• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN HEURISTIK-V BERBANTUAN PETA KONSEP TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP IPA SISWA KELAS V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN HEURISTIK-V BERBANTUAN PETA KONSEP TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP IPA SISWA KELAS V"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN HEURISTIK-V

BERBANTUAN PETA KONSEP TERHADAP

PEMAHAMAN KONSEP IPA SISWA

KELAS V

Ni Km. Jayanti

1

, I Md. Suarjana

2

, I Wyn. Widiana

3 123

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: jayanti_km@yahoo.co.id

1

, pgsd_undiksha@yahoo.co.id

2

,

wayan_widiana@yahoo.co.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan pemahaman konsep IPA antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus III Kecamatan Buleleng Tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan non equivalen

post-test only control group design. Populasi penelitian ini adalah kelas V di Gugus III

Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 159 orang. Sampel penelitian ini yaitu kelas V SD No. 1 Jinengdalem yang berjumlah 21 orang dan kelas V SD No. 2 Jinengdalem yang berjumlah 23 orang. Data pemahaman konsep IPA siswa dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk uraian. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan anava satu jalur. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh Fhitung = 18,81 dan Ftabel (pada taraf signifikansi 5%) = 4,08. Hal ini

menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat

perbedaan pemahaman konsep IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional siswa kelas V di SD Gugus III Kecamatan Buleleng. Perbandingan hasil perhitungan rata-rata pemahaman konsep IPA siswa yang belajar dengan model pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep yaitu 39,29 lebih besar dari rata-rata pemahaman konsep IPA siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional yaitu 33,13. Hal ini berarti penerapan model pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep berpengaruh positif terhadap pemahaman konsep IPA siswa kelas V di Gugus III Kecamatan Buleleng.

Kata kunci: model pembelajaran Heuristik-V, peta konsep, pemahaman konsep IPA Abstract

The purpose of this research are analyze the differences of understanding of science concepts between students who are learning by Heuristik-V model with concepts mapping and students who are learning by conventional model at the fifth class students in Gugus III Buleleng District academic year 2013/2014. This research is a quasi experimental study with non equivalen post-test only controls group design. The study population was all fifth class students in Gugus III Buleleng District academic year 2013/2014, total 159 people. The samples of this research consist of fifth class students at SD No. 1 Jinengdalem (total 21 people) and SD No. 2 Jinengdalem (total 23 people). The research data (understanding of science concepts) collected by essay test instrument. The data collected were analyzed using descriptive statistical analysis and anava one lane. Based on the results of this research concluded that there are significant

(2)

differences of understanding of science concepts between students who are learning by students who are learning by Heuristik-V model with concepts mapping and students who are learning by conventional model at the fifth class students in Gugus III Buleleng District academic year 2013/2014 (Fcount > Ftable = 18,81 > 4,08, significance level of 5%). The

mean comparison of understanding science concepts between students who are learning by students who are learning by Heuristik-V with concepts mapping and students who are learning by conventional l (39,29 vs 33,13). That means the application learning by

Heuristik-V with concepts mapping affect of understanding of science concepts. Keywords: Heuristik-V model, concept mapping, understanding of science concepts

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa mengikuti perkembangan era globalisasi yang semakin pesat. Terkait dengan hal tersebut, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas sangat dibutuhkan agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara lain. Sumber daya manusia yang berkualitas dan yang dapat berkompetisi dengan baik hanya dapat diperoleh melalui pendidikan. Secara operasional, pendidikan di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sistem Pendidikan Nasional merupakan keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan. Adapun fungsi Sistem Pendidikan Nasional secara umum adalah mengembangkan kemampuan peserta didik, membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pengembangan potensi peserta didik hingga menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif dan mandiri juga menjadi tujuan dari pendidikan nasional.

Indonesia saat ini menerapkan wajib belajar selama sembilan tahun bagi para peserta didik, enam tahun pertama merupakan jenjang pendidikan

dasar (Susanto, 2013:69). Pendidikan Dasar (minimal) adalah bagian dari hak asasi setiap warga negara. “Pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berkepribadian luhur;” (Kemenbud, 2013: 1). Untuk mencapai tujuan pendidikan tingkat sekolah dasar, peranan seorang guru sangat penting

dalam proses pembelajaran agar nantinya siswa memiliki keseimbangan antara kognitif, afektif dan psikomotor. Pendidikan dasar sekiranya merupakan hal yang wajib diperoleh peserta didik sebelum melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Terkait dengan upaya pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, salah satu cara yang dilakukan yaitu meningkatkan kualitas proses pembelajaran khususnya dalam jenjang pendidikan dasar. Hal tersebut terlihat dari upaya pemerintah menyempurnakan kurikulum dari tahun ke tahun. Kurikulum yang berlaku saat ini di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan diikuti dengan kurikulum 2013 yang masih dilaksanakan secara bertahap.

Dalam kurikulum Sekolah Dasar (SD), terdapat lima mata pelajaran pokok yang dibelajarkan kepada peserta didik, salah satunya adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Menurut Standar Isi yang ditetapkan oleh Depdiknas, terungkap bahwa salah satu tujuan pembelajaran IPA di SD yakni agar peserta

didik memiliki kemampuan

mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Susanto, 2013:171). Suastra (2009: 1) menyatakan bahwa “IPA merupakan bagian kehidupan manusia dari sejak manusia itu mengenal diri dan alam sekitarnya”. Definisi lain tentang IPA yaitu usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan serta prosedur yang benar sehingga mendapatkan suatu kesimpulan (Susanto, 2013: 167). Dari kedua pernyataan tersebut, terlihat bahwa Ilmu Pengetahuan Alam memiliki makna yang sangat luas. Mulai dari lahir, kita sudah belajar tentang alam di

(3)

sekitar kita. Begitu kompleksnya Ilmu Pengetahuan Alam sehingga sangat penting untuk kita pelajari.

Pembelajaran IPA di sekolah dasar tidak cukup hanya menguasai aspek pengetahuan saja. Hal-hal yang harus diperhatikan peserta didik dalam pembelajaran IPA meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap ilmiah. Pengetahuan yang dimaksud yaitu tidak terbatas pada hafalan semata, siswa diharapkan mampu memahami konsep pembelajaran karena pemahaman merupakan tingkatan paling dasar sebelum melangkah pada pengetahuan berikutnya. Pemahaman konsep (aspek kognitif) merupakan salah satu aspek penting dalam hasil belajar (Susanto, 2013:6). Ditinjau dari aspek keterampilan, setelah mempelajari IPA, siswa diharapkan mampu mengembangkan beberapa keterampilan seperti layaknya para ilmuan. Keterampilan yang dimaksud antara lain kemampuan siswa dalam merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, merancang percobaan, menggunakan peralatan praktikum, mengumpulkan data, menganalisis hingga menarik suatu kesimpulan. Ditinjau dari aspek sikap, siswa diharapkan mampu mengembangkan sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA. “Sikap ilmiah yang dimaksud antara lain sikap ingin tahu, ingin mendapatkan sesuatu yang baru, sikap kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas dan kedisiplinan diri” (Sulistyorini dalam Susanto, 2013: 169).

Namun dalam kenyataannya, proses pembelajaran IPA di sekolah-sekolah belum sesuai dengan tuntutan kurikulum. Hasil wawancara dan observasi dengan guru IPA Kelas V di SD Gugus III Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng pada tanggal 25 dan 26 November 2013 menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan pada masing-masing sekolah bersangkutan teramati belum optimal. Adapun uraian hasil wawancara yang diperoleh yaitu sebagai berikut. (1) Guru hanya terpaku pada metode ceramah dan tanya jawab saat pembelajaran dan belum pernah menerapkan model pembelajaran inovatif. Hal ini dilakukan karena guru

beranggapan bahwa siswa akan lebih mudah belajar jika guru menggunakan metode ceramah. (2) Guru jarang melaksanakan kegiatan praktikum dan kurang memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Hasil wawancara juga diperkuat dengan hasil observasi yang diperoleh yaitu sebagai berikut. (1) Pelaksanaan pembelajaran masih didominasi oleh guru, sehingga terkesan guru sebagai sumber informasi bukan sebagai fasilitator. (2) Guru kurang memperhatikan pengetahuan awal (prior knowledge) yang dimiliki siswa karena guru langsung menyampaikan materi pelajaran sedangkan siswa lebih bersifat menerima apa yang disampaikan oleh guru. (3) Guru terlihat lebih banyak menggunakan metode ceramah dan terpaku pada buku paket saja dibandingkan dengan melibatkan siswa secara langsung melalui kegiatan praktikum. Fakta hasil wawancara dan observasi tersebut menunjukan bahwa pembelajaran yang berlangsung masih berpusat pada guru (teacher centered). Gurulah yang mengambil inisiatif dalam menetapkan, melakukan aktifitas pembelajaran.

Pembelajaran yang menekankan guru sebagai sumber informasi dan pusat aktivitas pembelajaran sehingga siswa menjadi pasif merupakan ciri-ciri pembelajaran konvensional (Rasana, 2009:18). Menurut Komalasari (2010) pembelajaran di sekolah yang menampakkan ciri-ciri sistem pembelajaran konvensional akan menyebabkan pemahaman konsep siswa menjadi rendah. Trianto (2007:1) menyatakan bahwa rendahnya pemahaman konsep siswa merupakan kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional serta tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar untuk belajar. Dalam arti lain proses pembelajaran dewasa ini masih memberikan dominasi kepada guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya. Kesuma et al. (2010: 56) menyatakan bahwa “banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya

(4)

mereka tidak memahaminya”. Mereka merasa memahami apa yang mereka pelajari, tetapi dua minggu ketika ulangan, mereka tidak ingat dengan materi pelajaran yang sebenarnya sudah mereka pelajari.

Selain beberapa pendapat ahli tentang pembelajaran konvensional yang menyebabkan pemahaman konsep siswa menjadi rendah, hasil ulangan tengah semester (UTS) yang diperoleh siswa juga menunjukkan fakta yang sama. Berdasarkan nilai UTS siswa kelas V SD Gugus III Kecamatan Buleleng, terlihat bahwa pemahaman konsep siswa masih rendah. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada setiap SD berkisar antara interval 50-60. Mengacu pada Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima, nilai tersebut berada pada predikat kurang. Dari kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 65, tampak bahwa rata-rata nilai siswa masih berada di bawah KKM yang ditetapkan.

Sehubungan dengan pembelajaran konvensional yang masih diterapkan di beberapa sekolah, guru sering kali mengabaikan pengetahuan awal siswa saat pembelajaran. Padahal, pengetahuan awal yang dimiliki siswa dapat mempermudah siswa mengenal konsep yang akan dipelajari. Pengetahuan awal memiliki peranan penting dalam membangun pemahaman siswa terhadap suatu objek yang dipelajari dan mempermudah proses pembelajaran serta mengarah pada hasil belajar yang lebih baik.

Sebagai solusi terhadap pentingnya pengetahuan awal serta solusi atas permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka diperlukan suatu model pembelajaran inovatif yang menghendaki siswa aktif membangun pengetahuannya sendiri (Suastra, 2009: 36). Model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran

Heuristik-V yang dibantu dengan teknik peta

konsep. Novak & Gowin (dalam Suastra, 2009: 127) menyatakan bahwa “model pembelajaran Heuristik-V adalah model pembelajaran yang dapat membantu siswa serta guru dalam memahami struktur pengetahuan dan proses bagaimana pengetahuan tersebut dikontruksi”. Keunggulan model pembelajaran

Heuristik-V yaitu (1) pembelajaran menjadi lebih

bermakna, (2) membantu siswa untuk menemukan konsep ataupun pengetahuan awal yang telah mereka miliki untuk dihubungkan dengan pengetahuan baru dan (3) mendorong siswa untuk memahami proses menemukan pengetahuan.

Selanjutnya keunggulan peta konsep ketika dikombinasikan dengan model pembelajaran Heuristik-V yaitu guru dapat memantau dengan jelas pengetahuan awal yang telah diketahui oleh siswa, dan membantu siswa saat pengungkapan gagasan awal serta pengkonstruksian gagasan baru. Berdasarkan beberapa keunggulan tersebut maka penggunaan peta konsep akan cenderung mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa (Karakuyu, 2010: 725).

Jadi model pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep diyakini dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis perbedaan pemahaman konsep IPA antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran

Heuristik-V berbantuan peta konsep dan

kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus III Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2104.

METODE

Jenis penelitian yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu atau quasi experiment karena dalam eksperimen ini tidak semua variabel yang muncul dapat dikendalikan. Adapun rancangan dalam penelitian ini mengikuti rancangan eksperimen non equivalen post-tes only control group

design. Rancangan analisisnya

menggunakan rancangan analisis varians satu jalur. Penelitian ini dilaksanakan di SD Gugus III Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2013/2014.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Gugus III Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng yang terdiri atas 6 SD. Jumlah seluruh siswa kelas V pada gugus tersebut adalah 159 siswa. Untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol yang akan menjadi subjek penelitian maka dilakukan penarikan

(5)

sampel dari populasi dengan menggunakan teknik random sampling.

Dari enam kelas yang terdapat pada populasi, diperoleh tujuh pasangan kelas yang nantinya akan dijadikan sebagai sampel. Pasangan kelas yang digunakan sebagai sampel, terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan. Uji kesetaraan ini dilakukan dengan menggunakan uji-t. Hasil uji kesetaraan menunjukkan bahwa ke tujuh pasangan kelas memiliki kemampuan yang setara. Langkah selanjutnya setelah pasangan kelas atau sampel dikatakan setara yaitu mengundi atau mengambil secara acak pasangan kelas yang digunakan sebagai sampel. Berdasarkan hasil pengundian, diperoleh pasangan kelas SD No. 1 Jinengdalem dan SD No. 2 Jinengdalem sebagai sampel. Kemudian dilakukan pengundian kembali dan hasil yang diperoleh yaitu SD No. 1 Jinengdalem sebagai kelas eksperimen dan SD No. 2 Jinengdalem sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan model pembelajaran Heuristik-V

berbantuan peta konsep sedangkan kelas kontrol dengan model pembelajaran konvensional.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data pemahaman konsep IPA siswa. Instrumen yang digunakan untuk mengukur pemahaman konsep IPA yaitu dengan menggunakan tes esai yang terdiri dari 15 soal. Tes tersebut sebelum digunakan, dilakukan uji coba kepada siswa kelas VI Gugus III Kecamatan Buleleng yang tidak termasuk

sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pengujian terhadap instrumen meliputi validitas, reliabilitas, indeks daya beda dan indeks kesukaran butir.

Pada instrumen pemahaman konsep IPA diperoleh 14 soal yang valid dan 13 soal yang layak digunakan dalam penelitian, reliabilitas tes yaitu 0,77 memiliki kriteria tinggi, daya beda tes sebesar 0,33 dengan kriteria rendah dan kesukaran perangkat tes diperoleh 0,51 dengan kriteria sedang.

Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif yaitu mean (Me), median (Md), dan modus (Mo), standar deviasi dan varian. Untuk menentukan tinggi rendahnya kualitas variabel-variabel penelitian, skor rata–rata (mean) tiap–tiap variabel dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata–rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi).

Selain teknik analisis deskriptif, dilakukan pula analisis uji prasyarat yang meliputi uji normalitas (Lilifors) dan uji homogenitas (uji F). Analisis uji hipotesis yang digunakan yaitu dengan analisis varians satu jalur.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Deskripsi dalam penelitian ini menyajikan data pemahaman konsep IPA baik pada kelompok eksperimen (MPHVPK) maupun kelompok kontrol (MPK). Adapun deskripsi data skor pemahaman konsep IPA pada kedua kelompok disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Deskripsi Data Pemahaman Konsep IPA Siswa

Statistik Deskriptif Pemahaman Konsep IPA

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 39,29 33,13

Median 39,61 32,75

Modus 40,32 30,50

Varians 28,91 15,94

Standar Deviasi 5,37 3,99

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa mean data pemahaman konsep IPA kelompok eksperimen adalah 39,29 dan pada kelompok kontrol adalah 33,13. Setelah dikonversikan dengan

menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi)

dan standar deviasi ideal (SDi), mean

pemahaman konsep IPA pada kelompok eksperimen tergolong kriteria sangat tinggi

(6)

sedangkan mean pada kelompok kontrol tergolong kriteria tinggi.

Sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis melalui metode statistika dengan formula anava satu jalur, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat terhadap data yang meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians.

Uji normalitas dilakukan untuk meyakini bahwa uji statisik yang digunakan dalam pengujian hipotesis benar-benar bisa dilakukan. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Liliefors pada kedua kelompok data. Berdasarkan analisis data diperoleh Lo < Lt (0,169 < 0,1881) pada data pemahaman konsep IPA kelompok eksperimen dan Lo < Lt (0,176 < 0,1798) pada data pemahaman konsep IPA kelompok kontrol. Hasil uji normalitas menyatakan bahwa Lo lebih kecil daripada

Lt pada kedua kelompok data, yang berarti semua kelompok data dinyatakan normal.

Uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan adalah Uji-F dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan analisis data,

diperoleh Fhitung < Ftabel (1,81 < 2,07) pada

taraf signifikansi 5%, sehingga varians kedua kelompok adalah homogen.

Berdasarkan hasil uji prasyarat, diperoleh bahwa data dari semua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai varians antar kelompok yang sama atau homogen. Oleh karena itu, uji hipotesis dapat dilakukan.

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis varian (anava) satu jalur dengan kriteria tolak H0 jika Fhitung >

Ftabel. Rangkuman hasil uji hipotesis

pertama disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Rangkuman Hasil Analisis Varian Satu Jalur

Sumber

Variasi JK Db

MK

(RJK) Fhitung Ftabel Keputusan

JKantar 415,90 1 415,90 18,81 4,08 Signifikan

JKdal 928,89 42 22,12 - - -

Total 1344,80 43 - - - -

Sesuai dengan Tabel 2, diperoleh nilai Fhitung > Ftabel sehingga H0 ditolak. Dengan

demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus III Kecamatan Bulleng.

Pembahasan

Berdasarkan analisis deskriptif dan uji hipotesis, dapat diambil suatu informasi bahwa ternyata model Heuristik-V

berbantuan peta konsep cenderung unggul dalam mengembangkan pemahaman konsep IPA siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Terdapat beberapa hal yang dapat menjelaskan penyebab pemahaman konsep IPA siswa di kelompok eksperimen

lebih tinggi dibandingkan pemahaman konsep IPA siswa dikelompok kontrol baik secara teoretis maupun empiris.

Secara teoretis model pembelajaran Heuristik bernaung di bawah teori belajar kontruktivisme. Teori belajar kontruktivisme menghendaki siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri sambil siswa mengatur pengalaman-pengalamannya yang terdiri atas skemata-skemata yang sudah ada pada dirinya (Piaget dalam Suastra, 2009). Model pembelajran Heuristik-V berbantuan peta konsep membuat pembelajaran siswa lebih bermakna karena selain siswa mampu membangun pengetahuan secara mandiri, siswa juga memperoleh kebermaknaan belajar yang implikasinya berbagai informasi-informasi yang dipelajari akan lebih bertahan lama dalam memori siswa serta siswa mampu memecahkan masalah sehari-hari dengan memanfaatkan konsep yang sudah dipelajari.

(7)

Suastra (2009) menyatakan bahwa pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep difokuskan dalam lima tahapan penting yaitu (1) tahan orientasi, siswa menggali pengetahuan yang sudah dimilikinya serta mengaitkan pengalaman siswa dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. (2) Pada tahap pengungkapan gagasan awal, siswa dilatih untuk mengungkapkan berbagai pengetahuan yang sudah mereka miliki baik secara lisan maupun tertulis. Dalam pembelajaran

Heuristik-V berbantuan peta konsep,

pengungkapan gagasan awal siswa dilakukan melalui pembuatan peta konsep. (3) Pada tahap fokus penyelidikan, siswa diarahkan untuk berkonsentrasi pada materi pokok yang akan dipelajari. Fokus materi pokok diberikan dalam bentuk pertanyaan kunci yang mendorong siswa untuk belajar menyusun sebuah hipotesis. Pertanyaan kunci dan hipotesis inilah yang akan ditindaklanjuti dalam tahap berikutnya. (4) Pada tahap pengkonstruksian gagasan baru, siswa menindaklanjuti pertanyaan kunci yang diberikan oleh guru serta hipotesis atau dugaan yang telah disusun siswa ke dalam kegiatan praktikum. Dalam kegiatan praktikum, siswa menggunakan segenap pengetahuan yang dimilikinya, berlatih untuk merencanakan dan melaksanakan prosedur penelitian, hingga berlatih untuk terampil menggunakan alat maupun bahan yang terkait dengan topik praktikum. Kesimpulan akhir yang diperoleh dalam kegiatan praktikum akan menjadi sebuah gagasan yang telah dikonstruksi sendiri oleh siswa. Secara fisik, konstruksi gagasan siswa tertuang dalam diagram V yang merupakan sebuah alat untuk melaporkan hasil praktikum. (5) Pada tahap evaluasi, siswa dilatih untuk mengungkapkan secara lisan berbagai informasi atau pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk kegiatan diskusi antar kelompok. Selain itu, peran peta konsep terlihat pada saat siswa mulai menyusun peta konsep yang baru sebagai langkah evaluasi untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang akan dipelajari.

Secara umum, kelima tahap belajar pada model pembelajaran Heuristik-V

berbantuan peta konsep sangat

mendukung teori kebermaknaan belajar pada pembelajaran IPA, sehingga secara teoritis pula tahapan belajar pada model tersebut akan memberikan kontribusi yang positif terhadap pengembangan pemahaman konsep IPA siswa.

Berbeda halnya dengan model pembelajaran konvensional yang mencirikan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered). Secara teoritis, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang menekankan guru sebagai sumber informasi dan pusat aktivitas pembelajaran sehingga siswa menjadi pasif (Rasana, 2009). Dalam hal ini, secara teoretis terlihat bahwa pembelajaran konvensional kurang maksimal dalam mengembangkan pemahaman konsep IPA siswa.

Berdasarkn tinjauan empiris, perbandingan kedua model pembelajaran tersebut dapat dilihat dari perbedaan pelaksanaan pembelajaran antara kedua model. Pada model pembelajaran

Heuristik-V berbantuan peta konsep, siswa dilibatkan

secara langsung dalam penemuan suatu konsep melalui kegiatan-kegiatan yang relevan dengan materi pelajaran seperti melaksanakan kegiatan pengamatan, praktikum, demontrasi, diskusi dan tanya jawab multi arah. Di sisi lain, sebelum melaksanakan praktikum, siswa diberikan fokus penyelidikan berupa pertanyaan kunci yang melatih siswa untuk membuat suatu hipotesis dan merancang suatu prosedur

penelitian sederhana serta

melaksanakannya. Siswa juga dilatih untuk terampil menggunakan alat dan bahan saat melaksanakan praktikum, membuat laporan hasil pengamatan dan hasil diskusi kelompok. Hal terpenting dalam model pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep yaitu siswa dilatih kemampuan berpikirnya melalui pembuatan peta konsep. Semua kelebihan yang diungkapkan pada model pembelajaran

Heuristik-V berbantuan peta konsep akan

mengarahkan siswa pada pemahaman konsep yang lebih baik.

Pada kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional, siswa terlihat pasif dan terkesan bosan saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Saat proses pembelajaran,

(8)

guru lebih banyak menggunakan metode ceramah yang mencirikan transfer ilmu dari siswa ke guru. Pembelajaran seperi ini akan membuat siswa hanya menghafal apa yang disampaikan guru atau menghafal konsep yang ada dibuku. Pengetahuan yang didapat pun akan mudah terlupa karena tidak disertai dengan pemahaman oleh siswa itu sendiri. Hal inilah yang akhirnya akan mempengaruhi pemahaman konsep siswa menjadi kurang optimal.

Perbedaan kedua model tersebut baik secara teoretis maupun empiris, membuktikan bahwa model pembelajaran

Heuristik-V berbantuan peta konsep

cenderung unggul dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini ternyata konsisten dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Septiari (2013) dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Heuristik Vee berbantuan Peta Konsep terhadap Sikap Ilmiah pada Mata Pelajaran IPA siswa Kelas IV” menunjukkan bahwa model pembelajaran Heuristik Vee dalam pembelajaran IPA mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa. Hal ini dapat dibuktikan dari perbandingan rata-rata hasil belajar IPA kelompok eksperimen sebesar 142,8 berada pada kategori sangat tinggi, sedangkan rata-rata hasil belajar IPA pada kelompok kontrol sebesar 136,0 berada pada kategori tinggi.

Suparini (2013) juga melakukan penelitian mengenai model pembelajaran Heuristik Vee dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Heuristik Vee berbantuan Media Sederhana terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri 8 Banjar Anyar”. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Model Pembelajaran Heuristik Vee dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Hal ini dapat dibuktikan dengan perbandingan rata-rata hasil belajar siswa. Pada kelompok eksperimen diperoleh rata-rata hasil belajar siswa sebesar 24,03 sedangkan pada kelompok kontrol yang belajar dengan model pembelajaran konvensional diperoleh rata-rata hasil belajar sebesar 16,00. Perbedaan Skor yang diperoleh menunjukkan bahwa model pembelajaran Heuristik Vee lebih

baik dibandingkan model pembelajaran konvensional.

Model pembelajaran Heuristik-V

berbantuan peta konsep terbukti mampu meningkatkan pemahaman konsep IPA. Walaupun demikian, ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebab model pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep secara optimal belum mampu mencapai pemahaman konsep yang secara deskriptif dapat dikategorikan sangat baik yaitu 1) siswa belum memahami dan terbiasa belajar dengan menggunakan model Heuristik-V berbantuan peta konsep. 2) Menyita waktu yang cukup banyak untuk membiasakan siswa belajar dengan menggunakan model pembelajaran

Heuristik-V berbantuan peta konsep. 3)

Siswa belum terbiasa membuat peta konsep sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk siswa berlatih membuat peta konsep. 4) Siswa belum terbiasa dengan tes yang digunakan. Tes yang biasa digunakan di sekolah adalah tes berbentuk objektif dan yang hanya menuntut satu jawaban tanpa menyertai alasan terhadap jawaban. Bentuk tes uraian yang digunakan dalam penelitian ini menuntut siswa untuk mengungkapan konsep sebagai alasan dasar pemikiran mereka dan tentunya membebani siswa saat mengerjakan tes.

Implikasi temuan penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep dapat memberikan pemahaman konsep IPA yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari pembelajaran model Heuristik-V

berbantuan peta konsep lebih banyak menekankan keterlibatan siswa dalam menemukan sendiri konsep-konsep IPA yang dipelajari melalui penemuan atau kegiatan praktikum sedangkan guru hanya bertugas sebagai fasilitator dalam pembelajaran.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan, maka temuan dalam penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran

(9)

Heuristik-V berbantuan peta konsep dan

kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Hasil analisis menunjukkan bahwa Fhitung sebesar 18,81

sedangkan nilai Ftabel dengan taraf

signifikansi 5% adalah 4,08. Hal ini berarti nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel (18,81 >

4,08). Kualifikasi pemahaman konsep IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Heuristik-V berbantuan peta konsep berada pada kategori sangat tinggi sedangkan pemahaman konsep IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional berada pada kategori tinggi. Skor rata-rata pemahaman konsep IPA pada model pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep adalah 39,29 lebih besar dari skor rata-rata pemahaman konsep IPA model pembelajaran konvensional yaitu sebesar 33,13.

Berdasarkan temuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model Heuristik-V berbantuan peta konsep berpengaruh positif terhadap pemahaman konsep IPA siswa kelas V di SD Gugus III Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014.

Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Guru disarankan untuk menerapkan model pembelajaran inovatif dalam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas dan mengembangkan pemahaman konsep IPA siswa. Model pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep dapat digunkan sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan di Sekolah Dasar. (2) Siswa disarankan untuk berlatih membuat peta konsep yang digunakan sebagai media untuk mempermudah siswa dalam menemukan konsep-konsep IPA secara mandiri, aktif dan kreatif untuk dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep. (3) Guru disarankan tidak hanya menggunakan tes objektif dalam evaluasi pembelajaran karena tes objektif hanya menuntut satu jawaban tanpa siswa harus menyertakan alasan terhadap jawabannya. Oleh karena itu guru bisa menggunakan tes urain sebagai alternatif tes untuk memahami konsep IPA oleh siswa. (4) Peneliti yang berminat, agar mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model

pembelajaran Heuristik-V berbantuan peta konsep dalam bidang ilmu IPA maupun bidang ilmu lainnya yang sesuai, agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian lanjutan yang berkaitan dengan model pembelajaran

Heuristik-V perlu dilakukan dengan

materi-materi IPA yang lain dengan melibatkan sampel yang lebih luas dan variabel-variabel yang lain.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar evaluasi

pendidikan (edisi revisi). Jakarta:

Bumi Aksara.

Candiasa, I M. 2010. Statistik Multivariat Disertai Aplikasi dengan SPSS. Buku

Ajar (Tidak Diterbitkan). Undiksha

Singaraja.

Dahar. 2011. Teori-teori belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Karakuyu, Y. 2010. the effect of concept mapping on attitude and achievement in a physics course. International

Journal of The Physical Sciences.

5(6). Tersedia pada

http://www.academicjournals.org/ijps/ PDF/pdf2010/Jun/ Karakuyu.pdf, diakses pada tanggal 17 November 2013.

Komalasari, K. 2010. Pembelajaran kontekstual: Konsep dan aplikasi.

Bandung: Refika Aditama

Koyan, I Wayan. 2011.Asesmen dalam

Pendidikan. Singaraja: Undiksha.

---. 2012. Statistik Pendidikan Teknik

Analisis Data Kuantitatif. Singaraja:

Undiksha.

Kurikulum 2013 tentang Kompetensi Dasar. 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

(10)

Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses. 2007. Departemen Pendidikan Nasional. Rasana, I.D.P.R. 2009. Model-model

Pembelajaran. Singaraja: Undiksha.

Santyasa, I W. 2005. Analisis Butir dan Konsistensi Internal Tes. Makalah. Disajikan dalam work shop bagi para Pengawas dan Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Tabanan, tanggal 20-25 Oktober 2005 di Tabanan.

Septiari, N.L. Putu Candra. 2013. Pengaruh

Model Pembelajaran Heuristik-V

berbantuan Peta konsep terhadap Sikap Ilmiah pada Mata Pelajaran IPA

Siswa Kelas IV. Skripsi (tidak

diterbitkan). Jurusan PGSD, Undiksha.

Suastra, W. 2009. Pembelajaran Sains

Terkini. Singaraja: Undiksha.

Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Jakarta: CV Alfabeta.

Suparini, Ni Wayan. 2013. Pengaruh Model

Pembelajaran Heuristik-V berbantuan Media Sederhana terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri

8 Banjar Anyar. Skripsi (tidak

diterbitkan). Jurusan PGSD, Undiksha.

Susanto, A. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar.

Jakarta: Kencana Prenada Group. Trianto. 2007. Model-model pembelajaran

inovatif berorientasi konstruktivistik: Konsep landasan teoritis-praktis dan implementasinya. Jakarta: Prestasi

Pustaka.

Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Departemen Pendidikan Nasional.

Referensi

Dokumen terkait

tentang energi pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Kalibagor tahun ajaran 2016/2017, dibuktikan dengan persentase ketuntasan tes siswa mencapai 58,33% pada siklus I,

Metode evaluasi yang digunakan adalah sistem gugur yaitu evaluasi penilaian penawaran dengan cara memeriksa dan membandingkan dokumen penawaran terhadap pemenuhan persyaratan yang

1. Melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu.. Berani presentasi atau terbiasa tampil didepan publik. Berani bertanya, atau menjawab pertanyaan kepada orang lain. Berani memberikan kritik

Merupakan keterbatasan penelitian, diantaranya cara memperoleh data dari penelitian tersebut, peneliti harus mengamati secara langsung dengan cermat penerapan program

1) Melihat hasil temuan yang menyatakan CSR berpengauh positif terhadap kienrja keuangan perusahaan, maka bagus bagi perusahaan untuk mengungkapkan CSR secara

Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada Tabel III, terlihat bahwa dari ketiga jenis media yang digunakan (batu gamping, pirit, dan ban bekas) serta untuk ukuran butir

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa siswa dengan motivasi belajar matematika tinggi akan mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan

Ngalau Sitanang I dan II pada Klaster Sitanang memiliki morfologi gua yang sangat ideal sebagai lokasi hunian, aksesibilitas yang mudah, dan daya dukung lingkungan