• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2018 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2018 SKRIPSI"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

NURUL PRATIWI NIM : 141000334

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURUL PRATIWI NIM : 141000334

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2018” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, September 2018

Nurul Pratiwi

(4)

Departemen : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Ketua

( dr. Fauzi, SKM ) NIP. 141005264900

Tanggal Lulus : 07 Agustus 2018

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Fauzi, SKM

Anggota : 1. dr. Rusmalawaty, M.Kes

2. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution,SKM , MPH

(6)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan. Berdasarkan survei pendahuluan, pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala belum berjalan secara optimal karena tidak semua balita sakit yang datang ke Puskesmas ditangani dengan pelayanan MTBS disebabkan keterbatasan sumber daya. Jumlah kunjungan balita di Puskesmas Mandala pada tahun 2017 sebanyak 5067 balita dengan jumlah cakupan pelayanan MTBS sebesar 368 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih dalam pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung. Informan penelitian ini berjumlah 7 orang yang terdiri dari Kepala Puskesmas Mandala, 2 Tenaga Kesehatan MTBS, 2 kader kesehatan, 2 ibu balita. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Metode analisis data dengan menggunakan metode Milles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penatalaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala sudah berjalan cukup baik namun kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari alur pelaksanaan MTBS yang tidak sesuai dengan modul MTBS, Penilaian dan klasifikasi balita sudah berjalan namun tidak secara keseluruhan, kurangnya tenaga kesehatan yang terlatih , masih kurangnya sarana prasarana dan peralatan untuk pelaksanaan MTBS, sangat minimnya pendanaan untuk pelaksanaan MTBS, kurangnya komitmen petugas dalam pelaksanaan MTBS. Selain itu pengawasan dan pemantauan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dan Kepala Puskesmas belum dilaksanakan dengan maksimal. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan pihak Puskesmas Mandala membina petugas kesehatan yang belum terlatih MTBS sehingga mampu melaksanakan MTBS sesuai modul MTBS, melengkapi sarana prasarana sehingga pendekatan MTBS dapat berjalan dengan baik, Selain itu, diharapkan adanya pengawasan dan pemantauan secara langsung Kepala Puskesmas.

Kata kunci : Pelaksanaan MTBS, Balita, Puskesmas

(7)

Integrated Management of Childhood Illnes (IMCI) is a management through an integrated approach/integrated management of sick childhood who come in the health service. Based on the survey, the implementation of IMCI in Mandala’s Puskesmas it’s not optimal yet because not all sick toddlers can be treated optimally due to limited resources. Total of childhood visit in primary health care in Puskesmas’s Mandala for 2017 there are 5067 with coverage of IMCI reach 368 cases. The study aims to find out in-depth implementation of IMCI Mandala’s Puskesmas. This study uses qualitative research.The research location in the Mandala’s Puskesmas district of Medan Tembung. Informants in this study amounted to 7 people which are the head of Mandala’s Puskesmas,2 health workers of IMCI, 2 health cadres, and 2 mothers of children. Data collected by in-depth interview and observation. Data analyzed by Miles and Huberman Method. The results of this study show the implementation of IMCI in Mandala’s Puskesmas it’s been going enough good but it’s less effective. The implementation of IMCI is not accordance with the module of IMCI, assessment and classification of IMCI it has been done but not in its entirety, there is lack of skilled health workers, the less of facilities, infrastructure ,equipment and the least funding for implementation of IMCI in Mandala’s Puskesmas, the lack of commitment of health workers in implementation of IMCI. In addition, supervision and monitoring conducted by the Departement of Health Medan and head of Mandala’s Puskesmas not have been implamented to the maximum. Based on the results of the study, it is expected for Mandala’s Public Health Center to improve the skills of health workers by IMCI training for better case management in health facilities in accordance to IMCI module and to provide facilities to support the implementation of IMCI. In addition, expected there supervision and monitorin in head of Primary Health Care of Mandala’s Puskesmas.

Keyword : Implementation of IMCI, Childhood, Puskesmas

(8)

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sampai saat ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2018” . Skripsi adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini saya persembahkan untuk orang tua tercinta, Ayahanda Sugeng Widodo dan Ibunda Nurhasti Dalimunthe yang selalu memberikan doa, nasihat, kasih sayang dan semangat serta segala dukungan dalam bentuk apapun yang telah Ayahanda dan Ibunda berikan kepada penulis setiap saat.

Dalam penyusunan skipsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, Mhum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

(9)

4. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Akademik

5. dr. Fauzi, SKM., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membimbing, meluangkan waktu, memberi saran, dukungan, nasihat serta arahan kepada penulis hingga bisa menyelesaikan skripsi ini

6. dr. Rusmalawaty, M.Kes., selaku Dosen Penguji I Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta motivasi kepada penulis dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini

7. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, SKM., MPH., selaku Dosen Penguji II Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta motivasi kepada penulis dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini

8. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah memberikan ilmu dan wawasan serta membantu penulis menyelesaikan kepentingan administrasi selama masa perkuliahan.

9. Dr. Hapni Tanjung selaku Kepala UPT Puskesmas Mandala yang telah memberikan izin dan membantu penulis untuk melakukan penelitian di Puskesmas serta seluruh pegawai Puskemas Mandala yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian

(10)

dan seluruh keluarga besar yang senantiasa selalu memberikan doa, nasihat, kasih sayang, perhatian, dukungan yang tiada henti dalam bentuk apapun kepada penulis

Penulis menyadari dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua Pihak.

Medan , September 2018

Nurul Pratiwi

(11)

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

HALAMAN PENGESAHAN ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

DAFTAR ISTILAH xiii

RIWAYAT HIDUP xiv

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) 9

Pengertian Puskesmas 9

Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas 9

Tugas, Fungsi dan Wewenang Puskesmas 10

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 12

Pengertian MTBS 12

Sejarah MTBS 13

Sasaran MTBS 14

Tujuan dan Manfaat MTBS 14

Materi MTBS 16

Komponen MTBS 18

Tenaga Kesehatan yang Melaksanakan MTBS 18

Implementasi Strategi MTBS 19

Penatalaksanaan MTBS 20

Persiapan Penerapan Kegiatan MTBS di Puskesmas 22

Penerapan MTBS di Puskesmas 28

(12)

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis Peneltian 42

Lokasi dan Waktu Penelitian 42

Informan Penelitian 42

Metode Pengumpulan Data 42

Definisi Opersional 43

Metode Analisis Data 44

Triangulasi 45

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 46

Gambaran Umum Puskesmas Mandala 46

Wilayah Kerja Puskesmas 47

Letak Geografis Puskesmas Mandala 47

Karakteristik Informan 48

Alur Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala 49

Analisis Komponen Input 51

Tenaga Kesehatan 51

Pendanan 54

Sarana dan Prasarana 56

Komitmen Petugas 59

Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala 60

Sosialisasi MTBS 61

Pelaksanaan MTBS 63

Monitoring dan Evaluasi 68

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 72

Saran 74

DAFTAR PUSTAKA 76

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

No Judul Halaman

1 Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan

sampai 5 Tahun 34

2 Data Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas

Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2017 46

3 Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala

Kecamatan Medan Tembung Tahun 2017 47

4 Data Sarana Pendukung Kesehatan di Puskesmas Mandala

Kecamatan Medan Tembung Tahun 2017 47

5 Data Geografi dan Demografi Wilayah Kerja Puskesmas

Mandala Tahun 2017 48

6 Karakteristik Informan Penelitian 49

7 Matriks Pernyataan Informan Mengenai Pendanaan

Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala 54

(14)

No Judul Halaman

1 Alur Pelayanan Penanganan Penyakit dengan MTBS yang

Diberikan Oleh 3 Orang Tenaga Kesehatan 28

2 Kerangka Pikir Penelitian 41

3 Alur Penatalaksanaan MTBS yang diterima oleh Balita di

Puskesmas Mandala Tahun 2018 51

(15)

Lampiran Judul Halaman

1 Bagan Penilaian dan Klasifikasi Pelayanan MTBS 79

2 Formulir Pencatatan Balita Sakit Umur 2 Bulan-5 Tahun 88

3 Formulir Pencatatan Bayi Muda Umur ≤ 2 Bulan 91

4 Pedoman Wawancara 93

5 Matriks Pernyataan Informan 98

6 Lembar Hasil Observasi Sarana Prasarana Peralatan Pelaksana MTBS di Puskesmas Mandala

106

7 Surat Keterangan Survei Pendahuluan dari Dinas

Kesehatan 107

8 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan 108

9 Surat Keterangan Selesai Penelitian 109

(16)

BOK Bantuan Operasional Kesehatan BBLR Berat Badan Lahir Rendah DOEN Daftar Obat Esensial Nasional Depkes Departemen Kesehatan

IMCI Intregated Management of Childrenhood Illness Kemenkes Kementerian Kesehatan

KIA Kesehatan Ibu dan Anak

MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat Riskesdas Riset Kesehatan Dasar

UNICEF United Nations Internasional Children’s Emergency Fund WHO World Health Organization

(17)

Penulis bernama Nurul Pratiwi berumur 22 tahun, dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 22 April 1996. Penulis beragama Islam , bertempat tinggal di Jalan Tanggung Bongkar 1 Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai.

Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sugeng Widodo dan Ibu Nurhasti Dalimunthe.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar MI Negeri Sei Agul Kecamatan Medan Denai pada tahun 2002 sampai 2008. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di MTs Negeri 2 Medan dari tahun 2008 sampai 2011. Lalu penulis melanjutkan ke sekolah menengah SMA Al-Ulum Medan dari tahun 2011 sampai tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat, Program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat yang selesai pada tahun 2018.

Medan , September 2018

Nurul Pratiwi

(18)

Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG’s) adalah menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia dengan salah satu targetnya yaitu pada tahun 2030 dapat mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat dicegah, dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per 1000 KH dan Angka Kematian Balita 25 per 1000 KH. Dalam pembangunan kesehatan bagi anak, upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir, bayi dan anak balita dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan program peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan aksespelayanan kesehatan yaitu dengan kegiatan yang dilakukan melalui

penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit ( Ermalena, 2017).

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan pedoman terpadu yang menjelaskan secara rinci penanganan penyakit yang terjadi pada balita.

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu bentuk pengelolaan balita yang mengalami sakit, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak serta kualitas pelayanan kesehatan anak (Depkes RI, 2008).

Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dilakukan pada anak usia 2 bulan-5 tahun karena pada usia tersebut merupakan tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan penyakit karena sistem imunnya yang masih rendah.

(19)

Dalam setahun, lebih dari 12 juta anak di negara berkembang meninggal sebelum usia lima tahun dan lebih dari setengahnya disebabkan oleh 5 kondisi yang dapat dicegah dan diobati antara lain: pneumonia, diare, malaria, campak dan malnutrisi. Hasil survei penduduk antar sensus (SUPAS) 2015 dalam Profil Kesehatan Indonesia 2017 menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) di indonesia sebesar 22,23 per 1000 kelahiran hidup. Begitu pula dengan Angka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia sebesar 26,29 per 1000 kelahiran hidup, yang artinya belum mencapai target SDGs sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup.

Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017 dari 281.449 bayi lahir hidup, jumlah bayi yang meninggal sebanyak 1.132 bayi sebelum usia 1 tahun. Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2016, diperoleh bahwa Angka Kematian Balita (AKABA) di Sumatera Utara sebesar 54 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian rata-rata nasional berdasarkan SDKI tahun 2012 sebesar 43 per 1000 kelahiran hidup. Di Kota Medan, Angka Kematian Bayi (AKB) dalam dua tahun mengalami penurunan dari 23.703 anak pada tahun 2013 menjadi 22.267 anak pada tahun 2015 ( Dinkes Kota Medan, 2017).

Melihat tingginya angka kematian pada bayi dan balita maka diperlukan upaya pencegahan yaitu melalui pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu pendekatan terhadap balita sakit yang dilakukan secara terpadu dengan memadukan pelayanan promosi, pencegahan serta pengobatan terhadap lima penyakit penyebab utama kematian pada bayi dan balita di negara berkembang (Depkes RI, 2008).

(20)

World Health Organization (WHO)telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok untuk diterapkan di negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan, dan kecacatan pada bayi dan balita (Soenarto, 2009). .

Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkan MTBS sejak tahun 1997. Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya

dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dasar.MTBS bukan merupakan program kesehatan, akan tetapi suatu standar pelayanan dan tata laksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar.MTBS juga digunakan sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dan bidan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dasar.Berdasarkan Permenkes RI No.70 tahun 2013, MTBS juga diselenggarakan dengan berbasis masyarakat, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan bayi dan anak balita terintegrasi dengan melibatkan masyarakat sesuai standar Manajamen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Tujuan penyelenggaraannya yaitu untuk meningkatkan akses pelayanan balita sakit di tingkat masyarakat pada daerah yang sulit akses terhadap pelayanan kesehatan.

Dalam penerapan MTBS memerlukan langkah-langkah secara sistematis dan menyeluruh agar MTBS dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Langkah-langkah tersebut meliputi pengembangan sistem pelatihan, pelatihan berjenjang, pemantauan pasca pelatihan, penjamin ketersediaan formulir MTBS, ketersediaan obat dan alat, bimbingan teknis. Dalam Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) diawali dengan penilaian dan klasifikasi anak sakit,

(21)

menentukan tindakan dan pengobatan atau tindak lanjut, konseling bagi ibu serta perawatan dirumah. Manajemen Terpadu Balita Sakit dilakukan oleh tenaga kesehatan yaitu dokter, bidan, dan perawat serta kader yang telah mendapatkan pelatihan tentang MTBS serta Dinas Kesehatan juga perlu memonitor secara berkala apakah puskesmas telah menerapkan MTBS. Pendanaan MTBS bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sarana dan prasarana dalam melaksanakan MTBS dengan adanya obat dan bahan/alat dalam 6 bulan terakhir untuk pemeriksaan dan pengobatan balita sakit (Permenkes No.70 tahun 2013).

Keberhasilan penerapan MTBS tidak terlepas dari adanya monitoring pasca pelatihan, bimbingan teknis bagi perawat dan bidan, kelengkapan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan MTBS. Selain itu, Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS apabila memenuhi kriteria melaksanakan/ melakukan pendekatan MTBS minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut (Depkes RI, 2008).

Salah satu Puskesmas Kota Medan yang telah melakukan pendekatan MTBS yaitu Puskesmas Mandala. Puskesmas Mandala terletak di daerah perbatasan antara Kota Medan dengan Kabupaten Deli Serdang. Distribusi penduduk di wilayah kerja Puskesmas Mandala adalah sebanyak 74.179 jiwa, dengan perbandingan perempuan sebanyak 37.251 jiwa dan laki-laki sebanyak 36.928 jiwa. Oleh karena itu, jumlah pasien yang menggunakan fasilitas

pelayanan kesehatan di Puskesmas Mandala cukup banyak ( Puskesmas Mandala, 2016).

(22)

Adapun jumlah Balita di wilayah kerja puskesmas Mandala pada tahun 2016 yaitu 7242 Balita denganjumlah kunjungan balita di Puskesmas Mandala pada tahun 2016 adalah sebanyak 5935 balita dengan jumlah balita penderita ISPA sebesar 4345 balita , kasus balita dengan gizi buruk sebanyak 4 kasus. Pada tahun 2017 , jumlah kunjungan balita sebanyak 5067 balita dengan jumlah balita penderita ISPA sebanyak 3705 balita, kasus balita gizi buruk sebanyak 6 balita dan gizi kurang sebanyak 50 balita. Pada tahun 2016 Puskesmas Mandala telah melaksanakan pendekatan program MTBS kepada 576 balita dan pada tahun 2017, telah melaksanakan pendekatan Program MTBS kepada 368 balita.

Berdasarkan survei awal pada tanggal 22 Januari 2018 di Puskemas Mandala, pelaksanaan program MTBS di Puskesmas tersebut sudah berjalan namun belum berjalan secara optimal. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan petugas MTBS di Puskesmas Mandala, masih kurangnya sosialisasi dalam pelaksanaan MTBS di puskesmas tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya Pemahaman petugas dan kader tentang MTBS masih kurang dan pelatihan terhadap pelaksanaan MTBS dimana hanya 1 petugas yang telah mendapatkan pelatihan sehingga pelaksanaan kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari alur pelaksanaannya dimana hanya memberitahu kapan ibu kembali dan tidak

melakukan konseling terhadap ibu, petugas hanya menanyakan sakit yang diderita balita dan memberi obat kepada balita.

Kendala yang dihadapi di puskesmas tersebut dalam pelaksanaan MTBS yaitu terbatasnya sumber daya dalam pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala, seperti jumlah tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan MTBS masih sedikit,

(23)

kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung seperti ruangan pelaksanaan MTBS masih bergabung dengan ruang poli KIA yang seharusnya terdapat ruangan tersendiri untuk program MTBS sehingga pemeriksaan kurang kondusif. Kemudian untuk keperluan pelayanan MTBS,puskesmas harus mengadakan sendiri formulir MTBS karena tidak mendapatkan dari Dinas Kesehatan Kota.

Kendala lain yang dihadapi yaitu saya asumsikan kurangnya komitmen petugas dalam mendukung pelaksanaan MTBS , hal ini dapat dilihat dari tidak semua balita sakit ditangani dengan pelayanan MTBS, dan pelaksanaannya juga tidak sesuai dengan bagan pelaksanaan MTBS. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya pemahaman petugas mengenai prosedur pelaksanaan MTBS, mengenai apa yang harus mereka lakukan sehingga pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala tidak terarah dan tidak berjalan efektif.

Menurut Firdaus,dkk (2013), implementasi dari Program MTBS di Kabupaten Pasuruan kurang berjalan karena petugas yang melayani balita sakit belum menunjang keberhasilan pencapaian tujuan MTBS disebabkan tidak semua petugas mendapatkan pelatihan tentang MTBS , jumlah petugas tidak sebanding dengan jumlah balita sakit yang berkunjung, belum adanya alokasi dana yang cukup. Pembinaan dari dinas kesehatan hanya sebatas jadwal,

namunpelaksanaannya tidak rutin, supervisi masih bersifat umum, serta tidak ada tindak lanjut yang diberikan.

Menurut penelitian Wardani (2016), menunjukkan bahwa penerapan MTBS yang dilaksanakan di Puskesmas Halmahera dilihat dari 3 Komponen yaitu input, proses, output untuk ketersediaan SDM sudah memenuhi standar hanya saja

(24)

jumlah petugas MTBS masih kurang, proses penerapan sudah sesuai dengan pedoman MTBS yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Sedangkan untuk input angka cakupan penemuan kasusnya sudah tercapai.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui implementasi program manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung tahun 2018.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2018.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung tahun 2018.

Manfaat Penelitian

Bagi dinas kesehatan. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Dinas Kesehatan Kota Medan tentang pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung.

Bagi Puskesmas Mandala. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan masukan bagi Puskesmas Mandala tentang pelakasanaan

manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dan masukan dalam evaluasi kegiatan serta sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan perbaikan tentang bagaimana pelaksanaan MTBS untuk menurukan angka kesakitan balita.

(25)

Bagi peneliti. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan dalam menambah ilmu pengetahuan dan bahan bacaan yang dapat bermanfaat sebagai referensi dengan implementasi manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung tahun 2018.

(26)

Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas)

Pengertian puskesmas. Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh dan meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan).

Pelayanan tersebut ditunjukan kepada semua penduduk dengan tidak

membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Permenkes No.75, 2014).

Prinsip penyelenggaraan puskesmas. Prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi :

Paradigma sehat. Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Pertanggungjawaban wilayah. Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

Kemandirian masyarakat. Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

(27)

Pemerataan. Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial , ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan.

Teknologi tepat guna. Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan

pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

Keterpaduan dan kesinambungan. Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen puskesmas (Permenkes No.75, 2014).

Tugas , fungsi dan wewenang puskesmas. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Puskesmas menyelenggarakan fungsinya yaitu : (1) Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya ; (2) Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya ( Permenkes No.75, 2014). Dalam menyelenggarakan fungsinya, puskesmas berwenang untuk :

Wewenang menyelenggarakan ukm tingkat pertama di wilayah kerjanya. Wewenang tersebut diantaranya yaitu,(1) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan, (2) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan, (3) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan, (4) Menggerakan masyarakat untuk

(28)

mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait, (5) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat, (6) Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas, (7) Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan, (8) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan, (9) Memberikan

rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.

Wewenang menyelenggaraan ukp tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Wewenangnya antara lain yaitu : (1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu, (2) Menyelenggara- kan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif, (3) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat, (4) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas, dan pengunjung, (5) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi, (6) Melaksanakan rekam medis, (7) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan, (8) Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan, (9) Mengoordinasi- kan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya, (10) Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan.

(29)

Manajemen Terpadu Balita Sakit

Pengertian MTBS. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris yaitu Integrated Management of Chilhood Illnes (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Depkes RI, 2008). Integrated Management of Chilhood Illnes(IMCI) merupakan suatu pendekatan sistematis terhadap kesehatan anak yang memfokuskan pada anak seutuhnya, berarti bukan hanya memfokuskan pada perawatan kuratif, tetapi juga pada pencegahan penyakit (Hidayat,2008).

Manajemen Terpadu Balita Sakit adalah suatu pendekatan yang terintegrasi dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan secara menyeluruh. Dikatakan ‘terpadu atau terintegrasi’ karena bentuk manajemen atau pengelolaannya dilaksanakan secara bersama dan penanganan kasusnya tidak terpisah-pisah, yang meliputi manajemen anak sakit, pemberian nutrisi, pemberian imunisasi, pencegahan penyakit, dan promosi untuk tumbuh kembang.

MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu standar pelayanan dan tatalaksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan WHO yaitu merupakan suatu bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita dinegara-negara berkembang (Kemenkes RI, 2011).

(30)

Sejarah MTBS. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan pelayanan terhadap balita sakit yang dikembangkan oleh WHO. Pada tahun 1992, pendekatan IMCI/MTBS ini dikembangkan oleh United Nations Children’s Fund(UNICEF) dan the World Health Organization (WHO). Pada tahun 1994, pendekatan IMCI/MTBS mulai diluncurkan, yang merupakan hasil kerjasama WHO dengan UNICEF serta lembaga lainnya. WHO telah

mengeluarkan suatu pegangan bagan MTBS generik. MTBS generik dimaksudkan untuk dapat dipergunakan oleh sebagian besar negara berkembang dengan

kematian bayi lebih dari 40, maka WHO menganjurkan kepada setiap negara yang akan menerapkan MTBS untuk melakukan adaptasi sesuai dengan negara

setempat (Maryuni, 2014).

Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Pada tahun 1997 Depkes RI bekerja sama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Modul tersebut digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatihan dari SEARO. Setelah itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan update modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI. Modul MTBS yang update sampai sekarang Modul revisi tahun 2008, tahun 2010 (Maryuni, 2014).

Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab yaitu belum adanya tenaga kesehatan di puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum

(31)

adanya komitmen dari pimpinan puskesmas. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari dinas kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55% (Dirjen Bina Kesehatan Anak, 2012). Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut (MTBS-Modul 7 Depkes RI, 2008).

Sasaran manajemen terpadu balita sakit. Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran yaitu : Bayi muda umur 1 minggu- 2 bulan, dan Anak umur 2 bulan- 5 tahun

Tujuan dan manfaat manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Tujuan dan Manfaatnya yaitu,

Tujuan MTBS. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar , yang pada gilirannya diharapkan mempercepat penurunan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita, untuk mengurangi kematian, penyakit dan

kecacatan, dan untuk meningkatkan pertumbuhan peningkatan dan pengembangan antara anak-anak di bawah usia lima tahun.

Manfaat pelayanan MTBS. Pelayanan MTBS yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakaian jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta yang

menyelenggarakan sesuai dengan standar dan kode etik profesi, meskipun diakui

(32)

tidak mudah, namun masih dapat diupayakan karena memang telah ada ukurannya yakni rumusan standar serta kode etik profesi pada dasarnya merupakan

kesepakatan antara warga profesi itu sendiri, dan karenanya wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi, termasuk pelayanan kesehatan.

Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) apabila dapat diselenggarakan dengan baik, banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh. Secara umum manfaat yang dimaksud adalah :

1. Dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan pada rawat jalan Peningkatan efektifitas yang dimaksud disini erat hubungannya dengan dapat diatasinya masalah kesehatan secara tepat terhadap balita. Karena pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah sesuai dengan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi ataupun standar yang telah ditetapkan.

2. Dapat meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan pada rawat jalan

Peningkatan efisiensi yang dimaksud disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar. Demikian pula halnya untuk pemakaian sumber daya yang tidak pada tempatnya yang ditemukan pada pelayanan yang berlebihan. Karena dalam MTBS telah ditetapkan standar pelayanan yang tepat untuk balita sakit.

3. Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya

pelayanan kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan.

Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan pada gilirannya pasti

(33)

akan berperan besar dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

4. Dapat melindungi penyelenggaraan pelayanan dari kemungkinan timbulnya gugatan hukum

5. Pada saat ini sebagai akibat dari makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat, maka kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin meningkat. Untuk mencegah kemungkinan timbulnya gugatan hukum terhadap penyelenggaraan pelayanan, antara lain karena ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan perlu dilaksanakan pelayanan sebaik-baiknya.

Materi MTBS. Materi – materi dalam pelayanan Manajemen Terpadu Balita sakit terdiri dari :

Penilaian. Langkah penilaian yaitu penilaian adanya tanda dan gejala dari suatu penyakit dengan cara bertanya, melihat, mendengar, meraba dengan kata lain dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik secara dasar dan anamnesa.

Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan penilaian oleh MTBS yaitu :

1. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernafas 2. Penilaian dan klasifikasi diare

3. Penilaian dan klasifikasi demam ( demam untuk malaria , demam untuk DBD, demam untuk campak).

4. Penilaian dan klasifikasi masalah telinga 5. Memeriksa status gizi

(34)

6. Memeriksa anemia

7. Memeriksa status imunisasi anak 8. Memeriksa pemberian vitamin A

9. Menilai masalah/keluhan lain (MTBS-Modul 2 Depkes RI, 2008).

Klasifikasi penyakit. Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk penggolongan derajat keparahan penyakit. Klasifikasi

menentukan tingkat kegawatan dari suatu penyakit yang digunakan untuk menentukan tindakan bukan diagnosis penyakit yang spesifik/khusus.Setiap klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan sesuai dengan klasifikasi tersebut dan mempunyai warna dasar yaitu :

1. Warna merah : penanganan segera atau perlu dirujuk 2. Warna kuning : pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan 3. Warna hijau : perawatan di rumah

Identifikasi tindakan. Dari klasifikasi baru bisa ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan.

Pengobatan. Pengobatan terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif dengan ibu untuk memberikan obat dan dosis pemberian obat, baik yang harus diberikan di klinik maupun obat yang harus diteruskan di rumah.

Konseling. Konseling merupakan nasihat perawat termasuk pemberian makan dan cairan di rumah dan nasihat kapan harus kembali segera maupun kembali untuk tindak lanjut.

Perawatan dirumah dan kapan kembali. Memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang (MTBS-Modul 2 Depkes RI,2008).

(35)

Komponen manajemen terpadu balita sakit. Menurut Prasetyawati 2012, Kementerian Kesehatan RI menetapkan ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS, yaitu :

Komponen I. Improving case management skills of first level worker through training and follow up yaitu meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah diadaptasi.

Komponen II. Ensuring that health facility support regired to provide effective IMCI care are in place yaitu memperbaiki sistem kesehatan agar penangan penyakit efektif.

Komponen III. Household and community component yaitu meningkatkan praktek/peran keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit.

Tenaga kesehatan yang melaksanakan MTBS. Adapun tenaga kesehatan dalam pelayanan manajemen terpadu balita sakit yaitu dokter, bidan dan kader kesehatan.

Peran dokter dalam pelaksanaan MTBS. Tenaga kesehatan pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di unit rawat jalan tingkat dasar adalah paramedis (bidan, perawat) dan dokter. Adapun peran dokter dalam MTBS, yaitu : 1. Melakukan SOP pelayanan balita dengan form MTBS

2. Membimbing paramedis dalam melakukan SOP pelayanan balita dengan form MTBS

3. Menerima rujukan internal

(36)

4. Memberikan contoh kepada semua petugas kesehatan dalam penerapan pelayanan kuratif yang tidak meninggalkan upaya promotif dan preventif.

Peran kader dalam pelaksanaan MTBS. Didalam pelayanan MTBS terdapat 3 unsur pelaksana pendukung yaitu ibu balita, kader, dan petugas MTBS. Dalam pelaksanaannya, peran kader dalam suatu wilayah sangat dibutuhkan untuk membantu penyebaran yang merata dalam upaya MTBS.

Kader yang terbentuk diharapkan mampu melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan caregiver utama yang ada di wilayah tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang sering muncul di wilayah tersebut. Adapun peran kader dalam MTBS yaitu :

1. Membantu petugas dalam memberikan konseling terkait MTBS sekaligus melakukan pendataan/penilaian rutin di wilayah kerja puskesmas tersebut.

2. Memberikan informasi kepada ibu misalnya, menjelaskan tentang bagaimana cara pemberian obat, cara pemberian makan anak, dan lainnya.

3. Memberikan contoh atau demostrasi kepada ibu misalnya, menunjukkan cara memotong tablet menjadi 2 bagian, dan lainnya

4. Memastikan ibu memahami apa yang telah dijelaskan dengan mengajukan pertanyaan atau meminta ibu untuk mengisi kuesioner.

Implementasi strategi manajemen terpadu balita sakit. Menurut WHO dalam Depkes RI tahun 2008, implementasi strategi MTBS di seluruh dunia mengikuti 3 komponen yaitu :

1. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit

(37)

2. Memperbaiki sistem kesehatan (utamanya di tingkat Kabupaten/kota)

3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit ( meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat) yang dikenal sebagai “ MTBS berbasis

masyarakat”.

Di fasilitas kesehatan, strategi MTBS mempromosikan identifikasi akurat dari penyakit masa kanak-kanak dalam pengaturan rawat jalan, memastikan pengobatan gabungan yang tepat dari semua penyakit utama, memperkuat konseling dari pengasuh, dan mempercepat rujukan anak-anak sakit berat.

Strategi utama dari MTBS adalah pengelolaan masalah penyakit anak di Negara berkembang dengan fokus penting pada pencegahan kematian anak.

Strategi tersebut meliputi intervensi pada kegiatan preventif dan kuratif dengan tujuan untuk memperbaiki pelayanan di sarana pelayanan kesehatan dan pelayanan rumah.

Penatalaksanaan manajemen terpadu balita sakit. Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan yang dilatih.

Petugas melakukan penilaian atau pemeriksaan yakni dengan cara menanyakan kepada orang tua/wali, apa aja keluhan–keluhan/ masalah anak kemudian memeriksa dengan cara ‘lihat dan dengar’ atau ‘lihat dan raba’. Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya-jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi, petugas akan menentukan jenis tindakan/pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi penumonia berat atau penyakit sangat berat akan dirujuk ke dokter puskesmas, anak yang imunisasinya

(38)

belum lengkap akan dilengkapi, anak dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi (MTBS Modul-2,2008).

Gambaran tentang begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan MTBS di bawah ini tentang hal-hal yang diperiksa pada pemeriksaan dengan pendekatan MTBS. Ketika anak sakit datang ke ruang pemeriksaan, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti :

1. Apakah anak bisa minum/menyusu ?

2. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya ?

3. Apakah anak menderita kejang? Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak letargis/tidak sadar.

Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain : 1. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?

2. Apakah anak menderita diare ? 3. Apakah anak demam ?

4. Apakah anak mempunyai masalah telinga ? 5. Memeriksa status gizi

6. Memeriksa anemia

7. Memeriksa status imunisasi 8. Memeriksa pemberian vitamin A

9. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain (MTBS Modul-2, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas, petugas akan mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu melakukan langkah-langkah

(39)

tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/ klasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain :

1. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah 2. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah

3. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan penanganan diare di rumah 4. Memberikan konseling bagi ibu, seperti : ajuran pemberian makanan selama

anak sakit maupun dalam keadaan sehat

5. Menasehati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan. (MTBS Modul-3, 2008)

Tindakan lainnya, antara lain :

1. Anak dengan klasifikasi Pneumonia berat atau penyakit sangat berat akan dirujuk ke dokter puskesmas

2. Anak yang imunisasinya belum lengkap akan dilengkapi

3. Anak dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi, dan seterusnya.

Persiapan penerapan kegiatan MTBS di puskesmas. Persiapan yang perlu dilakukan oleh setiap puskesmas yang akan mulai menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita sakit. Penerapan kegiatan MTBS di puskesmas, meliputi :

Diseminasi informasi mengenai MTBS kepada seluruh petugas puskesmas. Dari langkah-langkah yang diterapkan dalam MTBS, terdapat keterkaitan yang sangat erat dalam hal peran dan tanggung jawab antar petugas kesehatan di puskesmas. Oleh karena itu, seluruh petugas kesehatan di puskesmas perlu memahami MTBS. Kegiatan diseminasi informasi MTBS kepada seluruh

(40)

petugas puskesmas dilaksanakan dalam satu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh petugas puskesmas, yang meliputi perawat, bidan, petugas gizi, petugas imunisasi, petugas obat, pengelolaan SP2TP, pengelolaan program P2M, petuugas loket, dan lain-lain. Diseminasi dilaksanakan oleh petugas yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari Dinas Kesehatan Kab/Kota (MTBS-Modul 7, 2008). Informasi yang harus disampaikan pada diseminasi ini, antara lain : 1. Konsep umum MTBS

2. Peran dan tanggung jawab petugas puskesmas dalam penerapan MTBS.

Persiapan penilaian dan penyiapan logistik, obat-obatan dan alat yang diperlukan dalam pemberian pelayanan. Sebelum mulai menerapkan MTBS, saudara harus melakukan penilaian dan pengamatan terhadap persediaan obat di puskesmas. Secara umum, obat-obat yang digunakan dalam MTBS telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di puskesmas. Obat-obat yang digunakan dalam penanganan balita sakit adalah obat yang sudah lazim ada, kecuali beberapa obat yang belum tersedia di puskesmas.

1. Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS a. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik.

b. Tensimeter dan manset anak (bila ada).

c. Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok oralit).

d. Infus set dengan wing needlesNo.23 dan No.25.

e. Semprit dan jarum suntik : 1 ml ; 2.5 ml; 5 ml; 10 ml.

(41)

f. Timbangan bayi.

g. Termometer.

h. Kasa/kapas.

i. Pipa lambung (nasogastirc tube –NGT).

j. Alat penumbuk obat.

k. Alat pengisap lendir.

l. RDT- Rapid Diagnostic Test untuk malaria.

m. Mikroskop untuk pemeriksaan malaria ( kalau mungkin).

Pada saat ini, beberapa obat dan alat yang jarang/belum ada di puskesmas adalah asam nalidiksat, suntikan gentamisin, suntikan kinin, infus set (untuk anak dan bayi) dan manset anak. Walaupun obat dan alat tersebut belum ada di

puskesmas, tidak akan menghambat pelayanan bagi balita sakit, karena obat tersebut pada umumnya merupakan obat pilihan kedua atau obat yang dibutuhkan bagi anak yang akan dirujuk, sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan kepada institusi tempat rujukan .

2. Langkah-langkah penyiapan obat dan alat

a. Lakukan penilaian terhadap ketersediaan obat dan alat di puskesmas.

Dalam menentukan ketersediaan obat dan alat di puskesmas, lakukan penilaian berdasarkan pemakaian dan kebutuhan 6 bulan sebelumnya dengan menggunakan LPLPO. Kecukupan ketersediaan alat ditentukan dengan tersedianya alat tersebut dalam keadaan yang masih baik/dapat digunakan.

(42)

b. Setelah diketahui kondisi ketersediaan obat dan alat yang ada di

puskesmas, maka dalam mengajukan permintaan obat bulan berikutnya, tambahkan jumlah obat yang masih kurang dan usulkan obat yang belum ada.

c. Bila obat tersebut belum ada dalam LPLPO seperti asam nalidiksat,

suntikan gentamisin, suntikan penisilin prokain, suntikan kinin, maka tunda dulu untuk mengajukan permintaan obat. Amati pola penyakit melalui laporan bulanan 1 (LB 1) puskesmas pada bulan berikutnya untuk memastikan perlu tidaknya obat tersebut.

d. Alat pendukung dalam pemberian pelayanan yang sangat perlu diupayakan adalah timer yang biasa digunakan oleh program ISPA. Jika timer tidak tersedia, maka untuk keperluan penghitungan frekuensi napas, dapat digunakan arloji yang mempunyai jarum detik.

e. Sebagai alat bantu pelayanan, beberapa obat dan peralatan yang perlu dipersiapkan di ruang periksa adalah obat dalam bentuk tablet, sirup, vitamin A, salep mata, gentian violet, oralit, gelas, sendok dan teko tempat air, timer ISPA, tensimeter dan manset anak serta alat/model konseling pemberian makan (MTBS-Modul 7, 2008).

Persiapan/pengadaan formulir dan kartu nasihat ibu (kni). Persiapan formulir Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Kartu Nasihat Ibu (KNI) perlu dilakukan untuk memperlancar pelayanan. Langkah-langkah dalam

persiapan formulir MTBS dan KNI :

(43)

1. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitunglah kunjungan per bulan. Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan formulir MTBS selama satu bulan. Formulit ini adalah untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda , didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas, karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal.

2. Untuk pencetakan KNI hitunglah sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit dalam sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan.

3. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetaklah formulir pencatatan dan KNI untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama (MTBS-Modul 7, 2008).

Persiapan dan penilaian serta pengamatan terhadap alur pelayanan sejak penderita datang, mendapatkan pelayanan hingga konseling serta melaksanakan pengaturan dan penyesuaian dalam pemberian pelayanan. Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu pelayanan menjadi lebih lama.

Untuk mengurangi waktu tunggu balita sakit, maka perlu pengaturan waktu.

Khusus untuk pelayanan bayi muda (sehat maupun sakit) dapat dilaksanakan di unit rawat jalan puskesmas ataupun pustu, akan tetapi diutamakan dikerjakan pada saat kunjungan neonatal oleh para bidan di desa. Langkah-langkah dalam alur pelayanan , yaitu sejak penderita datang hingga mendapatkan pelayanan yang lengkap, meliputi:

1. Pendaftaran

2. Pemeriksaan dan konseling

(44)

3. Pemberian tindakan yang diperlukan (di klinik) 4. Pemberian obat

5. Rujukan (bila perlu).

Sebelum melakukan penyesuaian alur pelayanan, petugas kesehatan lain (yang belum dilatih MTBS) harus mendapatkan informasi umum mengenai MTBS dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Penyesuaian alur pelayanan harus disepakati oleh seluruh petugas kesehatan yang ada di puskesmas.

Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang berbeda.

(45)

Gambar 1. Alur pelayanan penanganan penyakit dengan MTBS

Penerapan MTBS di puskesmas. Penerapan MTBS di puskesmas dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan keadaan rawat jalan di tiap Puskemas.

1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan MTBS di puskesmas a. Dalam memulai penerapan MTBS di puskesmas, yang pertama kali harus

dilakukan adalah penilaian terhadap jumlah kunjungan balita sakit per hari.

Datang

Pendaftaran +

Memberi formulir MTBS +

family forder

1. Pemeriksaan ( Memeriksa dan membuat klasifikasi, identifikasi pengobatan )

2. Konseling (cara pemberian obat di rumah, kapan kembali, pemberian makanan)

3. Pemberian kode diagnosa dalam SP3 4. Tindakan yang diperlukan

(pengobatan pra rujukan dan imunisasi)

Pemberian Obat

Pulang Rujuk

Petugas 1 , di lokasi Mengisi formulirMTBS :

 Identitas anak

 Status kunjungan

Petugas 2, di ruang pemeriksaan melakukan seluruh langkah sejak

 Pengukuran suhu badan

 Penimbangan berat badan hingga konseling

Petugas 3, di apotik

(46)

b. Seluruh balita yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan pendekatan MTBS.

c. Bila kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus per hari) akan tetapi bila perbandingan jumlah petugas kesehatan yang telah dilatih MTBS dan jumlah balita sakit per hari cukup besar maka penerapan MTBS di puskesmas dilakukan secara bertahap.

d. Dalam memulai penerapan MTBS, tidak ada patokan khusus besarnya persentase kunjungan balita sakit yang ditangani dengan pendekatan MTBS.

e. Tiap puskesmas perlu memperkirakan kemampuannya mengenai seberapa besar balita sakit yang akan ditangani pada saat awal penerapan dan kapan dicapai cakupan 100%.

f. Penerapan MTBS di puskesmas secara bertahap dilaksanakan sesuai dengan keadaan pelayanan rawat jalan di tiap puskesmas (MTBS-Modul 7, 2008).

2. Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan MTBS, yakni sebagai berikut : a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 per hari pelayanan

MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita.

b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang per hari, berikanlah pelayanan MTBS kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit mendapatkan pelayanan MTBS

(47)

c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari, berikanlah pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapatkan pelayanan MTBS (MTBS-Modul 7, 2008).

Keputusan harus didasarkan pada jumlah petugas kesehatan, jumlah petugas kesehatan yang telah dilatih MTBS, jumlah kunjungan, penjabaran tugas- tugas lainnya. Informasi mengenai pentahapan penerapan MTBS harus diketahui oleh petugas kesehatan lain di puskesmas.

Khusus penerapan pada bayi muda, penatalaksanaan bayi muda lebih di titik beratkan pada saat petugas kesehatan ( pada umumnya bidan di desa) melakukan kunjungan neonatal yaitu 2 kali selama periode neonatal. Kunjungan pertama dilaksanakan pada 7 hari pertama dan kunjungan kedua pada hari 8-28 hari. Selama ini jangkauan pelayanan bayi muda sangat rendah, karena budaya masyarakat yang menabukan bayi muda keluar rumah sebelum umur 40 hari, apalagi tidak semua persalinan dilakukan oleh petugas kesehatan. Oleh karena itu perlu pendekatan lebih aktif yaitu dimulai sejak pelayanan antenatal yang diikuti sampai masa nifas. Alat bantu yang bisa digunakan adalah register kohort ibu hamil dan kantong taksiran persalinan, sehingga sebagian besar bayi baru lahir dapat diketahui oleh petugas kesehatan setempat. Dengan memanfaatkan kantong persalinan, petugas dapat merencanakan kunjungan neonatal berdasarkan hari taksiran persalinan (HTP) (MTBS Modul-5, 2008).

Pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan. Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama dengan puskesmas yang lain yaitu

(48)

menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan puskesmas (SP3). Dengan

demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan tidak perlu mengalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah konversi klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3 sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan. Di tingkat keluarga, selain mencatat hasil pelayanan pada formulir bayi muda, petugas juga mencatatnya pada buku KIA, agar ibu dan keluarga dapat mengetahui keadaan bayi muda dan dapat memberikan asuhan bayi muda di rumah serta mengenali tanda-tanda bahaya.

Pencatatan hasil pelayanan. Pencatatan seluruh hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil pemeriksaan hingga penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan khusus. Pencatatan yang telah ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan.Alat pencatatan yang dapat digunakan adalah :

1. Register kunjungan 2. Register rawat jalan 3. Register kohort bayi 4. Register kohort balita 5. Register imunisasi

6. Register malaria, demam berdarah dengue (DBD), ISPA, Gizi, dll 7. Register obat

Bila masih ada alat pencatatan lain yang digunakan oleg program, maka dapat pula digunakan. Pencatatan hasil pelayanan ke dalam register disesuaikan dengan kegunaan register tersebut (MTBS-Modul 7 Depkes RI, 2008).

(49)

Pelaporan hasil pelayanan. Sebagaimana dengan pencatatan hasil pelayanan MTBS, pelaporan yang digunakan juga tidak memerlukan perubahan.

Dalam Modul MTBS-7 Depkes RI (2008), Pelaporan yang digunakan adalah : 1. Laporan Bulanan 1/ Laporan bulanan data kesakitan (LB1)

2. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) 3. Laporan Bulanan Gizi, KIA , Imunisasi, dan P2M (LB3) 4. Laporan Mingguan Diare

5. Laporan Kejadian Luar Biasa

Bila masih ada alat pelaporan lain yang digunakan oleh program dapat digunakan juga dalam penerapan MTBS. Dari seluruh laporan yang ada, laporan bulanan 1/ laporan bulanan data kesakitan (LB1) adalah laporan yang memerlukan perhatian khusus. Hasil pemeriksaan dalam MTBS ditulis dalam bentuk

klasifikasi penyakit sedangkan pelaporan yang ada dalam bentuk diagnosis.

Diperlukan konversi dari klasifikasi ke dalam bentuk diagnosa dan menggunakan penomoran kode LB1. Penyakit-penyakit yang tidak termasuk dalam klasifikasi MTBS dimasukkan ke dalam masalah/keluhan lain dan penulisan kode penyakit sesuai dengan kode SP3 yang berlaku.

Penatalaksanaan manajemen terpadu balita sakit. Penatalaksaan manajemen terpadu balita sakit terdiri dari :

Penilaian dan klasifikasi. Langkah-langkah dalam penilaian dan klafikasi diagnosa balita antara lain :

Menanyakan kepada ibu mengenai masalah anaknya. Bagan MTBS tidak digunakan bagi anak sehat yang dibawa untuk imunisasi atau bagi anak dengan

(50)

keracunan, kecelakaan, atau luka bakar. Tentukan apakah kunjungan merupakan kunjungan pertama atau kunjungan ulang.

Memeriksa tanda bahaya umum. Periksa tanda bahaya umum pada anak sakit. Anak dengan tanda bahaya umum memiliki masalah kesehatan serius dan sebagian besar perlu untuk dirujuk. Tanda bahaya umum adalah :

1. Tidak bisa minum atau menyusui 2. Memuntahkan semuanya

3. Kejang

4. Letargis atau tidak sadar

Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernafas. Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia atau infeksi saluran

pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia, paru mereka menjadi kaku, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat, agar tidak terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam (MTBS Modul-2 Depkes RI, 2008).

Menilai batuk atau sukar bernapaas. Anak yang batuk atau sukar bernapas dinilai untuk : sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernapas, napas cepat, tarikan dinding dada ke dalam, stridor.

Klasifikasi batuk atau sukar bernapas . Pada umumnya klasifikasi mempunyai tiga lajur :

1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan perhatian dan harus segera di rujuk. Ini adalah klasifikasi yang berat.

(51)

2. Klasifikasi pada lajur kuning berarti anak memerlukan tindakan khusus, misalnya pemberian antibiotik, antimalaria, cairan dengan pengawasan atau pengobatan lainnya.

3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan medis khusus, tenaga kesehatan mengajari ibu cara merawat anak di rumah.

Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan batuk atau kesukaran bernapas.

Tabel 1.

Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun

Gejala Klasifikasi

1. Ada tanda bahaya umum, Tarikan dinding dada ke dalam , Stridor

Pneumonia berat atau penyakit sangat berat

2. Napas cepat Pneumonia

3. Tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat

Batuk : bukan pneumonia

Sumber : Buku Bagan MTBS Depkes RI, 2008

Memeriksa status gizi. Melihat status gizi balita dimulai dari lihat dan raba, langkah-langkahnya yaitu :

1. Lihat apakah anak tampak sangat kurus atau kurus ?

2. Lihat dan raba adanya pembengkakan di kedua punggung kaki

3. Tentukan berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan, disesuaikan dengan klasifikasi status gizi

Klasifikasi status gizi. Klasifikasi status gizi dimulai dari :

(52)

1. Balita diklasifikasikan mengalami “sangat kurus dan/atau edema” apabila badan sangat kurus, atau BB/PB (TB) < -3SD, atau bengkak pada kedua punggung kaki.

2. Balita diklasifikasikan mengalami ‘kurus’, apabila badan kurus, atau BB /PB (TB)fi -3SD - < -2SD.

3. Balita diklasifikasikan mengalami ‘normal’, apabila BB/PB (TB) -2SD - +2SD, dan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan gizi diatas.

(MTBS-Modul 2 Depkes RI, 2008).

Memeriksa anemia. Lihat dan Raba : Lihat tanda kepucatan pada telapak tangan anak :

1. Apakah sangat pucat ? 2. Apakah agak pucat

Klasifikasi anemia. Klasifikasi anemia pada balita yaitu :

1. Balita diklasifikasikan mengalami “Anemia Berat”, apabila telapak tangan balita sangat pucat .

2. Balita diklasifikasikan mengalami “Anemia”, apabila telapak tangan balita pucat.

3. Balita diklasifikasikan “Tidak Anemia”, apabila tidak ditemukan tanda kepucatan pada telapak tangan.

Memeriksa status imunisasi anak. Memeriksa status imunisasi anak harus mengetahui klasifikasi status imunisasi anak berdasarkan jadwal imunisasi dan umur anak.

(53)

Memeriksa pemberian vitamin A. Pemberian vitamin A kepada balita pada bulan Februari dan Agustus. Klasifikasi pemberian vitamin A berdasarkan modul MTBS yaitu :

1. Dosis pertama 100.000 IU pada 6 bulan sampai 1 tahun.

2. Dosis berikutnya 200.000 IU setiap 6 bulan sampai umur 5 tahun.

Menentukan tindakan dan memberi pengobatan. Dalam memberikan tindakan dan pengobatan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan , antara lain ;

Menentukan perlunya dilakukan rujukan segera. Menentukan memberikan rujukan harus mengetahui tanda bahaya umum dan klasifikasi penyakit, yaitu :

Rujukan untuk anak dengan tanda bahaya umum. Anak dengan tanda bahaya umum berarti mempunyai klasifikasi berat , sehingga mereka memerlukan rujukan.

Rujukan berat atau penyakit sangat berat. Anak dengan klasifikasi pneumonia berat atau penyakit sangat berat, benar-benar menderita sakit yang serius dan membutuhkan rujukan segera untuk tindakan seperti oksigen dan lain- lain. Sebelum anak dirujuk, beri dosis pertama antibiotik yang sesuai, untuk membantu mencegah pneumonia berat menjadi parah, serta membantu mengobati infeksi berat seperti sepsis atau meningitis (radang selaput otak) (MTBS Modul-3 Depkes RI, 2008).

(54)

Menentukan tindakan/ pengobatan pra rujukan. Bila anak memerlukan rujukan segera, harus cepat ditentukan tindakan yang paling dibutuhkan dan segera diberikan. Tindakan penting pra rujukan adalah sebagai berikut : 1. Beri dosis pertama antibody yang sesuai

2. Beri dosis pertama vitamin A 3. Cegah agar gula darah tidak turun

4. Beri dosis pertama parasetamol jika demam tinggi 5. Beri ASI dan larutan oralit

Sebelum merujuk lakukan tindakan/pengobatan pra rujuk. Tindakan/

pengobatan pra rujukan diperlukan untuk menyelamatkan kelangsungan hidup anak. Sebelum melakukan tindakan/pengobatan pra rujukan petugas meminta persetujuan orang tua (MTBS Modul-3 Depkes RI, 2008).

Merujuk anak . Hal yang dilakukan tenaga kesehatan sebelum merujuk anak ke rumah sakit adalah :

1. Menjelaskan tentang pentingnya rujukan dan meminta persetujuan untuk membawa anaknya ke rumah sakit

2. Menghilangkan kekhawatiran ibu dan membantu untuk mengatasi setiap masalahnya

3. Menulis surat rujukan untuk dibawa ke rumah sakit dan member tahu ibu untuk memberikannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit

4. Member ibu instruksi dan peralatan yang diperlukan untuk merawat anak selama perjalanan ke rumah sakit.

(55)

Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak

memerlukan rujukan . Anak yang tidak memerlukan rujukan dapat ditangani di klinik atau puskesmas. Tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak

memerlukan rujukan segera meliputi :

1. Memilih obat oral yang sesuai dan menentukan dosis serta jadwal pemberian 2. Member cairan tambahan dan tablet zinc untuk diare dan melanjutkan

pemberian makan

3. Memberi tindakan dan pengobatan infeksi lokal 4. Member imunisasi sesuai kebutuhan

5. Member suplemen vitamin A.

Kunjungan ulang . Kunjungan ulang diperlukan untuk klasifikasi pneumonia yang memerlukan untuk dilihat kembali hasilnya setelah beberapa hari makan obat. Waktu untuk kunjungan dicatat pada tempat yang disediakan di bagian akhir atau kanan bawah formulir pencatatatan. Waktu kunjungan ulang disampaikan oleh tenaga kepada ibu balita (MTBS Modul-3 Depkes RI, 2008).

Konseling ibu. Adapun yang dilakukan tenaga kesehatan saat memberi- kan ibu balita konseling adalah :

Menggunakan keterampilan komunikasi yang baik. Pengobatan di puskesmas perlu dilanjutkan di rumah. Keberhasilan pengobatan di rumah tergantung keterampilan komunikasi tenaga kesehatan dengan ibu penderita yang meliputi : menasehati ibu cara pengobatan di rumah, mengecek pemahaman ibu.

Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah. Langkah-langkah dalam mengajari ibu cara memberikan obat oral di rumah kepada balita yang

(56)

menderita pneumonia seperti, menentukan jenis dan dosis obat yang sesuai untuk umur atau berat badan anak, member tahu ibu alasan pemberian obat kepada anak, memperagakan cara mengukur satu dosis, mengamati cara ibu menyiapkan obat satu dosis, menjelaskan cara memberi obat, kemudian bungkus obat diberi tanda dan lain-lain.

1. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah 2. Menganjurkan pemberian ASI dan makanan

3. Menasehati ibu tentang masalah pemberian makan pada anak

4. Menasehati ibu kapan harus kembali tenaga kesehatan (MTBS Modul-4 Depkes RI, 2008).

Tindak lanjut. Setiap anak dengan pneumonia harus kembali ke tenaga kesehatan setelah 2 hari untuk kunjungan ulang dengan syarat :

1. Jika frekuensi napas cepat atau nafsu makan tidak membaik, beri antibiotic pilihan kedua untuk pneumonia. Sebelumnya tenaga memastikan bahwa ibu memberikan antibiotik kepada balita nya 2 hari terakhir

a. Jika anak minum antibiotik atau dosis yang diberikan terlalu rendah atau terlalu jarang, obati lagi dengan antibiotik yang sama. Beri satu dosis di depan petugas kesehatan dan cek apakah ibu tahu cara member obat di rumah. Bantu ibu mengatasi masalahnya seperti membujuk anak untuk minum obat jika anak menolak.

b. Jika anak telah mendapatkan antibiotik dengan benar namun tidak membaik, gant dengan antibiotik pilihan kedua untuk pneumonia.

(57)

c. Jika anak telah mendapatkan antibiotik dan petugas tidak punya punya antibiotik lain yang sesuai, rujuk anak ke rumah sakit.

2. Jika anak harus melanjutkan pengobatan antibiotic hingga seluruhnya 3 hari, pastikan ibu mengerti pentingnya menghabiskan obat tersebut walaupun keadaan anak membaik (MTBS Modul-6 Depkes RI, 2008).

Alasan MTBS sangat cocok diterapkan di puskesmas. Puskesmas merupakan ujung tombak fasilitas kesehatan yang paling diandalkan bagi

masyarakat umum di Indonesia, terutama dalam pertolongan pertama balita yang sakit. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan yangs sesuai untuk puskesmas dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan, dan kecacatan pada bayi dan balita. Suatu pendekatan yang saat ini diterapkan pada sebagian besar puskesmas di Indonesia tersebut dikenal dengan istilah Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). MTBS cocok digunakan di puskesmas, karena menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang paling Cost Effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global. Beberapa alasan MTBS cocok diterapkan di puskesmas yaitu :

1. MTBS dikembangkan di hampir seluruh negara berkembang merupakan pilihan termurah dari aspek pembiayaan kesehatan anak.

2. MTBS mampu menghemat pembelian obat, menurunkan tingkat kesalahan pemeriksaan dan dapat merupakan penggabungan sumber daya pelayanan kesehatan anak balita sakit di Puskesmas.

3. MTBS di hampir seluruh negara berkembang merupakan pelayanan kesehatan anak balita sakit secara kemprehensif karena dapat mengkombinasikan

(58)

pemeriksaan lima penyakit yang dominan di derita anak balita (Maryuni, 2014).

Kerangka Pikir

Berdasarkan teori sistem, kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Kerangka pikir penelitian Input :

1. Tenaga kesehatan 2. Pendanaan 3. Sarana dan prasarana 4. Komitmen

petugas

Process : penatalaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala

Output : Balita sakit yang datang ke puskesmas dapat ditangani dengan pelayanan MTBS

Gambar

Gambar 1.  Alur pelayanan penanganan penyakit dengan MTBS
Gambar 2. Kerangka pikir penelitian Input :1. Tenaga kesehatan 2. Pendanaan 3. Sarana dan prasarana 4
Gambar 3. Alur penatalaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala Tahun 2018 Analisis Komponen Input

Referensi

Dokumen terkait

a hallgatóknak könnyíteni kell. Az itt nyert idő minden bizonnyal bősége- sen kamatozik az elmélet és gyakorlat számára egyaránt, ha a hallgató a mélyebb

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

SPJ LALU JUMLAH ANGGARAN URAIAN LS GU /

Hasil penelitian menunjukkan bahwa construct yang dibuat dari TPB, berupa Konsekuensi, Norma Subyektif, Faktor Situasional dan Kontrol Perilaku bisa efektif untuk

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa budaya Hibua Lamo merupakan kearifan lokal seluruh masyarakat adat Halmahera Utara yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai

Analisa Kualitas Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) UPT Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kabupaten Jember; Ayu Retno Wulandari,

membeli produk kebudayaan pop Korea sangatlah mahal, dan belum tentu juga mereka para remaja bisa menghasilkan uang sendiri. Alangkah lebih baiknya jika uang yang