PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT
(Na
2S
2O
5) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU
PATI BIJI ALPUKAT (Persea americana mill.)
SKRIPSI
OLEH :
FARIDA RAHMAN
030305040/THP
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT
(Na
2S
2O
5) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU
PATI BIJI ALPUKAT (Persea americana mill.)
SKRIPSI
OLEH :
FARIDA RAHMAN
030305040/THP
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,
Ir. Ismed Suhaidi, M. Si. Ir. Rona J. Nainggolan, SU.
Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2007
ABSTRAK
Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na2S2O5) dan Suhu Pengeringan
Terhadap Mutu Pati Biji Alpukat (Persea americana mill.)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap mutu pati biji alpukat yang dihasilkan. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor
yaitu konsentrasi natrium metabisulfit (K1 = 0 ppm, K2 = 750 ppm, K3 = 1500 ppm,
K4 = 2250 ppm, K5 = 3000 ppm) dan suhu pengeringan (S1 = 50oC, S2 = 60oC, S3 = 70oC).
Parameter yang diamati yaitu rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit, dan organoleptik warna.
Konsentrasi natrium metabisulfit berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, kadar abu, residu sulfit dan organoleptik warna, dan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air. Suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit dan organoleptik warna. Interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, kadar abu dan residu sulfit, dan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air dan organoleptik
warna. Konsentrasi natrium metabisulfit 3000 ppm dan suhu pengeringan 50oC
menghasilkan mutu pati biji alpukat yang paling baik.
Kata Kunci: Pati, Biji alpukat, Natrium metabisulfit, dan Suhu pengeringan.
ABSTRACT
THE EFFECT OF NATRIUM METABISULFITE (Na2S2O5) AND DRYING
TEMPERATURE ON THE QUALITY OF AVOCADO SEED STARCH (Persea americana mill.)
The aim of this research was to investigate the effect of Na2S2O5 and drying
temperature on the quality of avocado seed starch that produced. The research had been performed using factorial completely randomized design (CDR) with two factors, i.e.:
natrium metabisulfite concentrates (K1 = 0 ppm, K2 = 750 ppm, K3 = 1500 ppm,
K4 = 2250 ppm, K5 = 3000 ppm) and drying temperature (S1 = 50oC, S2 = 60oC,
S3 = 70
o
C). Parameters analyzed were yield, water content, ash content, sulfite residue, and organoleptic color.
Natrium metabisulfite concentrates had highly significant effect on yield, ash content, sulfite residue and organoleptic color, and had no significant effect on water content. Drying temperature had highly significant effect on yield, water content, ash content, sulfite residue, organoleptic color. The interaction of natrium metabisulfite and drying temperature had highly significant effect on yield, ash content, and sulfite residue, and had no significant effect on water content and organoleptic color. The 3000 ppm
natrium metabisulfite and the 50oC drying temperature produced the best quality of the
avocado seed starch.
RINGKASAN
FARIDA RAHMAN, “Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit
(Na2S2O5) dan Suhu Pengeringan terhadap Mutu Pati Biji Alpukat (Persea americana mill.)” yang dibimbing oleh Ir. Ismed Suhaidi, M. Si. dan
Ir. Rona J. Nainggolan, SU.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap mutu pati biji alpukat yang dihasilkan. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor dan dua ulangan, dimana faktor I adalah konsentrasi natrium metabisulfit (K) dengan 5 taraf, yaitu K1 = 0 ppm, K2 = 750 ppm, K3 = 1500 ppm, K4 = 2250 ppm, dan K5 = 3000 ppm. Faktor II yaitu suhu pengeringan (S) dengan 3 taraf, yaitu S1 = 50oC, S2 = 60oC, dan S3 = 70oC.
Pengamatan dan pengumpulan data meliputi: rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit, dan organoleptik warna.
Dari hasil analisa data secara statistik dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Rendemen (%)
Konsentrasi natrium metabisulfit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen. Rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan K5 sebesar 12,65% dan terendah diperoleh pada perlakuan K1 sebesar 11,23%.
Suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen. Rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 14,22% dan terendah diperoleh pada perlakuan S3 sebesar 8,72%.
Interaksi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengerigan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen. Rendemen tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan K1S3 sebesar 36,89% dan terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan K4S3 sebesar 7,68%.
2. Kadar Air (%)
Konsentrasi natrium metabisulfit memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K5, yaitu sebesar 6% dan terendah terdapat pada perlakuan K1, yaitu sebesar 4%.
Suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 6,80% dan terendah diperoleh pada perlakuan S3 sebesar 1,50%.
Interaksi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air. Kadar air tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan K5S1, yaitu sebesar 8,75% dan kadar air terendah terdapat pada kombinasi perlakuan K1S3, yaitu sebesar 0,75%.
3. Kadar Abu (%)
Konsentrasi natrium metabisulfit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar abu. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan K5 sebesar 1,20% dan terendah diperoleh pada perlakuan K1 dan K2 sebesar 0,27%.
Suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar abu. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan S3 sebesar 1,02% dan terendah diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 0,20%.
Interaksi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengerigan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar abu. Kadar abu tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan K5S3 sebesar 2,20% dan terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan K1S1, K1S2, K2S1, K3S1, K4S1, dan K5S1sebesar 0,20%.
4. Residu Sulfit (ppm)
Konsentrasi natrium metabisulfit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap residu sulfit. Residu sulfit tertinggi diperoleh pada perlakuan K5 sebesar 73,92 ppm dan terendah diperoleh pada perlakuan K1 sebesar 64,46 ppm.
Suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap residu sulfit. Residu sulfit tertinggi diperoleh pada perlakuan S3 sebesar 69,76 ppm dan terendah diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 68,10 ppm.
Interaksi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengerigan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap residu sulfit. Residu sulfit tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan K5S3 sebesar 73,75 ppm dan terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan K1S1 sebesar 63,83 ppm.
5. Organoleptik Warna (Skor)
Konsentrasi natrium metabisulfit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap organoleptik warna. Nilai organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan K5 sebesar 3,38 dan terendah diperoleh pada perlakuan K1 sebesar 1,73.
Suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap organoleptik warna. Nilai organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 2,76 dan terendah diperoleh pada perlakuan S3 sebesar 2,52.
Interaksi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengerigan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap organoleptik warna. Nilai organoleptik warna tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan K5S1 dan K5S2, yaitu sebesar 3,40 dan nilai organoleptik warna terendah terdapat pada kombinasi perlakuan K1S3, yaitu sebesar 1,60.
RIWAYAT HIDUP
FARIDA RAHMAN dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Nopember
1983. Anak kelima dari Bapak Mahally Harahap dan Ibu Suaida. Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara.
Tahun 1990 penulis lulus dari TK Islam Al-Azhar Kebayoran Lama Jakarta, tahun 1996 lulus dari SD Islam Al-Azhar Kebayoran Lama Jakarta, tahun 1999 lulus dari MTs. Pembangunan Syarifhidayatullah IAIN Jakarta dan pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 108 Jakarta. Pada tahun 2003 lulus seleksi masuk USU melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti kuliah penulis aktif menjadi pengurus IMTEP (Ikatan Mahasiswa Teknologi Pertanian) dan ATM (Agriculture Technology Moslem).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit
(Na2S2O5) dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Pati Biji Alpukat (Persea
americana mill.)”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ir. Ismed Suhaidi, M. Si. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Rona J. Nainggolan, SU. selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan
bimbingan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak dan mama tercinta atas segala doa dan dukungannya. Dan juga kepada teman-teman di THP (Mega, Tina, Wati, Maya, Miskah, Feronika, Idhaman, Sigit, Indra, dll) terima kasih penulis ucapkan atas dukungan dan semangat yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Nopember 2007 Penulis
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
RINGKASAN ... ii
RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 2 Kegunaan Penelitian ... 2 Hipotesis Penelitian ... 3 TINJAUAN PUSTAKA Biji Alpukat dan Komposisi Kimianya ... 4Pati ... 6
Natrium Metabisulfit (Na2S2O5) ... 9
Pengeringan ... 11
Proses Pembuatan Pati Biji Alpukat ... 13
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian ... 16Waktu dan Tempat Penelitian ... 16
Bahan Kimia ... 16
Alat Penelitian ... 16
Metode Penelitian ... 17
Model Rancangan ... 18
Pelaksanaan Penelitian... 19
Rendemen ... 20
Kadar Air ... 20
Kadar Abu ... 20
Kadar Residu Sulfit ... 21
Uji Organoleptik (Warna) ... 21
Skema Proses Penelitian... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Parameter yang Diamati ... 23
Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Parameter yang Diamati ... 24
Rendemen (%) Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Rendemen (%) ... 25
Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Rendemen (%) ... 26
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan terhadap Rendemen (%) ... 28
Kadar Air (%) Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Kadar Air (%) ... 30
Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kadar Air (%) ... 30
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan terhadap Kadar Air (%) ... 32
Kadar Abu (%) Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Kadar Abu (%) ... 32
Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kadar Abu (%) ... 34
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan terhadap Kadar Abu (%) ... 35
Residu Sulfit (ppm) Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Residu Sulfit (ppm) ... 37
Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Residu Sulfit (ppm) 39 Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan terhadap Residu Sulfit (ppm) ... 40
Organoleptik Warna (Skor) Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Organoleptik Warna (Skor) ... 42
Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Organoleptik Warna (Skor) ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 47
Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 49
DAFTAR TABEL
1. Kandungan Air, Abu, dan Total Fenol Biji Alpukat ... 5
No. Judul Hal
2. Komposisi Mineral dalam Mesocarp Alpukat (% dari Total Abu) ... 5 3. Komposisi Kimia dan Sifat-sifat Pati Biji Alpukat... 9 4. Skala Uji Hedonik ... 21 5. Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap
Parameter yang Diamati ... 23 6. Hasil Analisis Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Parameter
yang Diamati ... 24 7. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit
terhadap Rendemen (%) ... 25 8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pengeringan
terhadap Rendemen (%) ... 27 9. Uji LSR Efek Utama Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit
dan Suhu Pengeringan terhadap Rendemen (%)... 29 10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pengeringan
terhadap Kadar Air (%) ... 31 11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit
terhadap Kadar Abu (%)... 33 12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pengeringan
terhadap Kadar Abu (%)... 34 13. Uji LSR Efek Utama Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit
dan Suhu Pengeringan terhadap Kadar Abu (%) ... 36 14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit
terhadap Residu Sulfit (ppm) ... 38 15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pengeringan
17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit
terhadap Organoleptik Warna (Skor) ... 43 18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pengeringan
DAFTAR GAMBAR
1. Rumus Bangun Amilosa ... 6
No. Judul Hal
2. Rumus Bangun Amilopektin ... 6 3. Skema Pembuatan Pati Biji Alpukat ... 22 4. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Metabisulfit
dengan Rendemen ... 26 5. Grafik Hubungan Suhu Pengeringan dengan Rendemen ... 28 6. Grafik Hubungan Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit
dan Suhu Pengeringan terhadap Rendemen ... 30 7. Grafik Hubungan Suhu Pengeringan dengan Kadar Air ... 32 8. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Metabisulfit
dengan Kadar Abu ... 34 9. Grafik Hubungan Suhu Pengeringan dengan Kadar Abu ... 35 10. Grafik Hubungan Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit
dan Suhu Pengeringan terhadap Kadar Abu ... 37 11. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Metabisulfit
dengan Residu Sulfit ... 39 12. Grafik Hubungan Suhu Pengeringan dengan Residu Sulfit ... 40 13. Grafik Hubungan Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit
dan Suhu Pengeringan terhadap Residu Sulfit... 42 14. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Metabisulfit
dengan Organoleptik Warna ... 44 15. Grafik Hubungan Suhu Pengeringan dengan Organoleptik Warna ... 45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Umumnya jika mengkonsumsi buah, bagian bijinya dianggap tidak bermanfaat sehingga dibuang begitu saja. Padahal, bagian biji tersebut kalau mendapat penanganan lebih lanjut dapat menjadi zat tepung (pati) yang tidak kalah nilainya dibanding zat pati lainnya. Pati dari biji buah-buahan tersebut dapat diolah menjadi beberapa jenis makanan seperti dodol, bubur, roti, kue, dan penganan manis atau asin lainnya.
Buah alpukat mempunyai biji yang berkeping dua, sehingga masuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Kepingan ini mudah terlihat apabila kulit bijinya dilepas atau dikuliti. Kulit biji umumnya mudah lepas dari bijinya. Pada saat buah masih muda, kulit biji ini masih menempel pada daging buahnya. Bila buah telah tua, biji akan terlepas dengan sendirinya. Umumnya sifat ini dijadikan salah satu tanda kematangan buah.
Biji alpukat merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan bagi tumbuh-tumbuhan, selain buah, batang dan akar. Karbohidrat merupakan penyusun utama cadangan makanan tumbuh-tumbuhan. Adapun salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengolah biji alpukat adalah dengan mengekstrak pati dari dalam biji.
Pati adalah polimer D-glukosa dan ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuhan. Pati terdapat sebagai butiran kecil dengan berbagai ukuran dan bentuk yang khas untuk setiap spesies tumbuhan. Pati terdiri atas dua
polimer yang berlainan, senyawa rantai lurus, amilosa, dan komponen yang bercabang, amilopektin.
Masalah utama dalam ekstraksi pati biji alpukat adalah apabila biji alpukat dihancurkan menghasilkan warna coklat sehingga pati yang dihasilkan juga agak coklat. Untuk menghasilkan pati biji alpukat dengan warna putih, diperlukan perlakuan khusus pada pengolahan pati biji alpukat dengan cara perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5) agar diperoleh pati biji alpukat dengan mutu yang baik.
Berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Konsentrasi Natrium
Metabisufit (Na2S2O5) dan Suhu Pengeringan terhadap Mutu Pati Biji
Alpukat (Persea americana mill.)”.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit (Na2S2O5) dan suhu pengeringan terhadap mutu pati biji alpukat (Persea americana mill.).
Kegunaan Penelitian
- Sebagai sumber informasi dalam ekstraksi pati biji alpukat (Persea americana mill.).
- Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Hipotesis Penelitian
- Ada pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit (Na2S2O5) terhadap mutu pati biji alpukat (Persea americana mill.).
- Ada pengaruh suhu pengeringan terhadap mutu pati biji alpukat (Persea americana mill.).
- Ada pengaruh interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit (Na2S2O5)
dan suhu pengeringan terhadap mutu pati biji alpukat (Persea americana mill.).
TINJAUAN PUSTAKA
Biji Alpukat dan Komposisi Kimianya
Biji buah alpukat sampai saat ini hanya dibuang sebagai limbah yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Padahal di dalam biji alpukat mengandung karbohidrat atau zat pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%. Hal ini memungkinkan biji alpukat sebagai alternatif sumber pati. Biji alpukat yang diolah menjadi pati, selain bermanfaat mengurangi pencemaran lingkungan, juga dapat menciptakan peluang usaha baru. Pati biji alpukat selanjutnya dapat diolah menjadi berbagai hasil olahan yang mempunyai nilai jual tinggi, antara lain : dodol, kerupuk, snack, biskuit dan sebagainya (Winarti dan Purnomo, 2006).
Biji alpukat tergolong besar, terdiri dari dua keping (cotyledon), dan dilapisi oleh kulit biji yang tipis melekat. Biji tersusun oleh jaringan parenchyma yang mengandung sel-sel minyak dan butir tepung sebagai bahan cadangan makanan (Kalie, 1997).
Biji alpukat mempunyai bentuk yang berbeda untuk setiap
jenis. Buah yang berbentuk panjang mempunyai biji yang lebih
panjang dibanding biji yang terdapat di dalam buah yang berbentuk
bulat. Walaupun demikian, semua biji alpukat mempunyai
kesamaan, yaitu bagian bawahnya agak rata dan kemudian
membulat atau melonjong. Di bagian bawah ini terdapat semacam
urat yang berhubungan dengan daging buahnya. Ukuran biji tiap
jenis alpukat tidak terlalu berbeda, sekitar 5,5 cm x 4 cm dengan
diameter 4 cm (Tim Penulis PS, 1992).
Menurut hasil analisis Alsuhendra, et al., (2007) bahwa kandungan air, abu, dan total fenol dari biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Air, Abu, dan Total Fenol Biji Alpukat (Berat Basah) Komponen Satuan Kandungan
Air Abu Total Fenol g g µg/g 12,67 2,78 5449,05 Sumber : Alsuhendra, et al., (2007).
Kandungan mineral dari buah alpukat sangat tinggi dibandingkan dengan buah segar lainnya. Abu minimum dalam alpukat California (jenis Rhoad) yaitu 0,54% yang hampir rata-rata dalam buah segar. Analisa abu tanpa keterangan jenis alpukatnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Mineral dalam Mesocarp Alpukat (% dari Total Abu) Mineral Konsentrasi (%) K2O Na2O CaO MgO Fe2O3 Al2O3 Mn P2O5 26,2 18,6 4,7 5,3 1,51 2,58 Sedikit 17,40
SO4 SiO2 Cl 11,24 0,50 14,36 Sumber : Hulme, (1971).
Pati
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α–glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α–(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α–(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari total ikatan (Winarno, 1992).
Gambar 1. Rumus Bangun Amilosa
Gambar 2. Rumus Bangun Amilopektin
Sumber : Tarigan, (1983).
Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia di seluruh dunia. Komposisi amilosa dan amilopektin berbeda dalam pati berbagai bahan makanan. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah yang lebih besar. Sebagian besar pati mengandung antara 15% dan 35% amilosa. Dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi kristal, yang menyebabkannya tidak larut dalam air dan memperlambat pencernaannya oleh amilase pankreas. Bila dipanaskan dengan air, struktur kristal rusak dan rantai polisakarida akan mengambil posisi acak. Hal ini yang menyebabkannya mengembang dan memadat (gelatinisasi). Cabang-cabang dalam amilopektinlah yang terutama menyebabkannya dapat membentuk gel yang cukup stabil. Proses pemasakan pati di samping menyebabkan pembentukan gel juga akan melunakkan dan memecah sel, sehingga memudahkan pencernaannya. Dalam proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukosa (Almatsier, 2004).
Pati penting dalam makanan terutama yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan dan memperlihatkan sifat-sifatnya:
(1) pati tidak manis;
(2) pati tidak dapat larut dengan mudah dalam air dingin; (3) berbentuk pasta dan gel di dalam air panas;
(4) pati menyediakan cadangan sumber energi dalam tumbuh-tumbuhan dan persediaan energi dalam bentuk nutrisi;
(5) pati terdapat dalam biji-bijian dan umbi-umbian sebagai karakteristik granula pati (Potter, 1986).
Butiran pati sama sekali tidak larut dalam air dingin dan pada pemanasan butiran pati tiba-tiba mulai menggembung pada suhu yang disebut suhu penggelatinan. Pada titik ini dwibias optik hilang, menunjukkan hilangnya kekristalan. Umumnya pati dengan butiran besar menggembung pada suhu lebih rendah daripada pati berbutir kecil. Suhu penggembungan ini dipengaruhi berbagai faktor, termasuk pH, praperlakuan, laju pemanasan, dan adanya garam dan gula (deMan, 1997).
Ukuran dari granula pati yang teratur paling panjang sumbunya bermacam-macam sekitar dari 0,0002 cm sampai 0,015 cm. Jika suspensi pati dalam air dipanaskan, difusi air pada dinding dari granula dan menyebabkan pembengkakan. Ini dimulai pada suhu 60oC sampai 85oC, volume pada granula meningkat pada pemanasan setelah 5 menit dan suspensi akan menjadi sangat kental. Pada pemanasan di atas temperatur ini granula pati membuka, membentuk gel dari pati di dalam air (Fox and Cameron, 1970).
Karena kekentalannya, pasta pati dapat digunakan untuk mengentalkan makanan dan gel pati, yang mana dapat dimodifikasi dengan gula atau asam,
atau ke bentuk yang tidak dapat dipecahkan pada pembekuan atau penyimpanan lama, menyebabkan kerusakan makanan (Potter, 1986).
Adapun komposisi kimia dan sifat-sifat dari pati biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kimia dan Sifat-sifat Pati Biji Alpukat Komponen Jumlah (%) Kadar air Kadar pati *Amilosa *Amilopektin Protein Lemak Serat kasar Warna Kehalusan granula Rendemen pati 10,2 80,1 43,3 37,7 tn tn 1,21 Putih coklat Halus 21,3
*Amilosa + amilopektin = pati tn = tidak dianalisa
Sumber : Winarti dan Purnomo, (2006).
Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)
Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tak terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH di bawah 3. Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sulfur dioksida juga dapat berfungsi sebagai antioksidan (Syarief dan Irawati, 1988).
Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfide enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksi sulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan (Cahyadi, 2006).
Banyaknya SO2 yang ditambahkan ke makanan bersifat membatasi sendiri karena pada konsentrasi sekitar 500 ppm, produk menimbulkan bau dan rasa menyimpang yang tidak menyenangkan. Penggunaan SO2 tidak diizinkan dalam makanan yang mengandung thiamin dalam jumlah yang berarti, karena vitamin ini dirusak oleh SO2. Konsentrasi maksimum SO2 yang diizinkan di Amerika Serikat 350 ppm. SO2 dipakai juga secara luas dalam buah kering, yang komsetrasinya dapat mencapai 2000 ppm. Pemakaian lain ialah dalam sayur kering dan produk kentang kering. Karena SO2 bersifat atsiri dan mudah hilang ke atmosfer, konsentrasi residu akan jauh lebih rendah daripada jumlah yang dipakai semula (deMan, 1997).
Natrium metabisulfit berbentuk serbuk, berwarna putih, larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, dan berbau khas seperti gas sulfur dioksida, mempunyai rasa asam dan asin. Pada konsentrasi 200 ppm bahan pengawet ini
dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir (Chichester and Tanner, 1975).
Batas maksimum penggunaan SO2 dalam makanan yang dikeringkan, di Amerika Serikat telah ditetapkan oleh Food Drug Administration, yaitu antara 2000-3000 ppm. Jumlah penyerapan dan penahanan (residu) SO2 dalam bahan yang dikeringkan dipengaruhi oleh, antara lain: varietas, kemasakan dan ukuran
bahan, konsentrasi SO2 yang digunakan, waktu sulfuring, suhu, kecepatan aliran udara dan kelembaban udara selama pengeringan serta keadaan penyimpanan (Susanto dan Saneto, 1994).
Pengeringan
Salah satu cara untuk mengawetkan produk adalah dengan mengeringkannya. Produk seperti ini mempunyai prospek pasar dalam dan luar negeri yang cukup baik. Kuantitas atau rendemen produk kering dinilai atas dasar kebersihan, kandungan air dan kandungan kimiawi bahan (Syafriandi, 2003).
Pengeringan merupakan suatu metode untuk menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan bantuan energi matahari atau energi panas lainnya. Pengeringan merupakan metode tertua untuk mengawetkan bahan pangan. Hal ini terjadi karena pada keadaan kering mikrobia pembusuk tidak dapat tumbuh dan enzim penyebab kerusakan kimia yang tidak dikehendaki tidak akan dapat berfungsi secara normal tanpa adanya air (Earle, 1982).
Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan kebusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan yang dikeringkan mempunyai waku simpan lebih lama (Adawyah, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah :
1. Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi, kadar air).
3. Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban, dan kecepatan udara).
4. Karakteristik alat pengering (efisiensi pemindahan panas). (Buckle, et al., 1987).
Pengeringan dapat dilakukan dengan memakai suatu alat pengering (artificial drying) atau dengan penjemuran (sun drying) yang menggunakan sinar matahari. Pengeringan dengan menggunakan alat pengering mempunyai banyak keuntungan karena suhu dan aliran udara dapat diatur, sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan dan kebersihan mudah diawasi (Winarno, 1993).
Keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih mudah (Winarno, et al., 1980).
Pengeringan mengakibatkan rusaknya asam askorbat. Perlakuan sebelum pengeringan dengan sulfur dioksida (SO2) yang biasa digunakan dalam pengeringan merusak seluruh thiamin. Yang tidak rusak oleh pengeringan adalah karoten, riboflavin, niasin dan asam folat, juga Ca dan Fe tidak hilang. Cara pengeringan yang lebih dikenal dengan istilah dehidrasi, dapat mengurangi kehilangan vitamin-vitamin (Apandi, 1984).
Pengaruh pengeringan terhadap kualitas bahan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan, perlakuan pendahuluan, lama pengeringan, jenis proses pengeringan dan lain-lain. Pada proses pengeringan, makin tinggi suhu
pengeringan dan makin lama perlakukan pengeringan maka makin banyak pigmen dari bahan yang berubah (Susanto dan Saneto, 1994).
Proses Pembuatan Pati Biji Alpukat
Tahap-tahap proses pembuatan pati biji alpukat adalah sebagai berikut: a. Pengupasan kulit
Cara pengupasan kulit biji berbeda-beda tergantung jenis buahnya. Pengupasan kulit biji sebaiknya menggunakan pisau yang tajam terbuat dari stainless steel. Pengupasan kulit biji alpukat lebih mudah karena kulit bijinya sangat tipis.
b. Sortasi
Pemisahan biji dari biji yang baik dan yang telah rusak atau busuk, serta pemisahan biji dari benda-benda asing misalnya kayu, kulit buah, ataupun sisa-sisa tali. Buah yang dipilih adalah buah yang masih bagus dan sehat (Winarti dan Purnomo, 2006).
Sortasi bahan baku seharusnya dilakukan pada saat pembelian bahan. Hal ini akan mempermudah sortasi selanjutnya dan jumlah bahan baku yang tidak layak akan lebih sedikit. Sortasi dilakukan secara manual di atas meja sortasi.
Bahan baku yang tidak terpakai dimasukkan ke dalam keranjang (Hambali, et al., 2006)
c. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan menggunakan air bersih dan sebaiknya menggunakan air mengalir. Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran dari biji (Winarti dan Purnomo, 2006).
Pencucian meningkatkan kenampakan hasil, sering kali pada hasil terdapat kotoran, tanah, sisik serangga, jamur dan sebagainya yang mengakibatkan hasil tidak sedap dipandang. Tidak jarang pula ada sisa-sisa fungisida dan insektisida (Pantastico, 1993).
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran (tanah) yang menempel, residu fungisida atau insektisida, dan memperoleh penampakan yang baik. Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan air atau dengan sikat (Baliwati, et al., 2004).
d. Pengecilan ukuran
Pengecilan ukuran dilakukan dengan pisau atau dengan mesin penghancur kasar, seperti mesin penghancur jagung atau mesin pemotong.
e. Penggilingan
Penggilingan dilakukan dengan mengunakan mesin penggiling basah. Pada proses penggilingan ini harus ditambahkan air kira-kira 1 : 1 (1 kg biji alpukat ditambah 1 liter air), yang dimaksudkan agar dapat hancur sehalus mungkin. Semakin halus penggilingan maka semakin banyak pati yang terekstrak (yang dapat terambil) pada waktu pemerasan.
f. Ekstraksi atau pemerasan
Ekstraksi adalah pengambilan pati dari dalam jaringan. Tahap ini dilakukan dengan cara menambah air ke dalam bubur biji pada tahap penggilingan, kemudian diremas-remas dan selanjutnya disaring dengan kain saring seperti saringan tahu dan diperas. Ampas dipisahkan, sedangkan cairan yang diperoleh diendapkan.
g. Perendaman dalam larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5)
Biji alpukat apabila dihancurkan menghasilkan warna coklat dan pati yang dihasilkan juga agak coklat. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan dengan penambahan bahan pemutih (natrium metabisulfit) pada saat perendaman terakhir. h. Pengeringan
Endapan pati yang diperoleh secepatnya dikeringkan untuk menghindari terbentuknya bau asam. Cara pengeringan dilakukan dengan alat pengering atau sinar matahari terik.
i. Penggilingan dan pengayakan
Pati kering biasa menggumpal dengan gumpalan besar maupun kecil. Oleh karena itu, harus digiling dan selanjutnya diayak dengan ayakan 100 mesh.
j. Pengemasan
Pati yang telah dihasilkan dari proses penepungan, secepatnya dilakukan pengemasan, karena pati bersifat higroskopis. Pengemasan dapat dilakukan dengan wadah kedap udara, seperti kaleng atau pembungkus plastik (dapat menutup rapat) (Winarti dan Purnomo, 2006).
BAHAN DAN METODE
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji alpukat yang diperoleh dari Pedagang Kaki Lima Simpang Glugur Kelurahan Glugur Kota, Medan.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2007 di Laboratorium Mikrobiologi dan analisa kadar abu dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan Kimia
- Natrium metabisulfit (Na2S2O5) - Larutan Iodine 0,01 N
- HCl pekat
- Larutan Natrium tiosulfat 0,1 N
Alat Penelitian - Timbangan - Oven - Beaker glass - Aluminium foil - Desikator - Kain saring - Muffle - Krus porselin - Gelas ukur
- Burette - Pipet tetes - Blender - Erlenmeyer - Stirer Metoda Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor, yaitu :
Faktor I : Konsentrasi Larutan Natrium Metabisulfit (K) K1 : 0 ppm
K2 : 750 ppm K3 : 1500 ppm K4 : 2250 ppm K5 : 3000 ppm Faktor II : Suhu Pengeringan (S)
S1 : 50oC S2 : 60oC S3 : 70oC
Banyaknya kombinasi perlakukan (Tc) adalah 5 x 3 = 15, maka jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut :
Tc(n - 1) ≥ 15 15(n - 1) ≥ 15 15n - 15 ≥ 15
15n ≥ 30
n ≥ 2
Untuk memperoleh ketelitian dilakukan ulangan sebanyak 2 kali.
Model Rancangan (Bangun, 1991)
Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model :
Ŷijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Dimana :
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k
μ : Efek nilai tengah
αi : Efek faktor K pada taraf ke-i βj : Efek faktor S pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor K pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j εijk : Efek galat dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j
Pelaksanaan Penelitian
Dilakukan pengupasan kulit biji alpukat, lalu dipilih biji yang bagus dan sehat. Dilakukan pencucian dengan menggunakan air bersih yang mengalir, lalu dilakukan pengecilan ukuran dengan menggunakan pisau stainless steel. Kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender dengan penambahan air 1 : 1 (1 kg biji ditambah dengan 1 liter air). Setiap unit percobaan digunakan 300 gram biji alpukat. Dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain saring untuk mengambil pati dari dalam jaringan. Apabila endapan telah terbentuk, air bening di atasnya dibuang secara pelan-pelan agar tidak ada pati yang terbuang. Kemudian dilakukan pencucian dengan air bersih dan diendapkan kembali sebanyak tiga kali, lalu direndam kembali dalam larutan Na2S2O5 sesuai perlakuan pada saat perendaman keempat. Endapan pati yang diperoleh dikeringkan dalam oven dengan suhu pengeringan yang sesuai dengan perlakuan. Pati kering digiling dan selanjutnya diayak, dan dilakukan pengemasan. Setelah itu dilakukan analisa.
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa sesuai dengan parameter:
1. Rendemen 2. Kadar air 3. Kadar abu
4. Kadar residu sulfit 5. Uji organoleptik warna
Rendemen (Rangana, 1987)
Berat awal biji ditimbang, kemudian dilakukan ekstraksi pati biji alpukat, kemudian ditimbang berat akhir pati biji alpukat. Dihitung rendemennya, dengan rumus :
Rendemen = Berat pati biji alpukat x 100% Berat biji alpukat
Kadar Air (AOAC, 1970)
Bahan sebanyak 2 gr ditimbang dan dimasukkan ke dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Lalu dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105oC selama 4 jam lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Selanjutnya dipanaskan kembali dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini dilakukan sampai di dapat berat konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan :
Kadar Air (%) = Berat awal - Berat akhir x 100% Berat awal
Kadar Abu (Soedarmadji, et al., 1989)
Kadar abu ditetapkan dengan cara membakar bahan dalam muffle. Contoh yang telah dikeringkan diambil sebanyak 5 gr dan dimasukkan dalam muffle dibakar dengan suhu 100oC selama 1 jam dan dilanjutkan dengan suhu 300oC selama 2 jam. Didinginkan kemudian ditimbang dan dihitung kadar abu dengan rumus sebagai berikut :
Kadar Abu (%) = Berat akhir x 100% Berat contoh
Kadar Residu Sulfit (AOAC, 1970)
Ditimbang 0,2 gram sampel yag telah dihaluskan lalu ditambahkan 50 ml 0,01 N iodine dalam beaker glass. Dibiarkan selama 5 menit lalu ditambahkan dengan HCl pekat 5 ml. Dititrasi kelebihan iodine dengan 0,1 N natrium tiosulfat, dengan ditambahkan pati sebagai indikator. Tiap ml iodine 0,1 N = 4,753 mg; natrium metabisulfit = 3,203 mg sulfur dioksida.
SO2 (ppm) =
(ml 0,01 N Iodine - ml 0,1 N Na2S2O5) x 0,3203
x 1000 Berat contoh
Uji Organoleptik Warna (Soekarto, 1985)
Penentuan uji organoleptik terhadap warna dilakukan dengan uji kesukaan terhadap 10 panelis dengan ketentuan sebagai berikut :
Tabel 4. Skala Uji Hedonik
Skala Hedonik Skala Numerik
Putih Putih kekuningan Putih kecoklatan Coklat 4 3 2 1
Gambar 3. Skema Pembuatan Pati Biji Alpukat
Biji alpukat
Diendapkan dan dicuci sebanyak 3X Pengupasan kulit biji menggunakan
pisau stainless steel
Sortasi
Pemotongan berbentuk kubus dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm
Penyaringan dengan kain saring Penghalusan dengan menggunakan blender
Pencucian dengan air mengalir
Perendaman dalam larutan Natrium Metabisulfit
Pati biji alpukat Penghalusan dan pengayakan Suhu (S):
S1 = 50oC S2 = 60oC S3 = 70oC
Dikeringkan dengan oven
Konsentrasi (K): K1 = 0 ppm K2 = 750 ppm K3 = 1500 ppm K4 = 2250 ppm K5 = 3000 ppm Analisa 1. Rendemen 2. Kadar Air 3. Kadar Abu 4. Residu Sulfit 5. Organoleptik Warna
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap parameter yang diamati dapat dijelaskan di bawah ini.
Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit memberikan pengaruh terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit dan nilai organoleptik warna pati biji alpukat. Pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Parameter yang Diamati
Konsentrasi Natrium Metabisulfit (ppm) Rendemen (%) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Residu Sulfit (ppm) Organoleptik Warna (skor) K1 = 0 K2 = 750 K3 = 1500 K4 = 2250 K5 = 3000 11,23 11,46 11,83 11,89 12,65 4,00 4,08 4,75 5,17 6,00 0,27 0,27 0,33 0,80 1,20 64,46 66,62 69,24 71,40 72,92 1,73 2,33 2,68 3,05 3,38 Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi natrium metabisulfit maka rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit, dan nilai organoleptik warna pati biji alpukat semakin besar. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 12,65% dan terendah terdapat pada K1 (0 ppm) sebesar 11,23%. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K5
Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 1,2% dan terendah terdapat pada K1 (0 ppm) dan K2 (750 ppm) sebesar 0,27%. Residu sulfit tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 72,92 ppm dan terendah terdapat pada K1 (0 ppm) sebesar 64,46 ppm. Nilai organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 3,38 dan terendah terdapat pada K1 (0 ppm) sebesar 1,73.
Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu pengeringan memberikan pengaruh terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit dan nilai organoleptik warna pati biji alpukat. Pengaruh suhu pengeringan terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6. Hasil Analisis Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Parameter yang Diamati Suhu Pengeringan (oC) Rendemen (%) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Residu Sulfit (ppm) Organoleptik Warna (skor) S1 = 50 oC S2 = 60 oC S3 = 70 oC 14,22 12,50 8,72 6,80 6,10 1,50 0,20 0,50 1,02 68,10 68,93 69,76 2,76 2,63 2,52
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar abu dan residu sulfit pati biji alpukat semakin besar sedangkan rendemen, kadar air, dan nilai organoleptik warna semakin kecil. Rendemen tertinggi terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar 14,22% dan terendah terdapat pada S3 (70oC) sebesar 8,72%. Kadar air tertinggi terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar 6,80% dan terendah terdapat pada S3 (70oC) sebesar 1,50%. Kadar abu tertinggi terdapat pada S3 (70oC), yaitu sebesar 1,02% dan terendah terdapat pada S1 (50oC)
sebesar 0,20%. Residu sulfit tertinggi terdapat pada S3 (70oC), yaitu sebesar 69,76 ppm dan terendah terdapat pada S1 (50oC) sebesar 68,10 ppm. Nilai organoleptik warna tertinggi terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar 2,76 dan terendah terdapat pada S3 (70oC) sebesar 2,52.
Rendemen (%)
Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Rendemen (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium metabisulfit berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen pati biji alpukat.
Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap rendemen pati biji alpukat ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Rendemen (%)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi (p) 0.05 0.01 (K) 0.05 0.01 1 - - K1 11,23 c C 2 0,4256 0,5896 K2 11,46 bc BC 3 0,4468 0,6179 K3 11,83 b BC 4 0,4596 0,6363 K4 11,89 b B 5 0,4680 0,6476 K5 12,65 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda tidak nyata dengan K2, berbeda nyata dengan K3, berbeda sangat nyata dengan K4 dan K5. Perlakuan K2 berbeda tidak nyata dengan K3 dan K4, dan berbeda sangat nyata dengan K5. Perlakuan K3 berbeda tidak nyata dengan K4, dan berbeda sangat nyata dengan K5. Perlakuan K4 berbeda sangat nyata dengan K5. Rendemen tertinggi terdapat pada
perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 12,65% dan rendemen terendah terdapat pada perlakuan K1 (0 ppm), yaitu sebesar 11,23%.
Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit maka rendemen pada pati biji alpukat semakin tinggi. Hal ini terjadi karena semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit maka kandungan mineral Na dan S pada bahan semakin banyak, sehingga rendemen pada pati biji alpukat semakin meningkat.
Hubungan antara konsentrasi natrium metabisulfit terhadap rendemen dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Metabisulfit dengan Rendemen
y = 0.0004K + 11.158 r = 0.9129 11,0 11,5 12,0 12,5 13,0 0 750 1500 2250 3000
Konsentrasi Natrium Metabisulfit (ppm)
R e nde m e n (% )
Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Rendemen (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa rendemen berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen pati biji alpukat.
Hasil uji LSR pengaruh suhu pengeringan terhadap rendemen pati biji alpukat ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Rendemen (%)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi (p) 0.05 0.01 (K) 0.05 0.01
1 - - S1 14,22 a A
2 0,3296 0,4566 S2 12,50 b B 3 0,3460 0,4785 S3 8,72 c C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda sangat nyata dengan S2 dan S3. Perlakuan S2 berbeda sangat nyata dengan S3. Rendemen tertinggi terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar 14,22% dan terendah terdapat pada S3 (70oC) sebesar 8,72%.
Semakin tinggi suhu pengeringan maka rendemen pada pati biji alpukat semakin menurun. Menurut Winarno, et al., (1980) keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan pengangkutan.
Hubungan antara suhu pengeringan terhadap rendemen dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Hubungan Suhu Pengeringan dengan Rendemen y = -0.275K + 28.313 r = - 0.9553 8 9 10 11 12 13 14 15 50 60 70 Suhu Pengeringan (oC) R e nde m e n ( % )
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan terhadap Redemen (%)
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa konsentrasi natrium matabisulfit dan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen pati biji alpukat.
Hasil pengujian dengan LSR pengaruh interaksi antara konsentrasi natrium matabisulfit dan suhu pengeringan terhadap rendemen pati biji alpukat yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Uji LSR Efek Utama Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan terhadap Rendemen (%)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi (p) 0.05 0.01 (K) 0.05 0.01 1 - - K1S1 14,44 ab A 2 0,7371 1,0212 K1S2 12,36 ef CD 3 0,7739 1,0702 K1S3 6,89 k H 4 0,7959 1,1021 K2S1 13,74 bcd AB 5 0,8106 1,1216 K2S2 12,06 f DE 6 0,8229 1,1363 K2S3 8,57 i FG 7 0,8278 1,1559 K3S1 14,28 ab A 8 0,8327 1,1682 K3S2 11,77 fg DE 9 0,8376 1,1780 K3S3 9,44 h F 10 0,8400 1,1853 K4S1 14,60 a A 11 0,8400 1,1853 K4S2 13,40 cd ABC 12 0,8425 1,2000 K4S3 7,68 j GH 13 0,8425 1,2000 K5S1 14,04 abc AB 14 0,8449 1,2098 K5S2 12,92 de BCD 15 0,8449 1,2098 K5S3 11,00 g E
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rendemen tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan K1S3 (0 ppm dan 70oC), yaitu sebesar 36,89% dan terendah terdapat K4S3 (2250 ppm dan 70oC), yaitu sebesar 7,68%.
Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit untuk setiap suhu pengeringan maka rendemen dari pati biji alpukat semakin meningkat. Menurut Syafriandi, (2003), kuantitas atau rendemen produk kering dinilai atas dasar kebersihan, kandungan air dan kandungan kimiawi bahan.
Hubungan interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap rendemen pati biji alpukat dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Hubungan Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan
terhadap Rendemen S1 ; y = 9E-05K+ 14.028 ;r = 0.1091 S2 ; y = 0.0003K + 12.01 ; r = 0.3493 S3 ; y = 0.001K + 7.25 ; r = 0.5283 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 0 750 1500 2250 3000
Konsentrasi Natrium Metabisulfit (ppm)
Re nde m e n ( % ) S1 S2 S3 Kadar Air (%)
Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Kadar Air (%)
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan konsentrasi natrium metabisulfit berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 6% dan terendah terdapat pada perlakuan K1 (0 ppm), yaitu sebesar 4%.
Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kadar Air (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air pati biji alpukat.
Hasil uji LSR pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air pati biji alpukat ditampilkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kadar Air (%)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi (p) 0.05 0.01 (K) 0.05 0.01
1 - - S1 6,80 a A
2 1,5757 2,1830 S2 6,10 a A 3 1,6543 2,2877 S3 1,50 b B
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda tidak nyata dengan S2, dan berbeda sangat nyata dengan S3. Perlakuan S2 berbeda sangat nyata dengan S3. Kadar air tertinggi terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar 6,80% dan terendah terdapat pada S3 (70oC) sebesar 1,50%. Semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka kadar air pati biji alpukat yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Desrosier (1988), bahwa semakin tinggi suhu udara pengeringan, semakin besar panas yang dibawa udara sehingga semakin banyak jumlah air yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan.
Hubungan antara suhu pengeringan terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Hubungan Suhu Pengeringan dengan Kadar Air
y = -0.265K + 20.7 r = - 0.8471 0 1 2 3 4 5 6 7 8 50 60 70 Suhu Pengeringan (oC) Ka da r Air ( % )
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan terhadap Kadar Air (%)
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Kadar air tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan K5S1 (3000 ppm dan 50oC), yaitu sebesar 8,75% dan kadar air terendah terdapat pada kombinasi perlakuan K1S3 (0 ppm dan70oC), yaitu sebesar 0,75%.
Kadar Abu (%)
Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Kadar Abu (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium metabisulfit berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu pati biji alpukat.
Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap kadar abu pati biji alpukat ditampilkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Kadar Abu (%)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi (p) 0.05 0.01 (K) 0.05 0.01 1 - - K1 0,27 c C 2 0,2456 0,3403 K2 0,27 c C 3 0,2579 0,3566 K3 0,33 c C 4 0,2652 0,3672 K4 0,80 b B 5 0,2701 0,3737 K5 1,20 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda tidak nyata dengan K2 dan K3, berbeda sangat nyata dengan K4 dan K5. Perlakuan K2 berbeda tidak nyata dengan K3, dan berbeda sangat nyata dengan K4 dan K5. Perlakuan K3 berbeda sangat nyata dengan K4 dan K5. Perlakuan K4 berbeda sangat nyata dengan K5. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 1,2% dan terendah terdapat pada K1 (0 ppm) dan K2 (750 ppm) sebesar 0,27%.
Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit maka kadar abu pati biji alpukat semakin tinggi. Hal ini terjadi karena pada natrium metabisulfit terdapat mineral Na dan S. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat pada suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, khlorida, sulfat, nitrat (Sudarmadji, et al., 1989). Peningkatan ini mengikuti garis regresi linier seperti terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Metabisulfit dengan Kadar Abu
y = 0.0003K + 0.096 r = 0.8311 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 0 750 1500 2250 3000
Konsentrasi Natrium Metabisulfit (ppm)
K a da r A bu (% )
Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kadar Abu (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu pati biji alpukat.
Hasil uji LSR pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar abu pati biji alpukat ditampilkan pada Tabel 12.
Tabel 12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kadar Abu (%)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi (p) 0.05 0.01 (K) 0.05 0.01
1 - - S1 0,20 c C
2 0,1902 0,2635 S2 0,50 b B 3 0,1997 0,2762 S3 1,02 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda sangat nyata dengan S2 dan S3. Perlakuan S2 berbeda sangat nyata dengan S3. Kadar abu tertinggi terdapat pada S3 (70oC), yaitu sebesar 1,02% dan terendah terdapat pada S1 (50oC) sebesar 0,20%.
Semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar abu semakin besar. Menurut Sudarmadji, et al., (1989), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya.
Hubungan antara suhu pengeringan terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik Hubungan Suhu Pengeringan dengan Kadar Abu
y = 0.041K - 1.8867 r = 0.9766 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 50 60 70 Suhu Pengeringan (oC) Ka da r Abu ( % )
Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan terhadap Kadar Abu (%)
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa konsentrasi natrium matabisulfit dan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu pati biji alpukat.
Hasil pengujian dengan LSR pengaruh interaksi antara konsentrasi natrium matabisulfit dan suhu pengeringan terhadap kadar abu pati biji alpukat yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Uji LSR Efek Utama Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan terhadap Kadar Abu (%)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi (p) 0.05 0.01 (K) 0.05 0.01 1 - - K1S1 0,20 d D 2 0,4256 0,5896 K1S2 0,20 d D 3 0,4468 0,6179 K1S3 0,40 d D 4 0,4596 0,6363 K2S1 0,20 d D 5 0,4680 0,6476 K2S2 0,30 d D 6 0,4751 0,6561 K2S3 0,30 d D 7 0,4779 0,6674 K3S1 0,20 d D 8 0,4808 0,6745 K3S2 0,30 d D 9 0,4836 0,6801 K3S3 0,50 d D 10 0,4850 0,6844 K4S1 0,20 d D 11 0,4850 0,6844 K4S2 0,50 d D 12 0,4864 0,6929 K4S3 1,70 b AB 13 0,4864 0,6929 K5S1 0,20 d D 14 0,4878 0,6985 K5S2 1,20 c BC 15 0,4878 0,6985 K5S3 2,20 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa kadar abu tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan K5S3 (3000 ppm dan 70oC), yaitu sebesar 2,20% dan kadar abu terendah terdapat pada kombinasi perlakuan K1S1 (0 ppm dan 50oC), K1S2 (0 ppm dan 60oC), K2S1 (750 ppm dan 50oC), K3S1 (1500 ppm dan 50oC), K4S1 (2250 ppm dan 50oC) dan K5S1 (3000 ppm dan 50oC), yaitu sebesar 0,20%.
Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan maka kadar abu semakin meningkat. Menurut Apandi (1984), perlakuan sebelum pengeringan dengan sulfur dioksida (SO2) yang biasa digunakan dalam pengeringan merusak seluruh thiamin. Yang tidak rusak oleh pengeringan adalah karoten, riboflavin, niasin dan asam folat; juga Ca dan Fe tidak hilang.
Hubungan interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Hubungan Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan terhadap
Kadar Abu S3 ; y = 0.0007K + 0.02 ; r = 0.8256 S1 ; y = 0.2 ; r = 0 S2 ; y = 0.0003K + 0.06 ; r = 0.7333 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 0 750 1500 2250 3000
Konsentrasi Natrium Metabisulfit (ppm)
Ka da r Abu ( % ) S1 S2 S3 Residu Sulfit (ppm)
Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Residu Sulfit (ppm)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium metabisulfit berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap residu sulfit pati biji alpukat.
Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap residu sulfit pati biji alpukat ditampilkan pada Tabel 14.
Tabel 14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Residu Sulfit (ppm)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi (p) 0.05 0.01 (K) 0.05 0.01 1 - - K1 64,46 e E 2 0,3477 0,4816 K2 66,62 d D 3 0,3650 0,5047 K3 69,24 c C 4 0,3754 0,5198 K4 71,40 b B 5 0,3823 0,5290 K5 73,92 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata dengan K2, K3, K4, dan K5. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata dengan K3, K4, dan K5. Perlakuan K3 berbeda sangat nyata dengan K4 dan K5. Perlakuan K4 berbeda sangat nyata dengan K5. Residu sulfit tertinggi diperoleh pada perlakuan K5 ( 3000 ppm) sebesar 73,92 ppm dan terendah diperoleh pada perlakuan K1 (0 ppm) sebesar 64,46 ppm.
Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit maka residu sulfit semakin tinggi. Peningkatan residu sulfit dimungkinkan karena semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit yang digunakan maka semakin meningkat sulfit yang berikatan atau bereaksi dengan gugus keton atau aldehid dari gula reduksi sehingga membentuk senyawa hidroksi sulfonat (Apandi, 1984).
Hubungan antara konsentrasi natrium metabisulfit terhadap residu sulfit dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Metabisulfit dengan Residu Sulfit
y = 0.0029K + 64.588 r = 0.9927 64 66 68 70 72 74 0 750 1500 2250 3000
Konsentrasi Natrium Metabisulfit (ppm)
R e s idu S ul fi t (ppm )
Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Residu Sulfit (ppm)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap residu sulfit pati biji alpukat.
Hasil uji LSR pengaruh suhu pengeringan terhadap residu sulfit pati biji alpukat ditampilkan pada Tabel 15.
Tabel 15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Residu Sulfit (ppm)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi (p) 0.05 0.01 (S) 0.05 0.01
1 - - S1 68,10 c C
2 0,2691 0,3728 S2 68,93 b B 3 0,2825 0,3907 S3 69,76 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda sangat nyata dengan S2 dan S3. Perlakuan S2 berbeda sangat nyata dengan S3. Residu sulfit tertinggi diperoleh pada perlakuan S3 (70oC) sebesar 69,76 ppm dan terendah
Semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin tinggi residu sulfit pada pati biji alpukat. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu pengeringan maka kandungan air di dalam bahan semakin rendah sehingga kadar residu sulfit per berat total semakin tinggi.
Hubungan antara konsentrasi suhu pengeringan terhadap residu sulfit dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Grafik Hubungan Suhu Pengeringan dengan Residu Sulfit
y = 0.083K + 63.95 r = 1 67,0 67,5 68,0 68,5 69,0 69,5 70,0 50 60 70 Suhu Pengeringan (oC) Re s idu S ulf it ( ppm )
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan terhadap Residu Sulfit (ppm)
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap residu sulfit pati biji alpukat.
Hasil pengujian dengan LSR pengaruh interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap residu sulfit pati biji alpukat yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Uji LSR Efek Utama Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan terhadap Residu Sulfit (ppm)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi (p) 0.05 0.01 (K) 0.05 0.01 1 - - K1S1 63,83 k I 2 0,6020 0,8340 K1S2 64,30 k I 3 0,6320 0,8740 K1S3 65,26 j H 4 0,6500 0,9000 K2S1 65,50 j H 5 0,6620 0,9160 K2S2 66,78 i G 6 0,6720 0,9280 K2S3 67,58 h FG 7 0,6760 0,9440 K3S1 68,06 h F 8 0,6800 0,9540 K3S2 69,11 g E 9 0,6840 0,9620 K3S3 70,55 f CD 10 0,6860 0,9680 K4S1 71,11 def BCD 11 0,6860 0,9680 K4S2 71,43 cde BC 12 0,6880 0,9800 K4S3 71,67 cd B 13 0,6880 0,9800 K5S1 71,99 c B 14 0,6900 0,9880 K5S2 73,03 b A 15 0,6900 0,9880 K5S3 73,75 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa residu sulfit tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan K5S3 (3000 ppm dan 70oC), yaitu sebesar 73,75 ppm dan terendah terdapat pada kombinasi perlakuan K1S1 (0 ppm dan 50oC), yaitu sebesar 63,83 ppm.
Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan maka semakin meningkat residu sulfit pada pati biji alpukat. Menurut Susanto dan Saneto, (1994), jumlah penyerapan dan penahanan (residu) SO2 dalam bahan yang dikeringkan dipengaruhi oleh antara lain: varietas, kemasakan dan ukuran bahan, konsentrasi SO2 yang digunakan, suhu dan waktu sulfuring, suhu, kecepatan aliran udara dan kelembaban udara selama pengeringan serta keadaan penyimpanan.
Hubungan interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap residu sulfit dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan
terhadap Residu Sulfit
S1 ; y = 0.0033K+ 65.228 ; r = 0.9764 S2 ; y = 0.0029K + 64.508 ; r= 0.9946 S3 ; y = 0.0029K + 63.712 ; r = 0.9778 62 64 66 68 70 72 74 0 750 1500 2250 3000
Konsentrasi Natrium Metabisulfit (ppm)
Re s idu S ulf it ( % ) S1 S2 S3
Organoleptik Warna (Skor)
Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Nilai Organoleptik Warna (Skor)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik warna pati biji alpukat.
Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap organoleptik warna pati biji alpukat ditampilkan pada Tabel 17.