• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara Dalam Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862 Pid.Sus 2015 PN.MDN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara Dalam Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862 Pid.Sus 2015 PN.MDN)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kasus narkotika di Indonesia sedang berada di level yang sangat

mengkhawatirkan. Sebagaimana kita ketahui juga penggunaan narkotika ini juga

memiliki dampak yang dapat merusak generasi muda Indonesia dan merusak

keadaan ekonomi negara karena transaksinya diketahui besar dan berasal dari luar

negeri bahkan terkadang melibatkan pihak-pihak penguasa yang ikut ambil bagian

dari hasil yang sudah bisa diperkirakan mencapai jutaan bahkan ratusan juta

rupiah.4

Istilah narkotika ini juga tidak asing lagi bagi masyarakat karena diketahui

sudah begitu banyak media elektronik dan media cetak yang memberitakan

mengenai penggunaan narkotika dan bagaimana akibat dari penggunaannya juga

tidak jarang diberitakan bagaimana zat terlarang tersebut bisa beredar di kalangan

masyarakat.5

Masalah penyalahgunaan narkotika mempunyai tingkat bahaya yang

kompleks. Penggunaan narkotika dapat merusak pola kehidupan keluarga,

masyarakat bahkan kehidupan anak remaja baik di sekolah maupun dibangku

perkuliahan yang mengancam kelangsungan hidup generasi zaman sekarang serta

masa depan mereka dan masa depan bangsa. Di zaman sekarang ini, narkotika

merupakan musuh terbesar negara karena penggunaannya yang tidak mengenal

4Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 2007), cetakan ketiga, hlm. 2.

5 AR. Sujono, Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang No. 35 Tahun

(2)

usia baik tua maupun muda. Namun, usia muda dianggap paling rentan dan

strategis oleh pedagang gelap narkotika.

Narkotika dan psikotropika adalah zat yang digunakan untuk kepentingan

pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu kesehatan. Penggunaan kedua zat

tersebut harus sepengetahuan dokter atau pihak yang berwenang, sebab efek

setelah mengkonsumsinya bisa membuat orang ketagihan. Tetapi penggunaan zat

ini sudah diluar batas. Angka orang yang ketagihan zat narkotika ini pun sudah

sangat meningkat. Permintaan terhadap narkoba di pasar gelap pun sudah semakin

besar pula. Bahkan tidak jarang orang menjual jasanya untuk menjadi perantara

(kurir) untuk mengahantarkan zat terlarang tersebut sampai ke tangan si

pemesan.6

Dalam pemberitaan media massa, seringkali terdengar bagaimana orang

yang menggunakan narkotika ditemukan sudah meregang nyawa dalam

penggunaan dosisnya yang berlebihan (over dosis). Terdengar pula bagaimana

seorang anak tega menghabisi nyawa orang tuanya hanya karena tidak diberi uang

padahal sang orang tua mungkin tidak menyadari kalau si anak adalah pecandu

narkotika. Sungguh sebuah pengaruh luar biasa dari bahaya penggunaan narkotika

yang perlu untuk ditanggulangi lebih komprehensif.

Kasus sebagai perantara narkotika inilah yang akan penulis bahas

dibab-bab berikutnya.

7

Keberadaan Undang-Undang Narkotika yaitu Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan perubahan dengan amandemen

dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, merupakan suatu

(3)

upaya politik hukum pemerintah Indonesia dalam penanggulangan tindak pidana

narkotika. Pembentukan Undang-Undang diharapkan dapat menanggulangi

peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan menggunakan sarana

hukum pidana / penal.8

Situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum

menjadi salah satu titik problem yang harus segera ditangani dan negara harus

sudah memiliki kertas biru atau blue print untuk dapat mewujudkan seperti apa

yang dicita-citakan pendiri bangsa ini, namun mental dan moral yang merusak

serta sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap sistem hukum dan tujuan

hukum dari pada bangsa Indonesia yang memiliki tatanan hukum yang baik,

sebagai gambaran bahwa penegakan hukum merupakan karakter atau jati diri

bangsa Indonesia sesuai apa yang terkandung dalam isi dari Pancasila dan

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.9

Artidjo Alkostar sebagai Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung

RI mengungkapkan bahwa penegakan hukum merupakan kewibawaan suatu

negara. Apabila penegakan hukum di suatu negara tidak bisa diciptakan maka

kewibawaan negara tersebut pun runtuh.10

Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotan yang amat tajam dari

seluruh lapisan masyarakat, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari

sekian banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana menempati

peringkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar

8 H. Siswanto. S, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 tahun

2009, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hlm. 60

(4)

biasa dibandingkan dengan bidang hukum lainnya. Bidang hukum pidana

merupakan bidang hukum yang paling mudah untuk dijadikan indikator apakah

reformasi hukum yang dijalankan di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau

belum.11

Kondisi hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada

pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakan hukum,

kesadaran hukum, kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan

dengan proses berlangsungnya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai

peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di

Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia

itu dapat dibeli, yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang

banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada

pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak

hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakan hukum secara

menyeluruh dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas

belaka tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan. Hukum yang

seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi

semacam mesin pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum yang

morat-marit.12

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang

hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi

11

Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2009), cetakan kedua, hlm. vii.

(5)

masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari

golongan sasaran (masyarakat), disamping mampu membawakan atau

menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Selain itu, maka golongan

panutan harus dapat memanfaatkan unsur-unsur pola tradisional tertentu, sehingga

menggairahkan partispasi dari golongan sasaran atau masyarakat luas. Golongan

panutan juga harus dapat memilih waktu dan lingkungan yang tepat di dalam

memperkenalkan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang baru serta

memberikan keteladanan yang baik.13

Penegak hukum juga harus melakukan tindakan ketat di dalam wilayah

Indonesia. Dari studi kasus yang penulis lakukan, penulis mengambil kasus yang

dilakukan oleh Kepolisian Resor Kota Medan, yaitu mengenai penangkapan kurir

itu sendiri. Terdakwa Muliadi alias Mulia, warga Dusun Blang Raya, Aceh,

diadili Pengadilan Negeri Medan, dengan dakwaan kepemilikan 96 gram

Narkotika jenis sabu sesuai dengan 112 dan 114 Undang-Undang tentang

Narkotika. Menurut Kelly Wahyudi saksi 1 dari Polresta Medan, terdakwa disuruh

temannya yaitu Marzuki Hamid untuk memesan Narkotika sebanyak 100 gram

kepada teman yang lain bernama Naja dan kemudian Terdakwa disuruh oleh

Marzuki Hamid ke Jalan Gajah Mada untuk bertemu Naja yang kemudian

menyerahkan narkotika tersebut untuk diserahkan lagi kepada Marzuki Hamid di

Jalan Asrama Pondok Kelapa Kelurahan Sei Sikambing C-II Kecamatan Medan

Helvetia Kota Medan tepatnya di Hotel Antara II Kamar 208, dimana pada saat itu

saksi Kelly Wahyudi dan 4 anggota Polresta Medan lainnya sudah berada disitu

(6)

untuk melakukan penangkapan Terdakwa karena sedang melakukan jebakan

dimana sebelumnya saksi Marzuki Hamid telah lebih dahulu ditangkap dan atas

informasi Marzuki Hamid bahwa Narkotika yang diperolehnya adalah dari

Terdakwa sehingga saksi Kelly Wahyudi menyuruh saksi Marzuki Hamid untuk

kembali memesan Narkotika jenis sabu kepada Terdakwa.

Terdakwa kemudian di hukum penjara 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar

Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dalam Persidangan di Pengadilan Negeri

(PN) Medan, pada Hari Kamis tanggal 17 September 2015. Dalam amar

putusannya, majelis hakim yang diketuai Supomo mengatakan, bahwa Terdakwa

Muliadi alias Mulia telah terbukti melakukan perbuatan tanpa hak menjadi

perantara dalam jual beli narkotika golongan I bukan tanaman yang beratnya

melebihi 5 gram sesuai Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.

Bahwa sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Terdakwa

Muliadi alias Mulia warga Dusun Blang raya Desa Teupin Breuh Aceh Timur,

umur 31 tahun, berjenis kelamin laki-laki, hukuman 9 (sembilan) tahun penjara

potong masa tahanan yang telah dijalani dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,-

(satu milyar rupiah) subsidair 3 bulan.

Sesuai dengan kasus diatas, peredaran narkotika sudah meluas bahkan

hampir ke pelosok negeri, hal ini tidak terlepas dari peran kurir itu sendiri. Berarti,

kurir sangat dibutuhkan oleh para gembong narkoba untuk melancarkan bisnis

(7)

Dari uraian latar belakang diatas, sebagaimana yang telah penulis

paparkan, maka faktor inilah yang telah melatarbelakangi penulis untuk

mengangkatnya menjadi topik pembahasan dalam penulisan skripsi dengan judul

“Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara

Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan No. 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka dapat dirumuskan berbagai masalah yang berhubungan dengan penegakan

hukum terhadap narkotika di Indonesia, yang diajukan sebagai pokok kajian

penulisan skripsi ini penulis rumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan Perundang-Undangan Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika di Indonesia?

2. Bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana yang menjadi

perantara dalam menyerahkan narkotika berdasarkan Undang-Undang

Nomor35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Studi Putusan Pengadilan

Negeri Medan no. 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN) ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan mengkaji efek yuridis tindak pidana

penyalahgunaan Narkotika di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika dari sudut pandang Hukum Pidana.

2. Untuk mengetahui penerapan Undang-Undang Nomor 35 tentang

(8)

Narkotika (Analisis putusan PN Medan No. 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN)

dan memberi pengetahuan kepada masyarakat terhadap resiko yang sangat

tinggi walaupun hanya sebatas melakukan pekerjaan menjadi perantara

(kurir) narkoba dan tidak terbukti juga, semasa tugasnya menggunakan

narkotika.

Penulisan skripsi ini juga penulis berharap dapat bermanfaat :

1. Secara Teoritis

Penelitian terhadap kasus ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk

peraturan lain yang ada hubungannya dengan tindak pidana narkotika yang

dilakukan oleh kurir dan bahaya penyalahgunaannya.

Hasil penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan

serta perbendaharaan koleksi karya ilmiah dan memberikan kontribusi yang

memfokuskan terhadap peredaran atau penyaluran narkotika yang secara gelap

di pasaran. Dan diharapkan agar dapat membuka pikiran pada mahasiswa yang

membaca skripsi ini untuk tidak mendekatkan diri kepada barang terlarang ini.

2. Secara Praktis

a. Hasil dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi kontribusi

pemikiran membantu para penegak hukum untuk upaya penanggulangan

dan pemberantasan kasus-kasus narkotika yang semakin marak, dengan

demikian meningkatkan profesonalisme aparat dalam tugas &

wewenangnya khususnya dalam peredaran narkotika.

b. Penulisan ini juga diharapkan memberikan masukan kepada para pelaksana

(9)

tindak pidana narkotika, sanksi pidana terhadap tindak pidana narkotika

dan subjek hukum pelaku tindak pidana narkotika.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana

Menjadi Perantara Menyerahkam Narkotika (Studi Putusan No.

1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN) adalah benar karya penulis. Sehubungan dengan

keaslian judul skripsi, Penulis telah melakukan pengecekkan pada perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada tanggal 1 Maret 2016 untuk

membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Bila ternyata di kemudian hari ditemukan skripsi yang sama sebelum

skripsi ini dibuat, Penulis siap bertanggung jawab sepenuhnya untuk diuji. Penulis

menyusun skripsi ini berdasarkan referensi peraturan perundang-undangan,

buku-buku, media cetak maupun media elektronik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan adalah proses, cara, perbuatan, menegakkan.14

Hukum adalah

Selain itu

hukum memiliki beberapa pengertian atau definisi dari hukum, antara lain:

15

1. Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan

oleh penguasa atau pemerintah; :

2. Undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat;

(10)

3. Patokan (kaidah,ketentuan) mengenai peristiwa (alam, dsb) yang tertentu;

4. Keputusan (pertimbangan) yang diterapkan oleh hakim (di pengadilan); vonis.

Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai,

ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Penegakan hukum

bukanlah merupakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan mempunyai

hubungan timbal-balik yang erat dengan masyarakatnya.16

16 Satjipto Rahardjo, Op.cit., hlm. 12

Hukum dibuat untuk dilaksanakan. Hukum tidak dapat lagi disebut hukum

apabila tidak pernah dilaksanakan. Oleh karena itu, hukum dapat disebut

konsisten dengan pengertian hukum sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan. Di

dalam kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan hukum terkandung

tindakan-tindakan yang harus dilakukan, seperti penegakan hukum. Hukum dalam

wujudnya sebagai peraturan, jelas tidak dapat melakukan semuanya. Disinilah

masuknya peranan para penegak hukum yang tidak lain adalah manusia-manusia.

Beberapa permasalahan mengenai penegakan hukum, tentunya tidak dapat

terlepas dari kenyataan, bahwa berfungsinya hukum sangatlah tergantung pada

hubungan yang serasi antara hukum itu sendiri, penegak hukum, fasilitasnya dan

masyarakat yang diaturnya. Kepincangan pada salah satu unsur, tidak menutup

kemungkinan akan mengakibatkan bahwa seluruh sistem akan terkena pengaruh

negatifnya. Misalnya, kalau hukum tertulis yang mengatur suatu bidang

kehidupan tertentu dan bidang-bidang lainnya yang berkaitan berada dalam

(11)

Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, penegakan-penegakan hukum

dilakukan melalui manusia. Atas dasar penglihatan tersebut, manusia yang

menjalankan penegakan hukum benar-benar menempati kedudukan yang penting

dan menentukan. Apa yang dikatakan dan dijanjikan oleh hukum, pada akhirnya

akan menjadi kenyataan melalui tangan orang-orang tersebut. Apabila kita melihat

segala sesuatu dari pandangan tersebut, maka menjadi relevan untuk berbicara

mengenai berbagai faktor yang memberikan pengaruh terhadap para penegak

hukum.

Indonesia adalah negara hukum yang senantiasa mengutamakan hukum

sebagai landasan dalam seluruh aktivitas negara dan masyarakat. Komitmen

Indonesia sebagai negara hukum pun selalu dan hanya dinyatakan secara tertulis

dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang 1945 hasil amandemen. Dimanapun juga,

sebuah Negara menginginkan negaranya memiliki penegak-penegak hukum dan

hukum yang adil dan tegas dan bukan tebang pilih.Tidak ada sebuah sabotase,

diskriminasi dan pengistimewaan dalam menangani setiap kasus hukum baik

Pidana maupun Perdata. Seperti istilah di atas, ‘Runcing Kebawah Tumpul

Keatas’ itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakan hukum

di Indonesia.17

Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia

hukum di peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan

merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini.

Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti anak

(12)

dibawah umur saudara Hamdani yang mencuri sandal jepit bolong milik

perusahaan dimana ia bekerja di Tangerang, Nenek Minah yang mengambil tiga

butir kakao di Purbalingga, serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua

biji semangka langsung ditangkap dan dihukum seberat beratnya. Sedangkan

seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik

negara dapat bebas berkeliaran dengan bebasnya. Berbeda halnya dengan

kasus-kasus yang hukum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki

kekusaan, jabatan dan nama. Proses hukum yang dijalankan begitu berbelit-belit

dan terkesan menunda-nunda. Seakan-akan masyarakat selalu disuguhkan

sandiwara dari tokoh-tokoh negara tersebut. Tidak ada keputusan yang begitu

nyata. Contohnya saja kasus Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak Golongan

III menjadi miliyarder dadakan yang diperkirakan korupsi sebesar 28 miliar, tetapi

hanya dikenai 6 tahun penjara, kasus Bank Century dan yang masih hangat saat

ini Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akhil Mochtar ditangkap dalam Operasi

Tangkap Tangan. Dalam operasi itu, KPK telah menyita uang dollar Singapura

senilai Rp 3 miliar yang menunjukkan penegakan hukum di bangsa Indonesia

dalam kondisi awas, hampir semua kasus diatas prosesnya sampai saat ini belum

mencapai keputusan yang jelas. Padahal semua kasus tersebut begitu merugikan

negara dan masyarakat kita.18

Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang dapat

digolongkan sebagai sesuatu yang abstrak termasuk ide tentang keadilan,

kepastian hukum dan kemanfaatan sosial. Apabila berbicara tentang penegakan

(13)

hukum, maka pada hakekatnya berbicara tentang penegakan ide-ide serta

konsep-konsep yang merupakan abstrak tersebut.

Menurut Prof. Eddy Hiariej, ada empat faktor yang harus dimiliki untuk

menegakan hukum yaitu undang-undang, profesionalisme penegak hukum, sarana

dan prasarana hukum serta budaya hukum masyarakat. Parahnya, keempat hal

tersebut belum dimiliki oleh Indonesia.19

Dirumuskan secara lain, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk

mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide

tersebut merupakan hakekat dari penegakan hukum.20

1. Kepentingan hukum perorangan

2. Pengertian Tindak Pidana

Perbuatan tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk yaitu

kejahatan dan pelanggaran, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu

yang terdapat dalam buku II dan buku III yang memuat perincian berbagai jenis

tindak pidana. Tujuannya adalah guna melindungi kepentingan hukum yang

dilanggar, kepentingan hukum pada dasarnya dapat dirinci dalam 3 (tiga) jenis :

2. Kepentingan hukum masyarakat

3. Kepentingan hukum negara.21

diakses pada 15 Maret 2016)

20 Satjipto Rahardjo, Op.cit., hlm.12

(14)

Untuk memahami rumusan hukum dari setiap tindak kejahatan dan

pelanggaran, perlu diketahui asas-asas hukum pidana, beberapa asas penting

adalah sebagai berikut22

a. Pokok, dimana semua unsur dari tindak pidana dirumuskan :

1. Tindak Pidana mempunyai 2 (dua) sifat :

a. Formil

Dalam tindak pidana ini yang diancam dengan hukuman oleh

undang-undang adalah perbuatannya.

b. Materil

Dalam tindak pidana ini yang diancam adalah akibatnya.

2. Tindak Pidana mempunyai 2 (dua) unsur :

a. Obyektif

Unsur ini terdiri atas suatu perbuatan atau suatu akibat.

b. Subyek

Unsur ini adalah suatu kehendak atau tujuan yang ada dalam jiwa

pelaku, yang dirumuskan dengan istilah sengaja, niat dan maksud.

3. Tindak Pidana terdiri atas

a. Tindak pidana dolus atau yang dilakukan dengan sengaja

b. Tindak pidana kulpa atau yang dilakukan tanpa sengaja

4. Tindak Pidana mempunyai 3 (tiga) bentuk

b. Gekwalifikasir, disebutkan nama kejahatan disertai dengan

unsur pemberatan, misalnya pembunuhan yang direncanakan

lebih dahulu.

(15)

c. Geprivilegeerd, hanya dicantumkan nama kejahatannya yang

disertai unsur peringanan.

3. Pengertian Tindak Pidana Perantara Narkotika

Peredaran narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan

penyaluran atau penyerahan narkotika baik dalam rangka perdagangan, bukan

perdagangan, maupun pemindahtanganan untuk kepentingan pelayanan kesehatan

dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Siapa saja dapat menjadi perantara narkotika. Dalam Undang-Undang

Narkotika terdapat importir dan eksportir termasuk pihak yang dapat menyalurkan

narkotika. Undang-Undang Narkotika menyebut importir dan eksportir sebagai

penyalur narkotika, karena Undang-Undang menghendaki pemisahan penyalur

yang berkedudukan sebagai importir dan eksportir dengan penyalur yang

berkedudukan sebagai pedagang besar farmasi.23

Pengertian kurir dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

utusan yang menyampaikan sesuatu yang penting dengan cepat. Dalam tulisan ini,

perantara narkotika adalah orang yang mengantar atau menjemput narkotika untuk

diserahkan kepada seseorang atau meletakkan di suatu tempat.

Perantara dalam kasus ini dimaksudkan adalah orang yang menjualkan

barang atau mencarikan pembeli untuk melakukan perdagangan dan dijadikan

sebagai penengah.

24

Sebagai orang yang menghubungkan antara penjual dan pembeli, maka

atas tindakannya tersebut, perantara akan mendapat imbalan atau keuntungan. Jika

23Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 174

(16)

seseorang menghubungkan penjual kepada pembeli, dan orang tersebut sudah

mendapatkan barang berupa narkotika, maka sudah dapat digolongkan menjadi

perantara dalam jual beli. Imbalan atau kepentingan itulah yang dianggap penting

jika diperoleh si perantara. Imbalan dan keuntungan itu merupakan faktor penting,

karena tanpa itu, tidak bisa disebut sebagai perantara. 25

Jika seorang telah mempertemukan penjual dengan pembelinya, tetapi

tidak mendapatkan jasa atau keuntungan, maka orang tersebut bukan sebagai

perantara jual beli, melainkan sebagai penghubung saja.26

Perundang-undangan diartikan sebagai proses pembuatan peraturan

negara. Dengan kata lain, tata cara mulai dari perencanaan (perancangan),

pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan akhirnya pengundangan peraturan

yang bersangkutan. Peraturan perundang-undangan meliputi segala peraturan,

baik yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah, tidak

hanya terbatas pada undang – undang.

4. Pengertian Peraturan Perundang – Undangan

27

Peraturan perundang-undangan adalah keputusan tertulis negara atau

pemerintah yang berisi petunjuk atau pola tingkah laku yang bersifat dan

mengikat secara umum. Bersifat dan berlaku secara umum maksudnya tidak

mengidentifikasi individu tertentu sehingga berlaku bagi setiap subjek hukum

yang memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan mengenai pola

tingkah laku tersebut. Dalam kenyataan, terdapat juga peraturang

25

http://stopnarkobaa.blogspot.com, diakses pada 20 Maret 2016 26Ibid.

(17)

undangan, seperti undang-undang yang berlaku untuk kelompok tertentu, objek

tertentu, serta daerah atau waktu tertentu.28

Setiap peraturan perundang-undangan memiliki nomenklatur atau tata

nama yang berbeda-beda. Nomenklatur itu dapat merupakan tata nama yang

menyebut nama peraturan dan lembaga pembentuknya, juga dapat diberikan tanpa

menyebut lembaga pembentuknya. Contoh nomenklatur peraturan

perundang-undangan yang menyebut nama peraturan dan lembaganya adalah peraturan

presiden, peraturan gubernur, peraturan Mahkamah Agung. Sedangkan contoh Pengertian peraturan perundang-undangan menurut Pasal 1 angka 2

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 adalah peraturan tertulis yang dibentuk

oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.

Berdasarkan pengertian ini, maka yang disebut dengan peraturan

perundang-undangan bentuknya pasti tertulis. Dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang

berwenang dan mengikat secara umum.

Pembentuk peraturan perundang-undangan ada dua, yaitu :

1. Lembaga negara, dan

2. Pejabat yang Berwenang.

Pejabat yang berwenang dapat diartikan sebagai pejabat yang berdasarkan

peraturan perundang-undangan memiliki kewenangan yang sah untuk

membentuk suatu peraturan perundang-undangan.

(18)

nomenklatur yang tidak menyebut lembaga pembentuknya, hanya berupa nama

peraturannya adalah Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, dan sebagainya.29

Nomenklatur suatu peraturan perundang-undangan pada dasarnya

menunjuk pada bentuk hukum suatu peraturan perundang-undangan. Bentuk

hukum peraturan perundang-undangan ini harus ada atau diberikan terhadap setiap

produk keputusan penguasa.30

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Untuk mengatur masyarakat dan menyelenggarakan kesejahteraan umum

seluruh rakyat, pemerintah mengeluarkan berbagai macam peraturan negara yang

biasanya disebut peraturan perundang-undangan.

Adapun bentuk-bentuk dan tata urutan peraturan perundangan Republik

Indonesia sekarang ini menurut Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 adalah sebagai

berikut :

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Ketetapan MPR)

c. Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang (Perpu)

d. Peraturan Pemerintah (PP)

e. Keputusan Presiden (Keppres)

f. Peraturan peraturan pelaksana lainnya.

29 Widodo Ekatjahjana, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2008) hlm. 46

(19)

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dimana metode

pendekatan Yuridis dalam penelitian ini yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan

atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta Norma-Norma Hukum yang

terdapat pada peraturan Perundang-Undangan, Asas-Asas Hukum, Kaedah

Hukum, dan Sistematika Hukum serta mengkaji ketentuan Perundang-Undangan,

dan bahan-bahan hukum lainnya.31

Pendekatan normatif yaitu pendekatan yang memandang hukum sebagai

doktrin atau seperangkat aturan yang bersifat normatif (law in book). Pendekatan

ini dilakukan melalui upaya pengkajian atau penelitian hukum kepustakaan.

Dalam hal ini, penulis menganalisis asas-asas hukum, norma-norma hukum dan

pendapat para sarjana.32

2. Data dan Sumber Data

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder dimana adapun yang

dimaksud dengan data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari sumber

yang pertama, melainkan data yang diperoleh dari bahan pustaka. Seperti data

yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian

laporan, buku harian, surat kabar, makalah, dan lain sebagainya.

31 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Bayu Media Publishing, 2005), hlm.29.

(20)

Di dalam penulisan data sekunder yang digunakan berupa :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat atau yang

membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang-undangan, dan

putusan hakim.33

Bahan hukum sekunder penelitian ini juga berupa putusan yang diperoleh

dari Pengadilan Negeri Medan, Provinsi Sumatera Utara yang berkaitan dengan

narkotika dan kurir narkotika.

Bahan hukum yang digunakan penulis yaitu Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder diartikan sebagai bahan hukum yang tidak

mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan

hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu

bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan suatu petunjuk kemana

penelitian akan mengarah. Yang dimaksudkan dengan bahan sekunder disini

adalah doktrin-doktrin yang ada di dalam buku, jurnal hukum, dan internet.

34

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan c. Bahan Hukum Tersier

33 https://lawmetha.wordpress.com/2011/05/19/metode-penelitian-hukum-normatif.html diakses pada 9 April 2016

(21)

pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang tersier dari penelitian

ini yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.35

Bahan sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa

dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan

dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif

dilakukan denganmenerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan 4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dari penulisan ini adalah melalui penelitian

kepustakaan (library research) untuk mendapatkan pemahaman yang selanjutnya

akan dimasukkan dalam penelitian ini berupa teori-teori, doktrin, karya ilmiah,

majalah, peraturan perundang-undangan dan lainnya, yang berkaitan dengan

penelitian ini.

Penelitian kepustakaan (studi kepustakaan) adalah tekhnik pengumpulan

data dengan cara membaca, memahami dan mempelajari serta mencatat data yang

diperoleh.

5. Analisis Data

Data dianalisis secara kualitatif berpedoman kepada peraturan perundang-

undangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis, dengan mengadakan

penelitian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

menghubungkan data. Bahan tersebut kemudian dijadikan bahan masukan untuk

menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

(22)

topik skripsi ini sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan

penelitian yang dirumuskan.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca yang dibuat

dengan terperinci dan sistematis agar para pembaca mudah dan dapat memahami

maknanya.

Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling

berhubungan satu dengan yang lain, dapat dilihat sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan memuat mengenai gambaran umum penelitian skripsi

yang terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan

pemanfaatan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,

metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II PERKEMBANGAN PERATURAN UNDANG-UNDANG

REPUBLIK INDONESIA NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG

NARKOTIKA DI INDONESIA

Perkembangan pengaturan mengenai narkotika berdasarkan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 di Indonesia,

membandingkan keberadaan tindak pidana narkotika sebelum dan

sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, dan

ketentuan hukum yang mengatur mengenai tindak pidana menjadi

(23)

BAB III ANALISIS HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA

MENJADI PERANTARA DALAM MENYERAHKAN

NARKOTIKA PADA STUDI PUTUSAN NOMOR

1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN

Bab ini berisikan tentang uraian dari kasus Pengadilan negeri

Medan nomor 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN, yaitu mengenai posisi

kasus, dakwaan, tuntutan, dan putusan hakim serta analisis

terhadapnya.

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan hasil pembahasan dari keseluruhan skripsi ini

yang dibuat dalam bentuk kesimpulan yang disertai saran-saran

Referensi

Dokumen terkait

respected and applied in connection with forest management rights, access to forest resources, sharing of benefits, etc. National Law No. - Approved ILO Convention 169 on

4< ◆ ◆ Kagcbkbtj ugtuh Kagcbkbtj ugtuh kagcjlagtjejhbsj lbg kagcjlagtjejhbsj lbg karukushbg kbsbibo karukushbg kbsbibo tagtbgc fdyah 0 ljkagsj tagtbgc fdyah 0 ljkagsj ◆

Setelah mengadakan observasi mahasiswa dapat belajar banyak dari proses pembelajaran yang sesungguhnya di SMK N 2 Sewon. Setelah itu mahasiswa mengikuti kuliah

mensyaratkan penggunaan busana yang menunjukkan agama di area publik, dan Jahangir menyatakan bahwa “penggunaan metode pemaksaan dan sanksi yang diterapkan kepada

Kesepakatan bersama yang dibuat antara PT Pelindo II Cabang Cirebon dengan perusahaan Bongkar Muat batu Bara atau pelaku usaha lainnya akan penulis dalami dari

The method used in this research is the development research methods models by Borg & Gall.The results of a questionnaire distributed to 30 students and 3 teachers

Potensi wisata adalah sumberdaya alam yang beraneka ragam, dari aspek fisik dan hayati, serta kekayaan budaya manusia yang dapat dikembangkan untuk pariwisata. Banyu

Pembangunan ekonomi di Kawasan Istana Basa Pagaruyung sudah menunjukkan pengembangan dari ekonomi berbasis kearifan lokal. Dari ketiga indikator pembangunan ekonomi, faktanya