• Tidak ada hasil yang ditemukan

Museum Antariksa Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Museum Antariksa Indonesia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Museum Antariksa Indonesia

Yogi Biondy

Dr. Imam Santosa, M.Sn

Program Studi Sarjana Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email: biondyogi@gmail.com

Kata Kunci : Museum, antariksa, pencapaian

Abstrak

Penggunaan teknologi antariksa sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, kemudahan telekomunikasi, penentuan arah navigasi melalui bantuan satelit, menentukan pergerakan angin dan cuaca, hingga penelitian planet dan bintang yang sangat jauh dipermudah melalui teknologi antariksa. Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi antariksa tersebut, selain memiliki keuntungan geografis, Indonesia juga memiliki potensi dari sumber daya manusia yang dimiliki. Untuk meningkatkan dan memanfaatkan potensi yang ada tetapi kurang dihargai itu, maka muncul gagasan untuk membangun Museum Antariksa Indonesia yang bertujuan meningkatkan minat masyarakat dan menjadi pemicu agar masyarakat menghargai, mengetahui dan mempelajari lebih jauh ilmu dan teknologi antariksa.

Abstract

The use of space technology is very useful for human life, the ease of telecommunications, navigation technologies through the help of satellites, to determine the movement of wind and weather, to study planets and stars in the outer space, are very much facilitated by the space technology. Indonesia has great potential in the development and utilization of space technology, not only the geographical advantage, Indonesia also has the potential of human resources. To enhance and exploit the potential that Indonesia has but less appreciated, then came the idea to build the Space Museum of Indonesia that aims to increase interest and becomes a trigger to make people appreciate, know and learn more about space science and space technology.

1. Pendahuluan

Sejak dahulu manusia memiliki beragam pertanyaan mengenai langit, antariksa, planet, bintang dan galaksi. Didasari oleh pertanyaan-pertanyaan tersebut dan rasa ingin tahu yang dimiliki oleh manusia, maka manusia melakukan berbagai penelitian dan penyelidikan mengenai langit dan antariksa. Penelitian dan penyelidikan atas langit dan antariksa merupakan ilmu astronomi, lebih jelasnya merupakan ilmu yang melibatkan pengamatan benda-benda langit serta fenomena alam yang terjadi di antariksa.

Dengan Astronomi kita dapat mendapatkan banyak pengetahuan dari hasil pengamatan benda-benda langit. Nenek moyang kita pada zaman dahulu menggunakan astronomi untuk menentukan penanggalan, menentukan cuaca, menentukan arah perjalanan dan lain sebagainya. Pengamatan tersebut sangat sulit dilakukan pada zaman sekarang, dikarenakan meningkatnya jumlah pemukiman yang mengakibatkan berbagai polusi, terutama polusi cahaya yang mengakibatkan pengamatan langit sulit dilakukan tanpa alat bantu. Sebagai gantinya, hadirlah planetarium yang menghadirkan proyeksi video mengenai simulasi pergerakan langit dan lebih jauh lagi menghadirkan proyeksi aktivitas antariksa.

Penelitian dan penyelidikan akan langit dan antariksa tidak hanya melalui observasi jarak jauh dari permukaan bumi saja, dengan kemajuan teknologi, manusia dapat mengirimkan benda-benda seperti satelit dan teleskop angkasa untuk melakukan penelitian yang lebih jauh lagi. Selain itu juga dilakukan pengiriman manusia untuk melakukan penjelajahan langsung yang berupa eksplorasi fisik dari benda di luar bumi, contohnya bulan. Eksplorasi ini dijalani guna mendapatkan data lebih jauh mengenai benda-benda angkasa, selain itu juga untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi seperti teknologi komunikasi, pendeteksi cuaca dan lain sebagainya.

Indonesia sejauh ini belum pernah terlibat langsung dalam melakukan eksplorasi antariksa, namun sudah memiliki pengalaman dalam mengeksploitasi teknologi keantariksaan. Indonesia merupakan negara ketiga di dunia setelah AS

(2)

Jurnal Tingkat Bidang Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 2 dan Kanada yang menggunakan satelit domestik, yaitu Palapa A1 yang diluncurkan pada tahun 1976. Kemudian disusul dengan peluncuran-peluncuran satelit Palapa generasi berikutnya. Dalam teknologi peroketan Indonesia merupakan negara kedua di Asia yang berhasil meluncurkan roketnya sendiri, yaitu roket Kartika yang diluncurkan oleh LAPAN pada tahun 1964.

Sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang besar untuk pengembangan penelitian di bidang antariksa. Sekitar 13% garis khatulistiwa berada di atas wilayah Indonesia. Dengan demikian Indonesia tercatat sebagai negara pemilik garis khatulistiwa terpanjang di dunia. Hal ini membuat wilayah Indonesia sebagai tempat yang ideal untuk menjadi lokasi peluncuran roket pengangkut satelit. Peluncuran roket dari dekat garis khatulistiwa akan lebih menghemat bahan bakar roket, yang nantinya akan lebih menghemat biaya bahan bakar roket.

Namun bila diamati, astronomi serta penguasaan teknologi antariksa di Indonesia kurang memiliki peminat. Padahal sejauh ini Indonesia telah memiliki tiga buah planetarium:

 Planetarium dan Observatorium Jakarta, yang berlokasi di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta.  Planetarium Jagad Raya Tenggarong, yang berada di Tenggarong, Kalimantan Timur.

 Planetarium Surabaya, yang berlokasi di kota Surabaya, Jawa Timur.

Keberadaan planetarium tersebut dirasa masih kurang dimanfaatkan, bahkan kurang diperhatikan oleh masyarakat maupun pemerintah. Padahal planetarium memiliki potensi yang sangat besar dalam peran meningkatkan kemajuan ilmu astronomi dan pemanfaatan teknologi antariksa.

Kurangnya minat masyarakat pada bidang antariksa dan astronomi juga menyebabkan kemunduran pada penguasaan teknologi antariksa Indonesia. Selain itu kemauan politis serta dukungan pemerintah akan penelitian antariksa bisa dibilang minim sehingga minat masyarakat untuk melakukan pengembangan juga menjadi turun.

Sehingga dibutuhkan sebuah sarana untuk meningkatkan minat masyarakat untuk memperdalam ilmu astronomi dan pengembangan teknologi antariksa. Planetarium dan museum merupakan salah satu sarana yang sangat memadai untuk memberikan dorongan motivasi yang dibutuhkan untuk peningkatan minat masyarakat pada ilmu astronomi dan pengembangan teknologi. Dengan menyajikan pengetahuan kepada pengunjung mengenai latar belakang dan sejarah penelitian antariksa, berikut perkembangannya secara internasional, selain itu juga membahas pengetahuan-pengetahuan mengenai antariksa dan aktivitasnya. Di dalamnya juga terdapat sejarah dan pencapaian yang dicapai oleh Indonesia akan teknologi penelitian antariksa.

2. Proses Studi Kreatif

Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki potensi besar dalam bidang antariksa, dengan dukungan posisi Indonesia yang strategis, yaitu tepat dilewati oleh garis khatulistiwa yang merupakan posisi yang baik untuk meluncurkan roket, juga Indonesia memiliki sumber daya manusia yang mendukung. Bukan hanya dari jumlah, tetapi juga kemampuan berpikir secara matematis dan teoritis yang baik. Namun hal tersebut kurang didukung oleh fasilitas yang memadai dan dukungan pemerintah akan pengembangan teknologi keantariksaan dirasa masih kurang.

Indonesia juga telah melakukan sebanyak 18 peluncuran satelit angkasa, merupakan negara pionir yang meluncurkan satelit angkasa di daerah Asia Tenggara, merupakan negara ke tiga dari Asia. Peluncuran tersebut dilakukan pada 1976, dengan satelit Palapa A1 sebagai satelit pertama milik Indonesia. Sayangnya informasi mengenai pencapaian-pencapaian tersebut masih minim ditemukan, sehingga masyarakat kurang mengapresiasi pencapaian-pencapaian Indonesia akan teknologi antariksa.

Terdapat tiga buah planetarium di Indonesia yang tersebar di Jakarta, Kutai, Kalimantan Timur, dan Surabaya, Jawa Timur. Planetarium tertua terletak di Taman Ismail Marzuki, di Jakarta, mulai dibuka untuk umum pada tahun 1969 dan telah mengalami beberapa pengembangan diberbagai bidang. Tetapi pengembangan yang dilakukan masih memiliki kekurangan yang cukup banyak, ruang tunggu dan loket kurang menarik, sirkulasi ruangan yang kurang tertata dan membingungkan, ruang pameran yang tertutup dan kurang baik tata pamernya, dan lain sebagainya. Hal ini sangat disayangkan karena fasilitas yang bersifat edukatif ini kurang terjaga dan dioptimalkan penataannya, sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu tercapainya tujuan utama fasilitas planetarium ini, yaitu melakukan edukasi mengenai antariksa serta alam semesta.

(3)

Terdapat tiga masalah utama, yaitu kurangnya minat serta pengetahuan masyarakat akan pengetahuan dan teknologi antariksa, pencapaian Indonesia di bidang teknologi antariksa yang kurang diapresiasi, serta pemanfaatan fasilitas planetarium Jakarta yang kurang maksimal. Maka diperlukan solusi berupa satu wadah yang bersifat edukatif dan rekreatif yang menampilkan sejarah serta masa depan akan teknologi dan penelitian antariksa, dalam lingkup internasional dan nasional secara khusus, dengan melakukan pengembangan terhadap fasilitas yang telah dibangun, dalam kasus ini adalah Planetarium Jakarta. Dari semua aspek-aspek yang telah disebutkan di atas, wadah berupa museum yang dilengkapi dengan planetarium dirasa cukup baik dalam menjawab permasalahan-permasalahan tadi. Didasari oleh itu, maka diusulkan perancangan Museum Antariksa Indonesia.

Museum Antariksa Indonesia ini memiliki tujuan sebagai berikut

1. Memberikan Pengalaman dan pengetahuan mengenai ilmu antariksa dan astronomi pada masyarakat 2. Meningkatkan minat masyarakat akan pengetahuan dan teknologi di bidang antariksa dan astronomi

3. Menghargai pencapaian yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam bidang pengetahuan dan teknologi antariksa dan astronomi

4. Mendorong masyarakat untuk lebih mengenal dan melakukan penelitian mengenai ilmu dan teknologi antariksa dan astronomi

Dalam proses perancangan juga ditemui permasalahan khusus pada museum ini. Masalah yang ditemui adalah sebagai berikut :

• Minat pengunjung terhadap materi pamer • Penyampaian materi pamer

• Sirkulasi museum

• Tampilan museum kurang menarik

• Pengunjung berupa rombongan lebih dari 100 orang

Dalam usaha untuk pemecahan permasalahan khusus pada perancangan museum, maka dipilih 3 tema utama perancangan museum. Informatif, mengedepankan agar fasilitas yang dibangun dapat memberikan informasi yang mudah diterima dan diingat oleh pengunjung, selain itu diharapkan juga dapat meningkatkan minat pengunjung pada materi pamer. Inovatif, menjadikan inovasi menjadi bagian penting untuk menyampaikan informasi pada pengunjung, yang juga dimaksudkan untuk mempermudah sirkulasi dan meningkatkan tampilan museum. Dan Rekreatif, fasilitas yang dibangun selain merupakan fasilitas yang edukatif juga bersifat rekreatif bagi pengunjung agar informasi yang diberikan tidak membosankan.

Dari tiga tema desain tersebut dihasilkan satu buah konsep utama, yaitu Modern Interactive. Modern dipilih untuk menghadirkan desain yang simple namun dapat meningkatkan fokus dari pengguna ruang, selain itu konsep modern cocok dengan fasilitas yang menyajikan informasi mengenai teknologi astronomi dan antariksa. Sedangkan Interactive merupakan pencapaian dari tema desain yang bersifat informatif dan inovatif, dengan tujuan meningkatkan kemudahan dan ketertarikan pengunjung dalam menggali informasi yang ditampilkan.

Berikut merupakan beberapa gambar yang dijadikan sebagai acuan dalam perancangan Museum Antariksa Indonesia:

(4)

Jurnal Tingkat Bidang Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 4

3. Hasil Studi dan Pembahasan

Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan dihasilkan satu konsep utama yang utuh, yaitu Modern Interactive, yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Pada bagian ini akan dijelaskan lebih jauh mengenai konsep yang diambil tersebut dan hubungannya dengan proses perancangan.

Konten yang ingin ditampilkan di dalam Museum Antariksa Indonesia berupa hal-hal yang berkaitan dengan antariksa dan alam semesta. Seperti yang kita ketahui antariksa masih menyimpan banyak misteri di dalamnya, dan manusia masih melakukan penelitian untuk menggali pengetahuan dari benda-benda antariksa. Didasari oleh hal tersebut, saya mencoba untuk menghadirkan kesan gelap dan misterius yang dimiliki oleh antariksa pada perancangan Museum Antariksa Indonesia, sehingga secara tidak langsung para pengunjung dapat merasakan suasana antariksa

Gambar 2. Suasana ruang pada ruangan Museum Antariksa Indonesia

Untuk konsep bentuk, bentuk yang digunakan adalah kombinasi dari bentuk silindrikal yang mewakili benda-benda antariksa dan bentuk kaku yang mewakili teknologi pada peralatan yang digunakan manusia. Selain itu, untuk mengurangi kesan monoton di dalam bangunan museum yang berbentuk lingkaran. Dari kombinasi dan alasan tersebut di atas maka dipilih bentuk yang memiliki sudut banyak untuk diterapkan pada perancangan Museum Antariksa Indonesia.

Gambar 4.6 Konsep Bentuk

Warna-warna yang digunakan memiliki tujuan untuk memenuhi konsep utama dari fasilitas ini yaitu Modern Interactive dan juga untuk menampilkan suasana yang misterius dan menakjubkan pada ruangan. Untuk itu dipilih warna gelap yang memiliki sifat netral seperti abu-abu dan hitam pada sebagian besar ruangan untuk menghadirkan kesan misterius. Didukung dengan warna putih dan biru tua dengan penggunaan yang lebih sedikit. Kemudian untuk aksen pada ruangan digunakan warna-warna yang memiliki profil yang lebih kuat, seperti merah dan kuning. Warna aksen pada ruangan tersebut berfungsi contohnya sebagai penanda jalur pada ruang museum, selain itu juga untuk menandakan jalur evakuasi bahaya pada museum.

(5)

Warna-warna yang digunakan didsari oleh konsep utama perancangan museum, yaitu modern interactive yang dirasa kuat sebagai gambaran teknologi maju yang digunakan manusia untuk penelitian antariksa. Selain itu pemilihan warna utama didasari materi pameran yang diangkat oleh museum yaitu antariksa, yang memiliki tone warna gelap dan penuh misteri. Kemudian untuk warna aksentual yang digunakan sebagai sign system area dan display pada museum, digunakan warna-warna yang lebih terang dan kontras sehingga dapat lebih mudah menarik perhatian pengunjung museum.

Gambar 4. Material yang digunakan pada Museum Antariksa Indonesia

Selain sebagai penerangan, pencahayaan juga digunakan untuk menghadirkan suasana yang diharapkan pada ruangan yaitu misterius dan menakjubkan. Berikut adalah tabel tata pencahayaan ruangan secara umum.

Gambar 5. Pencahayaan museum secara umum

4. Kesimpulan

Teknologi dan pengetahuan akan antariksa merupakan satu hal penting untuk diketahui dan dipelajari lebih dalam, karena memiliki berbagai macam manfaat yang dapat dirasakan oleh manusia. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan teknologi dan pengetahuan antariksa maka diperlukan sebuah fasilitas yang dapat mendorong masyarakat untuk lebih tahu, serta lebih jauh lagi untuk melakukan penelitian mengenai antariksa dan teknologi yang berkaitan dengan antariksa. Diharapkan fasilitas Museum Antariksa Indonesia dapat mencapai tujuan tersebut dengan menampilkan pameran yang dapat memancing keinginan pengunjung untuk mencari lebih jauh lagi akan pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan antariksa.

Ucapan Terima Kasih

Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana Desain Interior FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Dr. Imam Santosa M.Sn.

(6)

Jurnal Tingkat Bidang Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 6

Daftar Pustaka

a. Ambrose, Timothy; Paine, Crispin. 2006. Museum Basics: Second Edition. New York: Routledge

b. Budi Yuwono, Hermash. 2002. Tugas Akhir S1, Laporan Perancangan Arsitektur: Planetarium dan Observatorium di Batu. Surabaya : Universitas Kristen Petra. http://dewey.petra.ac.id/jiunkpe_dt_1230.html

c. Cuttle, Christopher. 2007. Light for Art's Sake : Lighting for Artworks and Museum Display. Burlington : Elsevier d. The Diagram Group. 2006. Space and Astronomy: An Illustrated Guide to Science. New York: Chelsea House e. Miller, Ron. 2008. Space Exploration. Minneapolis : Twenty-First Century Books

f. M. Logsdon, John. 2009. Space Exploration. http://www.history.com/topics/space g. Neufert, Ernst. 2002. Architects' Data (3rd Edition). New Jersey : Wiley-Blackwell

Gambar

Gambar 1. Gambar-gambar yang dijadikan sebagai acuan dalam perancangan Museum Antariksa Indonesia
Gambar 4. Material yang digunakan pada Museum Antariksa Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Melihat dari grafik susut dan efisiensi yang telah dipaparkan sebelumnya, terlihat bahwa jaringan yang hanya memiliki satu jenis pelanggan saja akan memiliki susut yang

Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam proses pembuatan paving block adalah komposisi bahan baku dari paving tersebut, oleh sebab itu untuk menghindari produk yang

Aljabar max-min, yaitu himpunan semua bilangan real R dilengkapi dengan operasi max (maksimum) dan min (minimum), telah dapat digunakan dengan baik untuk memodelkan dan

Mitra karya di Desa kampung Corom Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur.. Pembimbing :

Faktor tersebut, antara lain, perlu sinergi antara semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan program multikeaksaraan, pengaturan waktu yang sesuai dengan mempertimbangkan

Lion Cachet bertindak dan mengambil keputusan dengan apriori seperti kaum wisatawan saja, dan sangat berbeda pandangannya dengan Wilhelm yang sudah bergaul bersama-sama

a) Lulusan SMU/Sederajat diberi masa dinas 0 ( nol ) tahun. b) Lulusan D-III diberi masa dinas surut 2 ( dua ) tahun. 5) Belum pernah Nikah dan sanggup tidak Nikah selama

Jika Konvensi Montreal tidak berlaku, ketentuan pengangkutan dari banyak maskapai penerbangan (termasuk Emirates, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 15.4 di atas) menentukan