• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS) 2.1.1 Pengertian MTBS

Merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar. Meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi dan pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan. Tujuan utama tatalaksana ini untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita dan menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Kemenkes RI, 2014)

Dalam menangani balita sakit, tenaga kesehatan (perawat,bidan/desa) yang berada di pelayanan dasar dilatih untuk menerapkan pendekatan MTBS secara aktif dan terstruktur, meliputi :

1. Melakukan penilaian adanya tanda-tanda atau gejala penyakit dengan cara tanya, lihat,dengar,raba,

2. Membuat klasifikasi dan menentukan tindakan serta pengobatan anak, 3. Memberikan konseling dan tindak lanjut pada saat kunjungan ulang.

2.1.2 Sasaran Manajemen Tepadu Balita Sakit (MTBS)

Adapun sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran yaitu kelompok usia 1 hari- 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan- 5 tahun (Vera, 2015 ; Depkes RI, 2008) .

.

(2)

2.1.3 Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas

Hal-hal yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam menangani balita sakit sesuai dengan Protap MTBS, meliputi :

1. Melakukan Anamnesa

Wawancara terhadap orang tua bayi dan balita mengenai keluhan utama, lamanya sakit, pengobatan yang telah diberikan dan riwayat penyakit lainnya

2. Pemeriksaan

a. Untuk bayi umur 1 hari- 2 bulan

Mengajari Pemeriksaan yang dilakukan meliputi : Pemeriksaan kemungkinan kejang, gangguan nafas, suhu tubuh, adanya infeksi, ikterus, gangguan pencernaan, BB dan status imunisasi

b. Untuk bayi 2 bulan- 5 tahun

Pemeriksaan yang dilakukan adalah : keadaan umum, respirasi, derajat dehidrasi, suhu, pemeriksaan telinga, diare, status gizi, anemia, imunisasi dan vitamin A, dan keluhan lain.

c. Menentukan klasifikasi, tindakan, penyuluhan/ konseling pada ibu dan konsultasi dokter. ( Depkes RI, 2008).

3. Pengobatan

untuk balita sakit yang mendapatkan terapi rawat jalan, maka petugas kesehatan dapat mengajari ibu cara pememberian obat oral dirumah, obat-obat yang diberikan sesuai dengan diagnosa pasien seperti (antibiotik oral, antimalaria oral, parasetamol, vitamin A, zat besi, dan obat cacingan). Sedangkan anak dengan tanda bahaya umum mempunyai masalah serius perlu dirujuk segera. (Yulia Astuti, 2014)

(3)

Gambar 2.1

Bagan Tatalaksana kasus dg MTBS

2.1.4 Tenaga kesehatan yang melaksanakan MTBS

Tenaga kesehatan pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit di unit rawat jalan tingkat dasar adalah Paramedis (bidan, perawat) dan dokter, bukan untuk rawat inap dan bukan untuk kader. Adapun peran dokter dalam MTBS, yaitu :

1. Melakukan SOP pelayanan balita dengan form MTBS

2. Membimbing paramedis (bidan,perawat) dalam melakukan SOP pelayanan balita dengan form MTBS

3. Menerima rujukan internal dari Poli KIA

4. Memberikan contoh kepada semua petugas kesehatan dalam penerapan pelayanan kuratif yang tidak meninggalkan upaya promotif dan preventif

1

Menentukan perlunya rujukan segera Balita sakit dg Tanda bahaya umum Balita sakit tanpa tanda bahaya umum

2 Menentukan tindakan dan pengobatan pra rujukan 3 Merujuk YA, dirujuk 4.

Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang

tidak memerlukan rujukan segera

(4)

5. Menselaraskan integrasi antara program dan pelayanan kuratif (UKM& UKP) di puskesmas (Yulia Astuti, 2014).

2.1.5 Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit yang dilayani dengan MTBS

Cakupan MTBS adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang berobat ke puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Hal ini dapat diukur dengan rumus berikut : Rumus yang digunakan adalah :

% Cakupan MTBS = Ʃ BS x 100% Ʃ total

Ʃ BS = Jumlah anak balita sakit yang memperoleh pelayanan sesuai tatalaksana MTBS di Puskesmas disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Ʃ total = Jumlah seluruh anak balita sakit yang berkunjung ke Puskesmas disuatu

Wilayah kerja dalam 1 tahun

Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang datang ke puskesmas (register rawat jalan di puskesmas). Jumlah anak balita sakit yang mendapat pelayanan standar diperoleh dari format pencatatan dan pelaporan MTBS. (Kemenkes RI, 2010).

(5)

2.2 Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Manajemen Tepadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan Kemenkes RI (2011) keberhasilan penerapan MTBS di Puskesmas tidak terlepas dari adanya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan MTBS, monitoring pasca pelatihan serta bimbingan teknis bagi perawat dan bidan yang dilakukan oleh kepala puskesmas atau Dinas kesehatan setempat, dan kelengkapan sarana dan prasarana pendukung dalam pelaksanaan MTBS termasuk ketersediaan obat-obatan di puskesmas. Bila dihubungkan dengan Teori Lawrence Green (1980), didapatkan sebagai berikut :

1. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perubahan perilaku seseorang dalam hal ini orang yang dimaksud bisa juga dilihat dari segi tenaga kesehatan, Faktor ini terwujud dalam umur, pengetahuan, sikap, keyakinan, dan sebagainya. Dalam hal ini yang dibahas pada faktor Predisposisi dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di puskesmas adalah pengetahuan dan pelatihan. ( Husni, 2012)

a. Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2009), Pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan pemicu awal dari tingkah laku termasuk tingkah laku dalam bekerja. Pengetahuan sangat di perlukan dalam rangka perubahan pola pikir dan perilaku. Pengetahuan yang baik tentang suatu pekerjaan akan membuat seseorang menguasai bidang pekerjaannya. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas/ tingkatan yang berbeda-beda dan secara garis besar dapat dibagi 6 tingkatan pengetahuan yaitu : diawali dengan proses Tahu (know), kemudian memahami

(6)

(comprehension) secara benar tentang suatu objek , setelah itu dilakukan aplikasi (application) prinsip yang diketahui pada situasi yang lain, dilanjutkan dengan kemampuan Analisis (analysis) terhadap suatu objek dan melakukan sintesis

(synthesis), adalah untuk menghubungkan secara logis pengetahuan yang dimiliki

menjadi bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan terakhir dilakukan evalusi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan penilian terhadap suatu materi atau objek.

Cara menilai pengetahuan menurut Arikunto (2006), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala kaulitatif, yaitu :

a) Tingkat pengetahuan baik bila nilai 76-100% b) Tingkat pengetahuan cukup baik bila nilai 56-75% c) Tingkat pengetahun kurang bila nilai < 56%

Sedangkan Menurut Arie.J.Pitono (2012) membagi pengetahuan seseorang kedalam 2 kategori, yaitu :

a) Tingkat pengetahuan baik bila nilai > 60% b) Tingkat pengetahun kurang bila nilai < 60%

Pengetahuan Tenaga kesehatan Tentang MTBS merupakan hal-hal yang harus diketahui oleh seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan MTBS di puskesmas meliputi :

1) Penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan-5 tahun yaitu :

Kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan anamnesa pada ibu masalah yang dihadapi anaknya, memeriksa tanda bahaya umum dan menanyakan kepada ibu empat keluhan utama,memeriksa dan mengklasifikasikan status gizi dan anemia,memeriksa status imunisasi anak dan pemberian vitamin A serta menilai keluhan lain yang dihadapi anak.

(7)

2) Menentukan Tindakan dan Pengobatan

Hal-hal yang harus dipahami petugas kesehatan adalah kapan harus menentukan rujukan segera, menentukan tindakan dan pengobatan pra rujukan maupun untuk anak yang tidak memerlukan rujukan, memilih obat yang sesuai dan menentukan dosis dan jadwal pemberian pemberian, dll.

3) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang cara memberi konseling yang baik kepada ibu tentang cara pemberian obat oral dan pemberian cairan dirumah, cara mengobati infeksi lokal dirumah serta jadwal kunjungan ulang.

4) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang manajemen terpadu bayi muda umur kurang dari 2 bulan

5) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang memberi pelayanan tindak lanjut

Hal-hal yang harus diketahui adalah menentukan status kunjungan anak, menilai tanda-tanda sesuai dengan formulir MTBS, memilih tindakan dan pengobatan berdasarkan tanda-tanda yang ada termasuk bila ada masalah baru pada anak balita (Kemenkes RI, 2014).

Dalam penelitian ini pengetahuan tenaga kesehatan dinilai dari kemampuan tenaga kesehatan menjawab pertanyaan yang diberikan yang berhubungan dengan pelaksanaan MTBS di Puskesmas, Pelaksanaan MTBS dinilai dari catatan medis jumlah balita sakit yang berkunjung ke puskesmas yang mendapatkan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit sesuai standar (Kemenkes.RI, 2014). Menurut Agita.M (2010) ada hubungan antara pengetahuan petugas dengan implementasi MTBS di puskesmas kota semarang, sedangkan menurut Fera (2010) menyatakan bahawa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kinerja petugas MTBS di Kota Madiun, menurut Tri Handayani (2012) tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kinerja petugas MTBS di puskesmas kabupaten Kulon Progo.

(8)

b. Sikap

Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap merupakan keadaan sikap mental yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan yang menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek dan situasi-situasi dengan siapa dia berhubungan (Linggasari, 2008). Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor lingkungan kerja, sebagai berikut :

1) Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan. 2) Kognisi adalah keyakinan evaluative dari seseorang. Dimanifestasi dalam

bentuk impresi atau kesan baik dan buruk yang dimiliki terhadap suatu objek.

3) Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecendrungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu. (Winardi, 2004).

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin yang dimaksud adalah faktor yang memungkinkan seseorang untuk bertindak. Faktor pemungkin dapat terwujud dari adanya sarana dan prasarana atau fasilitas yang mendukung pelaksanaan suatu program kesehatan. Misalnya seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sangat dipengaruhi dengan kelengkapan sarana dan prasarana penunjang, seperti kelengkapan obat-obatan di puskesmas dan ketersediaan serta kondisi alat yang digunakan untuk melaksanakan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

(9)

a. Sarana dan Prasarana Pelayanan MTBS

Sarana Prasarana yang dapat digunakan untuk pelaksanaan suatu program dan dapat menunjang kelancaran suatu program. Fasilitas harus ada dan harus dalam kondisi yang baik( ukurannya pasti) atau tidak rusak, fasilitas harus ada pada setiap puskesmas untuk membantu para petugas kesehatan untuk melaksanakan kegiatannya (Wibowo, 2008). Hal yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan MTBS di puskesmas meliputi Formulir MTBS, Kartu Nasehat Ibu (KNI) dan obat-obatan yang yang secara umum telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Laporan Pemakian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang di gunakan di Puskesmas.Obat-obat yang digunakan dalam penanganan Balita sakit adalah obat yang lazim sudah ada, kecuali obat yang belum tersedia di puskesmas, obat-obat yang diperlukan adalah :

Tabel 2.1

Peralatan yang diperlukan dalam penerapan MTBS meliputi :

1. Kotrimoksasol tablet dewasa 20. Suntikan Penisilin Prokain

2. Kotrimoksasol tablet Anak 21. Suntikan Artemeter

3. sirup Kotrimoksasol 22. Suntikan Kinin HCl

4. Sirup amoksisilin 23. Suntikan Fenobarbital

5. Tablet amoksilin 24. Suntikan Diazepam

6. Kapsul Tetrasiklin 25. Tetrasiklin atau Kloramfenikol salep mata

7. Tablet asam Nalidiksat 26. Gentian Violet 1 %

8. Tablet Metronidazol 27. Tablet Niasin

9. Tablet Primakuin 28. Gliserin

10. Tablet Kina 29. Vitamin A 200.000 IU

11. Tablet Artesunate 30. Vitamin A 100.000 IU

12. Tablet Amodiakuin 31. Tablet Zinc

13.Tablet Parasetamol 32.Aqua Bides untuk pelarut

14. Tablet Albendazol 33. Oralit 200 cc

15. Tablet pirantel Pamoat 34. Cairan infus Na Cl 0,9%

16. Tablet besi 35. Cairan infus RL

17. Sirup Besi 36. Cairan Infus Dextrose 5 %

18. suntikan Ampisilin 37. alkohol 70%

Nama obat yg biasa digunakan dlm MTBS

(10)

Peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di puskesmas,yaitu :

1. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik 2. Tensi meter dan manset anak

3. Termometer 4. Timbangan Bayi

5. Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih 6. Infus set dan Wing needles no 23 dan no 25

7. Semprit dan jarum suntik : 1 ml, 2,5 ml, 5 ml dan 10 ml 8. Kasa/ kapas

9. Pipa lambung (NGT) 10. Alat penumbuk obat 11. Alat penghisap lendir

12. RDT : Rapid Diagnostik Test untuk malaria

13. Kalau mungkin miskroskop untuk pemeriksaan malaria

Obat diatas yang belum ada di puskesmas adalah asam nalidiksat, suntikan gentamisin, suntikan kinun, infus set dan manset anak. Walaupun obat dan alat tersebut belum ada di puskesmas, tidak berarti menghambat pelayanan bagi balita sakit, karena obat tersebut pada umumnya merupakan obat pilihan kedua atau obat yang diperlukan bagi anak yang akan dirujuk sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan pada institusi rujukan.(Kemenkes.RI, 2014).

Langkah- langkah penyiapan obat dan alat :

a. Lakukan penilaian terhadap ketersediaan obat dan alat di puskesmas. Dalam menentukan ketersediaan obat dan alat di puskesmas, lakukan penilaian berdasarkan pemakaian dan kebutuhan 6 bulan sebelumnya dengan

(11)

menggunakan LPLPO. Kecukupan ketersediaan alat ditentukan dengan tersedianya alat tersebut dalam keadaan yang masih baik/ dapat digunakan. b. Setelah diketahui kondisi ketersediaan obat dan alat yang ada di puskesmas,

maka dalam mengajukan permintaan obat berikutnya, tambahkan jumlah obat yang masih kurang dan usulkan obat yang belum ada.

Tri Handayani (2012) menyatakan ada hubungan antara fasilitas dengan kinerja petugas MTBS di puskesmas kabupaten Kulon Progo, diungkapkan bahwa semakin baik fasilitas maka semakin baik pula kinerja petugas, sedangkan menurut Agita.M. (2010) tidak ada hubungan antara ketersediaan peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas di kota Semarang. Fera (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara sarana dan prasarana dengan kinerja petugas MTBS.

c. Pelatihan

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. SDM yang kurang mampu, kurang cakap dan tidak terampil, salah satunya mengakibatkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan secara optimal dengan cepat dan tepat pada waktunya (Sedarmayanti, 2001). Program MTBS tentunya akan dapat berjalan dengan baik apabila mempunyai SDM dalam hal ini petugas kesehatan yang berkompeten.

Pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia adalah suatu siklus yang harus terus terjadi secara terus menerus untuk mengantisipasi perubahan di luar organisasi tersebut (Notoatmodjo, 2009).

Dinas kesehatan Propinsi Bali untuk meningkatan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan tenaga kesehatan dalam melaksanakan Manajemen Terpadu Balita

(12)

Sakit (MTBS) telah melakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan di Puskesmas (dokter, bidan, perawat) secara berkelanjutan dari tahun 1998 hingga sekarang, dengan menggunakan dana APBN dilakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap hasil pelatihan tersebut. Tujuan dari pelatihan MTBS ini adalah untuk mengajarkan proses manajemen kasus kepada perawat, bidan, dokter dan tenaga kesehatan lain yang menangani balita sakit dan balita muda di fasilitas pelayanan dasar agar mampu :

a) Menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi dan pemberian vitamin A

b) Membuat klasifikasi

c) Menentukan tindak lanjut sesuai dengan klasifikasi anak dan memutuskan apakah seorang anak perlu dirujuk

d) Memberi pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis pertama pemberian antibiotik, vitamin A, dan perawatan anak untuk mencegah turunnya gula darah dengan pemberian air gula, resomal, cara menghangatkan anak untuk mencegah hipotermia serta merujuk anak

e) Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif) seperti pemberian oralit, vitamin A, tablet Zinc

f) Memberi konseling kepada ibu mengenai pemberian makan pada anak termasuk pemberian ASI dan kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.

g) Melakukan penilaian ulang dan pemberian perawatan yang tepat pada saat anak datang kembali untuk pelayanan tindak lanjut.( Kemekes.RI,2014)

Berdasarkan hasil penelitian Tri Handayami (2012) menyatakan bahwa pelaksanaan MTBS di puskesmas yang telah berjalan bergantung pada petugas yang

(13)

sudah pernah dilatih. Sedangkan menurut Fera (2010) bahwa tidak ada hubungan antara pelatihan dengan kinerja petugas MTBS.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor ini adalah faktor yang dapat memperkuat atau mendorong terjadinya perilaku sehat. Terkadang meski seseorang telah memiliki pengetahuan dan sikap positif serta sarana dan prasarana yang mendukung. Masih dibutuhkan adanya dukungan dari orang- orang disekitarnya seperti adanya dukungan dan komitmen kepemimpinan (kepala puskesmas) yang melakukan monitoring, memberikan motivasi pada stafnya dalam melaksanakan MTBS dipuskesmas wilayah kerjanya.

a. Dukungan Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi (kamus Bahasa Indonesia). Karakteristik Kepribadian pemimpin menurut Yulk dalam Hersey dan Blanchard (1998), karakteristik pemimpin sukses yaitu : Cerdas, terampil secara konseptual, kreatif, diplomatis dan taktis, lancar berbicara, memiliki pengetahuan tentang tugas kelompok, persuasif dan memiliki keterampilan sosial. Sedangkan karakteristik kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (1998), adalah :

1. Management of attention

Kemampuan mengkomunikasikan tujuan dan arah yang dapat menarik perhatian anggota

2. Management of meaning

Kemampuan menciptakan dan mengkomunikasikan makna tujuan secara jelas 3. Management of trust

(14)

4. Management of self

Kemampuan mengendalikan diri dalam batas kekuatan dan kelemahan

Dalam menerapkan prosedur MTBS komitmen pemimpin atau kepemimpinan dapat berupa pelatihan yang diberikan pimpinan terhadap pelaksanaan penerapan MTBS seperti pernah tidaknya diberikan pangarahan dan dilakukannya evaluasi terhadap pelaksanaan MTBS oleh kepala puskesmas. Menurut Tri Handayani (2012), semakin baik kepemimpinan maka semakin baik pula kinerja petugas MTBS. Sedangkan Menurut Agita.M (2011) ada hubungan yang lemah antara kepemimpinan kepala puskesmas terhadap implementasi MTBS di Puskesmas di kota Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

1) Guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan mengamati tumbuhan lumut yang dibawanya... 8) Guru membimbing

Buku Laporan ini berisi antara lain profil kota Surabaya, arahan kebijakan dan rencana strategis infrastruktur bidang Cipta Karya, analisis sosial, ekonomi, dan lingkungan,

Dari Jabir ra berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang khawatir bahwa dirinya tidak bangn pada waktu malam hari maka hendaklah dia menunaikan shalat

Siti Hasunah, 2013, Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil dengan Kepatuhan dalam Mengkonsumsi Tablet Fe di BPS Ny.Siti Hasunah, Candi-sidoarjo Sitti Asyirah, 2012,

Ibu hamil dengan status paritas &gt; 3 beresiko tinggi terjadi anemia karena seorang ibu yang sering melahirkan akan mengalami peningkatan volume plasma darah

Shine dan Slip (1990) melakukan penelitian pada spesies lain namun dari kelas yang sama yaitu Chondropython viridis dengan hasil yang menunjukkan bahwa pada kelas

Manfaat makalah ini adalah (1) diperolehnya informasi mengenai tingkat kebutuhan kalsium serta manfaatnya, (2) disosialisasikannya informasi masalah mengenai pemanfaatan

Di lokasi kegiatan di Kalimantan Selatan ditemukan 31 jenis mangga, yaitu: Tandui Manis, Tandui Masam, Asam Pauh, Pulasan, Rawa-Rawa Humbut, Rawa-Rawa Biasa, Hambawang