• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN BATIK MAJAPAHIT ERA SEKARANG DI WILAYAH MOJOKERTO DENGAN PENDEKATAN ETNOGRAFI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN BATIK MAJAPAHIT ERA SEKARANG DI WILAYAH MOJOKERTO DENGAN PENDEKATAN ETNOGRAFI"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

KAJIAN BATIK MAJAPAHIT ERA SEKARANG DI WILAYAH MOJOKERTO DENGAN PENDEKATAN ETNOGRAFI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Rupa Jurusan Kriya Seni/ Tekstil

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Disusun Oleh

Niken Wijaya

C0908027

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Niken Wijaya

Nim : C0908027

Jurusan : Kriya Seni / Tekstil

Fakultas : Sastra dan Seni Rupa

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini berjudul Kajian Batik Majapahit Era Sekarang di Wilayah Mojokerto dengan

Pendekatan Etnografi benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan

merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima atas perbuatan tersebut.

Surakarta, 26 Juli 2012

Yang membuat pernyataan,

(5)

commit to user

v MOTTO

“Seribu Orang Berjiwa Tua Hanya dapat Bermimpi, Satu Orang Berjiwa Muda dapat Mengubah Dunia”

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

(7)

commit to user

vii

Kata Pengantar

Alhamdulillahhirobil’alamin puji syukur penulis kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, hidayah serta kelancaran yang telah diberikan terhadap penulis

dengan berbagai aral rintangan dan hambatan yang akhirnya dapat dilalui.

Sehingga terselesaikanlah Skripsi ini yang berjudul Kajian Batik Majapahit Era

Sekarang di Wilayah Mojokerto dengan Pendekatan Etnografi. Dimana beberapa

bulan dilalui dengan kunjungan ke daerah tersebut yaitu Mojokerto, Jawa Timur,

yang didahului dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan

yang menyimpan berbagai peninggalan purbakala Majapahit yang berlanjut pada

daerah-daerah di Mojokerto.

Pada satu kesempatan, terdapat beberapa fihak terkait yang mendukung

berjalannya proses pengerjaan Skripsi ini hingga terselesaikan. Mulai dari

perizinan, nara sumber dan fihak-fihak yang mendukung sehingga memberikan

kelancaran proses pengerjaan dan penyelesaian tugas skripsi ini. Untuk itu Penulis

mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph. D selaku Dekan Fakultas Sastra dan

Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Tiwi Bina Affanti, M.Sn, selaku Ketua Jurusan Kriya Tekstil.

3. Setyawan, S.Sn , M.A selaku pembimbing I, yang selalu membimbing

dan mengarahkan dari awal masuk di bangku perkuliahan sampai pada

saat ini menunjukkan jalan untuk penyelesaian segala hambatan dan

kekurangan yang harus disempurnakan sehingga mendukung skripsi

selesai.

4. Drs. F. Ari Dartono, M.Sn selaku pembimbing II, dengan sabar selalu

memberikan solusi di dalam kendala di tiap-tiap proses garap

pengerjaan skripsi ini.

5. Drs. Aris Soviyani SH, M.Hum. selaku Kepala kantor BP3 (Balai

(8)

commit to user

viii

Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur yang meberikan penjelasan dan

keterangan terkait keperluan penelitian.

6. Edhi widodo selaku salah satu Arkeolog di Kantor BP3 Trowulan yang

meberikan penjelasan dan keterangan terkait keperluan penelitian.

7. Supriyadi Selaku Budayawan dan pengrajin cor kuningan di daerah

Trowulan, Mojokerto, Ibu Ernawati dan Ibu Hj. Heni Yunina Selaku

pengrajin batik kota dan kabupaten Mojokerto, Toko Batik Majapahit,

Rendi Wibowo, Dimas Dading Kalbuadi selaku informan yang

memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan terkait penelitian

yang dilakukan.

8. Segenap Dosen dan staff Kriya Seni/ Tekstil yang selama ini telah

memberikan pengajaran dan dukungan kepada penulis di dalam

mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan. Serta bapak Abdul

Asngadi selaku bagian Administrasi di jurusan Kriya Seni / Tekstil

yang selama ini juga telah banyak membantu dan mendukung

kelancaran penulis di dalam masa pendidikan di bangku perkuliahan

selama ini.

9. Alfin Layindra, Ihtisham Ali Hazara, selaku figur yang menginspirasi,

memotivasi dan mensuport, serta Ika Utami Putri, Ratna Normalita

Sari, Vinta Artistiyana R.N , Usman Soelaeman, Puput Rohmadi serta

seluruh angkatan Jurusan Kriya Seni / Tekstil terutama angkatan

(9)
(10)

commit to user

A. Lingkungan Sosial Budaya Mojokerto ... 23

B. Menelurusi Jejak Batik Majapahit ... 32

d. Peninggalan-peninggalan Majapahit ... 68

e. Motif Gabungan ... 82

3. Batik Majapahit sebagai Produk Budaya ... 86

BAB V PENUTUP ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran-Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar: 1 Bagan Model Analisis Interaktif ... 22

Gambar: 2 Peta Wilayah Mojokerto ... 24

Gambar: 3 Peta Situs Peninggalan Majapahit di daerah Trowulan... 25

Gambar: 4 Gambar Seragam Dinas Kabupaten Mojokerto Tahun 1993 ... 34

Gambar: 5 Kelopak Padma 1 ... 35

Gambar: 15 Relief yang menunjukkan adanya roda atau cakra pada Candi Induk Komplek Candi Penataran... 41

Gambar: 16 Gambar relief pemandangan ... 42

Gambar: 17 Relief pemandangan di Museum Trowulan ... 42

Gambar: 18 Simbol Surya Majapahit ... 43

Gambar: 19 Motif Batik Mojo produksi Batik “Negi” ... 60

Gambar: 20 Motif Batik Parang Mojo produksi Batik “Negi”. ... 61

(12)

commit to user

Gambar: 27 Surya Majapahit dari reruntuhan candi Majapahit di Trowulan .. 71

Gambar: 28 Bentuk lain dari Surya Majapahit ... 71

Gambar: 34 Gapura Candi Bajang Ratu produksi Batik “Negi”... 77

Gambar: 35 Gapura Wringin Lawang1 produksi Batik “Negi” ... 78

Gambar: 43 Motif Teratai Surya Majapahit produksi Batik “Erna” ... 85

Gambar: 44 Batik Lung Gapura produksi Batik “Erna” ... 85

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Inventarisasi corak-corak relief candi peninggalan Majapahit ... 28

Tabel 2 : Daftar pengrajin batik Kabupaten Mojokerto ... 47

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsultasi……….. ... 97

Lampiran 2 Lembar Konsultasi……….. ... 98

Lampiran 3 Surat Izin Observasi 1……….. ... 99

Lampiran 4 Surat Izin Observasi 2……….. ... 100

(15)

commit to user

xv ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji Batik Majapahit era sekarang di wilayah Mojokerto menggunakan pendekatan etnografi. Penelitian dirumuskan dalam tiga tiga pertanyaan: (1) Apa yang dimaksud dengan Batik Majapahit Era sekarang, (2) Bagaimana latar belakang sosial-budaya yang melandasi munculnya Batik Majapahit di Mojokerto pada masa sekarang? (3) Apa saja motif yang dikembangkan dalam Batik Majapahit era sekarang dan bagaimana makna yang ada di belakangnya?

Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Metode dan pendekatan tersebut untuk merekam gambaran etnografis dan menafsirkan fenomena Batik Majapahit sekarang. Lokasi penelitian di Mojokerto dengan nara sumber pengrajin batik Mojokerto yang memproduksi Batik Majapahit, arkeolog Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, budayawan, dan peneliti yang peduli pada pelestarian peninggalan Majapahit.

Hasil dari penelitian adalah sebagai berikut: (1) Batik Majapahit adalah batik yang dikerjakan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah bekas kerajaan Majapahit (Mojokerto) dan batik tersebut secara visual terinspirasi oleh peninggalan-peninggalan hasil dari kebudayaan Majapahit. Batik Majapahit ini masih dalam proses membentuk dirinya dalam arti masih dalam proses membentuk identitas, mencari ciri khas. (2) Latar belakang sosial-budaya munculnya Batik Majapahit di Mojokerto adalah dorongan maupun keinginan melestarikan warisan kebudayaan nenek moyang yang telah mencapai puncak peradabannya di masa kerajaan Majapahit. (3) Ragam motif Batik Majapahit era sekarang mulai dari motif tumbuhan seperti Bunga Matahari, Buah Mojo, Parang Mojo. Motif dari lingkungan alam seperti Lerek Kali. Motif binatang yaitu Alas Mojopahit, Batik Wader Segaran, serta Sisik Geringsing. Dan yang lebih menarik, motif dari peninggalan kebudayaan Majapahit seperti simbol Majapahit berupa ornamen berbentuk Surya Majapahit, patung yang menginspirasi kawung, serta percandian yang menhasilkan motif-motif batik candi seperti candi Brahu, Candi Tikus, Batik Gapura Bajang Ratu, Wringin Lawang, Perahu Layar yang terinspirasi oleh relief. Ada juga motif Kepeng Cina, Satrio Manah, Mahkota Majapahit yang merupakan benda-benda peninggalan Majapahit dan motif gabungan seperti Carang Tabir Surya, Teratai Surya Majapahit dan Lung Gapura Maja. Lewat visual motif yang diterapkan pada Batik Majapahit ingin mengkomunikasikan makna dan juga ingin mengingatkan kembali akan kebesaran peradaban yang telah dicapai Majapahit.

(16)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengakuan United Nation Educational Scientific and Cultural Organization

(UNESCO) untuk batik Indonesia sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya

lisan dan non bendawai (Masterpieces of the Oral and Intangible Cultural

Heritage of Humanity) semakin mengukukuhkan batik sebagai bagian yang tak

terpisahkan dari sejarah kebudayaan Indonesia. Sejak pengakuan ini

daerah-daerah penghasil batik di Indonesia seperti menemukan momentum yang tepat

untuk mengembangkan potensi batik yang dimilikinya. Sedangkan daerah yang

masih dalam tahap menggali potensi batik berusaha mengembangkan batik yang

berciri khas daerah mereka dan berusaha memunculkan kreasi baru produk batik.

Salah satu batik yang berusaha dikembangkan dan digali kekayaannya adalah

Batik Majapahit di daerah Mojokerto, Jawa Timur. Meski Batik Majapahit sempat

tenggelam dan hampir dilupakan. Saat ini, batik Majapahit mulai bergeliat lagi

dan semakin banyak perajin batik yang melestarikannya(Kompas, 8/1/2012).

Batik Majapahit sendiri sampai sekarang belum banyak ditulis dan dikaji

secara mendalam meski banyak bukti-bukti yang mengarah pada keberadaan batik

Majapahit. Seperti yang dituturkan salah satu Arkeolog dan juga kepala Balai

Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur, Aris Soviyani bahwa meski

belum diketahui secara pasti sejak kapan batik masuk ke kerajaan Majapahit

namun sudah diketemukan bukti-bukti telah hadirnya batik pada masa tersebut,

(17)

commit to user

yaitu adanya arca Raden Wijaya dalam Candi Ngrimbi yang menggambarkan

sosok Raden Wijaya, raja pertama Majapahit (memerintah 1294-1309), memakai

kain bermotif kawung. Pada saat patung tersebut dibuat tidak diketahui apakah

kain tersebut sudah dikenal sebagai batik ataukah belum, hanya saja jika dilihat

pada masa sekarang ornamen kawung pada patung tersebut adalah ornamen batik

motif kawung.

Batik Majapahit adalah batik yang berada di kisaran wilayah petilasan

kerajaan Majapahit, yang sekarang bertepat di daerah Trowulan, Mojokerto, Jawa

Timur. Batik Majapahit mempunyai akar sejarah yang panjang yang terkait erat

dengan sejarah peradaban Majapahit. Seperti banyak tertulis dalam buku sejarah,

Majapahit adalah ikon peradaban Jawa yang tidak hanya meninggalkan

konsep-konsep politik dan kenegaraan (Slamet, 2005) namun juga banyak meninggalkan

beragam seni dan budaya, termasuk gambar-gambar pada kain yang jika ditelusuri

jejaknya bisa mengarah pada keberadaan batik (Holt, 2000; Sanento, 2001). Dari

peninggalan-peninggalan ini, meski masih samar, kemungkinan besar masyarakat

Majapahit sudah mengenal tradisi membatik (banyak ragam hiasan pada arca

tersebut yang memperlihatkan motif-motif layaknya batik) walaupun tidak ada

bukti sejarah yang menjelaskan secara nyata.

Tradisi Batik Majapahit menjadi tonggak penting di bidang penciptaan

batik. Seperti yang ditulis Yusak dan Anshori (2011) seiring dengan keruntuhan

kerajaan Majapahit maka banyak dari para pembatik keraton Majapahit yang

meninggalkan wilayah Majapahit menyebar dan hidup di pusat-pusat perdagangan

(18)

commit to user

panjang, namun sampai sekarang batik Majapahit belum dikenal secara luas. Batik

Majapahit tidak begitu populer di kalangan masyarakat umum dibandingkan

dengan batik klasik yang bersumber pada perkembangan kerajaan Mataram

(Surakarta dan Jogjakarta). Hal ini dikarenakan belum adanya penelitian dan

pengembangan yang memadai tentang Batik Majapahit. Penelitian-penelitian yang

berkaitan dengan Majapahit lebih banyak dipusatkan pada

peninggalan-peninggalan monumental: candi, makam, tempat pemandian, dan hunian pada

abad ke 14-15 (Miksic, 2002). Padahal, dari survei dan penggalian arkeologis juga

menemukan sisa-sisa kegiatan kerajinan berujud arca, gerabah, terakota, dan

patung-patung kecil yang jika ditelisik lebih jauh bisa mengarahkan pada

keberadaan tradisi batik Majapahit.

Berdasarkan penggalan-penggalan fakta di atas, penelitian ini akan

mengkaji lebih dalam keberadaan Batik Majapahit di wilayah Mojokerto pada era

sekarang. Batik Majapahit akan dikaji dengan pendekatan etnografi, yakni model

penelitian antropologi yang mendeskripsikan kebudayaan sebagaimana adanya.

Seperti yang ditulis Suwardi, pendekatan etnografi berupaya mempelajari

peristiwa budaya yang menyajikan pandangan hidup subyek yang diteliti sebagai

pelaku budaya sehingga si peneliti akan banyak belajar dari pemilik kebudayaan

dan sangat respek pada cara mereka belajar tentang budaya (Suwardi, 2003).

Dengan pendekatan etnografi, batik Majapahit diletakkan sebagai suatu produk

kebudayaan di mana keberadaan batik tersebut tersebut tidak muncul begitu saja,

(19)

commit to user

Penelitian Batik Majapahit dengan perspektif etnografi menjadi penting

mengingat Batik Majapahit berada dalam pusaran kekayaan lingkungan material

kebudayaan warisan Majapahit yang begitu kaya. Batik Majapahit akan menjadi

investasi modal budaya. Hal tersebut jika dikelola dengan baik akan menjadi basis

penciptaan kreatif di mana ekspresi kreatif, demikian menurut Smiers (2009),

menjadi komoditas paling berharga di abad ke-21 ini.

B. Rumusan Masalah

Mempertimbangkan permasalahan di atas maka penelitian ini dirumuskan

dalam tiga pertanyaan mendasar yang terkait dengan Batik Majapahit, sebagai

berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Batik Majapahit Era Sekarang?

2. Bagaimana latar belakang sosial-budaya yang melandasi munculnya

Batik Majapahit di Mojokerto pada masa sekarang?

3. Apa saja motif yang dikembangkan dalam Batik Majapahit era

(20)

commit to user

C. Tujuan

1. Memberi penjelasan apa yang dimaksud dengan Batik Majapahit Era

Sekarang.

2. Memberikan penjelasan mengenai latar belakang sosial budaya yang

melandasi munculnya Batik Majapahit di Mojokerto pada masa

sekarang.

3. Memberikan penjelasan perkembangan Batik Majapahit pada saat ini.

Sehingga memberi sedikit penjelasan juga mengenai sebab munculnya

beberapa motif batif tersebut. Serta memberi pengetahuan mengenai

apa saja ragam motif yang termasuk dalam batik Majapahit di

Mojokerto pada masa sekarang ini.

D. Manfaat

Dari hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Keilmuan

Memberikan sumbangan pengetahuan bagi bidang ilmu seni rupa,

khususnya Kriya Seni/Tekstil, untuk selanjutnya dapat digunakan

dalam kajian yang lebih mendalam.

2. Pihak Terkait

Memberikan masukan mengenai analisa perkembangan batik

Majapahit pada saat ini serta membantu pemerintahan Mojokerto dan

para pelaku batik Majapahit agar batik tersebut dapat dikenal secara

(21)

commit to user

3. Masyarakat

Memberikan informasi mengenai perkembangan Batik Majapahit di

Mojokerto pada masa kini bagi masyarakat setempat dan seluruh

masyarakat negeri ini sehingga memberikan tambahan keberagaman

warna dunia batik Indonesia.

4. Penulis

Memberikan informasi mengenai perkembangan Batik Majapahit pada

saat ini dan mengulasnya secara mendalam, selain sabagai kajian

pemenuhan syarat untuk mata kuliah Skripsi sebagai study akhir dalam

jenjang perkuliahan juga untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai

perbendaharaan informasi.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini mengacu pada panduan penulisan skripsi

Jurusan Kriya Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS. Penulisan skripsi

dibagi menjadi lima Bab, yakni:

Bab I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, dan

manfaat.

Bab II berisi Kajian Pustaka yang menguraikan landasan teoritik yang

dipakai dalam skripsi juga berisi kerangka Teori yakni ancangan teori

yang akan dipakai sebagai acuan di dalam menentukan metode

penelitian yang dipakai, menganalisa permasalahan, juga sebagai

(22)

commit to user

Bab III Metode Penelitian menjelaskan metode yang dipakai dalam

pengumpulan data, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan

data, teknik cuplikan, validitas data, dan teknik analisa data.

Bab IV berisi hasil pengumpulan data dan sajian data yang disajikan

dalam sebuah diskripsi yang berisi penjelasan lingkungan sosial-budaya

Batik Majapahit, penelusuran jejak Batik Majapahit, potensi pengrajin

batik Mojokertoyang mengembangkan Batik Majapahit, dan mengkaji

batik Majapahit era sekarang dengan menelusuri motif-motifnya.

(23)

commit to user

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Batik adalah sehelai wastra yang dibuat secara tradisional dengan

beragam hias pola batik tertentu yang pembuatannya menggunakan teknik celup

rintang dengan menggunakan malam atau lilin batik sebagai bahan perintang

warna. Suatu wastra dapat disebut batik bila mengandung dua unsur pokok yakni

teknik celup rintang yang menggunakan lilin sebagai perintang warna dan pola

yang beragam hias khas batik (Santosa, 2002: 10). Sedang menurut Kalinggo,

batik merupakan suatu hasil dari proses yang penjang mulai dari melukis motif

hingga pada tahap akhir proses babaran dan yang menjadi ciri utama dari batik

adalah di dalam proses tersebut menggunakan bahan utama berupa mori, malam

(lilin), dan pewarna (Kalinggo, 2002: 2).

Di Indonesia batik tidak sekadar produk kain bermotif, tetapi lebih

daripada itu. Batik menempati tempat khusus dalam dunia tekstil. Tidak ada kain

yang menempati kedudukan khusus dalam kebudayaan seperti batik yang berisi

begitu banyak simbol dan sarat makna baik dalam filosofi warna itu sendiri dan

desain, dalam cara batik dibuat, bagaimana batik mengekspresikan jiwa dari

orang-orang yang membuat dan memakainya, maupun nilai-nilai yang menjadi

bagian dari peninggalan warisan budaya (Kerlogue, 2004: 1). Maka tidak salah

jika batik menjadi salah satu produk budaya yang dianggap sebagai karya lokal

genius bangsa Indonesia yang telah mendunia. Harkat dan martabat batik dipuji

oleh Grolier Encyclopedia sebagai “world famous” dan mendapat apresiasi yang

(24)

commit to user

sangat tinggi bahkan ditempatkan pada tataran seni luhung (Sudjoko, 1998:

216-217).

Sebagai teknik menghias kain sebenarnya batik bukan hanya ada di

Indonesia. Hampir di seluruh belahan dunia mengenal teknik celup rintang ala

batik. Namun, dunia mengakui bahwa batik Indonesia, lebih khusus Jawa, yang

paling halus karena memiliki corak ragam hias paling kaya, teknik pewarnaan

paling berkembang, dan teknik pembuatan paling sempurna dibandingkan batik

dari daerah lain (Ninuk, 2000: 234). Dan, sudah sejak lama, beratus-ratus tahun

silam batik telah menarik perhatian para peneliti asing seperti Raffles yang tertarik

pada batik dengan mengulas secara terperinci proses batik yang kemudian ia

tuliskan dalam bukunya yang sangat monumental “History of Java” Vol 1. Dalam

buku tersebut Raffles menjelaskan teknik pembuatan batik dari proses pencelupan

warna dasar, pemberian lilin batik sebagai perintang warna dengan menggunakan

canting, dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membuat kain batik (Raffles,

1978:168-170).

Dari penjelasan Raffles dapat diketahui bahwa penggunaan malam atau

lilin membedakan batik yang sekarang dikenal dengan bentuk awal batik. Malam

yang dipanaskan hingga mencair memberi peluang untuk menghasilkan beragam

motif yang akan dibuat. Sebelum penggunaan malam untuk menahan warna, di

Indonesia sudah dikenal “batik” dengan teknik lebih sederhana. Contoh dari

teknik “batik” sederhana misalnya kain simbut di Banten dan kain sarita dan maa

dari Toraja, Sulawesi Selatan. Pada kain simbut sebagai perintang warna dipakai

(25)

commit to user

proses yang lebih tua daripada pemalaman pada batik. Corak-corak kain simbut

sangat sederhana, sesuai dengan peralatan yang dipakai, yaitu semacam kuas dari

buluh kecil dan untuk mewarnai keseluruhan kain digunakan kuas dari sabut

kelapa (Biranul dkk, 1997: 15-16).

Di samping kecanggihan teknik batik, para ahli dan peneliti juga tertarik

dengan sejarah munculnya batik, penyebaran, dan perkembangannya. Dari sisi

munculnya batik Antropolog Rens Heringa menyebutkan, meskipun bukti tertulis

atupun bukti fisik tentang perkembangan batik pada masa awal belum ditemukan,

mitos paling awal tentang batik sudah ada sekitar tahun 700 M. Mitos tersebut

menyebutkan bahwa Pangeran dari pantai timur Jenggala dekat Surabaya bernama

Lembu Amiluhur mempunyai seorang istri bernama Lembu Amiluhur (seorang

putri bangsawan dari Coromandel, India) dan bersama dengan para dayangnya

yang beragama Hindu telah mengajarkan menenun, membatik, dan mewarnai kain

kepada orang-orang Jawa (Ninuk, 2000; Yusak dan Adi, 2011). Bukti tertulis

Kemunculan dan perkembangan batik banyak dikaitkan dengan

keberadaan kerajaan atau keraton di Jawa. Hal ini karena, seperti yang ditulis

(26)

commit to user

ditemukan di daerah mana pun di Nusantara (Lombard, 1996:193). Maka tidak

aneh jika batik selalu dikaitkan dengan kerajaan Jawa. Keraton atau istana tempat

para raja Jawa bertahta adalah pusat kegiatan serta penyebaran kebudayaan dan

raja mempunyai hak-hak istimewa dalam pembinaan kesenian (Edi Sedyawati,

2006: 221). Keraton inilah yang senantiasa memelihara, mengembangkan, dan

menyantuni berbagai kegiatan kesenian dan kebudayaan pada masa silam,

termasuk di dalamnya batik. Atau dengan kata lain keraton menjadi pelindung

(patronage) batik. Batik-batik terbaik dihasilkan para artisan batik untuk raja

sebagian karena wujud pengadian si seniman batik kepada Yang Maha Pencipta

(Ninuk, 2000: 237).

Sumbangan keraton terhadap perkembangan batik bisa dilihat pada

penghalusan ragam hias sesuai dengan tradisi keraton dan nulai-nilai dalam

membatik yang dikaitkan dengan proses pencapaian kemurnian serta kemuliaan

dalam rangka mengabdi dan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Mahakuasa.

Melalui ini batik terwujudkan dalam ungkapan warna dan ragam hias yang halus

(Biranul, 1997: 56-64).

Keraton yang selalu menjadi rujukan batik sampai saat ini adalah

Keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran, Keraton Yogyakarta, Pura Pakualaman,

Keraton Cirebon, dan Keraton Sumenep. Keraton-keraton tersebut, terutama

Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta, meninggalkan jejak-jejak pengaruh

batik ke daerah-daerah di luar keraton dan juga menghasilkan produk batik yang

(27)

commit to user

Salah satu keraton atau kerajaan besar yang jarang disebut atau bahkan

“dilupakan” dalam perkembangan batik adalah Majapahit. Padahal, dari bukti

sejarah dan bukti tertulis dapat ditelusuri keberadaan batik Majapahit. Misalnya

dari kitab Pararaton di mana batik telah disebut-sebut sebagai bahan sandang dan

menyinggung motif gringsing dan ceplok sebagai motif hias batik. Jejak batik

Majapahit juga dapat dilihat pada relief-relief candi seperti relief cerita Panji atau

Ramayana yang menggambarkan adanya penggunaan kain batik dan kebaya yang

dikenakan oleh para wanita juga pada patung-patung perwujudan raja dan

permaisuri raja hasil karya seni patung Majapahit, batik sebagai busana istana

sudah dilukiskan (Wiyoso, 2008). Begitu juga patung perwujudan Raja Kartajasa

(Hayam Wuruk), raja pertama Majapahit, yang digambarkan sudah memakai kain

dengan hiasan motif kawung, suatu motif hasil dari mengolah garis lengkung yang

sulit diwujudkan jika menggunakan alat tenun. Dari patung tersebut sangat

mungkin masyarakat Majapahit telah menggunakan kain batik sebagai bahan

sandang (Supartono, 2002: 88).

Keyakinan bahwa batik lebih dahulu muncul di Jawa Timur diperkuat

catatan GP Rouffaer yang menyatakan bahwa teknik membatik ini telah

diperkenalkan di Jawa sekitar Abad ke-6 atau 7 dari pedagang India dan Sri Lanka

(Lombard, 1996:193). Rouffaer juga melaporkan bahwa motif gringsing sudah

dikenal pada abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Sumber lain yang lebih tua dari

Jawa Timur, di Candi Penataran Blitar yang dibangun tahun 1194 oleh Raja

Crnga (Syrenggra) pada reliefnya menggambarkan tokoh yang menggunakan kain

(28)

commit to user

dikenakan oleh Pradjnaparamita, patung Budha dewi kebijaksanaan dari Jawa

Timur sekitar abad ke-13 Masehi menunjukkan pola bunga rumit yang mirip

dengan yang ditemukan pada batik Jawa tradisonal. Begitu juga dengan penemuan

arca dalam Candi Ngrimbi dekat Jombang yang menggambarkan sosok Raden

Wijaya, raja pertama Majapahit, memakai kain batik bermotif kawung

(Hasanudin. 2001: 14-15). Keberadaan batik Majapahit lebih dahulu dari pada

batik Surakarta dan Yogyakarta dinyatakan oleh Veldhuisen bahwa Kerajaan

Mataram menyatakan diri mewarisi budaya kerajaan Majapahit dan melanjutkan

perkembangannya (Veldhuisen, 1993: 19). Begitu juga menurut Kalinggo dalam

buku Bathik Sebagai Busana Dalam Tatanan dan Tuntunan, menyatakan bahwa

jika dirunut dari sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa, Keraton Surakarta masih

mempunyai pertalian darah dengan Kerajaan Majapahit (Kalinggo, 2002: 3).

Di era sekarang ini Batik Majapahit muncul kembali. Munculnya Batik

Majapahit dilandasi semangat untuk menggali potensi batik daerah Mojokerto dan

berusaha untuk membuat batik sebagai ciri khas daerah. Dari hasil penelitian Ken

Adhisti, salah satu alasan munculnya kembali Batik Majapahit dilatarbelakangi

untuk mengenalkan identitas kota Mojokerto yang mempunyai sejarah dan

warisan Majapahit (Ken, 2010). Munculnya batik Majapahit di Mojokerto sedikit

banyak juga membawa polemik di dalam pengembangannya yakni berbenturan

dengan pengemabnagan Batik Mojokerto yang juga ingin dimunculkan sebagai

ciri khas daerah. Seperti yang ditulis Mita (2010) dalam laporan penelitiannya

(29)

commit to user

hanya saja sumber ide banyak mengambil dari peninggalan-peninggalan kerajaan

Majapahit.

Tarik ulur dua kepentingan di atas sedikit banyak dipengaruhi oleh

bagaimana seni membatik di Mojokerto justru berangkat dari berkembangnya seni

kerajinan di wilayah ini. Pembatik Mojokerto sendiri banyak yang tidak tahu

apakah batik yang mereka kerjakan itu adalah asli digali dari Mojokerto atau

justru motif-motif yang biasa mereka kerjakan itu berdasarkan pesanan konsumen

sejak bertahun-tahun yang lalu. Oleh karenya sulit mengetahui asal-usul motif

yang berkembang dan populer di Mojokerto saat ini. Masalah ini bukan hanya

terjadi di Mojokerto saja, tetapi juga merupakan kendala yang dihadapi di daerah

lain (Yusak dan Adi, 2011).

Bertahannya pengrajin Batik Majapahit mengerjakan motif-motif yang

dianggap khas Majapahit memberi gambaran bagaimana tradisi Batik Majapahit

bertahan di tengah arus kebudayaan kontemporer. Sederet motif yang

dikembangkan seperti Gedheg Rubuh, Mrico Bolong, Gringsing, Surya

Majapahit, Bunga Matahari, Koro renteng, Rawan Inggek, Bunga Sepatu,

Kawung Cemprot, dan Pring Sedapur memberi gambaran bagaimana pergulatan

kreativitas dalam batik dengan identitas daerah. Seperti diketahui masing-masing

wilayah sentra batik biasanya memiliki ciri khas tertentu baik dari segi motif,

goresan canting, warna yang dipakai, serta gaya motif yang itu semua bisa jadi

(30)

commit to user

berulang-ulang. Hasil dari proses ini menjadi ciri khas batik daerah, menjadi

kearifan lokal.

Kerangka Pikir

Untuk menjawab penelitian ini, maka rancangan teori atau kerangka pikir

yang dipakai dengan melihat Batik Majapahit sebagai representasi budaya dari

masyarakat pendukungnya, yakni masyarakat Mojokerto. Konsep representasi ini

menjadi penting dalam kajian budaya karena representasi menghubungkan makna

dan bahasa dengan budaya (Hall, 1997: 15-21). Dengan mengacu pada Hall, maka

Batik Majapahit yang diteliti bukan sekadar sebagai produk estetis semata, tetapi

Batik Majapahit dilihat sebagai teks budaya, sebagai representasi dari individu

atau komunitas yang membawa pesan-pesan dan makna tertentu. Dengan cara

pandang ini Batik Majapahit sebagai suatu fenomena kesenian dilihat sebagai

sebuah teks. Sebagai sebuah teks, demikian menurut Heddy, maka fenomena seni

tersebut dapat dibaca dan kemudian ditafsirkan (Heddy, 2000: 402).

Mempertimbangkan batik Majapahit sebagai teks maka ancangan teori

yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan etnografi di mana

pendekatan ini memandang artefak, dalam hal ini batik Majapahit, dari kacamata

manusia dengan menyoroti aspek-aspek budayanya. Etnografi sendiri merupakan

bagian dari kajian antropologi yang secara holistik mendiskripsikan kebudayaan

suatu masyarakat yang tujuan utamanya adalah memahami suatu pandangan hidup

dari sudut pandang penduduk asli atau masyarakat yang diteliti (Spradley, 1997;

(31)

commit to user

masyarakat yang diteliti dengan diberi ruang untuk berbicara (Barrett, 1996:29).

Hal ini sejalan dengan pengertian istilah Etnografi yang berasal dari kata ethno

(bangsa) dan graphy yang berarti menguraikan atau menggambarkan (Suwardi,

2003:50).

Lewat kajian etnografi maka batik Majapahit akan dikaji dari sisi

kebudayaan masyarakt pendukungnya, masyarakat Mojokerto. Sedang

kebudayaan menurut A.L. Kroeber dan C. Kluchkohn, seperti yang dikutip Hari

Poerwanto (2005), adalah keseluruhan pola-pola tingkah laku dan pola-pola

bertingkah laku, baik eksplisit maupun implisit, yang diperoleh dan diturunkan

melalui simbol, yang akhirinya mampu membentuk sesuatu yang khas dari

kelompok-kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda-benda

materi. Selain itu, C. Kluchkohn juga mengatakan bahwa dalam setiap

kebudayaan manusia juga terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sifatnya

universal; meliputi sistem organisasi sosial, sistem mata pencaharian hidup, sistem

teknologi, sistem pengetahuan, kesenian, bahasa, dan religi. Lebih lanjut

dijelaskan pula bahwa setiap unusur-unsur kebudayaan, misalnya kesenian, pada

hakekatnya juga mengandung tiga wujud kebudayaan, yaitu sistem budaya, sistem

sosial, dan artefak (Hari, 2005: 53).

Dalam arus pusaran kebudayaan di atas, Batik Majapahit dengan

masyarakat pendukungnya tidak lagi dipandang sebagai karya batik yang kalah

dengan batik-batik klasik yang lebih kuat pengaruhnya. Namun, batik Majapahit

(32)

aturan-commit to user

aturannya sendiri di dalam kebudayaan yang melingkupinya. Dengan pemahaman

demikian, akan dapat menyingkap bagaimana masyarakat atau pengrajin Batik

Majapahit memaknai kebudayaan mereka sendiri yang mereka presentasikan

dalam seluruh proses Batik Majapahit atau dengan kata lain seperti yang ditulis

Spradley, kajian etnografi tidak hanya melihat berbagai artefak dan objek, tetapi

lebih daripada itu ia menyelidiki makna yang diberikan oleh orang-orang terhadap

berbagai artefak atau objek tersebut (Spradley, 1997: 6).

Pendekatan etnografi yang dipakai dalam penelitian dapat mengeksplorasi

bagaimana batik Majapahit sebagai produk budaya adalah saling berkaitan dengan

makna yang berhubungan dengan relasi sosial, praktek dan

pengalaman-pengalaman masyarakat pendukungnya. Seperti yang dituliskan Heddy, salah satu

pendekatan dalam antropologi seni yang sering dipakai dalam mengkaji fenomena

kesenian adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan ini untuk memahami

fenomena kesenian secara holistik atau menyeluruh agar si pengkaji seni atau

peneliti dapat melihat kesenian menjadi lebih komprehensif, lebih utuh. Melalui

pendekatan semacam ini dapat mengetahui bahwa proses-proses kreatif dalam

simbolisasi ide dan perasaan ke dalam berbagai bentuk kesenian tidak dapat lepas

dari konteks sosial dan budaya tempat individu berada dan dibesarkan (Heddy,

(33)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

Berdasarkan kerangka pikir etnografi maka metode penelitian yang dipakai

adalah metode penelitian kwalitatif. Metode penelitian disini yang dimaksud

adalah suatu perangkat metode yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini.

Beberapa hal yang merupakan bagian dan perangkat metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

A. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan lokasi yang diperkirakan merupakan bekas kota

kerajaan Majapahit yang cukup luas, yakni di Kabupaten Dati II Mojokerto, Jawa

Timur. Mojokerto, khususnya Kecamatan Trowulan, dikelilingi oleh situs

arkeologis yang luas (meliputi kira-kira 100 kilometer persegi). Lokasi yang bisa

mengarahkan peneliti untuk menelisik jejak-jejak Batik Majapahit. Sesuai dengan

metode penelitian kualitatif dan pendekatan etnografi yang digunakan dalam

penelitian maka peneliti berusaha menjelajahi lokasi penelitian (Trowulan,

Mojokerto Kota, dan Kabupaten Mojokerto) untuk mengumpulkan data secara

langsung dan mengarahkan kajian pada objek menurut apa adanya (alami). Pilihan

(34)

commit to user

B. Sumber Data

Jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Informan

Informan dalam penelitian ini terdiri dari beragam individu di mana

masing-masing informan memiliki beragam kedudukan. Kedudukan yang

beragam tersebut mengakibatkan adanya perbedaan macam akses dan

kelengkapan mengenai berbagai informasi yang bisa diperoleh dan dimiliki (H.B.

Sutopo, 2002: 51). Informan dalam penelitian ini antara lain:

Arkeolog dari kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa

Timur di Trowulan yakni Aris Soviany dan Edi Widodo.

Perajin batik dan pemilik usaha Batik Majapahit yang ada di Mojokerto,

terutama Ibu Ernawati, pengrajin batik sekaligus pemilik “Batik Erna

Surodinawan” dan Ibu Heni pemilik usaha Batik Negi.

Tokoh masyarakat dalam hal ini budayawan penggiat kesenian di

Trowulan, yakni Supriyadi.

Narasumber lain yang pernah meneliti atau peduli terhadap kesenian

Majapahit.

2. Artefak

Dalam setiap peristiwa pasti terdapat benda atau artefak yang ikut

berperan di dalamnya. Benda atau artefak tersebut bisa menjadi sumber data

penting untuk dimanfaatkan dalam penelitian (Sutopo, 2002: 53). Benda atau

artefak yang dijadikan sumber data pada penelitian ini adalah produk Batik

(35)

commit to user

Majapahit dengan beragam tampilan visual motifnya. Penelitian ini juga

memanfaatkan artefak-artefak hasil penggalian para arkeolog di situs Trowulan,

keberadaan candi peninggalan Majapahit, dan relief-relief yang bisa mendukung

penelitian.

3. Arsip dan Dokumen

Arsip dan dokumen yang dikumpulkan adalah berasal dari perusahaan

rumahan Batik Majapahit, arsip pribadi perajin Batik Majapahit yang diperoleh

dari observasi tempat dan peristiwa, dan orang-orang atau institusi yang berkaitan

dengan Batik Majapahit.

4. Tempat dan Peristiwa

Data yang diperlukan untuk penelitian bisa digali lewat sumber lokasinya,

baik tempat kegiatan maupun lingkungannya. Dari pengamatan pada peristiwa

atau aktivitas akan diketahui bagaimana proses sesuatu terjadi secara lebih pasti

karena menyaksikan sendiri secara langsung (Sutopo, 2002: 52). Tempat dan

peristiwa utama yang akan dijadikan sumber data adalah sentra Batik Majapahit di

Mojokerto, Jawa Timur.

C. Teknik pengumpulan data

Sesuai dengan penelitian kualitatif dan jenis sumber data yang akan

digunakan, maka teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

(36)

commit to user

formal dan nonformal untuk mengamati peristiwa, kegiatan atau hal-hal yang

menyangkut proses produksi Batik Majapahit, dan peristiwa budaya yang

melatarbelakangi batik Majapahit. Observasi ini dilakukan untuk mengumpulkan

data-data yang terlihat atau teramati. Sedang teknik mengumpulkan data yang “tak

terlihat” dilakukan dengan wawancara. Wawancara dilakukan secara longgar

karena sifatnya berhadapan dengan masyarakat secara lngsung (sesuai dengan

pendekatan etnografi). Pertanyaan yang diajukan bersifat sederhana hingga

menggarah kepada yang sifatnya mendalam. Dalam penelitian ini menggunakan

teknik wawancara mendalam (indepth interviewing). Karena kendala jarak

wawancara jika dirasa perlu juga dilakukan lewat telepon dan lewat email.

D. Teknik Cuplikan

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif

maka teknik pengambilan sample atau cuplikan menggunakan pertimbangan

berdasarkan konsep-konsep teoritis peneliti, keingintahuan peneliti, karakteristik

empiris, dan lain-lainnya. Untuk itu penelitian ini memakai teknik cuplikan yang

bersifat selektif. Dalam penelitian ini dipilih informan yang benar-benar memiliki

keterlibatan secara langsung dan yang mengerti permasalahannya secara nyata

dalam masalah Batik Majapahit. Informan yang dipilih memiliki banyak

pengalaman tentang kancah penelitian dan secara sukarela menjadi anggota

peneliti non-formal, yang akan memberikan pandangan dari segi orang dalam

nilai-nilai yang terkandung dalam objek penelitian. Dengan cara tersebut akan

(37)

commit to user

selection (Sutopo, 2002: 56). Kadang-kadang putusan yang diambil dengan dasar

menggunakan pikiran yang muncul sesaat tentang apa yang dipelajari, dengan

siapa yang akan diajak bicara, dan kapan saat yang paling tepat untuk

melaksanakan observasi.

E. Validitas Data

Untuk menjamin validitas data yang diperoleh dari penelitian ini, maka

usaha peningkatan validitas data dilakukan dengan triangulasi data. Dengan

demikian, pengumpulan data yang sejenis menggunakan sumber data yang

berlainan dan tersedia sehingga kebenaran yang satu akan dapat teruji sumber data

yang lain atau saling melengkapi. Untuk validatas data digunakan dua teknik

validitas seperti yang ditulis H.B. Sutopo (2002: 78-82), yakni: (1) Trianggulasi

data (sumber) yaitu mengumpulkan data sejenis dari beberapa, misalnya mengenai

kegiatan program digali dari sumber data yang berupa informan, arsip dan

peristiwa, demikian juga data kegiatan keterlibatan. (2) Trianggulasi peneliti, yaitu

mendiskusikan data yang diperoleh dengan beberapa anggota peneliti yang

terlibat, dalam hal ini penulis mendiskusikannya dengan Pembimbing I dan

Pembimbing II.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

(38)

commit to user

103). Pengumpulan data dan analisis dilakukan melalui pembuatan catatan

lapangan dan pemberian kode-kode, dalam hal ini berkaitan pada Bab IV yang

menerapkan teknik catatan kaki (Muhammad dan Fauzan, 2012: 83). Teknik

analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif

(Sutopo, 2002: 91). Dalam model analisis ini peneliti bergerak di dalam

komponen analisis, yaitu reduksi data (data reduction), sajian data (data display),

dan penarikan kesimpulan atau verifikasi, sedangkan aktivitasnya dilakukan

dalam bentuk inetraktif dengan proses pengumpulan datanya sebagai proses

siklus. Jadi, dalam bentuk ini peneliti akan bergerak di antara emapat komponen

(termasuk komponen pengumpulan data), selama proses pengumpulan data waktu

penelitian ini berlangsung. Setelah pengumpulan data selesai, peneliti bergerak di

dalam tiga komponen tersebut, yaitu komponen sajian data, reduksi data, dan

verifikasi.

Model Analisis Interaktif:

Gambar 1. Bagan Model Analisis Interaktif

Sumber: Sutopo (2002). Pengumpulan Data

Penarikan

Simpulan / Verifikasi

Gambar

Tabel  3 : Daftar pengrajin batik Mojokerto Kota ..........................................
Gambar 1. Bagan Model Analisis Interaktif

Referensi

Dokumen terkait

Bioremediasi lahan tercemar limbah lumpur minyak selama 42 hari menunjukkan bahwa perlakuan B2 yakni penambahan konsorsia inokulan mikroba berbasis kompos iradiasi dalam 30 %

Penelitian ini dilakukan guna mengetahui frekuensi, periode pemijahan dan produksi telur ikan kerapu tikus keterkaitannya dengan jumlah induk yang digunakan pada

Pernyataan Staf memberikan layanan sesuai SOP Staf memiliki tangungjawab yang tinggi Staf memiliki kemampuan kerja yang tinggi Staf mampu memberikan layanan secara

Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan satu dan lainnya saling berhubungan. Namun hubungan tersebut ada yang sifatnya berdekatan, yang pertengahan dan ada pula yang agak jauh. Ilmu

Konawe Selatan tentang Hasil Seleksi Administrasi Caton Anggota PPK Kabupaten Konawe Selatan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Konawe Selatan Tahun 2020, maka

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat terdapat dua jenis implikatur yaitu implikatur percakapan dan implikatur konvensional, tiga sifat implikatur, yaitu

penyimpangan di bidang keuangan negara dan mampu memberikan kepada pemerintah, khususnya Pemerintah dalam kurun waktu 10 sampai dengan 30 tahun memberikan peran

Dari Gambar 1.3 juga dapat diketahui bahwa terdapat disparitas PDRB per kapita antarkabupaten/kota di Jawa Timur yang cukup tinggi selama tahun 2010- 2012, dimana Kota Kediri