ini, massa-massa dari setiap bangunan dipusatkan pada titik berat lantai (model massa terpusat / lumped mass model).
Nilai akhir respon dinamik terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80% nilai respons ragam yang pertama. Bila respon dinamik struktur gedung dinyatakan dalam gaya geser nominal V, maka persyaratan tersebut dapat dinyatakan menurut persamaan berikut :
V ≥ 0,8 𝑉1
Dimana 𝑉1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam yang pertama
terhadap pengaruh gempa rencana menurut persamaan :
𝑉1 = 𝐶1 𝐼 𝑅 𝑊𝑡
Dimana C1 adalah nilai faktor respon gempa yang didapat dari spektrum respons gempa rencana, I adalah faktor keutamaan dan R adalah faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung yang bersangkutan , sedangkan W1 adalah berat total gedung termasuk beban hidup yang sesuai.
2.5 Perencanaan Struktur Bangunan 2.5.1 Pembebanan
Pemisahan antara beban statis dan dinamis merupakan hal yang mendasar dalam tahap analisa pembebanan untuk perencanaan bangunan tinggi. Konsep pemisahan ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengelompokan hubunganya dengan kombinasi pembebanan (load combination) untuk analisa tahap selanjutnya.
2.5.1.1 Beban Statis
Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus-menerus pada suatu struktur. Beban statis juga diasosiasikan dengan beban-beban yang secara perlahan-lahan timbul serta mempunyai variabel besaran yang bersifat tetap (steady states). Dengan demikian, jika suatu beban mempunyai perubahan intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa sehingga pengaruh waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban statik (static load). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum. Beban statis pada umumnya dapat dibagi lagi menjadi beban mati, beban hidup dan beban khusus adalah beban yang terjadi akibat penurunan pondasi atau efek temperatur.
1. Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunanyang bersifat tetap.Beban mati pada strutukr bangunan ditentukan olehberat jenis bahan bangunan.
Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi 2, yaitu beban mati akibat material konstruksi dan beban mati akibatkomponen gedung.
Tabel 2.1 Berat – Berat Jenis Bahan Bangunan
Bahan Bangunan Berat
Baja Batu Alam
Batu Belah,batu bulat,batu gunung (berat tumpuk) Batu Pecah 7850 kg/m3 2600 kg/m3 1500 kg/m3 700 kg/m3 Bahan Bangunan Besi tuang 7250 kg/m3
Beton
Beton bertulang Kayu kelas 1
Kerikil,koral (kerng udara sampai lembap,tanpa diayak) Pasangan bata merah
Pasangan batu belah,batu bulat,batu gunung Pasangan batu cetak
Pasangan batu karang
Pasir (kering udara sampai lembap) Pasir (jenuh air)
Pasir kerikil,koral (kering udara sampai lembap)
Tanah,lempung dan lanau (kering udara sampai lembap) Tanah,lempung dan lanau (basah)
Tanah hitam 2200 kg/m3 2400 kg/m3 1000 kg/m3 1650 kg/m3 1700 kg/m3 2200 kg/m3 2200 kg/m3 1450 kg/m3 1600 kg/m3 1800 kg/m3 1850 kg/m3 1700 kg/m3 2000 kg/m3 11400 kg/m3
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987 Tabel 2.2 Berat – Berat Komponen Gedung
Komponen Gedung
Berat
Adukan ,per cm tebal : Dari semen
Dari kapur ,semen merah atau tras
Aspal ,termasuk bahan – bahan mineral tambahan ,per cm tebal Dinding pasangan Bata merah :
Satu batu Setengah batu Dinding pasangan batako : Berlubang : Tebal dinding 20 cm (HB20) Tebal dinding 10 cm (HB10) Tanpa lubang : Tebal dinding 15 cm Tebal dinding 20 cm 21 kg/m2 17 kg/m2 14 kg/m2 450 kg/m2 250 kg/m2 200 kg/m2 120 kg/m2 300 kg/m2 200 kg/m2
Langit-langit dan dindin (termasuk rusuk-rusuknya,tanpa penggantung langit-langit atau paku),terdiri dari :
Semen asbes,dengan tebal maksimum 4 mm Komponen Gedung
11 kg/m2
Kaca,dengan tebal 3-4 mm
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban maksimum 200 kg/m2
Penggantung langit-langit (dari kayu),dengan bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidan atap
Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidang atap
Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng Penutup lantai dari ubin semen Portland,eraso dan beton,tanpa aduan per cm tebal
Semen asbes glombang (tebal 5 mm )
10 kg/m2 40 kg/m2 7 kg/m2 50 kg/m2 40 kg/m2 10 kg/m2 24 kg/m2 11 kg/m2
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987
2. Beban Hidup
Beban hidup pada lantai gedung diambil sesuai pada tabel. Didalam beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan juga dinding-dinding pemisah ringan dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m. Barang-barang lain tertentu yang sangat berat, ditentukan sendiri.
Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Lantai Gedung
No Material Berat Keterangan
1. Atap / bagiannya dapat dicapai
orang, termasuk kanopi 100 kg/m
2
atap dak 2.
Atap / bagiannya tidak dapat
- beban hujan (40-0,8) kg/m2
α = sudut atap, min. 20 kg/m2, tak perlu ditinjau bila α> 50o
- beban terpusat 100 kg
3. Balok/gording tepi kantilever 200 kg
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987
Tabel 2.4 Beban Hidup Pada Lantai Gedung
No. Material Berat Keterangan
1. Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m2 kecuali yang disebut no.2
2.
- Lantai & tangga rumah tinggal sederhana
- Gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel
125 kg/m2
3.
- Sekolah, ruang kuliah
250 kg/m2 - Kantor - Toko, toserba - Restoran - Hotel, asrama - Rumah Sakit 4. Ruang olahraga 400 kg/m2 5. Ruang dansa 500 kg/m2
6. Lantai dan balkon dalam dari
ruang pertemuan 400 kg/m
2
masjid, gereja, ruang pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap
7. Panggung penonton 500 kg/m2
tempat duduk tidak tetap / penonton yang berdiri
8. Tangga, bordes tangga dan gang 300 kg/m2 no.3
9. Tangga, bordes tangga dan gang 500 kg/m2 no. 4, 5, 6, 7 10. Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7 11.
- Pabrik, bengkel, gudang
400 kg/m2 minimum - Perpustakaan,r.arsip,toko buku
12.
Gedung parkir bertingkat :
- Lantai bawah 800 kg/m2 - Lantai tingkat lainnya 400 kg/m2
13. Balkon menjorok bebas keluar 300 kg/m2 minimum
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987 Untuk Reduksi bebandapat dilakukan dengan mengalikan beban hidup dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada penggunaan bangunan. Besarnya koefisien reduksi beban hidup untuk perencanaanportal adalah sebagai berikut :
Tabel 2.5 Koefisien Reduksi
Pengunaan Gedung
Koefisien reduksi beban hidup Untuk perencanaan
balok induk dan portal
Untuk peninjauan gempa
a. Perumahan : rumah tinggal, asrama, dan hotel
b. Gedung pendidikan : sekolah dan ruang kuliah
c. Tempat pertemuan umum, tempat ibadah, bioskop Restoran, ruang dansa, ruang pergelaran
d. Gedung Perkantoran : Kantor dan
Bank = 0,60
e. Gedung Perdagangan dan Ruang Penyimpanan
Toko, toserba, pasar, gudang, ruang
arsip, perpustakaan = 0,80
f. Tempat Kendaraan : Garasi dan
Gedung Parkir = 0,90
g. Bangunan Industri : Pabrik dan
Bengkel = 1, 0,75 0,90 0,90 0,60 0,80 0,90 1,00 030 0,50 0,50 0,30 0,80 0,50 0,90
Untuk memenuhi kebutuhan air pada bangunan tinggi, biasanya digunakan sistem tangki atap atau roof tank.Pada sistem ini air ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai terendah bangunan atau di bawah muka tanah), kemudian dipompakan kesuatu tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai tertinggi bangunan.
Pada sistem pasokan ke bawah (down feed) pompa digunakanuntuk mengisi tangki air diatas atap. Dengan sakelar pelampung, pompaakan berhenti bekerja jika air dalam tangki sudah penuh dan selanjutnya air dialirkan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Gambar 2.1 Down Feed (Pasokan ke Bawah)
Perhitungan perkiraan kebutuhan air dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai volume tangki penyimpanan air yang perlu disediakan dalam suatu bangunan.Kebutuhan air dapat dihitung berdasarkan jumlah standar pemakaian per hari per unit (orang, tempat tidur, tempat duduk, dan lain-lain).Kebutuhan air per hari dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Kebutuhan Air per Hari No Penggunaan
Gedung
Pemakaian
Air Satuan
1 Rumah Tinggal 120 Liter/penghuni/hari 2 Rumah Susun 100¹ Liter/penghuni/hari
3 Asrama 120 Liter/penghuni/hari
4 Rumah Sakit 500² Liter/Tempat tidur pasien/hari
5 Sekolah Dasar 40 Liter/siswa/hari
6 SLTP 50 Liter/siswa/hari
7 SMU/SMK dan
Lebih tinggi 80 Liter/siswa/hari
8 Ruko/Rukan 100 Liter/penghuni dan
pegawai/hari 9 Kantor / Pabrik 50 Liter/pegawai/hari 10 Toserba, Toko
Pengecer 5 Liter/m²
11 Restoran 15 Liter/Kursi
12 Hotel Berbintang 250 Liter/tempat tidur/hari 13 Hotel Melati/
Penginapan 150 Liter/tempat tidur/hari 14 Gd. Pertunjukan,
bioskop 10 Liter/Kursi
15 Gd. Serba Guna 25 Liter/Kursi
16 Stasiun, Terminal 3 Liter/penumpang tiba dan pergi
17 Peribadatan 5 Liter/orang
(belum dengan air wudhu)
Sumber ¹ hasil pengkajian Puslitbang Permukiman Dep. Kimpraswil tahun 2000 ² Permen Kesehatan RI No : 986/Menkes/Per/Xl/1992
3. Beban Angin
Beban angin (wind load) adalah bila struktur merintangi aliran angin, energi kinetik angin dikonversikan ke dalam energi potensial tekanan, yang menyebabkan terjadinya suatu pembebanan angin. Efek angin pada struktur bergantung pada kerapatan dan kecepatan udara, sudut datang angin, bentuk dan kekakuan struktur dan kekesaran permukaannya. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung tahun 1987 beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif (angin tekan) dan tekanan negatif (angin hisap), yang bekerja tegak lurus pada
bidang-bidang yang ditinjau. Untuk atap pelana biasa harus memenuhi koefisien dalam tabel berikut :
Tabel 2.7 Koefisien angin untuk atap pelana
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung. 1987 2.5.1.2 Beban Dinamis
Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur. Pada umumya, beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta mempunyai karakterisitik besaran dan arah yang berubah dengan cepat. Deformasi pada struktur akibat beban dinamik ini juga akan berubah-ubah secara cepat. Beban dinamis ini terdiri dari beban gempa dan beban angin.
1. Beban Gempa
Beban Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Gempa yang terjadi di daerah patahan ini pada umumnya merupakan gempa dangkal karena patahan umumnya terjadi pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai 50 km. Gerak tanah gempa rencana harus digunakan untuk menghitung perpindahan rencana total sistem isolasi dan gaya gaya lateral serta perpindahan pada struktur dengan isolasi. Gempa maksimum yang dipertimbangkan harus digunakan untuk menghitung perpindahan maksimum total dari sistem isolasi.
Pada saat bangunan bergetar akibat adanya gempa, timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecendurungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan, gaya yang timbul ini disebut Inersia. Besar gaya-gaya tersebut bergantung pada banyak faktor. Massa bangunan merupakan faktor lain adalah bagaimana massa
tersebut terdistribusi, kekakuan stuktur, kekakuan tanah, jenis pondasi, adanya mekanisme redaman pada bangunan dan tentu saja perilaku dan besar getaran itu sendiri.
Sumber : Dokumen Pribadi
Gambar 2.2.Gaya Inersia Akibat Getaran Tanah Pada Benda Kaku
Gaya geser horisontal akibat gempa sepanjang tinggi gedung pada perencanaan. Dengan mempertimbangkan tinggi gedung kurang dari 40 m, maka perhitungan struktur menggunakan metode analisis statis.
Meskipun konsep di atas pada awalnya telah membentuk dasar-dasar untuk desain terhadap gempa bumi, model di atas hanya merupakan penyederhanaan. Apabila fleksibilitas aktual yang di miliki struktur diperhitungkan maka diperlukan model yang rumit untuk memprediksikan gaya-gaya eksak yang timbul di dalam struktur sebagai akibat dari percepatan.Suatu aspek penting yang utama dalam meninjau perilaku struktur fleksibel yang mengalami percepatan tanah adalah periode alami getar.
a. Wilayah Gempa dan Spektrum Respons
Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu strukturtergantung pada lokasi dimana struktur bangunan tersebut akan di bangun seperti terlihat pada Gambar Peta Wilayah Gempa berikut.
(W) (F1)
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1726-2002.
Gambar 2.3 Peta Wilayah Gempa Indonesia
Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dariDiagram Spektrum Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1726-2002.
Tabel 2.8.Spektrum Respons Gempa Rencana
b.
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1726-2002.
b. Faktor Keutamaan Gedung (I)
Faktor Keutamaan adalah suatu koefisien yang diadakan untuk memperpanjang waktu ulang dari kerusakan struktur – struktur gedung yang relatif lebih utama, untuk menanamkan modal yang relatif besar pada gedung itu. Waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa akan di perpanjang dengan pemakaian suatu faktor keutamaan. Faktor Keutamaan I menurut persamaan :
I = I1 x I2
Dimana, I1 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa
berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa selama umur gedung, sedangkan I2 adalah faktor Keutamaan untuk menyesuaikan umur gedung
tersebut.Faktor-faktor keutamaan I1, I2dan I ditetapkan menurut Tabel 2.10.
Wilayah Gempa Tanah Keras Tc = 0,5 det. Tanah Sedang Tc = 0,6 det. Tanah Lunak Tc = 1,0 det. Am Ar Am Ar Am Ar 1 2 3 4 5 6 0,10 0,30 0,45 0,60 0,70 0,83 0,05 0,15 0,23 0,30 0,35 0,42 0 0,38 0,55 0,70 0,83 0,90 0,08 0,23 0,33 0,42 0,50 0,54 0,20 0,50 0,75 0,85 0,90 0,95 0,20 0,50 0,75 0,85 0,90 0,95
Tabel 2.9 Faktor Keutamaan untuk Berbagai Gedung dan Bangunan
Kategori gedung Factor keutamaan
I1 I2 I
Gedung umum seperti untuk penghunian,perniagaan dan perkantoran
1,0 1,0 1,0
Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6 Gedung penting pasca gempa seperti rumah
sakit,instalasi air bersih,pembangkit tenaga listrik,pusat penyelamatan dalam keadaan darurat,fasilitas radio dan televisi
1,4 1,0 1,4
Gedung untuk menyimpan bahan berbahayaseperti gas,produksi mnyak bumi,asam,bahan beracun
1,6 1,0 1,6
Cerobong tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5 Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan
Gedung SNI 03-1726-2002. c. Daktilitas Struktur Gedung
Faktor daktilitas struktur gedung μ adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan δm dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama δy,yaitu :
1,0 ≤ μ =δm
δy ≤ μm
Pada persamaan ini, μ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur bangunan gedung yang berperilaku elastik penuh,sedangkan μm adalah nilai faktor daktilitas maksimum yang dapatdikerahkan oleh sistem struktur bangunan gedung yang bersangkutan.
Tabel 2.10 Parameter Daktilitas Struktur Gedung
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1726-2002.
d. Pembatasan Waktu Getar
Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel,nilai waktu getar struktur fundamental harus dibatasi. Dalam SNI 03-1726-2012 diberikan batasan sebagai berikut :
dimana :
T = waktu getar stuktur fundamental n = jumlah tingkat gedung
ξ = koefisien pembatas (tabel 2.10)
Tabel 2.11.Koefisien Pembatas
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1726-2002.
e. Jenis Tanah
Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah dengan menggunakan gerakan gempa masukan dengan percepatan puncak untuk batuan dasar.
Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar di bawah permukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini gelombang gempa merambat ke permukaan tanah sambil mengalami pembesaran atau amplifikasi bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada di atas batuan dasar tersebut. Ada tiga kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan batuan dasar yaitu :
a) Standard penetrasi test (N)
b) Kecepatan rambat gelombang geser (Vs) c) Kekuatan geser tanah (Su)
Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam tabel 2.13.
Tabel 2.12. Jenis-Jenis Tanah
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1726-2002.
Perhitungan nilai hasil Test Penetrasi Standar rata-rata ( N ) :
N̅ = ∑mi=1𝑡𝑖 ∑mi=1ti/Ni
dimana :
ti = Tebal lapisan tanah ke-i
Ni = Nilai hasil Test Penetrasi Standar lapisan tanah ke-i m = Jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasar
2.5.2 Perencanaan Beban
Struktur perlu diperhitungkan terhadap adanya kombinasi pembebanan dari beberapa kasus pembebanan yang mungkin terjadi selama umur rencana. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung 1987, ada dua kombinasi pembebanan yang perlu di tinjau pada struktur yaitu: Kombinasi pembebanan tetap dan kombinasi pembebanan sementara. Kombinasi pembebanan tetap di anggap beban bekerja secara terus-menerus pada struktur selama umur rencana. Kombinasi pembebanan tetap disebabkan oleh bekerjanya beban mati dan beban hidup. Sedangkan kombinasi pembebanan sementara tidak bekerja secara terus-menerus pada stuktur, tetapi pengaruhnya tetap diperhitungkan dalam analisis struktur.
Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati, beban hidup, dan beban gempa. Nilai-nilai tersebut dikalikan dengan suatu faktor beban, tujuannya agar struktur dan komponennya memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadap berbagai kombinasi pembebanan.
Pada “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung” SNI03-2847-2002 disebutkan bahwa kombinasi pembebanan (U) yang harus diperhitungkan pada perancangan struktur bangunangedung yang sesuai dengan perencanaan gedung antara lain :
1. Kombinasi Pembebanan (U) untuk menahan beban mati (D) paling tidak harus sama dengan :
U = 1,4 D
Kombinasi Pembebanan U untuk menahan beban mati D, beban hidup L,dan juga beban atap atau beban hujan, paling tidak harus sama dengan:
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Beban Atap atau Beban hujan)
2. Ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kombinasi pembebanan U harus diambil sebagai :
U = 1,2 D + 1,6 L ± 1,0 E (I/R) atau
U = 0,9 D ± 1,0 E (I/R) dimana:
D = Beban Mati L = Beban Hidup
R = Faktor Reduksi Gempa W = Beban Angin I = Faktor Keutamaan Struktur E = Beban Gempa
Koefisien 1,0; 1,2; 1,6; 1,4 merupakan faktor pengali dari beban-beban tersebut yang disebut faktor beban (load factor), sedangkan factor 0,5 dan 0,9 merupakan faktor reduksi beban.
Untuk keperluan analisis dan desain dari suatu struktur bangunan gedung perlu dilakukan analisis struktur dari portal dengan meninjau dua kombinasi pembebanan yaitu pembebanan tetap dan pembebanan sementara.
Pada umumnya, sebagai gaya horisontal yang ditinjau bekerja pada sistem struktur portal adalah beban gempa, karena di Indonesia beban gempa lebih besar dibandingkan beban angin. Beban gempa yang bekerja pada sistem struktur dapat berarah bolak-balik. 2.5.2.1 Faktor Reduksi Kekuatan Bahan (Strength Reduction Factors)
Faktor reduksi kekuatan bahan merupakan suatu bilangan yang bersifat mereduksi kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi paling buruk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan mutu bahan yang ditetapkan sesuai standar bahan
yang ditetapkan dalam perencanaan sebelumnya. Besarnya faktor reduksi kekuatan bahan yang digunakan tergantung dari pengaruh atau gaya yang bekerja pada suatu elemen struktur sesuai SNI 03-2847-2002
2.6 Perilaku Material dan Elemen Struktur 2.6.1 Beton
Kuat tekan beton biasanya di dapat dari pengujian tekan benda uji berbentuk silinder berukuran tinggi 30 cm dan diameter 15 cm. Gambar 2.4 menunjukkan bentuk parabolik dari kurva atau diagram tegangan (f’c) - regangan (e) untuk benda uji beton berbentuk silinder. Modulus Young atau modulus elastisitas beton (Ec) bisa diambil sebesar4730 f 'c MPa, dimana f’c merupakan kuat tekan beton dalam Mpa.. Nilai regangan beton pada tegangan maksimum kira-kira 0,002 untuk semua mutu beton. Bentuk penurunan percabangan kurva tegangan-regangan bervariasi sesuai tulangan melintang yang terpasang.
Gambar 2.5 Diagram tegangan (fc) – regangan (e) beton tertekan : (a) Diagram fc-e beton sebenarnya. (b) Diagram fc-e beton yang di idealisasikan
2.6.2 Baja
Hubungan antara tegangan regangan sebenarnya untuk material baja yang didapatdari pengujian tarik diperlihatkan pada Gambar 2.5 Untuk keperluan desain biasanya dipergunakan Diagram fc-e yang sudah diidealisasikan dengan bentuk garis bilinear seperti pada Gambar b. Nilai modulus Young atau modulus elastisitas baja (Es) besarnya dapat diambil sekitar 0,2 x 106 MPa untuk semua mutu baja. Berbeda dengan material beton yang bersifat getas, baja merupakan material yang bersifat daktail. Selain itu baja mempunyai sifat elastis dan plastis. Dari diagram fc-e terlihat jelas batas antara sifat elastis dan plastis dari baja, yaitu pada titik leleh bahan.
Gambar 2.6 Diagram tegangan (fc) – regangan () baja tertarik : (a) Diagram fc- baja sebenarnya. (b) Diagram fc- baja yang diidealisasikan
2.6.3 Perilaku Struktur Baja
Baja merupakan material yang baik digunakan untuk struktur bangunan tahan gempa karena daktilitasnya yang tinggi, serta mempunyai rasio yang tinggi antara kekuatan terhadap beratnya. Struktur baja juga masih mempunyai kekuatan cukup untuk memikul beban setelah terjadi gempa. Beberapa hal yang termasuk masalah ketidakstabilan pada struktur baja adalah :
a. Tekuk lokal atau setempat dari elemen plat karena adanya rasio yang besar antaralebar dan tebalnya.
b. Tekuk dari kolom atau batang-batang yang panjang akibat kelangsingan batangatau akibat gaya tekan yang besar.
c. Tekuk lateral pada balok dan kolom yang mempunyai penampang tidak kompak d. Pengaruh P-D pada struktur akibat simpangan dan pengaruh beban vertikal yang
besar.
2.6.4 Perilaku Struktur Pasangan Batu bata
Pasangan batu bata merupakan bahan konstruksi yang sering digunakan sebagai struktur bangunan gedung sampai pada awal abad 20. Saat ini pasangan batu bata hanya
digunakan sebagai dinding penyekat, sedangkan struktur utamanya digantikan oleh material lain, seperti baton bertulang dan baja. Karena mudah pemeliharaannya, harganya yang ekonomis, serta mudah pelaksanaannya, konstruksi pasangan batu bata masih banyak digunakan untuk konstruksi bangunan perumahan di daerah rawan gempa.
Beberapa faktor yang membuat konstruksi pasangan dinding bata kurang baik digunakan untuk bangunan di daerah rawan gempa adalah :
a. Materialnya getas dan mudah retak, sehingga mempunyai kekuatan yang rendah untukmemikul beban gempa yang sifatnya bolak-balik / siklik.
b. Karena cukup berat, maka beban gempa yang merupakan gaya inersia juga akan besar.
c. Karena kaku, struktur pasangan batu bata mempunyai waktu getar yang pendek,sehingga gaya gempa yang bekerja akan menjadi besar.
d. Kekuatannya bervariasi tergantung dari kualitas konstruksi.
2.7 Rencana Struktur
2.7.1 Struktur Atas (Super Struktur) 2.7.1.1 Perencanaan Struktur Atap
Konstruksi atap berbentuk limasan digunakan profil ganda dengan alat sambung las dan baut mutu BJ 37.
Analisis beban atap diperhitungkan terhadap beban mati, beban hidup, dan beban angin. Beban mati meliputi berat sendiri, rangka dan penutup atap, sedangkan beban hidup terdiri dari orang yang bekerja dan alat kerja. Beban angin ditinjau dari kanan-kiri, yakni tegak lurus terhadap bidang atap. Analisis pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Gedung. Sedangkan analisis gaya batang kuda-kuda dengan analisis tak tentu menggunakan program SAP2000.
1. Gording
Gording dianggap sebagai gelagar yang menumpu bebas di atas dua tumpuan. a. Mendimensi gording
Sumber : dokomunetasi pribadi Gambar 2.7 Gording Pembebanan:
Beban mati (D)
D = q = berat sendiri profil (qs) + berat atap / genteng (qa) Beban hidup (L) = p
Tekanan angin (w)
b. Momen yang terjadi akibat pembebanan akibat muatan mati
akibat muatan hidup
akibat muatan angin hidup - angin tekan
- angin hisap
c. Kontrol Kuat Tekan Lentur yang terjadi (SNI 2002) Mu ≤ . Mn
0,02α 0,04
8 1 Mx wl
0,04
8 1 My wl2 2 sin α 8 1 My q l 2 cos α 4 1 Mx p lKeterangan :
Mu : Kombinasi Beban Momen Terfaktor. : Faktor Reduksi kekuatan.
Mn : Kekuatan Momen Nominal. d. Kontrol lendutan (f) yang terjadi
keterangan notasi rumus kontrol tegangan dan lendutan Mx : momen terhadap sumbu x-x
My : momen terhadap sumbu y-y σx : tegangan arah sumbu x-x σy : tegangan arah sumbu y-y fx : lendutan arah sumbu x-x fy : lendutan arah sumbu y-y q : beban merata
l : bentang gording
E : modulus elastisitas baja (E = 2,0.106 kg/cm2) I : momen Inersia profil
wx : momen tahanan arah sumbu x-x wy : momen tahanan arah sumbu y-y 2. Batang kuda-kuda
Desain kuda-kuda didesain dengan memperhatikan batasan-batasan sebagai berikut dan untuk menghindari tekuk pada tahap pelaksanaan maupun akibat gaya yang bekerja, kelangsingan maksimum batang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
- Angka kelangsingan konstruksi utama tidak boleh lebih dari 150. - Angka kelangsingan konstruksi sekunder tidak lebih dari 200. - Angka kelangsingan (λ) = Lk / i min dimana :
Lk : panjang tekuk (m)
i min : jari-jari kelembaman minimum batang (m)
f f
f l f l p l q f l p l q f 500 1 ijin y x 48.E.Ix y. 384.E.Ix y. 5. y 48.E.Iy x. 384.E.Iy x. 5. x 2 2 3 4 3 42.7.1.2 Perencanaan Pelat Lantai
Pelat lantai merupakan suatu konstruksi yang menumpu langsung pada balok dan atau dinding geser. Pelat lantai dirancang dapat menahan beban mati dan beban hidup secara bersamaan sesuai kombinasi pembebanan yang bekerja diatasnya.
Gambar 2.8 Prinsip Desain Pelat
Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi lendutkan/deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja (Pasal 11.5.1 SNI 03-2847-2002).
Berdasarkan Pasal 15.3.6, perhitungan rata-rata rasio kekakuan lentur penampang balok terhadap kekakuan lentur pelat (α) diperhitungkan dengan rumus:
α =EcbIb EcpIp
sehingga harus dicari terlebih dahulu momen inersia balok (Ib) dan momen inersia
pelat (Ip).
Gambar 2.9 Bagian Pelat yang Diperhitungkan untuk Balok T
Sesuai Pasal 15.2.4 SNI 03-2847-2002 bahwa suatu balok meliputi juga bagian dari pelat pada setiap sisi balok sebesar proyeksi balok yang berada di atas atau di bawah pelat, sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.9.
Merujuk pada Pasal 10.10.2 SNI 03-2847-2002 bahwa lebar efektif sayap (Be) dari masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi delapan kali tebal pelat, maka:
Mencari titik berat balok T terhadap tepi atas: (Ht × Be ×1
2Ht) + (Bw × Hw × ( 1
2Hw + Ht)) = ((Ht × Be) + (Bw × Hw)) ∙ y
Momen inersia balok T (Ib):
Ib= ( 1 3× Bw × (y − Ht) 3) + (1 12× Be × Ht 3) + (Be × Ht × (y −1 2Ht) 2 ) + (1 3× Bw × (Hw − 1 2Ht − y) 3 )
Momen inersia pelat (Ip):
Ip = 1 12× Ht 3× L Pasal 15.3.6: α =EcbIb EcpIp Di mana:
α = rata-rata perbandingan kekakuan lentur penampang balok terhadap kekakuan lentur pelat dengan lebar yang dibatasi dalam arah lateral oleh sumbu dari panel yang bersebelahan pada tiap sisi dari balok
Ecb = modulus elastisitas balok beton
Ecp = modulus elastisitas pelat beton
Ib = momen inersia balok
Ip = momen inersia pelat
1. Rasio bentang pelat Rasio 𝑙𝑦
𝑙𝑥> 2 (desain pelat 1 arah)
Rasio 𝑙𝑦
𝑙𝑥 = 1 𝑠 𝑑⁄ 2 (desain pelat 2 arah)
2. Menentukan tebal pelat
a. Desain 1 arah (one way slab) 1) 2 tumpuan sederhana
ℎ𝑚𝑖𝑛=
𝐿𝑛 20
2) Tumpuan jepit dengan satu ujung menerus
ℎ𝑚𝑖𝑛= 𝐿𝑛 24
3) Tumpuan jepit 2 ujung menerus
ℎ𝑚𝑖𝑛= 𝐿𝑛
28
4) Tumpuan kantilever
ℎ𝑚𝑖𝑛= 𝐿𝑛 10
Ln = bentang bersih (tepi balok – tepi balok) L = bentang bersih (as balok – as balok) b. Desain 2 arah (two way slab)
Berdasarkan ketentuan Pasal 11.5.3.3.c SNI 03-2847-2002 hal 66 bahwa untuk:
1) αm yang sama atau lebih kecil dari 0,2, harus menggunakan pasal11.5(3(2)). 2) αm lebih besar dari 0,2, tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat minimum harus
memenuhi:
h =
λn (0,8 +1500fy ) 36 + 5β (αm− 0,2)
dan tidak boleh kurang dari 120 mm
3) αm lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari:
h =
λn (0,8 + fy 1500) 36 + 9β
dan tidak boleh kurang dari 90 mm. 3. Menentukan pembebanan pelat
Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
LL = beban hidup diambil sesuai fungsi pelat
DL = beban mati 4. Menghitung Momen
Mu = 0,001 .Wu .Lx2. x Mu = Momen pada pelat
Wu = Beban terbagi rata yang bekerja pada pelat Lx = Bentang pelat arah x
x = Koefisien momen
5. Menentukan momen nominal (Mn) dan momen batas (Mu) Mn= ρ ∙ fy∙ b ∙ d2∙ (1 − 0,59 ρ ∙ fy f′c ) Mu= ∅ ∙ Mn atau Mu= As∙ fy(d − 0,5α) 6. Persentase rasio tulangan
ρb= (β ∙ (0,85∙f′c fy ) (
600
600+fy)) → Tulangan seimbang (balance)
ρmax= 0,75 ∙ ρb → tulangan maksimal/over ρmin= 1,4 fy → tulangan kurang ρ =As bd ρ = 0,3ρb s/d 0,5ρb
ρ = tulangan direncanakan atau didesain
Perlu diperhatikan pelat tipis tulangan banyak defleksi atau lentur besar-besar maka tebal pelat diambil maksimal.
7. Menentukan rasio tulangan
𝝆 =𝟎, 𝟖𝟓 𝒇𝒄′
𝒇𝒚 (𝟏 − √ 𝟏 − 𝟐 ( 𝑹𝒏 𝟎, 𝟖𝟓 𝒇𝒄′)
ρmin< 𝜌 < ρmax → ρ < ρb (runtuh tarik/lentur)
ρmin< ρb < ρmax → ρ = ρb (runtuh tarik/lentur) ρmin< 𝜌 < ρmax → ρ > ρmax
(runtuh tekan/geser/mendadak) 8. Menentukan luas tulangan (As)
As = Mu
∅ ∙ fy∙ (d − a 2⁄ )
Asmin = ρmin∙ b ∙ d
Untuk pelat satu arah maka selanjutnya dicari tulangan susut: Assst = 0,002.b.h (fy = 300 MPa)
Assst = 0,0018.b.h (fy = 400 MPa)
9. Menentukan jarak tulangan sengkang (s) sperlu = π / 4 * Ø2 * b / As
smax = 2 h
smax = 250 mm
2.7.1.3 Perencanaan Tangga
Semua tangga direncanakan dengan menggunakan tipe K dengan pelat miring sebagai ibu tangga. Perhitungan optrede dan antrede tangga menggunakan rumus :
2 x optrede + antrede = 61 cm s/d 65 cm keterangan :
optrede : langkah tegak
antrede : langkah datar
sudut tangga (α) = arc tan (x/y) jumlah anterde = A
jumlahoptred = O = A + 1
Analisa gaya yang bekerja pada tangga dengan menggunakan program SAP2000 sedangkan desain struktur sama dengan desain pelat dan balok sekunder.
2.7.1.4 Perencanaan Balok
Untuk struktur balok direncanakan dengan mengacu pada SNI 03-6814-2002. 1. Perhitungan Balok
Balok berfungsi sebagai penyangga bangunan yang ada di atasnya, adalah sebagai pelimpah beban kombinasi pada pelat dan atau atap.Beban pelat dalam pelimpahannya dapat berupa sistem amplop yaitu berbentuk segitiga atau trapesium.
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 2.10. Beban Pelat dengan Sistem Amplop
a. Syarat kelangsingan balok
(tabel 9.1.a tebal minimum h) SNI 03-1728-2002hal.130 b. Penulangan pada balok
Sumber : dokumentasi pribadi Gambar 2.11. Penulangan Pada Balok
As : tulangan tarik (As = . b . d) As’ : tulangan tekan
d : tinggi efektif penampang d’ : jarak sengkang x . pelat U . 2 1 x q l q x . pelat U . 2 1 x q l q h 2 1 b terpanjang 16 1 hmin l 2 p s c d' φ φ
dimana :
c : selimut beton
(c = 20 mm, untuk balok yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca/tanah).
(untuk balok yang berhubungan langsung dengan cuaca dan kondisi tanah c = 40 mm, untuk tulangan <16, sedangkan c = 50 mm, untuk tulangan >16).
s : diameter tulangan sengkang p : diameter tulangan pokok
c. Perhitungan Tinggi Efektif Pada Balok
d = h – ( p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama) d’ = p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama dimana:
b = lebar balok (mm) h = tinggi balok (mm)
d = tinggi efektif balok (mm) p = tebal selimut beton (mm) Ø = diameter tulangan (mm) 1) Rasio penulangan
(tabel 5.1.h mutu beton f’c301) SNI 03-6814-2002.)
2 Syarat pembatasan penulangan
syarat rasio tulangan : ρmin ≤ ρ ≤ ρmax Perhitungan ρ max dan ρ min :
penulangan rasio tabel b.d Mu 2 fy 1,4 min
fy x c f 600 600 fy ' . 1 0,85. b
b 75 , 0 max
3 Perhitungan momen :
𝑀1= 𝐴𝑠2 * fy * (d – d’) 𝑀1 = Mn -𝑀2
4 Perhitungan ρ1 (rasio pembesian) :
As1 = ρ * b * d
Perhitungan tulangan utama : As = As1 + As2
Dalam pelaksanaan dipasang tulangan tekan dimana ρ’ tidak boleh melebihi dari 0,5 ρb (SNI 03-1728-2002).As’max = ρ’ .b .d
5 Mencari tulangan tumpuan
- Mencari jumlah tulangan yang dipasang
6 Mencari tulangan lapangan - Mencari jumlah tulangan
Pada balok dipasang tulangan rangkap, dengan perbandingan luas tulangan tekan (As’) dan luas tulangan tarik (As)
- Jumlah tulangan yang dipasang
0,5.As ) (As' tekan tulangan jumlah 0,5 As' As δ A". " sebesar φ dengan tulangan n" " dipasang . . 4 1 As 2 A". " sebesar φ dengan tulangan n" " dipasang . . 4 1 As 2
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 2.12. Pemasangan Tulangan Pokok Balok
7 Perhitungan tulangan geser (sengkang)
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 2.13. Bidang Momen Dan Bidang Lintang Akibat Gaya Geser
- Gaya geser
- Tegangan geser
- Tegangan geser beton yang diijinkan sesuai mutu beton (fc’)
Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih kecil dari tegangan geser yang diijinkan (vc) vu <vc, maka perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok.
Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih besar dari tegangan geser yang diijinkan (vc) vu >vc, maka tidak perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok. KN . u . 2 1 Vu q l MPa N/mm d . b l . Vu u 2 2 v MPa c' . 6 1 . 0,6 c f v
- Tegangan geser yang dapat dipikul oleh beton dengan tulangan geser.
- Tegangan geser yang harus dipikul tulangan geser.
- Pendimensian balok.
jikavs<vsmaks dimensi balok rencana tidak perlu diperbesar
jikavs>vsmaksdimensi balok rencana perlu diperbesar
- Gaya geser yang dapat dipikul oleh beton.
Sumber : dokumentasi pribadi Gambar 2.14. Diagram Gaya Geser
keterangan :
Gaya geser pada balok, sebagian dipikul oleh kuat geser beton (Vc) dan sisanya dipikul dipikul oleh tulangan geser (sengkang).
- Penentuan tulangan geser pada balok
Tulangan geser pada balok perlu dipasang sepanjang “y” dari tumpuan.
Resultante gaya yang bekerja di sepanjang “y”
Rv = (Vu – Vc) .y KN MPa c' . 3 2 . 0,6 smaks f v MPa c u s v v v KN d . b . c Vc v Vc . L 2 1 y) L 2 1 ( . Vu Vu Vc L 2 1 y L 2 1 Vu Vu y 1/2 L Vc (KN) Vc (KN)
dipikul oleh beton
dipakai tulangan
Vu (KN)
y
Vc (KN) Rx
Tulangan geser:
dimana : adalah faktor reduksi kekuatan untuk perhitungan geser (= 0,6) tulangan geser dipasang pada 2 sisi penampang balok
tulangan geser minimum :
jika Av > Avmin pada balok dipasang tulangan geser (Av).
- Jumlah tulangan geser
n meter per geser tulangan Jumlah
- Perhitungan Tulangan Torsi
Cek kemampuan beton menahan torsi
jika,Tu< Tc, tidak perlu tulangan puntir Tu ≥ Tc, perlu tulangan punter
- Cek Pengaruh Momen Puntir (Tu)
Kategori komponen struktur non-prategang:
(pengaruh puntir dapat diabaikan)
Acp=luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton mm2 Pcp =keliling luar penampang beton mm
- Menghitung Properti Penampang
2 min mm y . 3 y . b Av f 2 mm y . Rv Av f φ cm n 100 s kang geser/seng ngan Jarak tula mm y Av 2 1 balok pada meter per geser tulangan mm y Av balok pada meter per geser tulangan 2 2 Pcp Acp x 12 . 'c 2 f Tc A Ay Av . 2 1
Keterangan:
x1 =jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah sumbu x mm y1 = jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah sumbu y mm
Aoh =luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang terluar mm2
Ao =0,85×Aoh=dalam satuan mm2
d =jarak dari serat tekan terluar beton ke pusat tulangan tarik mm Ph =keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar mm - Cek Penampang Balok
Kategori penampang solid:
(Penampang Memenuhi)
Dimana :
- Menentukan Torsi Transversal
Dimana Ø:0,85
Ө : 450(Berdasarkan SNI Beton Bertulang (13.6.3.6))
(dalam satuan mm2⁄mm untuk 1 kaki dari sengkang)
Tu
Tn
cot . . A . 2 o yv n f T s A t - Menghitung Tulangan Torsi Longitudinal Syarat :
Dengan ketentuan Tulangan Longitudinal tambahan untuk menahan puntir harus didistribusikan di sekeliling parimeter sengkang tertutup dengan spasi tidak melebihi 300mm, dengan posisi berada di dalamsengkang (SNI Beton Bertulang 2002-13.6.6.2)
2.7.1.5 Perencanaan Kolom
Kolom adalah suatu elemen tekan dan merupakan struktur utama dari bangunan yang berfungsi untuk memikul beban vertikal yang diterimanya. Pada umumnya kolom tidak mengalami lentur secara langsung.
Gambar 2.15. Jenis Kolom Beton Bertulang
Kolom beton bertulang secara garis besar dibagi dalam tiga kategori, yaitu : a. Blok tekan pendek
b. Kolom pendek
c. Kolom panjang atau langsing
Berdasarkan Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung, kuat tekan rencana dari komponen struktur tekan tidak boleh diambil lebih besar dari ketentuan berikut:
Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan spiral atau komponen struktural tekan komposit.
1. Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan pengikat. ФPn (max) = 0,80 Ф [0,85 x f’c (Ag - As) + fy x As]
Kolom panjang atau langsing merupakan salah satu elemen yang perlu diperhatikan. Proses perhitungannya didasari oleh konsep perbesaran momen. Momen dihitung dengan analisis rangka biasa dan dikalikan oleh faktor perbesaran momen yang berfungsi sebagai beban tekuk kritis pada kolom. Parameter yang berpengaruh dalam perencanaan kolom beton bertulang panjang adalah :
a. Panjang bebas (Lu) dari sebuah elementekan harus diambil sama dengan jarak bersih antara pelat lantai, balok, atau komponen lain yang mampu memberikan tahanan lateral dalam arah yang ditinjau. Bila terdapat kepala kolom atau perbesaran balok, maka panjang bebasharus diukur terhadap posisi terbawah dari kepala kolomatau perbesaran balok dalam bidang yang ditinjau.
b. Panjang efektif (Le) adalah jarak antara momen-momen nol dalam kolom. Prosedur perhitungan yang digunakan untuk menentukan panjang efektif dapat menggunakan kurva alinyemen. Untuk menggunakan kurva alinyemen dalam kolom, faktor Ψ dihitung pada setiap ujung kolom.
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1726-2012.
Gambar 2.17. Kurva Alinyemen untuk Portal Tak Bergoyang dan Portal Bergoyang
Selain itu, nilai k untuk portal bergoyang juga dapat dihitung melalui persamaan :
Dengan ѱ m merupakan rata-rata ѱ A dan ѱ B
Untuk pembahasan kolom ini, perlu dibedakan antara portal tidak bergoyang dan portal bergoyang. Suatu struktur dapat dianggap rangka portal bergoyang jika nilai indeks stabilitas (Q) > 0,05.
dimana :
Pu = Beban Vertikal
Vu = Gaya geser lantai total pada tingkat yang ditinjau Δo = Simpangan relatif antar tingkat orde pertama Lc = Panjang efektif elemen kolom yang tertekan
Properti yang digunakan untuk menghitung pembesaran momen yang nantinya akan dikalikan dengan momen kolom, diantaranya adalah :
b. Modulus elastisitas ditentukan dari rumus berikut: Ec = 𝑊𝑐1,5 0,043 √𝑓 `𝑐 (MPa)
Untuk wc antara 1500 dan 2500 kg/m3 atau 4700√𝑓 `𝑐untuk beban normal.
c. Momen inersia dengan Ig = momen inersia penampang bruto terhadap sumbu pusat dengan mengabaikan penulangan :
Tabel 2.13.Momen Inersia Elemen Struktur
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1726-2012.
Dalam portal bergoyang untuk setiap kombinasipembebanan perlu menentukan beban mana yang menyebabkan goyangan cukup berarti (kemungkinan beban lateral) dan mana yang tidak. Momen ujung terfaktor yang menyebabkan goyangan dinamakan M1s dan M2s, dan keduanya harus diperbesar karena pengaruh PΔ. Momen ujung lain yang tidak menyebabkan goyang cukup berarti adalah M1ns dan M2ns. Momen ini ditentukan dari analisis orde pertama dan tidak perlu diperbesar. Pembesaran momen δsMs dapat ditentukan dengan rumus berikut :
dimana:
Pu = beban vertikal dalam lantai yang ditinjau
Pc = beban tekuk Euler untuk semua kolom penahan goyangan dalam lantai tersebut, dicari dengan rumus:
Sehingga momen desain yang digunakan harus dihitung dengan rumus : 𝑀1= 𝑀1ns + δs 𝑀1s ) (klu 2 EI Pc
𝑀2 = 𝑀2ns + δs 𝑀2s
Terkadang titik momen maksimum dalam kolom langsing dengan beban aksial tinggi akan berada di ujung–ujungnya, sehingga momen maksimum akan terjadi pada suatutitik di antara ujung kolom dan akan melampaui momen ujung maksimum lebih dari 5%. Hal ini terjadi bila :
untuk kasus ini, momen desain ditentukan dengan rumus berikut: Mc = δns (𝑀2ns + δs𝑀2s)
Selain itu, portal bergoyang mungkin saja menjadi tidak stabil akibat adanya beban gravitasi, sehingga harus dilakukan kontrol terhadap ketidakstabilan beban gravitasi. Portal menjadi tidak stabil akibat gravitasi apabila δs > 2,5 sehingga portal harus diperkaku. Elemen kolom menerima beban lentur dan bebanaksial, menurut SNI 03-1728-2002 untuk perencanaan kolom yang menerima beban lentur dan beban aksial ditetapkan koefisien reduksi bahan 0,65 sedangkan pembagian tulangan pada kolom (penampang segiempat) dapat dilakukan dengan:
a. Tulangan dipasang simetris pada dua sisi kolom (twofaces) b. Tulangan dipasang pada empat sisi kolom (four faces)
Pada perencanaan gedung perkantoran ini digunakan perencanaan kolom dengan menggunakan tulangan pada empatsisi kolom (four faces).
Perhitungan gaya-gaya dalam berupa momen, gaya geser, gaya normal maupun torsi pada kolom. Dari hasil output gaya-gaya dalam tersebut kemudian digunakan untuk menghitung kebutuhan tulangan pada kolom.
Penulangan dalam kolom juga merupakan salah satufaktor yang ikut membantu komponen beton dalam mendukung beban yang diterima. Penulangan pada kolom dibagi menjadi tiga jenis, diantaranya adalah :
1. Tulangan Utama Kolom
Tulangan utama (longitudinal reinforcing) merupakan tulangan yang ikut mendukung beban akibat lentur (bending).Pada setiap penampang dari suatu komponen struktur luas,tulangan utama tidak boleh kurang dari :
. ` 35 Ag c f Pu r Lu